• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN KECUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROPOSAL ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN KECUK"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) den peserta didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, dan tujuan pendidikan menipakan komponen utama dalam pendidikan. Ketiganya membentuk suatu triangle, jika hilang salah satu komponen hilang pulalah hakekat pendidikan.

Perbaikan mutu secara terus menerus berorientasi pada masukan, proses, luaran, dan layanan pasca jual. Inti sumber perbaikan bukanlah pada fisiknya, melainkan pada peningkatan profesionalitas manusia pengelola atau pelaksana. Di sinilah esensi kontinuitas profesionalisme, yang di dalam dunia persekolahan banyak difokuskan pada guru. Keterlambatan atau kegagalan peningkatan mutu proses dan produk pembelajaran seringkali dikaitkan dengan pertanyaan mengenai ada atau tidak kontinuasi profesionalisme pada kalangan guru dan unsur manajemen sekolah.

Pendidik atau guru harus ada dalam pendidikan, sebagaimana ungkapan Arab, yang pernah disampaikan A. Malik Fadjar, al-Tharrgah Ahammu min al Maddah walakinna al-Muddaris Ahammu min alTharigah

(Metode lebih penting daripada materi, namun guru lebih penting dari pada metode). Make dari itu, untuk menunjang keberhasilan pendidikan dan

(2)

peningkatan mutu pendidikan, harus ada peningkatan profesionalisme pendidik atau guru.

Salah satu cara untuk profesionalitas pendidik atau guru yaitu adanya sertifikasi guru. Jika ditelah dari kata-katanya, sertifikasi adalah penyertifikasian pembuatan sertifikat. Menurut Glickman guru profesional memiliki dua ciri yaitu tingkat kemampuan yang tinggi dan komitmen yang tinggi. Oleh sebab itu, pembinaan profesionalisme guru harus diarahkan pada dua hal tersebut. Dalam rangka peningkatan kemampuan profesional guru perlu dilakukan sertifikasi dan diuji kompetensi secara berkala agar kinerjanya terus meningkat dan memenuhi syarat profesional.

Sedangkan sertifikasi pendidik atau guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik.

(3)

bagaimana perjalanan kebijakan sertifikasi itu sendiri. Maka dari itu, penulis akan menjelaskan lebih lanjut mengenai kebijakan sertifikasi yang merupakan kebijakan pendidikan Nasional.

Kebijakan sertifikasi bagi guru dan dosen memang suatu langkah yang strategis untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Secara formal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa guru adalah tenaga profesional.

Guru profesional dan bermartabat akan melahirkan anak-anak bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Beban kerja guru secara eksplisit telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, namun demikian, masih diperlukan penjelasan tentang rincian penghitungan beban kerja guru dengan mempertimbangkan beberapa tugastugas guru di sekolah selain tugas utamanya sebagai pendidik.

(4)

tertentu sebenarnya sudah dapat dideteksi pada saat jumlah guru yang dibutuhkan sudah dihitung. Sebagai contoh, apabila jumlah guru menurut hitungan dibutuhkan 2,25 orang dan disediakan sebanyak 2 orang saja, maka beban mengajar kedua guru tersebut masing-masing sudah 28 jam per minggu. Apabila dibutuhkan 2.5 orang guru dan tersedia 3 orang, maka salah satu guru tersebut tidak memenuhi jam tatap muka minimal 24 jam.

(5)

Namun apabila dilihat secara detail pada jenis guru tertentu di beberapa daerah dilaporkan terdapat kekurangan guru atau kelebihan guru. Kondisi sekolah yang memiliki kelebihan guru akan menyebabkan guru tidak dapat memenuhi kewajiban mengajar 24 jam per minggu. Sehingga terjadi persaingan antara guru-guru sertifikasi dalam mendapatkan jam mengajar yang cukup, guru sertifikasi yang tidak mencukupi 24 jam mengajar tidak akan mendapat tunjangan profesi.

(6)

profesi, tunjangan fungsional, subsidi tunjangan fungsional dan maslahat tambahan.

