• Tidak ada hasil yang ditemukan

Limbah Rumah Sakit dan Pengolahaannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Limbah Rumah Sakit dan Pengolahaannya"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

LIMBAH RUMAH SAKIT, LINGKUNGAN DAN PENGOLAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Robby Cahyanto/1406598554

PENDAHULUAN Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu dari sumber pencemar bagi lingkungan di

Indonesia setelah pemukiman dan industri. Pembangunan rumah sakit di

Indonesia dalam dua tahun terakhir terus tumbuh, dari 2.083 rumah sakit menjadi

lebih dari 2.228 rumah sakit (5-8%) dan diperkirakan terus tumbuh menjadi 10%

ditahun depan (Kemenkes, 2014). Aktivitas akhir rumah sakit salah satunya

adalah air limbah dalam jumlah yang cukup banyak. Air limbah rumah sakit ini

biasanya mengandung senyawa organik yang tinggi, senyawa kimia serta mikro

organisme pathogen. Jika air limbahnya tidak diolah dengan baik tentunya akan

menyebabkan gangguan lingkungan atau penyakit terhadap masyarakat sekitar.

Limbah domestik biasanya berupa kertas, karton, plastik, gelas, metal, dan

sampah dapur. Hanya 19% limbah domestik yang telah diolah dan dimanfaatkan

kembali, sisanya limbah domestik dari rumah sakit masuk ke tempat pembuangan

akhir (TPA). Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini

mengingat limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan

beracun. Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya

dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang

berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan

wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan

limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran

penyakit baik kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar

lingkungan rumah sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien,

jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang

bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan

tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan

beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin

(2)

(hepatitis,diare, campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ

genetik) dan resiko bahaya kimia.

Penanganan limbah medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian

Internasional. Isu ini telah menjadi agenda pertemuan internasional yang penting.

Pada 2014 telah dilakukan pertemuan High Level Meeting on Environmental and

Health South-East and East-Asian Countries di Bangkok. Dimana salah satu hasil

pertemuan awal Thematic Working Group (TWG) on Solid and Haza rdous Waste

yang akan menindaklanjuti tentang penanganan limbah yang terkait dengan

limbah domestik dan limbah medis. Dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan

membahas tentang pengelolaan limbah medis dan domestic di masing masing

negara.

Pada saat ini masih banyak rumah sakit yang kurang memberikan perhatian yang

serius terhadap pengelolaan limbahnya. Pengelolaan limbah masih

“terpinggirkan” dari pihak manajemen RS. Hal ini terlihat dalam struktur

organisasi RS, divisi lingkungan masih terselubung di bawah bagian Umum.

Pemahaman ataupun pengetahuan pihak pengelola lingkungan tentang peraturan

dan peryaratan dalam pengelolaan limbah medis masih dirasa minim. Masih

banyak yang belum mengetahui tata cara dan kewajiban pengelolaan limbah

medis baik dalam hal penyimpanan limbah, incinerasi limbah maupun

pemahaman tentang limbah B3 sendiri masih terbatas.

Data hasil pengawasan di DKI Jakarta 2013 sendiri menunjukkan bahwa dari 77

rumah sakit yang diawasi hanya 32 RS (40 %) yang mempunyai alat ukur debit,

27 RS (35 %) yang melakukan swapantau, dan 25 RS (32 %) yang memenuhi

BMAL.

Limbah medis sendiri termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun

(LB3) sesuai dengan PP 18 thn 1999 jo PP 85 thn 1999 lampiran I daftar limbah

spesifik dengan kode limbah D 227. Dalam kode limbah D227 tersebut

(3)

adalah limbah klinis, produk farmasi kadaluarsa, peralatan laboratorium

terkontaminasi, kemasan produk farmasi, limbah laboratorium, dan residu dari

proses insinerasi.

Dalam pengelolaan limbah padatnya, rumah sakit diwajibkan melakukan

pemilahan limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda beda

berdasarkan karakteristik limbahnya. Limbah domestik di masukkan kedalam

plastik berwarna hitam, limbah infeksius kedalam kantong plastik berwarna

kuning, limbah sitotoksic kedalam warna kuning, limbah kimia atau farmasi

kedalam kantong plastik berwarna coklat dan limbah radio aktif kedalam kantong

warna merah. Disamping itu rumah sakit diwajibkan memiliki tempat

penyimpanan sementara limbahnya sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam

Keputusan kepala Badan Pengendali Lingkungan 01 tahun 1995. Pengelolaan

limbah infeksius dengan menggunakan incinerator harus memenuhi beberapa

persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan Bapedal No 03 tahun 1995.

Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan emisi yang

dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai

penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan efisiensi

penghancuran atau penghilangan (Destruction Reduction Efisience) yang tinggi.

Limbah rumah sakit dihasilkan dari sisa pemakaian peralatan kesehatan padat dan

cair, bahan kimia dan bagian dari tubuh manusia yang tidak dapat digunakan lagi

serta unit penghasil limbahnya. Unit penghasil limbah di rumah sakit adalah

semua unit yang menghasilkan limbah seperti loundri, dapur, unit kamar operasi,

laboratorium, unit radiologi, apotek/farmasi, perkantoran sumah sakit itu sendiri,

kantin sarana pendukung lainnya. Pengolahan limbah padat dan cair dapat

dilakukan dengan cara kimiawi dan cara tradisional, tetapi dalam standarisasinya

incenarator.

Mutu lingkungan dan sanitasi di rumah sakit perlu ditingkatkan dengan membuat

Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) yang baik dan teruji prosesnya. Proses

(4)

dikeluarkan rumah sakit sesuai standar yang ditetapkan oleh Kementerian LH No.

58/Men KLH/12/1985 tentang Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit.

Fakta Pencemar Lingkungan dari Rumah Sakit Fakta epidemiologis :

Air limbah terutama limbah cair yang berasal dari rumah sakit banyak sekali

mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan. Kandungan logam B3 yang

dominan pada limbah rumah sakit adalah Co, Cr dan Cd. Konsentrasi logam B3

pada limbah cair berturut-turut adalah Cd (0 - 0,307 mg/L), Co (0,022 - 0,039

mg/L) dan Cr (0,038 - 0,147 mg/L) sedangkan pada limbah padat dideteksi Cd

(3,712 - 7,137 mg/Kg), Co (8,423 mg/Kg - 22,934 mg/Kg) dan Cr (718,185 -

2403,542 mg/Kg). Bakteri-bakteri yang terkandung di dalam limbah cair dapat

merusak jaringan pada tubuh manusia (Murniasih, 2012).

Fakta Pencemar untuk Kesehatan Masyarakat :

Banyaknya limbah cair pada rumah sakit yang masih dibuang sembarangan, di

sungai-sungai dan tanah tanpa atau dengan pengolahan seadanya, mengakibatkan

terjadinya infeksi penyakit pada masyarakat yang tinggal di bantaran

sungai-sungai dan air tanah.

Regulasi Pengelolaan Limbah

Beberapa regulasi terkait pengelolaan limbah, yaitu: Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor : Kep-58/MENLH/12/1995

tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kesehatan Rumah sakit, Permenkes

1204/Menkes/PerXI/2004 yang mengatur tentang Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Rumah Sakit, Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 jo PP 85

tahun 1999 yang mengatur tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan

Beracun (B3), dan Kepdal 01- 05 tahun 1995 tentang pengelolaan limbah B3

Peran Bakteri dalam Pengolahan Limbah Rumah Sakit

Keanekaragaman bakteri dan jalur metabolismenya menyebabkan bakteri

(5)

menguraikan tumbuhan atau hewan yang telah mati dan sisa-sisa atau kotoran

organisme. Bakteri tersebut menguraikan protein, karbohidrat dan senyawa

organik lain menjadi CO2, gas amoniak, dan senyawa-senyawa lain yang lebih

sederhana. Contoh bakteri saprofit antara lain Proteus dan Clostridium. Tidak

hanya berperan sebagai pengurai senyawa organik, beberapa kelompok bakteri

saprofit juga merupakan patogen oportunis. Siklus bakteri dapat membantu dalam

pengolahan limbah cair rumah sakit.

Dampak Limbah Rumah Sakit untuk Kesehatan dan Lingkungan

Dari berbagai jenis sampah/limabah yang dihasilkan oleh rumah sakit sangat

berpotensi untuk menyebabkan gangguan dalam kehidupan dan kesehatan

manusia serta lingkungan. Dampak negatif yang dapat terjadi bila sampah rumah

sakit tidak di tangani secara baik dan benar dapat mengakibatkan berbagai macam

gangguan-gangguan antara lain: (1) infeksi silang (nosokomial), (2) gangguan

kesehatan dan keselamatan kerja, (3) gangguan estetika dan kenyamanan, (4)

pencemaran lingkungan, (5) gangguan kerusakan tanaman dan binatang hidup, (6)

gangguan kesehatan manusia, dan (7) kerusakan ekosistem yang lebih luas dan

berskala besar.

