• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELEMAHAN SISTEM PENEGAKAN HUKUM lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KELEMAHAN SISTEM PENEGAKAN HUKUM lingkungan "

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KELEMAHAN SISTEM PENEGAKAN HUKUM

KELEMAHAN SISTEM PENEGAKAN HUKUM

Hukum   adalah   keseluruhan   norma   yang   oleh   penguasa   masyarakat   yang berwenang  menetapkan  hukum,  dinyatakan  atau  dianggap  sebagai  peraturan  yang mengikat   bagi   sebagian   atau   seluruh   anggota   masyarakat   tertentu,   dengan   tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma­ norma   hukum   secara   nyata   sebagai   pedoman   perilaku   dalam   lalu   lintas   atau hubungan­hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari  sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri   pada   norma   aturan   hukum   yang   berlaku,   berarti   dia   menjalankan   atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin   dan   memastikan   bahwa   suatu   aturan   hukum   berjalan   sebagaimana seharusnya. 

(2)

Di Indonesia sendiri penegakan hukum sangat lambat, sangat jauh dari yang diharapkan. Selain mengalami masalah pada profesionalisme dan integritasnya, jalur yang rumit, disertai syarat­syarat birokratis yang panjang, menciptakan situasi yang tidak kondusif bagi program penegakan hukum yang efisien dan efektif. Jika diurut secara kronologis, penyebab  lambannya program penegakan hukum, khususnya pada konteks pemberantasan kasus korupsi, terletak pada hampir semua jajaran institusi penegak   hukum,   dari   pengadilan   hingga   jaksa,   menjadi   eksekutor.   Satu   hal   yang menggambarkan lambannya hukum bekerja dapat dilihat dalam kasus di mana banyak koruptor telah divonis bersalah oleh pengadilan, tetapi mereka tidak mendekam di penjara gara­gara gagalnya jaksa melakukan eksekusi putusan pengadilan. Padahal eksekusi putusan pengadilan merupakan bagian tak terpisahkan dari rangkaian proses penegakan hukum yang pelaksanaannya bersifat wajib. Andai aparat penegak hukum lalai melaksanakan kewajiban eksekusi, mereka bisa dianggap telah melawan hukum karenamengabaikan perintah undang­undang. 

(3)

korupsi   telah   menjadi   kesepakatan   nasional   yang   semestinya   menjadi   komitmen

bersama   seluruh   aparat   penegak   hukum.

Bisa dikatakan, antara kejaksaan dan MA serta jajaran pengadilan di tingkat pertama memiliki   porsi   kesalahan   yang   hampir   sepadan   dalam   hal   eksekusi.   Pada   tingkat kejaksaan, agenda eksekusi putusan pengadilan tidak dicantumkan sebagai salah satu tolok   ukur   kinerja   dalam   pemberantasan   korupsi.   Kejaksaan   masih   berkutat   pada jumlah   perkara   yang   berhasil   disidik   dan   dituntut,   serta   jumlah   penyelamatan keuangan negara, tetapi tidak menyebutkan sama sekali jumlah kasus korupsi yang berhasil dieksekusi berdasarkan putusan pengadilan. 

Akibatnya,   agenda   pemberantasan   korupsi   yang   seharusnya   berujung   pada eksekusi atas pelaku yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan menjadi antiklimaks. Seakan­akan,   ketika   jaksa   sudah   berhasil   menyelesaikan   tugas   penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, maka penanganan kasus korupsi dianggap final. Pada tingkat MA dan pengadilan tingkat pertama, soal yang membuat eksekusi menjadi lamban adalah karena proses penyusunan salinan putusan pengadilan berlangsung sangat   lama.   Dalam   hitungan   waktu,   perjalanan   salinan   putusan   dari   MA   ke pengadilan pertama hingga ke kejaksaan setempat yang akan mengeksekusi putusan dapat   berlangsung  berbulan­bulan  hingga  tahunan.    Tentu   menjadi  agak  aneh  jika hingga   detik   ini   kejaksaan   dan   pengadilan   masih   berkutat   dengan   masalah   klasik seputar   lambannya   salinan   putusan   diterima   hingga   menunda   eksekusi,   sementara pada sisi yang lain Mahkamah Konstitusi (MK) dapat menyediakan salinan putusan atas semua perkara yang telah diselesaikan oleh mereka dalam waktu satu hari saja.

(4)

Apa yang terjadi di MK semestinya juga dapat berlaku di MA serta jajarannya. Bukan hanya karena dukungan teknologi modern yang dari sisi harga tidak mahal. Manajemen sumber daya manusia yang dapat diandalkan untuk menyalin, menyusun, dan menyajikan salinan putusan secara cepat dan akurat adalah faktor penentu yang tidak dapat dilupakan. Karena itu, melakukan perbaikan pada manajerial perkara di MA dan pengadilan merupakan pekerjaan rumah utama bagi Ketua MA yang baru terpilih, agar penegakan hukum dapat berjalan lebih efektif. Demikian pula halnya dengan kejaksaan, dapat meniru langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dengan   cepat   bergerak   untuk   melakukan   eksekusi   putusan   yang   sudah  inkracht. Bukannya   KPK   tidak   mengalami   masalah   yang   sama   dengan   kejaksaan,   yakni terlambat menerima salinan putusan pengadilan, tetapi cara pandang yang progresif membuat KPK lebih berani mengambil langkah untuk melakukan eksekusi putusan dengan landasan petikan putusan, bukan salinan putusan. 