Sertifikasi guru adalah salah satu isu sentral dalam dunia pendidikan di mana guru yang telah lulus ujian kompetensi guru dan telah mengukuti diklat sertifikasi guru berhak mendapat tunjangan setifikasi guru sebesar satu kali lipat gaji pokok setiap bulannya. Tidak semua guru bisa lulus ujian kompetensi guru karena perbedaan kualitas SDM guru. Tidak semua guru yang telah lulus ujian kompetensi guru bisa mengikuti diklat sertifikasi guru dengan baik dan berhasil lulus diklat. Dan ternyata tidak semua guru yang telah lulus sertifikasi guru bisa mendapatkan tunjangan sertifikasi guru.

Saat awal sertifikasi diberlakukan para guru diperbolehkan mengajar lebih dari satu mata pelajaran untuk mencukupi syarat untuk mendapat uang sertifikasi yakni mengajar 24 jam dalam satu minggu. Seperti guru Bahasa Inggris karena dalam seminggu cuma bisa mengajar 18 jam pelajaran, maka untuk mencukupi 24 jam, 6 jam kekurangan boleh mengajar mata pelajaran lain. Namun Depdikbud membuat aturan baru, bahwa guru penerima uang sertifikasi sekarang diharuskan hanya boleh mengajar satu mata pelajaran 24 jam penuh, tidak boleh mengambil mata pelajaran lain. Full satu mata pelajaran. Depdikbud mengancam bagi guru sertifikasi yang tidak bisa mengajar penuh satu mata pelajaran 24 jam seminggu diharuskan mengembalikan uang yang telah diterima. Beban mengajar minimal 24 jam perminggu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang Guru pasal 63 ayat 2 yang berisi "Guru yang tidak dapat memenuhi

(7)

kewajiban melaksanakan pembelajaran 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan tidak mendapat pengecualian dari Menteri dthilangkan haknya untuk mendapat tunjangan profesi, tunjangan, fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan"

(8)

sekolah lain bukanlah perkara sulit karena banyaknya sekolah di perkotaan. Masalah muncul apabila guru tersebut mengajar di desa yang mana biasanya di setiap desa hanya ada satu sekolah SD, di tiap kecamatan hanya ada beberapa sekolah SMP dan lebih sedikit lagi sekolah SMU/SMK sederajat. Kondisi ini diperparah lagi dengan jarak antar desa yang membawa konsekuensi jarak antar sekolah menjadi tidak mudah untuk dicapai terutama di daerah pegunungan, perbukitan, pantai ataupun daerah yang berlalu lintas rendah seperti sarana sungai. Secara umum bisa dikatakan bahwa pencapaian kewajiban beban mengajar minimal 24 jam mengajar semakin mudah dipernuhi di perkotaan dan semakin sulit dipenuhi di pedesaan. Namun berbanding terbalik dengan kualitas pendidikan di mana semakin ke desa maka kualitas pendidikan semakin rendah.

Dari uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Analisis Dampak Kebijakan Kecukupan Jam Mengajar Bagi Guru Sertifikasi di Sekolah Menengah Pertama Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin".

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian pada latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalahnya sebagai berikut :

1. Banyak Guru Sertifikasi yang jam mengajarnya belum memenuhi 24 jam. 2. Guru sertifikasi yang belum memenuhi 24 jam mengajar tidak

mendapatkan tunjangan profesi.

(9)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka rumusan masalahya adalah Bagaimana Dampak Kebijakan Kecukupan Jam Mengajar bagi Guru Sertifikasi di Sekolah Menengah Pertama Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan dampak kebijakan kecukupan jam mengajar bagi guru sertifikasi di sekolah menengah pertama kecamatan sekayu Kabupaten Musi Banyuasin.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Diharapkan memberi manfaat bagi pengembangan ilmu administrasi publik, khususnya manajemen sumber daya manusia dan kompetensinya. 2. Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penelitian sendiri dan memberikan masukkan pada guru sertifikasi di sekolah yang diteliti dan sekolah yang diteliti.

(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Kebijakan Publik

Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya. Disamping itu dilihat dari hirarkirnya kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah/provinsi, keputusan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan bupati/walikota.

Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi Winarno (2002: 17) mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang biasa diramalkan. Kebijakan publik itu harus dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain misalnya kebijakan swasta. Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan faktor-faktor bukan pemerintah. Robert Eyestone sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008: 6) mendefinisikan kebijakan publik sebagai "hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya". Banyak pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.

