“HUMAN CAPITAL,
CAREER
DAN
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)”
HUMAN CAPITAL
Human capital merupakan salah satu bagian dari alat analisis tingkat individual.
OECD mendefinisikan human capital sebagai pengetahuan individu yang diperoleh
seumur hidup mereka dan digunakan untuk menghasilkan barang-barang, gagasan atau
jasa. Bontis et al mendefinisikannya sebagai “persediaan pengetahuan individu dari
organisasi sebagaimana digambarkan oleh tenaga kerja yang ada dalam organisasi atau
perusahaan“.
Selanjutnya, individu yang bekerja juga membutuhkan pengetahuan dan keahlian
khusus di mana hal ini tertuang dalam teori tentang human capital, yang menjelaskan
bahwa investasi terhadap pengetahuan dan keahlian akan memperoleh keuntungan.
Asumsi yang melandasi human capital adalah manusia tidak dianggap sebagai biaya,
faktor produksi atau asset, tetapi dianggap sebagai investasi yang akan menghasilkan
return dari investasi yang telah dilakukan.
Teori Neo Klasik menerangkan bahwa pembagian kerja seksual dengan
menekankan perbedaan seksual dalam berbagai variabel yang mempengaruhi
produktivitas kerja. Dasar utama teori ini menjelaskan bahwahuman capitalyang dimiliki
pekerja sangat mempengaruhi pendapatan. Anker dan Hein (1986) menjelaskan bahwa
dalam kondisi persaingan, pekerja mendapat upah sebesar marginal product yang
dihasilkannya dan bahwa keluarga mengalokasikan sumber daya mereka berupa waktu
dan uang untuk anggota keluarga mereka secara rasional, sehingga menyebabkan
tenaga kerja perempuan memperoleh investasihuman capitallebih rendah dibandingkan
dengan laki-laki. Pada akhirnya, human capital yang lebih rendah menyebabkan
perempuan dalam memperoleh peluang karir pada organisasi seringkali mengalami
hambatan.
Faktor yang dapat meningkatkanhuman capital :
1) Pendidikan formal
2) Pengalaman sebagai dasar untuk dapat mengatasi situasi manajerial
3) Gender
Human capital sebagai hasil dari keterampilan, pengetahuan dan pelatihan yang
dimiliki seseorang, termasuk akumulasi investasi meliputi aktivitas pendidikan, job
training dan migrasi. Faktor pengalaman pada umumnya, semakin tinggi umur, antara
laki – laki dan perempuan cenderung tidak sama pendidikannya dan pilihan sekolah
keahlian ya ng diminati.
Faktor yang berpengaruh terhadap Human Capital
Dalam diri individu melekat 3 (tiga) sumber daya yang saling melengkapi satu
sama lain sebagai bagian dari human capital. Ketiga elemen darihuman capitaltersebut
terdiri dari :
Kemampuan intelektual Kemampuan sosial Kemampuan emosional
Elemen – Elemen Human Capital padaTingkat Individual
Intelectual Social Emotional
Capital Capital Capital
Cognitive Network Of Self awareness
Complexity Relationships Ambition And
Learning Capacity Sociability Courage
Human capitalmemuat empat komponen, yaitu :
a. Ability yaitu sebagai keahlian dalam penggunaan aktivitas atau bentuk kerja
termasuk di dalamnya sub komponen pengetahuan, kemampuan, dan bakat;
b. Behavior yaitu menjelaskan bagaimana cara individu memberikan kontribusi
terhadap pekerjaannya;
c. Effort merupakan aplikasi dari sumber mental dan fisik;
d. Time merupakan waktu yang digunakan dari investasi human capital, seperti per
jam, per hari, karir dalam setahun.
Faktor-faktor yang mendorong tenaga kerja untuk menginvestasikan dirinya
sebagaihuman capital, yaitu :
a. Mengisi pekerjaan yang sesuai termasuk tantangan dalam pekerjaan dan minat
terhadap pekerjaan, kreaktivitas dan kemampuan;
b. Kesempatan untuk berkembang, belajar dan maju;
c. Pengakuan kepandaian dari teman-teman;
d. Penghargaan finansial, khususnya pada produktivitas
Human capital merupakan hubungan multidimensional meliputi aspek tangible
dan intangible; aspek statis dan dinamis; aspek kekhasan industri dan kekhasan
perusahaan. Aspek tangible dalam perusahaan tidak hanya meliputi aktiva fisik dari
organisasi, tetapi juga meliputi jumlah tenaga kerja. Aspek intangible meliputi
kemampuan, pengetahuan, dan bakat pekerja yang digunakan untuk menyelesaikan
CAREER
Beberapa definisi karir adalah sebagai berikut :
Karir adalah urut – urutan posisi yang diduduki oleh seseorang selama hidupnya.Ini merupakan karir yang obyektif.
