• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGALIHAN FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KOT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGALIHAN FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KOT"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENGALIHAN FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KOTA MALANG

Dian Lisna Wati Dianlisnawati61@ymail.com

ABSTRAK:

Jumlah penduduk yang meningkat dan pertumbuhan kegiatan ekonomi yang pesat berdampak pada kebutuhan lahan, seperti permukiman, industry, jasa sehingga terjadi alih fungsi lahan pertanian karena lahan terbatas. Tidak terkecuali di Kota Malang. Di kota ini sudah banyak daerah-daerah yang dulunya digunakan sebagai lahan pertanian kini telah berubah menjadi bangunan-bangunan seperti pertokoan, bank, sekolah, kantor dan lain sebagainya. Hal ini berakibat pada berkurangnya produksi pertanian di Kota Malang bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial. Selain itu, tempat peresapan air di Kota Malang ini menjadi berkurang dan tergantikan oeleh bangunan-bangunan yang menutupi tanah sebagai tempat resapan air. Oleh sebab itu, perlu adanya pemberlakuan peraturan untuk mencegah semakin sedikitnya lahan pertanian di Kota Malang sehingga produksi pertanian dan daerah peresapan air di Kota Malang tidak akan berkurang.

Kata kunci: penggunaan lahan, alih fungsi lahan.

PENDAHULUAN

Pertumbuhan suatu kota akan berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan lahan yang digunakan untuk mewadahi kegiatan penduduk. Sejak manusia pertama kali menempati bumi, lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan. Di atas lahan ini penduduk melakukan kegiatannya baik secara individu maupun kelompok. Karena semua aktivitas dilakukan di atas lahan, maka akan terjadi persaingan penggunaan lahan. Kecenderungan dari persaingan ini menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan, terutama di daerah hinterland di mana lahan persawahan masih tersedia cukup luas.

Selain itu, seiring pertumbuhan populasi dan perkembangan peradaban manusia, penguasaan dan penggunaan lahan mulai terusik. Keterusikan ini akhirnya menimbulkan kompleksitas permasalahan akibat pertambahan jumlah penduduk, penemuan dan pemanfaatan teknologi, serta dinamika pembangunan. Lahan yang semula berfungsi sebagai media bercocok tanam (pertanian), berangsur-angsur berubah menjadi multifungsi pemanfaatan.

(2)

ini, sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian sebagai penyedia lapangan kerja, dan penyediaan pangan. Namun akhir-akhir ini banyak yang lahan pertanian mulai berubah fungsi. Alih fungsi lahan banyak terjadi di daerah Klojen. Namun daerah-daerah lain seperti Kedungkandang, Lowokwaru, Sukun, dan Blimbing juga sudah menunjukan alih fungsi lahan yang pesat. Berkembangnya perumahan, sektor industri dan pariwisata yang tidak dapat dibendung menjadi penyebab utama alih fungsi lahan di daerah ini.

Perubahan spesifik dari penggunaan untuk pertanian ke pemanfaatan bagi nonpertanian yang kemudian dikenal dengan istilah alih fungsi (konversi) lahan (Iqbal dan Sumaryanto, 2007), kian waktu kian meningkat. Khusus untuk di Kota Malang, fenomena ini tentunya dapat mendatangkan permasalahan yang serius di kemudian hari, jika tidak diantisipasi secara serius dari sekarang. Implikasinya, alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial.

Dampak alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian menyangkut dimensi yang sangat luas. Hal itu terkait dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat. Arah perubahan ini secara langsung atau tidak langsung akan berdampak terhadap pergeseran kondisi ekonomi, tata ruang pertanian, serta prioritas-prioritas pembangunan pertanian wilayah dan nasional (Winoto, 2005).

(3)

Oleh karena itu, selain untuk melihat laju alih fungsi lahan penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui daerah pertanian mana saja yang mengalami alih fungsi dan dampaknya terhadap kecukupan pangan serta apa saja yang menjadi motivasi atau faktor yang mendorong masyarakat mengalihfungsikan lahan serta strategi apa saja yang dapat diterapkan untuk mencegah terjadinya pengalihan fungsi lahan pertanian.

Faktor yang Mempengaruhi Pengalihfungsian Lahan di Kota Malang Permasalahan lingkungan tidak pernah terlepas dari tindakan para agen atau manusia yang melakukan pembangunan tanpa memperhatikan tata ruang terbuka hijau yang sebenarnya sangat berpengaruh terhadap keseimbangan lingkungan. Padahal sawah itu sangat membantu produksi pangan yang sangat dibutuhkan oleh para manusia.