(11)

Menurut Nugroho, ada dua karakteristik dari kebijakan publik, yaitu:1) kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami, karena maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional; 2) kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah diukur, 16 karena ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita sudah ditempuh. Menurut Woll sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:2) menyebutkan bahwa kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Terdapat beberapa ahli yang mendefiniskan kebijakan publik sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam merespon suatu krisis atau masalah publik. Begitupun dengan Chandler dan Plano sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003: 1) yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdayasumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.

(12)

tidak dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa.

2. Kebijakan Tentang Guru

Menurut UU No. 14 Tahun 2005, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Implikasi dari UU No. 14 Tahun 2005, guru harus menjalani proses sertifikasi untuk mendapatkan Sertifikat Pendidik. Guru yang diangkat sejak diundangkannya UU ini, menempuh program sertifikasi guru dalam jabatan, yang diharapkan bisa tuntas sampai dengan tahun 2015.

Hingga kini masih muncul kesenjangan pemerataan guru antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan, antar kabupaten/kota, dan antar provinsi. Hal tersebut menunjukkan betapa rumitnya persoalan yang berkaitan dengan penataan dan pemerataan guru di negeri tercinta ini.

(13)

PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini ditandatangani tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal 2 Januari 2012. Dalam peraturan bersama ini antara lain dinyatakan, bahwa untuk menjamin pemerataan guru antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan, antar kabupaten/kota, dan/atau antar provinsi dalam upaya mewujudkan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional, guru pegawai negeri sipil dapat dipindah tugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota, dan provinsi lain.

Dalam Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru

Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal 2 Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa:

(14)

b. Menteri Agama berkewajiban membuat perencanaan, penataan,

dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang,

dan antar jenis pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.

c. Menteri Dalam Negeri berkewajiban untuk mendukung

pemerintah daerah dalam hal penataan dan pemerataan guru PNS

antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan

untuk memenuhi standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh

Menteri Pendidikan Nasional serta memasukkan unsur penataan

dan pemerataan guru PNS ini sebagai bagian penilaian kinerja

pemerintah daerah.

d. Menteri Keuangan berkewajiban untuk mendukung penataan dan

pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang,

dan antar jenis pendidikan sebagai bagian dari kebijakan

penataan PNS secara nasional melalui aspek pendanaan di

bidang pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan negara.

e. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antar

satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan

(15)

f. Gubenur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya

membuat perencanaan.

g. Penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan,

antar jenjang, dan antar jenis pendidikan yang menjadi tanggung

jawab masing-masing.

3. Dampak Kebijakan

Kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga kependidikan yang profesional sebagai sumber daya utama pencerdas bangsa barangkali sama tuanya dengan sejarah peradaban pendidikan. Di Indonesia, khusus untuk guru, dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur untuk mewujudkan guru yang benar-benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru madam.

(16)

dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.

Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1/D-IV dan berseetifikat pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh Negara sebagai guru

profesional, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi. Dua produk hukum ini menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari atas kuota kebutuhan formasi.

Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa amanat penting yang dapat disadap dari dua produk hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1 /D-IV. Kedua, sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga, sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.

(17)

melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi.

Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup penguasaan: (1) wawasan atau landasan kependidikan,

pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar; (2) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konseptual menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diamunya. Kedelapan, ujian kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian, professional, dan social pada sataun pendidikan yang relevan.

Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 mengisyaratkan bahwa ke depan hanya seseorang yang berkualifikasi akademik sekurang-kurangnya Sl atau D-IV dan memiliki sertifikat pendidiklah yang "legal" direkruit sebagai guru. Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas, harapannya tidak ada alasan calon guna yang direkruit untuk bertugas pada sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas di bawah standar. Namun demikian, ternyata setelah mereka direkruit untuk menjadi guru, yang dalam skema kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon pegawai negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika menginjakkan kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang disebut dengan induksi.

(18)

dibimbing dan dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang jauh, sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu. Jadi, sunggupun guru yang direkruit telah memiliki kualifkasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah memiliki kewenangan penuh, masih diperluan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang benar-benar profesional.

Pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini merupakan fase yang harus dilalui ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru. Program induksi merupakan masa transisi bagi guru pemula (beginning teacher) terhitung mulai dia petama kali menginjakkan kaki di sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.

