KELEMAHAN SISTEM PENEGAKAN HUKUM
KELEMAHAN SISTEM PENEGAKAN HUKUM
Hukum adalah keseluruhan norma yang oleh penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubunganhubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.
Di Indonesia sendiri penegakan hukum sangat lambat, sangat jauh dari yang diharapkan. Selain mengalami masalah pada profesionalisme dan integritasnya, jalur yang rumit, disertai syaratsyarat birokratis yang panjang, menciptakan situasi yang tidak kondusif bagi program penegakan hukum yang efisien dan efektif. Jika diurut secara kronologis, penyebab lambannya program penegakan hukum, khususnya pada konteks pemberantasan kasus korupsi, terletak pada hampir semua jajaran institusi penegak hukum, dari pengadilan hingga jaksa, menjadi eksekutor. Satu hal yang menggambarkan lambannya hukum bekerja dapat dilihat dalam kasus di mana banyak koruptor telah divonis bersalah oleh pengadilan, tetapi mereka tidak mendekam di penjara garagara gagalnya jaksa melakukan eksekusi putusan pengadilan. Padahal eksekusi putusan pengadilan merupakan bagian tak terpisahkan dari rangkaian proses penegakan hukum yang pelaksanaannya bersifat wajib. Andai aparat penegak hukum lalai melaksanakan kewajiban eksekusi, mereka bisa dianggap telah melawan hukum karenamengabaikan perintah undangundang.
korupsi telah menjadi kesepakatan nasional yang semestinya menjadi komitmen
bersama seluruh aparat penegak hukum.
Bisa dikatakan, antara kejaksaan dan MA serta jajaran pengadilan di tingkat pertama memiliki porsi kesalahan yang hampir sepadan dalam hal eksekusi. Pada tingkat kejaksaan, agenda eksekusi putusan pengadilan tidak dicantumkan sebagai salah satu tolok ukur kinerja dalam pemberantasan korupsi. Kejaksaan masih berkutat pada jumlah perkara yang berhasil disidik dan dituntut, serta jumlah penyelamatan keuangan negara, tetapi tidak menyebutkan sama sekali jumlah kasus korupsi yang berhasil dieksekusi berdasarkan putusan pengadilan.
Akibatnya, agenda pemberantasan korupsi yang seharusnya berujung pada eksekusi atas pelaku yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan menjadi antiklimaks. Seakanakan, ketika jaksa sudah berhasil menyelesaikan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, maka penanganan kasus korupsi dianggap final. Pada tingkat MA dan pengadilan tingkat pertama, soal yang membuat eksekusi menjadi lamban adalah karena proses penyusunan salinan putusan pengadilan berlangsung sangat lama. Dalam hitungan waktu, perjalanan salinan putusan dari MA ke pengadilan pertama hingga ke kejaksaan setempat yang akan mengeksekusi putusan dapat berlangsung berbulanbulan hingga tahunan. Tentu menjadi agak aneh jika hingga detik ini kejaksaan dan pengadilan masih berkutat dengan masalah klasik seputar lambannya salinan putusan diterima hingga menunda eksekusi, sementara pada sisi yang lain Mahkamah Konstitusi (MK) dapat menyediakan salinan putusan atas semua perkara yang telah diselesaikan oleh mereka dalam waktu satu hari saja.
Apa yang terjadi di MK semestinya juga dapat berlaku di MA serta jajarannya. Bukan hanya karena dukungan teknologi modern yang dari sisi harga tidak mahal. Manajemen sumber daya manusia yang dapat diandalkan untuk menyalin, menyusun, dan menyajikan salinan putusan secara cepat dan akurat adalah faktor penentu yang tidak dapat dilupakan. Karena itu, melakukan perbaikan pada manajerial perkara di MA dan pengadilan merupakan pekerjaan rumah utama bagi Ketua MA yang baru terpilih, agar penegakan hukum dapat berjalan lebih efektif. Demikian pula halnya dengan kejaksaan, dapat meniru langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dengan cepat bergerak untuk melakukan eksekusi putusan yang sudah inkracht. Bukannya KPK tidak mengalami masalah yang sama dengan kejaksaan, yakni terlambat menerima salinan putusan pengadilan, tetapi cara pandang yang progresif membuat KPK lebih berani mengambil langkah untuk melakukan eksekusi putusan dengan landasan petikan putusan, bukan salinan putusan.
hanya itu satusatunya solusi untuk menangani masalah kekerasan geng motor. Penindakan dilakukan dengan lebih tegas, gelar operasi.