Angka alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian dari tahun ke tahun semakin meningkat tajam. Sensus pertanian 2003 menyebutkan selama periode 2000-2002 total luas tanah sawah di Indonesia yang dikonversi ke penggunaan lain mencapai 563.000 hektar atau rata-rata 187,7 ribu hektar per tahun. Dengan luas sawah 7,75 juta hektar pada tahun 2002, pengurangan luas sawah akibat konversi lahan mencapai 7,27% selama 3 tahun atau rata-rata 2, 42% per tahun (Badan Pusat Statistik (BPS), 2004).

(4)

yang terus bertambah. Sedangkan di daerah Lowokwaru memiliki lahan pertanian dengan rincian jenis sawah yang dominan adalah sawah irigasi tehnis seluas 1.523,343 ha dan sederhana non tehnis seluas 6.918,156 ha. Sawah dapat difungsikan sebagai lahan pertanian dengan hasil utama padi. Lokasi persawahan terdapat di wilayah Merjosari, Tunggulwulung, Tasikmadu. (Website Kecamatan Lowokwaru, 2014)

Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian. Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari akibat kecenderungan tersebut. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Menurut Irawan (2005), hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan. Wibowo (1996) menambahkan bahwa pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan.

Winoto (2005) mengemukakan bahwa lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh :

1. Kepadatan penduduk di kota yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih inggi.

(5)

3. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya. Infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering

4. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu (terutama di Pulau Jawa) ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan.

Sedangkan menurut Lestari (2009) proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan nonpertanian yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:

1. Faktor Eksternal.

Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.

2. Faktor Internal.

Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.

3. Faktor Kebijakan.

Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada aspekregulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang dilarang dikonversi.

Menurut penelitian yang dilakukan, faktor yang paling mempengaruhi pengalihan fungsi lahan pertanian yang ada di Kota Malang adalah pertumbuhan pada sektor perekonoman dan industri yang membutuhkan banyak lahan untuk melakukan kegiatannya. Banyak sekali bangunan yang dibangun untuk pabrik-pabrik dan pertokoan. Disetiap daerah sudah banyak toko-toko mulai dari yang sederhana sampai yang sudah modern seperti mall yang semakin banyak di bangun di Kota Malang.

(6)

menjadikan penduduk memerlukan lahan untuk perumahan. Salah satu contoh kongkritnya seperti di daerah Sumbersari dan daerah Candi dulunya adalah lahan persawahan namun sekarang ini telah berubah menjadi daerah pemukiman warga yang sangat padat. Hal ini disebabkan oleh daerah ini berdekatan dengan tempat-tempat pendidikan sehingga warganya melihat potensi untuk dijadikan tempat kos dan usaha di bidang kebutuhan bahan makan.

Faktor terpenting penyebab maraknya alih fungsi tanah pertanian ke nonpertanian lainya adalah lemahnya Law Enforcement (penegakan hukum)

dalam pengendalian alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian. Sebetulnya pemerintah telah banyak membuat kebijakan untuk pengendalian alih fungsi tanah pertanian, khususnya tanah sawah sebagai tanah produksi padi. Akan tetapi hingga kini implementasinya belum berhasil diwujudkan secara optimal, selain itu ditambah dengan lemahnya koordinasi antara Departemen Pertanian, Dewan Perencanaan Wilayah dengan pembuat kebijakan. Terkait dengan itu, Nasoetion (2003) mengemukakan bahwa setidaknya terdapat tiga kendala mendasar yang menjadi alasan mengapa peraturan pengendalian alih fungsi lahan sulit terlaksana, yaitu :

1. Kendala Koordinasi Kebijakan. Di satu sisi pemerintah berupaya melarang terjadinya alih fungsi lahan, tetapi di sisi lain justru mendorong terjadinya alih fungsi lahan tersebut melalui kebijakan pertumbuhan industri/manufaktur dan sektor nonpertanian lainnya yang dalam kenyataannya menggunakan tanah pertanian.

(7)

3. Kendala Konsistensi Perencanaan. RTRW yang kemudian dilanjutkan dengan mekanisme pemberian izin lokasi, merupakan instrumen utama dalam pengendalian untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan sawah beririgasi teknis. Namun dalam kenyataannya, banyak RTRW yang justru merencanakan untuk mengalih fungsikan lahan sawah beririgasi teknis menjadi nonpertanian.

