Analisis Persinyalan Layanan Telepon Internet
di Jaringan Berkapasitas Terbatas
Bryan Yonathan, Yoanes Bandung, dan Armein Z.R. Langi
Digital Signal Processing Research Group
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika
Institut Teknologi Bandung
[email protected], [email protected],
[email protected]
Abstraksi
Telepon internet sebagai suatu layanan harus menyediakan dan memenuhi kualitas layanan atau Quality of Service (QoS) yang memadai. Kualitas dari suatu layanan telepon internet harus dipertahankan dan ditingkatkan agar tidak ditinggalkan oleh penggunanya. Agar dapat diterima lebih luas lagi, telepon internet harus memiliki kualitas layanan (QoS) yang sama bahkan lebih dari PSTN. Bagi pengguna, kualitas dari layanan telepon internet terdiri atas tiga aspek, yakni reliability, call setup delay, dan kualitas suara. Telah banyak penelitian dilakukan pada aspek kualitas suara, sedangkan belum banyak penelitian dilakukan pada aspek call setup delay. Padahal call setup delay terkait langsung dengan kepuasan pengguna. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan pada aspek call setup delay. Penelitian ini akan menganalisis kinerja persinyalan protokol SIP melalui pengukuran call setup delay pada jaringan testbed. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai maksimum call setup delay pada berbagai karakteristik lebih kecil dari 3.0 s. Nilai call setup delay tersebut memenuhi rekomendasi ITU-T untuk komunikasi telepon internet sambungan lokal.
Kata kunci : telepon internet, kinerja persinyalan, call setup delay, SIP, testbed
1. PENDAHULUAN
Jaringan internet mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun sehingga sekarang ini mudah bagi kita untuk memperoleh koneksi internet. Ketersediaan jaringan internet ini mengakibatkan pengguna layanan telepon internet juga mengalami peningkatan. Selain ketersediaan jaringan internet, hal yang menarik minat konsumen untuk menggunakan layanan telepon internet antara lain hemat biaya khususnya Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ), mudah digunakan, dan fitur-fitur yang tidak tersedia pada telepon konvensional Public Switch Telephone Network (PSTN).
Telepon internet sebagai suatu layanan harus menyediakan dan memenuhi kualitas layanan atau
Quality of Service (QoS) yang memadai. Kualitas dari suatu layanan telepon internet harus dipertahankan dan ditingkatkan agar tidak ditinggalkan oleh penggunanya. Agar dapat diterima lebih luas lagi, telepon internet harus memiliki kualitas layanan (QoS) yang sama bahkan lebih dari PSTN. Bagi pengguna, kualitas dari layanan telepon internet terdiri atas tiga aspek, yakni reliability, call setup delay, dan kualitas suara [T. Eyers and H. Schulzrinne, 2000]. Telah banyak penelitian dilakukan pada aspek kualitas suara, sedangkan belum banyak penelitian dilakukan pada aspek call setup delay. Padahal call setup delay
terkait langsung dengan kepuasan pengguna. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian pada aspek
call setup delay.
Pada layanan telepon internet, call setup delay
diacu sebagai waktu tunda (delay) persinyalan. Call setup delay dapat didefinisikan sebagai selang waktu antara angka (digit) terakhir ditekan dan nada dering balik (ringback tone)diterima oleh pemanggil. Call setup delay merupakan indikator penting kinerja persinyalan telepon internet. Untuk telepon konvensional (PSTN), call setup delay
ditetapkan antara satu sampai tiga detik [Duffy and Mercer, 1978]. Untuk telepon internet, call setup delay maksimal tiga detik untuk sambungan lokal, lima detik untuk SLJJ, dan delapan detik untuk sambungan internasional [T.S.S. of ITU, 1991].
Penelitian ini menggunakan SIP sebagai protokol persinyalan untuk layanan telepon internet yang beroperasi pada jaringan testbed. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja persinyalan protokol SIP melalui parameter call setup delay. Penelitian ini dilakukan dengan cara merancang dan mengimplementasikan suatu jaringan testbed
variasi waktu tunda (jitter), dan tingkat hilang paket (packet loss). Pengukuran dilakukan dengan cara melewatkan trafik suara melalui jaringan testbed
yang karakteristik kinerja jaringannya telah diatur.