Karir adalah aktivitas di mana organisasi memilih, menilai, menugaskan serta mengembangkan para karyawannya dalam rangka menyiapkan atau menyediakan
orang- orang yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi di
masa yang akan datang (Noe, et al)
Karir adalah seluruh pekerjaan (jabatan) yang ditangani atau dipegang selama kehidupan kerja seseorang (Handoko)
Pendapat lain oleh Dessler menyatakan bahwa karir sebagai suatu rangkaian posisi yang berhubungan dengan kerja, entah dibayar atau tidak, yang membantu
seseorang bertumbuh dalam keterampilan, keberhasilan dan pemenuhan kerja.
Beberapa perusahaan besar menganggap bahwa perencanaan karir sebagai tanggung jawab karyawan, bukan perusahaan. Kendati demikian, banyak juga
perusahaan yang terus maju dan menanggap bantuan perencanaan karir sebagai
cara untuk memastikan pemasokan yang memadai bakat internal.
Peningkatan karir menjadi salah satu keinginan semua orang dalam
pekerjaannya. Banyak karyawan perusahaan yang kurang bersemangat dan
menginginkan keluar dari pekerjaannya, karena merasa tidak punya harapan
peningkatan karir dari jabatannya selama ini. Manajer menyiapkan program
perencanaan dan pengembangan karir bagi karyawannya, agar mereka mempunyai
harapan dan semangat yang tinggi dalam bekerja. Bila dilihat dari aspek motivasi,
individu yang memutuskan bergabung dalam organisasi di dasari atas kebutuhan untuk
berprestasi, berafiliasi dan pertumbuhan (Teori Mc Clelland).
Perencanaan dan Pengembangan Karir
Menurut Simamora, perencanaan karir (career planning) adalah proses
melaluinya individu karyawan mengidentifikasi dan mengambil langkah – langkah untuk
mencapai tujuan – tujuan tersebut.
Definisi lain tentang perencanaan karir yaitu kegiatan di mana para karyawan /
individu atau pengelola suatu organisasi mengidentifikasi, menetapkan tujuan dan
Definisi pengembangan karir lebih lanjut oleh Dessler, yaitu sebagai suatu seri
kegiatan sepanjang hidup (seperti lokakarya) yang menyumbang kepada penjelajahan,
penerapan, keberhasilan dan pemenuhan.
Tujuan Pengembangan Karir
Tujuan pengembangan karir yaitu :
1. Membantu dalam pencapaian tujuan individu dan perusahaan.
2. Menunjukkan hubungan kesejahteraan pegawai
3. Membantu pegawai mengidentifikasi kemampuan potensi mereka.
4. Memperkuat hubungan antara pegawai dan perusahaan.
5. Bukti tanggung jawab sosial
6. Membantu memperkuat pelaksanaan program-program perusahaan.
7. Mengurangi turn over dan biaya kepegawaian
8. Mengurangi keusangan profesi dan manajerial
Lima (5) hal yang menjadi keinginan karyawan terhadap pengembangan karir :
1. Persamaan karir (career equity)
2. Masalah pengawasan (supervisory concern)
3. Kesadaran akan adanya kesempatan (awareness of opportunity)
4. Minat karyawan (employment interest)
5. Kepuasan karir (career satisfaction)
Tahap – Tahap Perencanaan Dan Pengembangan Karir
Tahap – tahap dalam perencanaan dan pengembangan karir dalam suatu organisasi
meliputi tiga tahapan, yaitu : Self Asssesment, Reality Check, Goal Setting dan Action
Planning. Secara sistematis digambarkan di bawah ini :
Tahapan Dan Tanggung Jawab Dalam Proses Manajemen Karir
Program Perencanaan dan Pengembangan Karir
Berbagai program pengembangan karir yang dapat dilakukan oleh organisasi
antara lain :
a. Pendidikan dan Latihan
b. Penataan sistem kompensasi
c. Program promosi, mutasi dan demosi
d. Evaluasi Kinerja
e. Program Belajar Kelompok
f. Program Mentoring
Fase – fase model pengembangan karir yang meliputi :