(5)

hanya   itu   satu­satunya   solusi   untuk   menangani   masalah   kekerasan   geng   motor. Penindakan dilakukan dengan lebih tegas, gelar operasi.

KONDISI   proses   penegakan   hukum   kita   cuma   berada   dalam   kemasan   jika dibandingkan dengan pada zaman kolonial dan pada zaman Orde Lama. lemahnya proses penegakan hukum yang dilakukan selama ini. Dapatlah dipahami mengingat masih cukup beratnya tantangan yang dihadapi para penegak hukum,   kompleksnya kriminalitas,   serta   tingginya   tuntutan   masyarakat   atas   kesigapan,   kejujuran,   dan profesionalitas   para   petugas.Penegakan   hukum   masih   sebatas   slogan   dalam masyarakat hukum kita. Apalagi jika kita berbicara masalah keadilan hukum (bagi masyarakat), masih jauh dari jangkauan tangan masyarakat. Penegakan hukum kita saat   ini   sedang   bermasalah.   Bahkan,   semakin   gencar   dan   tajam   suara­suara   yang mengatakan bahwa penegakan hukum dewasa ini sudah sampai pada titik terendah. Betapa   pesimistisnya   masyarakat   melihat   kondisi   penegakan   hukum   itu,   sampai­ sampai terdengar suara: di mana lagi kita akan mencari dan menemukan keadilan.

PERMASALAHAN PENEGAKAN HUKUM 

(6)

merugikan negara bermiliyar­miliyar separti kasus Bank Bali, BLBI dan kasus korupsi proyek pemetaan dan pemotretan areal hutan oleh Bob Hasan. Kasus­kasus tersebut proses   peradilannya   berlangsung   begitu   cepat   dan   seperti   dipermudah   oleh   pihak pengadilan terbukti dengan hasil vonis pengadilan yang begitu ringan bagi mereka.

Lain   halnya   dengan   kasus­kasus   kecil   dan   sederhana   yang   dialami   oleh masyarakat kecil, kasus yang tidak seberapa dalam pengadilannya justru begitu rumit dan memakan waktu yang lama dibandingkan dengan kasus­kasus besar para koruptor negeri ini. Perbedaan penanganan dan vonis hukuman atas kasus­kasus tersebut oleh para penegak hukum disebabkan oleh berbagai hal seperti tingkat kekayaan, tinggi rendahnya jabatan dan sebagainya. Diskriminasi hukum ini benar­benar menyulitkan dan memojokkan masyarakat kecil sehingga tidaklah mengherankan jika masyarakat Indonesia tidak percaya kepada peradilan di Indonesia serta perangkat hukumnya, bahkan sebisa mungkin mereka menghindari berurusan dengan hal­hal tersebut.

Faktor Yang Menyebakan Permasalah Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia: 1. Campur   Tangan   Politik.Kasus­kasus   hukum   di   Indonesia   banyak   yang   terhambat

karena adanya campur tangan politik didalamnya Hal yang lumrah untuk dilontarkan karena kasus­kasus besar dan berdimensi struktural saat ini setidaknya melibatkan partai politik penguasa negara ini. 

2. Peraturan   perundangan   yang   lebih   berpihak   kepada   kepentingan   penguasa dibandingkan   kepentingan rakyat.

(7)

4. Kedewasaan   Berpolitik.   Berbagai   sikap   yang   diperlihatkan   oleh   partai   politik   saat kadernya terkena kasus poltik sesungguhnya memperlihatkan ketidak dewasaan para elit politik di Negara hukum ini

Kesimpulan 

Menurut saya penegakan hukum di indonesia sangatlah rendah. Saya berkata demikian karena banyak kasus yang saya lihat sendiri tidak ada tindak lanjutannya. Banyak hal yang harus diperbaiki dalam sistem penegakan hukum di Indonesia. Mulai dari aparatur penegak hukum, hukumnya sendiri harus diperbaiki. Jangan sampai ada bahasa   politis   yang   dapat   diinterpretasikan   seenaknya.   sumber   daya   manusia penegakkan hukum harus profesional. aparat harus dibekali pengetahuan penegakan hukum yang kuat. 

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Karena itu, sudah saatnya perlu dilakukan rekrutmen dan pembinaan aparat penegak secara khusus, yang nantinya diharapkan dapat menjalankan tugas khusus dalam menangani sengketa

Langkah Yang Dilakukan Oleh Aparat Penegak Hukum Baik Dalam Upaya Preventif dan Represif Terhadap Tindak. Pidana Narkotika

Pelaksanaan hukum di dalam masyarakat selain tergantung pada kesadaran hukum masyarakat juga sangat banyak ditentukan oleh aparat penegak hukum, oleh karena sering terjadi

Kemampuan aparat penegak hukum dalam menyelesaikan masalah pidana lingkungan tentang kehutanan yang merupakan faktor suatu kinerja aparat penegak hukum yang mempunyai

Indonesia adalah Negara Hukum, oleh karenanya aparat penegak hukum di tuntut untuk bertindak sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku, dan didalam sebuah

Konsekuensi logisnya, aparat penegak hukum harus memiliki kemampuan lebih dan profesi di dalam menangani tindak pidana perjudian profesionalisme

sendiri, baik itu budaya hukum dikalangan masyarakat maupun budaya hukum dikalangan aparat. Aparat penegak hukum yang seharusnya melaksanakan penegakan hukum sesuai

Faktor yuridis yakni Peraturan daerah itu sendiri dan Faktor non yuridis yakni, penegak hukum (aparat penegak hukum) yaitu kurangnya kerjasama antara aparat