(19)

4. Kompetensi Guru

Kompetensi profesional guru menurut Sudjana (2002 17-19) dapat dikelompokkan menjadi tiga bidang yaitu pedagogik, personal dan sosial. Kompetensi pedagogik menyangkut kemampuan intelektual seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan menganai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pegetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.

Kompetensi bidang personal menyangkut kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.

(20)

Menurut Murniati (2007 : 2) salah satu ciri dari profesi dituntut memiliki kecakapan yang memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang berwewenang (standar kompetensi guru). Istilah kompetensi diartikan sebagai perpaduan antara pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam pola berpikir dan bertindak atau sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial (Depdiknas, 2005 : 24, 90 - 91).

1. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang yang mantap, arif, dewasa, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. 3. Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan

(21)

sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.

4. Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

5. Sertifikasi Guru

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional (UU RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004).

Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa sesearang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik (UU RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004).

(22)

Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam bentuk portofolio (Samani, 2007).

Sertifikasi guru merupakan kebijakan yang sangat strategis, karena langkah dan tujuan melakukan sertifikasi guru untuk meningkat kualitas guru, memiliki kompetensi, mengangkat harkat dan wibawa guru sehingga guru lebih dihargai dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia (Sanaky, 2004).

Menurut Mulyasa (2007), Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi bagi calon guru atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi pemenuhan standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi guru adalah sertifikat kompetensi pendidik. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi standar untuk melakukan pekerjaan profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Dengan kata lain sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandnag sebagai bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

6. Dasar-Dasar Kebijakan Sertifikasi

Dasar kebijakan atau dasar hukum dari sertifikasi guru yang pertama terdapat dalam UUD 1945 Bab XA Pasa1 28C ayat 1 dan 2, yang berbunyi:

(23)

pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kuialilas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Setiap prang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. Dalam pasal di atas, memang tidak dijelaskan mengenai sertifikasi. Namun pasal tersebut menjelaskan tentang hak seseorang, termasuk didalamnya hak seorang guru, yaitu peningkatan kesejahteraan hidupnya dengan memperoleh gaji yang layak.

Perjuangan hak seorang guru tersebut nampaknya terjawab dengan adanya sertifikasi pendidik, namun guru harus memenuhi kualifikasi dan persyaratan tertentu. Hal ini diatur dalam UU RI No. 20 Th. 2003 Tentang SISDIKNAS Bab XI Pasal 42 ayat 1, yang berbunyi: Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal ini diperkuat dengan UU RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 8, yang berbunyi:

(24)

secara nasional. Tanpa memenuhi persyaratan tersebut, maka guru dapat dikatakan tidak layak untuk menjadi seorang guru atau pendidik.

Setelah guru memenuhi persyaratan tersebut, maka guru akan memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu, yaitu meningkatnya kesejahteraan yang diatur oleh UU RI No. 20 Th. 2003 Tentang SISDIKNAS Bab XI Pasal 43 ayat I dan 2, yang berbunyi: Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Pasal di atas selain menjelaskan mengenai penghargaan bagi pendidik atau guru, juga menjelaskan mengenai pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan oleh LPTK. Ini diperkuat dengan UU RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 11 ayat 1-3, yang berbunyi: Sertifrkat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Serttfikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.

(25)

guru dan dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberilurn kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional.

Kebijakan di atas diperkuat dan diperjelas oleh Peraturan Menteri Nasional No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan Pasal 1 ayat 1-3 dan pasal 2 ayat 1, yang berbunyi: Sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan. Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana (SI) atau diploma empat (D -IV). Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Pasal 2. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik.

Keterangan mengenai peserta sertifikasi diperinci sebagai berikut: 1) Sertifikasi melalui jalur pendidikan diorientasikan bagi guru yunior yang berprestasi dan mengajar pada pendidikan dasar (SD dan SMP). 2) Peserta diusulkan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota. 3) Seleksi peserta terdiri alas seleksi administratif dan seleksi akademik. Seleksi administratif dilakukan oleh dinas pendidikan Kabupaten/Kota sedangkan seleksi akademik dilakukan oleh LPTK difasilitasi oleh Ditjen Dikti.