1. Menyepadankan antara kebutuhan individual dengan perusahaan.
2. Menciptakan kondisi yang menyenangkan
3. Inventarisasi kesempatan pekerjaan
4. Menentukan karyawan potensial
Fokus Pengembangan Karir Tradisional Dan Modern
Perbedaan pengembangan karir tradisional dan modern dapat dilihat pada
tabel-tabel di bawah ini :
Karir Dan Organisasi Tradisional
Pengembangan Karir
Aktivitas SDM Fokus Tradisional Pengembangan Karir
Perencanaan SDM Menganalisis pekerjaan, keterampilan, tugas saat ini dan mendatang. Memproyeksikan kebutuhan. Menggunakan data statistik
Menambahkan informasi kepda data mengenai minat orang, pilihan dan sejenisnya.
Pelatihan dan Pengembangan
Memeberikan kesempatan untuk mempelajari keterampilan, informasi, dan perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan
Memberikan informasi jalur karir.
Menambahkan orientasi
pertumbuhan perorangan
Penilaian Prestasi Memberikan peringkat dan atau penghargaan
Menambahkan rencana
pengembangan dan penetapan sasaran perorangan
Perekrutan Dan Penempatan
Mencocokkan kebutuhan
organisasi dengan orang yang memenuhi syarat
Mencocokkan orang dan pekerjaan berdasarkan pada sejumlah variabel termasuk minat karir karyawan
Kompensasi dan tunjangan
Memberikan penghargaan untuk waktu, produktivitas, bakat dst
Menambahkan aktivitas yang tidak berhubungan dengan pekerjaan untuk diberikan penghargaan. Sumber : Dessler (2005)
Pengembangan karir itu sendiri dapat dilihat dari dunia sisi, yaitu dari pihak individu
dan dari pihak organisasi atau institusi. Secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar
berikut ini :
Model Pengembangan Karir Organisasional
Promosi, Mutasi, Demosi
Kegiatan perencanaan dan pengembangan karir sangat berkaitan dengan
kegiatan promosi, mutasi dan demosi.
a. Promosi
Promosi dapat didefinisikan sebagai pemindahan karyawan dari suatu jabatan
(pekerjaan) ke jabatan (pekerjaan) lain yang mempunyai status atau tingkatan
manajemen serta tanggung jawab yang lebih tinggi
b. Mutasi
Mutasi adalah kegiatan memindahkan karyawan dari suatu jabatan (pekerjaan) ke
jabatan (pekerjaan) yang lain yang mempunyai tingkatan manajemen sejajar. Istilah
mutasi ada juga yang menyebutnya sebagai “ transfer”
c. Demosi
Demosi adalah penurunan jabatan atau pemindahan jabatan ( pekerjaan) seorang
karyawa n pada jabatan (pekerjaan) yang mempunyai tingkatan manajemen yang
rendah.
Karir Objektif dan Karir Subjektif
Karir dapat dibedakan menjadi karir objektif dan karir subjektif.
Karir Obyektif adalah rangkaian pilihan dari sikap dan cara individu untuk memenuhi kebutuhan mereka melalui sejarah pekerjaan yang berkaitan dengan pengalaman
kerja, seperti promosi, gaji, status dan lain-lain. Indikator yang digunakan untuk
mengukur variabel karir objektif adalah gaji, promosi, penghargaan, status dan
kesempatan karir.
Karir Subyektif adalah cara individu memandang karirnya dari sisi perasaan individu. Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel karir subjektif adalah pekerjaan,
perasaan terhadap karir, kualitas hidup, net working, keamanan, prospek karir,
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)
Istilah lain dari Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah “extra-role
behavior”, atau juga dikenal sebagai “good citizenship behavior” dan “good soldier
syndrome”,organizational citizenship behavior is one form of prosocial behaviors.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kontribusi individu yang
melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan di-rewardoleh perolehan kinerja tugas. OCB
ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menjadivolunteer
untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat
kerja. Perilaku ini merupakan “nilai tambah karyawan”, dan merupakan salah satu bentuk
perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu
(Aldag dan Reschke, 1997).