KONDISI proses penegakan hukum kita cuma berada dalam kemasan jika dibandingkan dengan pada zaman kolonial dan pada zaman Orde Lama. lemahnya proses penegakan hukum yang dilakukan selama ini. Dapatlah dipahami mengingat masih cukup beratnya tantangan yang dihadapi para penegak hukum, kompleksnya kriminalitas, serta tingginya tuntutan masyarakat atas kesigapan, kejujuran, dan profesionalitas para petugas.Penegakan hukum masih sebatas slogan dalam masyarakat hukum kita. Apalagi jika kita berbicara masalah keadilan hukum (bagi masyarakat), masih jauh dari jangkauan tangan masyarakat. Penegakan hukum kita saat ini sedang bermasalah. Bahkan, semakin gencar dan tajam suarasuara yang mengatakan bahwa penegakan hukum dewasa ini sudah sampai pada titik terendah. Betapa pesimistisnya masyarakat melihat kondisi penegakan hukum itu, sampai sampai terdengar suara: di mana lagi kita akan mencari dan menemukan keadilan.
PERMASALAHAN PENEGAKAN HUKUM
merugikan negara bermiliyarmiliyar separti kasus Bank Bali, BLBI dan kasus korupsi proyek pemetaan dan pemotretan areal hutan oleh Bob Hasan. Kasuskasus tersebut proses peradilannya berlangsung begitu cepat dan seperti dipermudah oleh pihak pengadilan terbukti dengan hasil vonis pengadilan yang begitu ringan bagi mereka.
Lain halnya dengan kasuskasus kecil dan sederhana yang dialami oleh masyarakat kecil, kasus yang tidak seberapa dalam pengadilannya justru begitu rumit dan memakan waktu yang lama dibandingkan dengan kasuskasus besar para koruptor negeri ini. Perbedaan penanganan dan vonis hukuman atas kasuskasus tersebut oleh para penegak hukum disebabkan oleh berbagai hal seperti tingkat kekayaan, tinggi rendahnya jabatan dan sebagainya. Diskriminasi hukum ini benarbenar menyulitkan dan memojokkan masyarakat kecil sehingga tidaklah mengherankan jika masyarakat Indonesia tidak percaya kepada peradilan di Indonesia serta perangkat hukumnya, bahkan sebisa mungkin mereka menghindari berurusan dengan halhal tersebut.
Faktor Yang Menyebakan Permasalah Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia: 1. Campur Tangan Politik.Kasuskasus hukum di Indonesia banyak yang terhambat
karena adanya campur tangan politik didalamnya Hal yang lumrah untuk dilontarkan karena kasuskasus besar dan berdimensi struktural saat ini setidaknya melibatkan partai politik penguasa negara ini.
2. Peraturan perundangan yang lebih berpihak kepada kepentingan penguasa dibandingkan kepentingan rakyat.
4. Kedewasaan Berpolitik. Berbagai sikap yang diperlihatkan oleh partai politik saat kadernya terkena kasus poltik sesungguhnya memperlihatkan ketidak dewasaan para elit politik di Negara hukum ini
Kesimpulan
Menurut saya penegakan hukum di indonesia sangatlah rendah. Saya berkata demikian karena banyak kasus yang saya lihat sendiri tidak ada tindak lanjutannya. Banyak hal yang harus diperbaiki dalam sistem penegakan hukum di Indonesia. Mulai dari aparatur penegak hukum, hukumnya sendiri harus diperbaiki. Jangan sampai ada bahasa politis yang dapat diinterpretasikan seenaknya. sumber daya manusia penegakkan hukum harus profesional. aparat harus dibekali pengetahuan penegakan hukum yang kuat.