2. SESSION INITIATION PROTOCOL
SIP adalah peer-to-peer signaling protokol yang dikembangkan oleh Internet Engineering Task Force (IETF) pada Request For Comment (RFC) 2543 dan RFC 3261. SIP merupakan protokol yang berada pada layer aplikasi yang mendefinisikan proses inisiasi, pengubahan dan pengakhiran suatu sesi komunikasi multimedia. Sesi komunikasi ini termasuk konferensi multimedia, distance learning, telepon internet, dan aplikasi lainnya.
Arsitektur SIP terdiri dari empat komponen, yaitu
User Agent, Proxy Server, Redirect Server, dan
Registrar Server. User agent merupakan komponen SIP yang memulai, menerima, dan menutup sesi komunikasi. User agent terdiri dari 2 (dua) komponen, yaitu User Agent Client (UAC) dan
User Agent Server (UAS). User Agent Client
merupakan komponen yang memulai sesi komunikasi. Sedangkan User Agent Server
merupakan komponen yang menerima atau menanggapi sesi komunikasi. Proxy Server adalah komponen penengah antar user agent, bertindak sebagai server dan client yang menerima request message dari user agent dan menyampaikan pada
user agent lainnya. Redirect server merupakan komponen yang menerima request message dari user agent, memetakan alamat SIP user agent atau
proxy tujuan kemudian menyampaikan hasil pemetaan kembali pada user agent pengirim (UAC).
Registrar Server merupakan komponen yang menerima request message register. Registrar
menyimpan database user untuk otentikasi dan lokasi sebenarnya (berupa IP dan port) agar user agar yang terdaftar dapat dihubungi oleh komponen SIP lainnya (berfungsi sebagai Location Server
juga). Komponen ini biasa disandingkan dengan
Proxy Server.
Gambar 1 Arsitektur SIP
Messages yang terdapat pada SIP didefinisikan dalam dua format yaitu request dan response.
Request merupakan pesan yang dikirimkan oleh
UAC kepada UAS. Request berisi operasi yang diminta oleh client tersebut. Tabel 1 memperlihatkan pesan request. Sedangkan response
merupakan pesan yang dikirimkan oleh UAS kepada UAC. Response berisi informasi status dari operasi yang diminta oleh UAC. tabel 2
menerima pesan terakhir dari serangkaian pesan INVITE
OPTION Meminta informasi tentang kemampuan server
BYE Terminasi sesi CANCEL Membatalkan INVITE REGISTER Registrasi di Registrar Server
Tabel 2 Response SIP
Gambar 2 Call setup delay protokol SIP
Call setup delay merupakan waktu tunda kumulatif dari waktu tunda transmisi, dan waktu tunda antrian. Waktu tunda transmisi antara lain dipengaruhi delay,
jitter, dan packet loss. Waktu tunda antrian dipengaruhi jumlah panggilan simultan.
4. ARSITEKTUR TESTBED
Ada tiga komponen utama pada jaringan testbed ini, yaitu sebuah Server Asterisk dan 2 buah PC Client
sebagai user agent. Konfigurasi jaringan tersebut secara sederhana diperlihatkan pada gambar berikut.
Gambar 3 Konfigurasi jaringan testbed
Server Asterisk berfungsi sebagai IP PBX yang melakukan mekanisme switching layaknya sentral telepon. Asterisk juga berfungsi sebagai SIP
Register Server dan Proxy Server. Kebijakan siapa dapat menghubungi siapa diatur dalam dialplan Asterisk.
Dua buah PC Client digunakan sebagai generator trafik. PC tersebut akan membangkitkan beberapa panggilan secara simultan kepada server asterisk
kemudian meneruskannya pada PC Client di ujung lainnya. Trafik generator itu diimplementasikan dengan sebuah software SIPp. Pada sisi pengirim atau user agent client (UAC), software wireshark
digunakan untuk menangkap semua paket yang melalui interface UAC. Paket-paket itu nantinya digunakan untuk menganalisis call setup delay.
Langkah-langkah untuk melakukan instalasi dan konfigurasi sistem :
• Perkabelan, menghubungkan secara fisik antara kartu jaringan dengan switch, dan kartu jaringan dengan kartu jaringan antarkomputer sehingga sesuai topologi jaringan testbed. • Konfigurasi Jaringan, mendefinisikan alamat IP
dan netmask pada setiap komputer.