KAJIAN LITERATUR

Air limbah rumah sakit merupakan salah satu penyumbang masalah perkotaan

yang kompleks, tetapi nyaris terkesampingkan dan tidak terkelola apalagi menjadi

prioritas oleh publik maupun pemerintah. Bukanlah berarti tidak ada sama sekali

perhatian atau penanganan, namun pengelolaannya masih dapat teridentifikasi

diselenggarakan dalam pencapaian yang tidak memadai.

Masalah air limbah rumah sakit tidak sesederhana yang dibayangkan karena

pengolahan air limbah rumah sakit memerlukan biaya investasi yang besar dan

biaya operasi yang tidak sedikit. Untuk itu, pengolahan air limbah harus dilakukan

dengan cermat, dimulai dari perencanaan yang teliti, pelaksanaan pembangunan

fasilitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau unit pengolahan limbah

(6)

limbah itu sendiri, terdapat beberapa parameter kualitas yang digunakan.

Parameter kualitas air limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu parameter

organik, karakteristik fisik, dan kontaminan spesifik.

Parameter organik merupakan ukuran jumlah zat organik yang terdapat dalam

limbah. Parameter ini terdiri dari total organic carbon (TOC), chemical oxygen

demand (COD), biochemical oxygen demand (BOD), minyak dan lemak (O&G),

dan total petrolum hydrocarbons (TPH). Karakteristik fisik dalam air limbah

dapat dilihat dari parameter total suspended solids (TSS), pH, temperatur, warna,

bau, dan potensial reduksi. Sedangkan kontaminan spesifik dalam air limbah

dapat berupa senyawa organik atau anorganik.

Peranan Bakteri Bagi Lingkungan

Kelompok bakteri lainnya berperan dalam siklus nitrogen, seperti bakteri

nitrifikasi. Bakteri nitrifikasi adalah kelompok bakteri yang mampu menyusun

senyawa nitrat dari senyawa amonia yang pada umumnya berlangsung secara

aerob di dalam tanah. Kelompok bakteri ini bersifat kemolitotrof. Nitrifikasi

terdiri atas dua tahap yaitu nitritasi (oksidasi amonia (NH4) menjadi nitrit (NO2-)

dan nitratasi (oksidasi senyawa nitrit menjadi nitrat (NO3).Dalam bidang

pertanian, nitrifikasi sangat menguntungkan karena menghasilkan senyawa yang

diperlukan oleh tanaman yaitu nitrat. Setelah reaksi nitrifikasi selesai, akan terjadi

proses dinitrifikasi yang dilakukan oleh bakteri denitrifikasi. Denitrifikasi sendiri

merupakan reduksi anaerobik senyawa nitrat menjadi nitrogen bebas (N2) yang

lebih mudah diserap dan dimetabolisme oleh berbagai makhluk hidup. Contoh

bakteri yang mampu melakukan metabolisme ini adalah Pseudomonas stutzeri,

Pseudomonas aeruginosa, and Paracoccus denitrificans. Di samping itu, reaksi

ini juga menghasilkan nitrogen dalam bentuk lain, seperti dinitrogen oksida

(N2O). Senyawa tersebut tidak hanya dapat berperan penting bagi hidup berbagai

organisme, tetapi juga dapat berperan dalam fenomena hujan asam dan rusaknya

ozon. Senyawa N2O akan dioksidasi menjadi senyawa NO dan selanjutnya

bereaksi dengan ozon (O3) membentuk NO2- yang akan kembali ke bumi dalam

(7)

Proses degradasi jasad makhluk hidup dilakukan oleh banyak organisme, salah

satunya adalah bakteri. Beberapa jenis bakteri, terutama bakteri heterotrof,

mampu mendegradasi senyawa organik dan menggunakannya untuk menunjang

pertumbuhannya. Proses dekomposisi ini dibantu oleh beberapa jenis enzim untuk

memecah makromolekul, seperti karbohidrat, protein, dan lemak, untuk dipecah

menjadi senyawa yang lebih sederhana. Sebagai contoh, enzim protease

digunakan untuk memecah protein menjadi senyawa lebih sederhana, seperti asam

amino. Proses dekomposisi ini juga berperan dalam pengembalian unsur-unsur,

terutama karbon dan nitrogen, ke alam untuk masuk ke dalam siklus lagi. Pada

tahap akhir, semua senyawa tersebut diubah menjadi gas metana oleh metanogen.

Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit

Tujuan utama pengolahan air limbah rumah sakit adalah untuk mengurai

kandungan bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan

tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan

oleh mikroorganisme yang terdapat di alam. Pengolahan air limbah tersebut dapat

dibagi menjadi 5 (lima) tahap: (1) pengolahan awal (pretreatment); (2)

pengolahan tahap pertama (primary treatment); (3) pengolahan tahap kedua

(secondary treatment); (4) pengolahan tahap ketiga (tertiary treatment); dan (5)

pengolahan lumpur (sludge treatment)

PEMBAHASAN

Dalam mendorong pengelolaan lingkungan rumah sakit yang ramah lingkungan

(Green Hospital), Kementerian Negara Lingkungan Hidup mendorong Rumah

Sakit agar dalam pengelolaannya tidak hanya bersifat reaktif tetapi juga bersifat

proaktif. Masih banyak rumah sakit yang dalam mengelola lingkungannya hanya

mengandalkan terhadap kecanggihan teknologi end of pipe treatment dan belum

memaximalkan opsi atau pilihan pencegahan dan minimisasi limbah. Agar

mencapai green hospital maka rumah sakit ddidorong untuk tidak hanya

mengelola limbahnya sesuai degan peraturan saja tetapi juga menerapkan prisip

3R (Reuse, Recycle, Recovery) terhadap limbah yang dihasilkannya serta

(8)

penghematan air, listrik, bahan kimia, obat-obatan dan lain lain. Disamping itu

pengelola juga didorong untuk terus meningkatkan pengelolalaan kesehatan

lingkungan rumah sakitnya.

Tahap awal dalam pengelolaan limbah medis adalah melakukan pencegahan pada

sumbernya. Semaksimal mugkin harus diupayakan pencegahan terhadap

timbulnya limbah yang seharusnya tidak terjadi. Upaya pencegahan pencemaran

dan minimisasi limbah yang sering dikenal dengan Produksi Bersih (Cleaner

Production) akan memberikan keuntungan bagi pengelola dan lingkungan.

Dengan berkurangnya jumlah limbah yang harus dimusnahkan dengan incinerator

maka akan mengurangi jumlah biaya operasionalnya dan akan mengurangi emisi

yang dikeluarkan ke lingkungan. Berikut adalah beberapa upaya dalam melakukan

pencegahan timbulan limbah:

1) Pelaksanaan ‘House Keeping’ yang baik, dengan menjaga kebersihan

lingkungan, mencegah terjadinya ceceran bahan. Dengan pelaksanaan good

house keeping yang baik di laboratorium dan kamar rawat akan

menghindarkan terjadinya ceceran bahan kimia ataupun racikan obat.

2) Pemakaian air yang efisien akan mengurangi jumlah air yang masuk

kedalam instalasi pengolahan limbah cair (IPLC).

3) Kalaupun timbulan limbah tidak bisa dihindari maka perlu dilakukan

segregasi atau pemilahan limbah sehingga limbah yang masih bisa

dimanfaatkan atau didaur ulang tidak terkontaminasi oleh limbah infeksius.

Contoh lainnya adalah pemisahan limbah klinis dengan limbah dari kegiatan

non klinis.

4) Pelaksanaan preventif maintenance, yang ketat akan menghindarkan

terjadinya kerusakan alat yang pada akhirnya dapat mengurangi jumlah

limbah yang terjadi.

5) Pengelolaan bahan-bahan atau obat-obatan yang tepat, rapi dan selalu

terkontrol sehingga tidak terjadi ceceran dan kerusakan bahan atau obat,

(9)

Tahap selanjutnya terhadap limbah yang tidak bisa dihindari adalah langkah

segregasi atau pemilahan. Pemilahan dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan

limbah berdasarkan karakteristiknya. Limbah domestik harus terpisah dari limbah

B3 ataupun limbah infeksius. Hal ini bertujuan agar jumlah ataupun limbah yang

harus ditreatmen secara khusus (limbah B3) tidak terlalu besar (minimal). Limbah

kimia dari laboratorium dan sisa racikan obat harus memiliki tempat

penampungan tersendiri agar tidak mengkontaminasi limbah cair lainnya yang

bukan limbah B3.