Organizational Citizenship Behavior(OCB) adalah perilaku bebas karyawan, yang
bukan merupakan bagian dari pekerjaan formalnya, tetapi dapat meningkatkan efektivitas
fungsi organisasi (Organ, 1998).
Organizational Citizenship Behavior(OCB) berkaitan dengan manifestasi seorang
karyawan sebagai makhluk sosial. OCB merupakan bentuk kegiatan sukarela dari
anggota organisasi yang mendukung fungsi organisasi. Perilaku ini diekspresikan dalam
bentuk tindakan-tindakan yang menunjukkan sikap tidak mementingkan diri sendiri dan
dan memberi perhatian pada orang lain. Karyawan yang memiliki OCB akan
mengendalikan perilakunya sendiri sehingga mampu memilih perilaku yang terbaik bagi
kepentingan organisasi.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Organizational
Citizenship Behavior(OCB) merupakan :
1) Perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap
hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi
2) Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan performance, tidak
diperintahkan secara formal
3) Tidak berkaitan secara langsung dan terang-terangan dengan sistem reward yang
formal.
Dimensi-dimensiOrganizational Citizenship Behavior
Secara umum, dimensi OCB dapat disimpulkan dalam lima (5) bentuk (Organ,
1. Altruism/ perilaku suka menolong (misalnya membantu saat rekan kerja tidak sehat).
Altruism merupakan perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada
tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi organisasional.
2. Conscientiousness / kesunguhan (misalnya lembur untuk menyelesaikan proyek).
Conscientiousnessberisi tentang kinerja dari prasyarat peran yang melebihi standar
minimum.
3. Civic Virtue/ kepentingan umum (misalnya rela mewakili perusahaan untuk program
bersama). Civic Virtue menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan terhadap
fungsi-fungsi organisasi baik secara profesional maupun sosial alamiah.
4. Sportmanship / sikap sportif (misalnya ikut menanggung kegagalan proyek tim yang
mungkin akan berhasil dengan mengikuti nasihat anggota). Sportmanship berisi
tentang pantangan-pantangan membuat isu-isu yang merusak meskipun merasa
jengkel.
5. Courtesy / sopan (misalnya memahami dan berempati walaupun saat dikritik).
Courtesymerupakan perilaku meringankan masalah-masalah yang berkaitan dengan
pekerjaan yang dihadapi orang lain.
Manfaat OCB
Berdasarkan penelitian mengenai pengaruh OCB terhadap kinerja organisasi
(Podsakoff, dkk, 2000 dalam Hardaningtiyas, 2005) dapat disimpulkan manfaat OCB,
yaitu :
1) OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja.
Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan tersebut.
Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan akan membantu menyebarkan praktek yang baik ke selutuh unit kerja
atau kelompok.
2) OCB meningkatkan produktivitas manajer.
Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue (peran serta) akan membantu
manajer mendapatkan saran atau umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut
untuk meningkatkan efektivitas unit kerja. Karyawan yang sopan, yang menghindari
terjadinya konflik dengan rekan kerja akan menolong manajer terhindar dari krisis
manajemen.
Jika karyawan saling tolong-menolong dalam menyelesaikan masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya
manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat
perencanaan.
Karyawan yang menunjukkan conscientiousness (sikap teliti dan hati-hati) yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer, sehingga manajer
dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka. Ini
berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang
lebih penting.
Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya untuk keperluan
tersebut.
Karyawan yang menampilkan sportsmanship (sikap sportif) akan sangat menolong manajer untuk tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk
berurusan dengan keluhan-keluhan kecil dari karyawan.
4) OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara
fungsi kelompok
Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moral dan kerekatan kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu
menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok
Karyawan yang menampilkan perilakucourtesy(kesopanan) terhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk
menyelesaikan konflik manajemen berkurang.
5) OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok
kerja.
Menampilkan perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi antara anggota
kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi
kelompok.
Menampilkan perilaku courtesy (misalnya saling memberi informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain) akan menghindari munculnya masalah
yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan.
6) OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan
mempertahankan karyawan terbaik.
7) OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi.
8) OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan
Motif-motif yang MendasariOrganizational Citizenship Behavior
Gambar berikut ini menunjukkan model OCB yang didasari oleh suatu motif.
Paradigma 1: OCB dan Motif Berprestasi
Ketika prestasi menjadi motif, OCB muncul karena perilaku tersebut dipandang
perlu untuk kesuksesan tugas tersebut. Perilaku seperti menolong orang lain, berusaha
untuk tidak mengeluh, berpartisipasi dalam rapat unit merupakan hal-hal yang dianggap
kritis terhadap keseluruhan prestasi tugas, proyek, tujuan atau misi. Pendek kata
”masyarakat yang memiliki motivasi berprestasi” memandang tugas dari prespektif
yang lebih menyeluruh. Hal-hal kecil yang membentuk OCB benar-benar dianggap
sebagai kunci kesuksesan.
Masyarakat yang berorientasi pada prestasi akan tetap menunjukkan OCB selama
cukup kesempatan untuk melakukannya. Masyarakat yang berorientasi pada prestasi
memperlihatkan OCB sebagai suatu kontribusi yang unik terhadap unit kerja, membantu
unit tersebut untuk bekerja lebih efisien. Masyarakat yang berorientasi pada prestasi,
termotivasi untuk memperbaiki performance di masa yang akan datang dan berusaha
tidak akurat atau tidak adil, ada kemungkinan masyarakat yang berorientasi pada
prestasi kehilangan ketertarikan untuk menampilkan OCB.
Paradigma 2: OCB dan Motif Afiliasi
Afiliasi merupakan kategori perilaku extra-role yang melibatkan OCB dan perilaku
prososial organisasi untuk membentuk dan memelihara hubungan dengan orang lain
atau organisasi. Masyarakat yang berorientasi pada afiliasi memperlihatkan OCB, sebab
mereka memperhatikan nilai orang lain dan hubungan kerjasama.
Masyarakat yang berorientasi pada afiliasi membantu orang lain karena mereka
membutuhkan bantuan, atau menyampaikan suatu informasi karena hal tersebut
menguntungkan penerima. Masyarakat ini akan bersungguh-sungguh karena seorang
(atasan atau pelanggan) membutuhkan mereka. Pada masyarakat yang berorientasi
pada afiliasi pemberian pelayanan terhadap orang lain merupakan prioritas utama. Hal ini
diduga berkaitan dengan nilai spiritual yang didukung oleh tingkat perkembangan moral
yang lebih tingggi.
Paradigma 3: OCB dan Motif Kekuasaan
Masyarakat yang berorientasi pada kekuasaan menganggap OCB sebagai alat
untuk mendapatkan kekuasaan dan status dengan figur otoritas dalam organisasi.
Tindakan-tindakan OCB didorong oleh suatu komitmen terhadap agenda karir seseorang.
Masyarakat yang berorientasi pada kekuasaan menolong orang lain, berkomunikasi lintas
departemen atau memberikan masukan dalam proses organisasi agar dapat terlihat
peran kekuasaannya. Masyarakat yang berorientasi pada kekuasaan menginvestasikan
modalnya dengan menampilkan OCB dan membangun landasan untuk kekuasaan
mereka melalui OCB.
Masyarakat yang berorientasi pada kekuasaan mungkin memiliki self-monitor yang
lebih tinggi, memiliki kemampuan untuk memeriksa suatu situasi dan menganggap
penyesuaian diri sebagai suatu yang penting. Masyarakat ini adalah masyarakat yang
cepat belajar. Masyarakat yang berorientasi pada kekuasaan mengkalkulasikan
kesempatan perilaku mereka, kemudian berjuang ”untuk organisasi” selama organisasi
tersebut membantu mereka mencapai agenda pribadi mereka.
Template:
C:\Users\lembah\AppData\Roaming\Microsoft\Templates\Normal.d otm
Title: Subject:
Author: olivia Keywords:
Comments:
Creation Date: 27/11/2013 14:05:00 Change Number: 3
Last Saved On: 10/05/2015 22:36:00 Last Saved By: lembah
Total Editing Time: 31 Minutes
Last Printed On: 10/05/2015 22:36:00 As of Last Complete Printing
Number of Pages: 14
Number of Words: 2.826 (approx.)