• Konfigurasi Tabel Routing, agar antarkomputer yang berbeda jaringan dapat saling mengenal dan berkomunikasi.
• Konfigurasi IP Forwarding, agar paket-paket data dari suatu jaringan dapat diteruskan ke jaringan yang lain.
• Konfigurasi IP Masquerade, agar komputer yang tidak memiliki alamat IP public agar dapat tersambung ke internet melewati komputer
gateway berbasis Linux.
• Konfigurasi Port Forwarding, agar layanan telepon internet dapat diteruskan ke tujuan melalui alamat port tertentu.
• Konfigurasi Disiplin Antrian dan Traffic Shaping, melakukan setting disiplin antrian, kapasitas jaringan, dan emulator jaringan (netem) untuk karakteristik kinerja jaringan.
5. DATA DAN ANALISIS
Pengujian dilakukan pada tiga skenario, yaitu kapasitas (bandwidth) link yang digunakan sebesar 64 Kbps, 128 Kbps, dan 256 Kbps. Codec yang digunakan adalah G.729 8 Kbps Conjugate Structure-Algebraic Code Excited Linear Prediction (CS-CELP) dan G.723.1 5,3 Kbps
Algebraic Code Excited Linier Prediction (ACELP).
5.1 Perbandingan Call Setup Delay terhadap Delay/Jitter
Dari gambar 4 dan 5 nampak bahwa hubungan antara waktu tunda (delay) dan variasi waktu tunda (jitter) terhadap call setup delay adalah linear.
Gambar 4 Grafik call setup delay terhadap delay dan jitter (64 Kbps, G.723.1 5.3 Kbps)
Semakin tinggi delay dan jitter mengakibatkan semakin tinggi call setup delay. Semakin tinggi
delay dan jitter mengakibatkan suatu paket lebih lama tiba di tujuan. Semakin tinggi call setup delay
Gambar 5 Grafik call setup delay terhadap delay dan jitter (64 Kbps, G.729 8.0 Kbps)
Perubahan delay dan jitter langsung berpengaruh terhadap call setup delay. Nilai call setup delay naik dua kali lebih besar dibandingkan kenaikan delay. Pada grafik, delay naik 80 ms dari 60ms ke 140ms sementara call setup delay naik sekitar 160ms. Hal ini disebabkan ada dua link yang harus dilewati setiap paket.
Codec G.729 8,0 Kbps menghasilkan call setup delay yang lebih tinggi dibandingkan codec G.723.1 5,3 Kbps. Walaupun call setup delay codec G.729 lebih tinggi tetapi perbedaannya di bawah 20 ms.
5.2 Perbandingan Call Setup Delay terhadap Packet Loss
Pada grafik call setup delay terhadap tingkat hilang paket (packet loss):
• saat nilai packet loss 0% sampai 5%, call setup delay cenderung tetap,
• saat nilai packet loss lebih dari 5%, call setup delay meningkat cukup tajam.
Hal ini disebabkan semakin tinggi packet loss, semakin tinggi probabilitas suatu paket mengalami kegagalan (drop). Karena pengujian dilakukan pada jaringan kabel (wireline) sehingga nilai packet loss
tidak kuat berpengaruh sampai rentang 5%. Nilai
packet loss lebih dari 5% mulai tidak dapat ditoleransi sehingga call setup delay naik tajam. Hal ini juga sesuai ketentuan ITU-T.
Saat packet loss ≤ 5%, codec G.723.1 5,3 Kbps lebih tahan terhadap pengaruh packet loss. G.723.1 juga menghasilkan call setup delay lebih kecil dibandingkan G.729. Namun, perbedaan tersebut kecil di bawah 10 ms.
Saat packet loss naik empat kali lipat dari 5% ke 20%, call setup delay naik dua kali lipat untuk
codec G.729 dan naik hampir tiga kali lipat untuk
codec G.723.1 5,3 Kbps. Pada rentang packet loss
lebih dari 5% ini, codec G.723.1 5,3 Kbps lebih sensitif terhadap packet loss.