Sehubungan dengan tiga kendala di atas, tidak efektifnya peraturan yang telah ada, juga dipengaruhi oleh : (1) lemahnya sistem administrasi tanah; (2) kurang kuatnya koordinasi antar lembaga terkait; dan (3) belum memasyarakatnya mekanisme implementasi tata ruang wilayah.

Dampak dari Perubahan Fungsi Lahan Pertanian di Kota Malang Alih fungsi lahan merupakan beralihnya fungsi penggunaan lahan dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Alih fungsi lahan tersebut secara langsung mengurangi jumlah lahan pertanian yang ada di Kota Malang. Dampak alih fungsi lahan pertanian antara lain sistem ketahan pangan yang akan menjadi terganggu. Secara umum di Kota Malang masih memiliki ketahanan pangan yang baik. Dengan adanya alih fungsi lahan yang sekarang ini banyak terjadi di daerah-daerah bukan tidak mungkin Kota Malang yang tadinya surplus beras menjadi kekurangan beras. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko(2006) terkonsentrasinya pembangunan perumahan dan industri di Pulau Jawa, di satu sisi menambah terbukanya lapangan kerja di sektor nonpertanian seperti jasa konstruksi, dan industri, akan tetapi juga menimbulkan dampak negatif yang kurang menguntungkan. Dampak negatif tersebut antara lain:

a. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi, yang mengganggu tercapainya swasembada pangan dan timbulnya kerawanan pangan serta mengakibatkan bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke nonpertanian. Apabila tenaga kerja tidak terserap seluruhnya akan meningkatkan angka pengangguran.

(8)

c. Berkurangnya ekosistem sawah di Jawa khususnya di Kota Malang sedangkan pencetakan sawah baru yang sangat besar biayanya di luar Pulau Jawa seperti di Kalimantan Tengah, tidak menunjukkan dampak positif.

d. Bahwa alih fungsi lahan dapat menyebabkan pengangguran-pengangguran baru di sektor pertanian, hal ini dikarenakan pada waktu terjadi alih fungsi lahan ke sektor non pertanian maka sebagian orang akan kehilangan mata pencaharian baru. Sementara sektor lain belum tentu dapat menerimanya karena kurangnya keahlian yang ada.

d. Jumlah angka kemiskinan penduduk yang bekerja di sektor pertanian mungkin dapat bertambah karena adanya alih fungsi lahan. Ini terjadi karena sebagian dari mereka akan kehilangan mata pencahariaanya sehingga pendapatan mereka secara otomatis juga akan hilang

Selain dampak tersebut dengan adanya alih fungsi lahan dari sektor pertanian ke non pertanian juga bisa menyebabkan timbulnya berbagai bencana seperti banjir, tanah longsor, kekeringan. Ini dikarenakan kurangnya daerah resapan air karena banyak berdirinya bangunan-bangunan yang tadinya merupakan lahan pertanian.

Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Di Kota Malang Agar pengendalian terhadap upaya alih fungsi lahan pertanian dapat efektif dan efisien di suatu wilayah, Priyono(2011) memberikan strategi sebagai berikut:

a. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah yang dibuat harus pro rakyat, artinya kebijakan tersebut benar-benar memperhatikan kepentingan rakyat, sehingga rakyat merasa nyaman hidup dengan keluarganya maupun selalu mau/memperhatikan ajakan pemerintah untuk menyukseskan pembangunan, tidak mudah tergoda adanya hasrat untuk mengkonversi tanah pertanian.

(9)

proporsional dapat ditinjau dari aspek potensi sumberdaya (alam, energy, manusia), potensi rawan keamanan, potensi kwalitas SDMnya, potensi geografis wilayah, potensi rawan bencana, potensi pengembangan IPTEKSnya, potensi pengembangan infrastruktur ekonomi (pasar, sarana/prasarana transportasi, komunikasi dll). Kebijakan disini benar-benar untuk rakyat, artinya bukan hanya untuk kalangan pengusaha atau pegawai saja.

b. Instrumen Hukum

Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal : (1) .Mencabut sekaligus mengganti Peraturan perrundang-undangan yang tidak sesuai kondisi kebutuhan petani serta dengan mencantumkan sangsi yang tegas dan berat bagi pelanggarnya; (2). Penerapan pengendalian secara ketat khususnya tentang perijinan perubahan alih fungsi lahan pertanian dan pengelolaannya harus sesuai RTRW; (3). Menerapkan sangsi yang tegas dan berat bagi pelanggarnya misal pelanggaran RTRW dll; (4). Memberikan sangsi yang jauh lebih berat bagi pelanggarnya dari kalangan aparat pemerintah/penegak hukum antara lain yang menyangkut perijinan, perubahan status tanah, dll; (5). Membuat Undang-Undang yang memberikan jaminan kekuatan yang memadai dan sederajat bagi organisasi petani dalam hubungannya (memperjuangkan haknya) dengan fihak pemerintah dan organisasi lain yang menyangkut setiap pengambilan keputusan, khususnya yang menyangkut kebutuhan petani.