(26)

diploma empat (D-IV) dari program studi yang terakreditasi. 2) Mengajar di sekolah umum di bawah binaan Departemen Pendidikan Nasional. 3) Guru PNS yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah atau guru yang diperbantukan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. 4) Guru bukan PNS, yaitu guru tetap yayasan (GTY) atau guru yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. 5) Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). 6) Guru SD yang meliputi guru kelas dan guru Pendidikan Jasmani. Guru kelas diutamakan yang memiliki latar belakang pendidikan S1 PGSD atau S 1 kependidikan lainnya, sedangkan guru Pendidikan Jasmani diutamakan yang memiliki latar belakang S1 keolahragaan. 7) Guru SMP (bidang studi PKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA,

(27)

7. Penyelenggara Sertifikasi Guru

Menurut Martinis Yamin (2006:3) lembaga penyelenggara sertifikasi telah diatur oleh UU 14 tahun 2005, pasal 11 (ayat 2) yaitu perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Maksudnya penyelenggaraan dilakukan oleh perguruan tinggi yang memiliki fakultas keguruan, seperti FKIP clan Fakultas Tarbiyah UIN, IAIN, STAIN, STAIS yang telah terakreditasi oleh Badan Akredittasi Nasional Republik Indonesia dan ditetapkan oleh pemerintah.

Pelaksaan sertifikasi diatur oleh penyelenggara, yaitu kerja sama antara Dinas Pendidikan Nasional Daerah atau Departemen Agama Provinsi dengan Perguruan Tinggi yang dittunjuk. Kemudian pendanaan sertifikasi ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana yang terdapat dalam UU 14 tahun 2005 pasal 13 (ayat 1) yaitu pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi. pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

8. Manfaat Uji Sertifikasi Guru

Menurut Wibowo dalam Mulyasa (2007:35), manfaat sertifikasi adalah:

(28)

b. Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.

c. Menjadi wahana penjamin mutu bagi LPTK yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi penguna layanan pendidikan.

d. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku. 9. Program Sertifikasi Guru

Sertifikasi Guru Melalui Penyusunan Portofolio

1) Pengertian dan Fungsi Portofolio Dalam Sertifikasi Dalam konteks sertifikasi guru, portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya / prestasi yang dicapai selama menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Portofolio ini terkait dengan unsur pengalaman, karya, dan prestasi selama guru yang bersangkutan menjalankan peran sebagai agen pembelajaran. Keefektifan pelaksanaan peran sebagai agen pembelajaran tergantung pada tingkat kompetensi guru yang bersangkutan, yang mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi pribadi, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

(29)

akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi pribadi dan kompetensi sosial yang dinilai antara lain melalui bukti fisik penilaian dari atasan dan pengawas. Kompetensi profesional yang dinilai antara lain melalui bukti fisik kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perecanaan dan pelaksanaan pembelajaran, prestasi akademik, dan karya pengembangan profesi. Menurut Muchlas Samani (2010:3) secara lebih spesifik dalam kaitan dengan sertifikasi guru, portofolio guru berfungsi sebagai;

a) Wahana guru untuk menampilkan dan/atau membuktikan unjuk kerjanya yang melipti produktifitas, kualitas, dan relevansi melalui karyakarya utama dan pendukung.

b) informasi/ data dalam memberikan pertimbangan tingkat kelayakan kompetensi seorang guru, bila dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.

c) Dasar menentukan kelulusan seorang guru yang mengikuti sertifikasi (layak mendapatkan sertifikat pendidikan atau belum).

d) Dasar memberikan rekomendasi bagi peserta yang belum lulus untuk menentukan kegiatan lanjutan sebagai representasi kegiatan pembinaan dan pemberdayaan guru.

(30)

sertifikat pendidik. Oleh karena itu penilaian portofolio guru dibatasi sebagai penilaian terhadap kumpulan bukti fisik yang mencerminkan rekan jejak prestasi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan agen pembelajaran, sebagai dasar untuk menentukan tingkat profesionalitas guru yang bersangkutan. Portofolio guru terdiri atas 10 komponen, yaitu: a) kualifikasi akademik; b) pendidikan dan pelatihan; c) pengalaman mengajar; d) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; e) penilaian dari atasan dan pengawas; f) prestasi akademik; g) karya pengembangan profesi; h) keikut sertaan dalam forum ilmiah; i) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan j) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

10. Prinsip Sertifikasi Guru

Menurut Jalal (2007), prinsip sertifikasi guru adalah sebagai berikut:

a. Dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Objektif yaitu mengacu kepada proses perolehan sertifikat pendidik yang impartial, tidak diskriminatif, dan memenuhi standar pendidikan nasional. Transparan yaitu mengacu kepada proses sertifikasi yang memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan pendidikan untuk memperoleh akses informasi tentang proses dan hasil sertifikasi. Akuntabel merupakan proses sertifikasi yang dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan pendidikan secara administratif, finansial, dan akademik.