Gambar 6 Grafik call setup delay terhadap packet loss (64 Kbps, G.723 5.3 Kbps)
Gambar 7 Grafik call setup delay terhadap packet loss (64 Kbps, G.729 8.0 Kbps)
5.3 Perbandingan Call Setup Delay terhadap Jumlah Panggilan
Dari gambar 8 dan 9 terlihat saat jumlah panggilan melebihi empat panggilan, call setup delay naik cukup tajam. Semakin banyak jumlah panggilan mengakibatkan kenaikan beban sistem, semakin banyak panggilan yang harus dilayani. Antrian dalam sistem menjadi semakin panjang. Antrian yang semakin panjang mengakibatkan service rate turun sehingga service time lebih lama. Waktu tunda antrian (queuing delay) merupakan komponen
call setup delay. sehingga semakin besar waktu tunda antrian, semakin besar call setup delay.
Gambar 8 Grafik call setup delay terhadap jumlah panggilan (64 Kbps, G.723 5.3 Kbps
Dari kedua grafik pada gambar 8 dan 9, rentang kenaikan call setup delay akibat kenaikan jumlah panggilan sekitar sepertiga atau 33,33%. Contohnya gambar 9, dari 148ms saat dua panggilan simultan menjadi 197ms saat enam belas panggilan simultan.
Gambar 9 Grafik call setup delay terhadap jumlah panggilan (64 Kbps, G.729 8.0 Kbps)
Codec G.729 menghasilkan call setup delay lebih tinggi dibandingkan codec G.723.1 5,3Kbps. Namun, selisihnya di bawah 10ms.
6. KESIMPULAN
Secara keseluruhan dari hasil pengukuran yang diperoleh, call setup delay selalu lebih kecil 500ms. Nilai ini memenuhi rekomendasi ITU-T untuk komunikasi telepon internet sambungan lokal yaitu tidak lebih dari tiga detik.
Waktu tunda (delay) jaringan mempengaruhi call setup delay sebesar dua kali perubahan waktu tunda. Waktu tunda (delay) merupakan parameter karakteristik kinerja jaringan yang paling dominan dalam mempengaruhi call setup delay.
Tingkat hilang paket (packet loss) jaringan mempengaruhi call setup delay maksimal 14% pada rentang 0% sampai 5%. Tingkat hilang paket (packet loss) jaringan mempengaruhi call setup delay antara dua hingga tiga kali call setup delay
pada rentang 5% sampai 20%.
Jumlah panggilan simultan sebanyak empat panggilan merupakan nilai ambang (threshold)
service rate pada sistem. Kenaikan jumlah panggilan dari dua panggilan menjadi enam belas panggilan mempengaruhi call setup delay sekitar 33,33%.
Kapasitas jaringan sebesar 64 Kbps sudah mampu menyediakan kinerja persinyalan yang baik pada jaringan testbed.
7. Daftar Pustaka
[1] T. Eyers and H. Schulzrinne, “Predicting Internet telephony call setup delay,” in Proc. IP
Telephony Workshop 2000, pp. 107-126, Apr. 2000.
[2] H. Fathi, S. Chakraborty, and R. Prasad, “Optimization of SIP Session Setup Delay for VoIP in 3G Wireless Networks,” IEEE Transactions On Mobile Computing, vol. 5, no. 9, pp. 1121-1132, Sep. 2006.
[3] Curcio and M. Lundan, “SIP call setup delay in 3G networks,” in Proc. IEEE ISCC 2002, pp. 835- 840, July 2002.
[4] F. P. Duffy and R. A. Mercer, “A study of network performance and customer behavior during-direct-distance-dialing call attempts in the USA,” Bell System Technical Journal, Vol. 57, no. 1, pp. 1–33, 1978.
[5] International Telecommunication Union, “Network grade of service parameters and target values for circuit-switched services in the evolving isdn,” Recommendation E.721, Telecommunication Standardization Sector of ITU, Geneva, Switzerland, May 1999.
[6] L. Kleinrock, Queuing Systems, Vol. 1: Theory. Wiley, 1975.
[7] Raharja, Anton. 2006. VoIP Rakyat: Jaringan VoIP Berbasis Protokol SIP (Session Initiation Protocol). Diambil dari http://tunggul.duniasemu.org/IPv6/NiCE-ipv6.or.id/VoIP_Rakyat.ppt pada 27 November 2007.
[8] Asterisk :: An Open Source PBX and Telephony Toolkit, http://www.asterisk.org