Tahap ketiga adalah pemanfaatan limbah. Limbah yang masih bisa dimanfaatkan

agar dipisahkan dari limbah yang tercemar oleh limbah B3 ataupun limbah

infeksius. Limbah domestik yang dapat didaur ulang ataupun dimanfaatkan harus

dipisah dalam tempat terpisah. Limbah domestik berupa kertas atau karton,

plastik, gelas dan logam masih mempunyai nilai jual untuk di reuse. Begitu pula

dengan limbah domestik berupa sampah organik bisa untuk kompos. Limbah

plastik bekas pengobatan lainnya seperti bekas infus yang tidak terkontaminasi

limbah B3 atau limbah infeksius dapat didaur ulang. Pada saat ini hanya sekitar

19% limbah domestik dari rumah sakit yang sudah dimanfaatkan untuk didaur

ulang. Limbah berbahaya dan beracun sendiri tidak menutup kemungkinan untuk

dapat dimanfaatkan ataupun untuk direuse. Beberapa limbah kimia yang dapat

dimanfaatkan kembali antara lain adalah limbah radiologi seperti fixer dan

developer dengan dikirimkan ke pihak ke-3 yang berizin.

Selanjutnya adalah penghancuran terhadap limbah infeksius dan padatan limbah

B3 dengan incinerator. Incinerator yang digunakan adalah incinerator yang

mempunyai spesifikasi khusus sesuai dengan yang disyaratkan dalam kEPutusAN

Kepala Bapedal No 03 Tahun 1995. Incinerator yang memiliki nilai pembakaran

dan penghancuran yang tinggi akan membakar habis limbahnya dan hanya

meninggalkan sedikit sekali abu. Abu yang dihasilkan dapat dikirim ke industri

jasa pengolah limbah atau dimanfaatkan sendiri seizin Kementerian Negara

(10)

KESIMPULAN

Berbagai fakta, permasalahan, dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Pemerintah sebagai regulator melakukan monitoring, evaluasi dan

pengawasan secara periodic untuk seluruh unit pengolahan limbah yang

dimiliki rumah sakit.

2. Memperketat sanksi bagi rumah sakit yang tidak memenuhi ambang batas

standar IPAL yang dimiliki.

3. Mendorong pengembangan teknologi ramah lingkungan dan ekonomis bagi

pengembangan pengolahan limbah rumah sakit, dan dapat diaplikasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Sulaeman, Dede. Waste Management Expert, bekerja di Departemen Pertanian (e-mail: de_sulaeman@yahoo.com)

http://informasi-seminar.com/optimalisasi-manajemen-instalasi-pengolahan-air-limbah-ipal-industri/

http://www.informasi-training.com/optimalisasi-manajemen-instalasi-pengolahan-air-limbah-ipal-industri

http://majarimagazine.com/2008/01/teknologi-pengolahan-air-limbah/

Pelczar Jr, Michael J., dan E.C.S. CHAN Dasar-dasa r mikrobiologi

PenGelolaan Limbah Dengan Metode “BEE NEST MODEL” AKL K.jahe

Comunication Forum.htm

Pengelolaan Limbah Industri – Prof. Tjandra Setiadi, Wikipedia

Sumantri, Arif. Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. (Jakarta : Kencana,2010).

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan karena tiga faktor, yaitu (1) kepiting besar memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan regenerasi salah satu capitnya, (2) regenerasi capit besar

Sebelum mengakses setiap informasi yang berkaitan dengan penelitian, petugas harus menandatangani formulir pernyataan persetujuan untuk melindungi keamanan

Artinya hipotesis yang berbunyi “terdapat pengaruh secara simultan antara kemampuan manajerial kepala sekolah dan supervisi pembelajaran terhadap kinerja guru PAI SDN

Prototipe pengaman pintu otomatis menggunakan mikrokontroller AT89S52 merupakan ide yang timbul untuk mememenuhi sistem keamanan yang diaplikasikan pada pintu rumah,

Secara khusus penulis menghaturkan rasa terima kasih tak terhingga kepada saudara-saudara penulis yaitu Abangda Kompol Pria Premos, SIK dan Kakanda Dokter Meity

32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, lalu

[r]

matematika atau menerapkannya dengan hal-hal yang dekat dengan siswa dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil tes, wawancara dan uraian di atas, yang menjadi