c. Instrumen Ekonomi

(10)

petani, asuransi kesehatan keluarga petani dll); (4). Kebijakan yang menyangkut: pemberian insentif setiap panen hasil pertanian bagi petani penggarap atau buruh tani; dan pemberian desinsentif bagi fiihak yang berminat dalam alih fungsi lahan pertanian; (5). Kebijakan yang menyangkut pemberian keringanan pajak khususnya sarana produksi pertanian dan penjualan hasil pertanian dalam negeri.

d. Instrumen Sosial dan Politik

Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal pembuatan : (1) Kebijakan pemasyarakatan dan upayanya pemakaian kembali produk alam Indonesia , khususnya produk pertanian ke semua lapisan (seluruh) masyarakat; (2) Kebijakan pemasyarakaran bahaya dan pencegahannya dalam pembuatan dan pemakaian produk yang merugikan kehidupan petani beserta keluarganya bahkan dapat merusak lingkungan; (4) Pemeloporan secara pro aktif gerakan penghijauan setiap jengkal tanah oleh pemerintah dan tokoh/lembaga swadaya masyarakat; (5).Pemeloporan gerakan secara pro aktif dan pembentukan satgas sadar lingkungan dimulai dari RT hingga ke pusat.

e. Instrumen Pendidikan dan IPTEKS

Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal penerapan : (1). Pemberian pen-didikan bermoral bangsa Indonesia, ilmu, ketrampilan dan seni yang me-madai dan efektif tentang pengelolaan usaha pertanian yang prospektif yang dapat dimanfaatkan dan dinikmati bagi konsumen; dan (2) .Pemberian ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang sesuai dan terjangkau oleh kemampuan petani seperti budidaya tanaman hias, sayuran, dan sebagainya di lahan sempit.

(11)

Kesimpulan

Dari Hasil penelitian, dapat dapat diketahui bahwa lahan pertanian adalah lahan yang ditunjukan atau cacok untuk di jadikan lahan usaha tani untuk memproduksi tanaman pertanian. Sedangkan Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Di Kota Malang sendiri tidak luput dari adanya perubahan fungsi lahan lahan pertanian. Alih fungsi lahan banyak terjadi di daerah Klojen. Namun daerah-daerah lain seperti Kedungkandang, Lowokwaru, Sukun, dan Blimbing juga sudah menunjukan alih fungsi lahan yang pesat. tahun 2007 luas lahan pertanian di daerah itu mencapai 1.550 hektar, tahun 2009 menyusut menjadi 1.400 hektar dan tahun ini tinggal 1.300 hektare Berkembangnya perumahan, sektor industri dan pariwisata yang tidak dapat dibendung menjadi penyebab utama alih fungsi lahan di daerah ini.

(12)

Dampak dari adanya perubahan fungsi lahan ini adalah Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi, yang lambat lau akan mengganggu tercapainya swasembada pangan dan timbulnya kerawanan pangan serta mengakibatkan bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke nonpertanian; Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana pengairan menjadi tidak optimal pemanfaatannya; Berkurangnya ekosistem sawah di Jawa; pengangguran-pengangguran baru di sektor pertanian dan Jumlah angka kemiskinan penduduk yang bekerja di sektor pertanian mungkin dapat bertambah karena adanya alih fungsi lahan ini. Hal ini terjadi karena sebagian dari mereka akan kehilangan mata pencahariaanya sehingga pendapatan mereka secara otomatis juga akan hilang. Selain itu, alih fungsi lahan dari sektor pertanian ke non pertanian juga bisa menyebabkan timbulnya berbagai bencana seperti banjir, tanah longsor, kekeringan. Ini dikarenakan kurangnya daerah resapan air karena banyak berdirinya bangunan-bangunan yang tadinya merupakan lahan pertanian.