(31)

diberi tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sebagai bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus non-pegawai negeri sipil (non PNS/swasta). Dengan peningkatan mutu dan kesejahteraan guru maka diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.

c. Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Program sertifikasi pendidik dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

(32)

efektifitas dan efisiensi pelaksanaan sertifikasi guru serta penjaminan kualitas hasil sertifikasi, jumlah peserta pendidikan profesi dan uji kompetensi setiap tahunnya ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan jumlah yang ditetapkan pemerintah tersebut, maka disusunlah kuota guru peserta sertifikasi untuk masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota. Penyusunan dan penetapan kuota tersebut didasarkan atas jumlah data individu guru per Kabupaten/Kota yang masuk di pusat data Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

11. Dasar Hukum Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru

Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagai upaya meningkatkan profesionalisme guru dan meningkatkan mutu layanan dan hasil pendidikan di Indonesia, diselenggarakan berdasarkan landasan hukum sebagai berikut (Samani, 2007):

a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan.

d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang standar Kualifikasi dan Kompotensi Pendidik.

e. Fatwa/Pendapat Hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor I.UM.01.02-253.

(33)

12. Tujuan Sertifikasi Guru

Menurut Jalal (2007), sertifikasi guru memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan. c. Meningkatkan martabat guru

d. Meningkatkan profesionalitas guru. 13. Manfaat Sertifikasi Guru

Menurut Fajar (2006), manfaat uji sertifikasi guru adalah sebagai berikut: a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik layanan pendidikan yang

tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri. b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak

berkualitas dan profesional yang akan dapat menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.

c. Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan.

(34)

e. Memperoleh tunjangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi selungga dapat meningkatkan kesejahteraan guru.

14. Kecukupan Jam Mengajar Bagi Guru Sertifikasi

Kewajiban guru sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung dengan proses pembelajaran, guru hanya melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis mata pelajaran saja, sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat pendidiknya.

Disamping itu, guru sebagai bagian dari manajemen sekolah, akan terlibat langsung dalam kegiatan manajerial tahunan sekolah, yang terdiri dari siklus kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Rincian kegiatan tersebut antara lain penerimaan siswa baru, penyusunan kurikulum dan perangkat lainnya, pelaksanaan pembelajaran termasuk tes/ulangan, Ujian Nasional (UN), ujian sekolah, dan kegiatan lain. Tugas tiap guru dalam siklus tahunan tersebut secara spesifik ditentukan oleh manajemen sekolah tempat guru bekerja.

(35)

pada jadwal tahunan atau kalender akademik dan jadwal pelajaran.

Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan kurang lebih 38 minggu atau 19 minggu per semester. Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dalam jadwal pelajaran yang disusun secara mingguan. Khusus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada kalanya jadwal pelajaran tidak disusun secara mingguan, tapi mengunakan sistim blok atau perpaduan antara sistim mingguan dan blok. Pada kondisi ini, maka jadwal pelajaran disusun berbasis semester, tahunan, atau bahkan per tiga tahunan. Diluar kegiatan tatap muka, guru akan terlibat dalam aktifitas persiapan tahunan/semester, ujian sekolah maupun Ujian Nasional (UN), dan kegiatan lain akhir tahun/semester.

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah penelitian dari Fatchurrohman, dengan judul

"Pengaruh Sertifikasi bagi peningkatan kinerja Guru SMP Negeri 1 Salatiga", yang narasinya sebagai berikut :

(36)
(37)
(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Perspektif Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Menurut Bigdan dan Taylor (2000:3) bahwa metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menhasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertuiis maupun lisan dan orang-orang dan prilaku yang diamati.