Strategi yang diterapkan untuk mencegah terjadinya pengalihan fungsi lahan pertanian di Kota Malang antara lain pemerintah harus menetapkan Kebijakan yang pro rakyat dan tidak berat, Penerapan pengendalian secara ketat khususnya tentang perijinan perubahan alih fungsi lahan pertanian dan pengelolaannya, Kebijakan yang menyangkut jaminan kestabilan harga dan keberadaan stok barang kebutuhan petani, memeloporan secara pro aktif gerakan penghijauan setiap jengkal tanah oleh pemerintah dan tokoh/lembaga swadaya masyarakat dan Pemberian ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang sesuai dan terjangkau oleh kemampuan petani. Dengan adanya strategi-strategi ini diharapkan Kota Malang dapat mempertahankan lahan pertanian sehingga tidak berubah fungsinya

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang ada maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

(13)

dilakukan penanggulangan secara tepat terhadap kegiatan alih fungsi lahan yang marak terjadi.

2) Melakukan upaya intensifikasi pertanian agar lahan dapat berproduksi secara optimal sehingga keberlangsungan usaha pertanian dapat terus berlangsung sehingga kebutuhanakan pangan (beras) dan kesejahteraan petani dapat terjamin.

3) Perlu adanya sosialisasi mengenai perundang-undangan tentang alih fungsi lahan pertanian dan penindakan secara tegas terhadap pelanggaran, mengingat hal tersebut dapat berdampak pada stabilitas nasional mengenai pengadaan pangan yang sifatnya sangat vital.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistika. 2004. Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia.

Iqbal, Muhammad dan Sumaryanto. 2007. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bertumpu Pada Partisipan Masyarakat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebikjakan Pertanian. Bogor.

Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak dan Pola Pemanfaatannya. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Kecamatan Lowokwaru. 2014. Profil Kec. Lowokwaru. (Online)

(http://keclowokwaru.malangkota.go.id/gambaran-umum/) diakses 10 Oktober 2014.

Lestari, T. 2009. Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. (Online)

(http://kolokiumkpmipb.wordpress.com) diakses 10 Oktober 2014.

Nasoetion, L.I. 2003. Konversi Lahan Pertanian : Aspek Hukum dan Implementasinya. Dalam Kurnia dkk. (eds). Makalah Seminar Nasional “Multifungsi Lahan Sawah dan Konversi Lahan Pertanian”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah danAgroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Priyono. 2011. Alih Fungsi Lahan Pertanian Merupakan Suatu Kebutuhan Atau Tantangan. Bengkulu: Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian.

(14)

(https://www.google.com/search?q=

%2FLahan+Pertanian+di+Kota+Malang+Terus+Menyusut++ +ANTARA+JATIM++

+Portal+Berita+Daerah+Jawa+Timur.htm&ie=utf-8&oe=utf-) diakses 10 oktober 2014.

Sumaryanto, Syahyuti, Saptana dan B. Irawan. 2007. Masalah Pertanahan di Indonesia dan Implikasinya terhadap Tindak Lanjut Pembaruan Agraria. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Wibowo, S.C. 1996. Analisis Pola Konversi Sawah Serta Dampaknya Terhadap Produksi Beras : Studi Kasus di Jawa Timur. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Winoto, J. 2005. Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi Tanah Pertanian dan Implementasinya. Makalah Seminar “Penanganan Konversi Lahan danPencapaian Lahan Pertanian Abadi”, Kerjasama Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (Institut Pertanian Bogor). Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di kabupaten karanganyar diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor

pembangunan, alih fungsi tanah seringkali menjadi jalan pintas yang dipilih oleh pemangku kepentingan. Secara empiris, fakta alih fungsi tanah dapat dilihat di

Namun, apabila ditinjau dari segi Tata Guna Tanah pelaksanaan alih fungsi tanah tersebut tidak sesuai karena tanah yang dialihfungsikan tersebut adalah tanah

Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan terbangun di Kawasan Perkotaan Mangupura, Kabupaten Badung mengindikasikan bahwa peraturan daerah terkait peraturan tata ruang

Pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian untuk tempat tinggal di Kabupaten Bantul, sebagian besar telah menjalankan alih fungsi tanah pertanian ke non

Pengendalian alih fungsi lahan pertanian berbasis kondisi sosial dapat dilakukan melalui upaya: Pemeliharaan Prasarana/Sarana Lahan Usahatani; Mendorong terwujudnya

Meskipun tidak menyebutkan data pasti seberapa berapa besar alih fungsi lahan pertanian produktif yang terjadi di Jawa Barat, Ono berasumsi ini terjadi karena angka pembangunan di Jawa

Guna melindungi lahan pertanian pangan dari alih fungsi lahan sesuai amanat ketentuan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,