Dengan menggunakan pengukuran data kualitatif, diharapkan peneliti dapat mempelajari sedalam-dalamnya fenomena sosial yang terjadi, dalam hal ini adalah fenomena sumber daya manusia yang diharapkan dapat memberikan gambaran tentang dampak kebijakan kecukupan jam mengajar bagi guru sertifikasi.

Metode deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebabsebab dari suatu gejala tertentu (Surakhmad, 1994:27). Lebih jauh metode ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang menyangkut sesuatu pada saat sedang berlangsungnya proses riset. Metode ini dapat digunakan dengan lebih banyak segi dan lebih luas dari metode yang lain. Ia pun memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta Iebih banyak dapat diterapkan pada berbagai masalah.

(39)

B. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yakni suatu jenis penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status atau gejala yang ada yakni keadaan menurut gejala apa adanya. Penelitian yang dimaksud tidak hanya terbatas pada pengumpulan data tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data tersebut. Penelitian deskriptif pada umumnya merupakan penelitian non hipotesis, sehingga dalam penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis (Suharsimi Arikunto, 1996:245).

Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan maka dalam penelitian ini akan difokuskan pada permasalahan sesuai dengan ruang lingkup penelitian. Fokus menurut Moleong (1997:2) adalah bagian masalah yang dirumuskan.

Adapun dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah semua guru pada semua sekolah yang berada di sekayu.

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh infonnasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012:38).

(40)

1. Kalasifikasi Variabel

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2012:38).

Variabel dalam penelitian ini berupa variabel mandiri yaitu analisis dampak kebijakan kecukupan jam mengajar bagi guru sertifikasi di sekolah menengah pertama di kecamatan sekayu Kabupaten Musi Banyuasin. Variabel ini bersifat mandiri karena tidak mempengaruhi dan dipengaruhi atau dihubungkan dengan variabel lain.

2. Defmisi Konseptual

a. Dampak kebijakan adalah keseluruhan efek yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dalam kondisi kehidupan nyata. Semua bentuk manfaat dan biaya kebijakan, baik yang langsung maupun yang akan datang, hares diukur dalam bentuk efek simbolis atau efek nyata. Output kebijakan adalah berbagai hal yang dilakukan pemerintah. Kegiatan ini diukur dengan standar tertentu. Angka yang terlihat hanya memberikan sedikit informasi mengenai outcome atau dampak kebijakan public, karena untuk menentukan outcome kebajikan publik perlu diperhatikan perubahan yang terjadi dalam lingkungan.

(41)

c. Guru Sertifikasi adalah guru yang telah memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan kompetensi sesuai propesi dan telah melakukan merupakan proses uji kompetensi.

3. Defenisi Operasional

Definisi operasional diartikan oleh Sofian Effendi dalam Singariumbun (2005:46-47) : “semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana cara mengukur dalam suatu variabel. Definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantuan penelitian lain yang ingin menggunakan variabel yang sama”.

Adapun definisi operasional dalam penelitian ini mengacu pada teori efektifitas, secara rinci tertera pada table di bawah ini :

Tabel 2

Variabel, Dimensi dan Indikator Penelitian

Variabel Dimensi Indikator

1. Kompetensi  Kecukupan jam tatap muka bagi guru

Analisis Guru sertifikasi

Dampak Pedagogik  Kemampuan dan tanggung jawab Kebijakan guru sertifikasi dalam mengajar Kecukupan Jam 2. Sertifikasi  Penyerahan BKG

Mengajar Bagi Guru  Pembagian Tunjangan Profesi Guru Sertifikasi

D. Unit Analisis

(42)

E. Informan

Dalam suatu penelitian kulitatif, peranan informan sangat begitu penting, karena dari informanlah semua data penelitian dapat diperoleh dengan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, (Setiaji, 2004:7).

Informan adalah orang yang dinilai paling mengetahui tentang objek permasalahan yang sedang diteliti yaitu Kepala Sekolah, Guru Sertifikas dan Staf di Sekolah Menengah Pertama Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin.

F. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data

Jenis data dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Kualitatif, yaitu data yang disajikan dalam bentuk kata-kata yang mengandung makna.

b. Kuantitatif, yaitu data yang dipaparkan dalam bentuk angka-angka.

Sumber Data

Berkenaan dengan itu, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data primer adalah secara langsung diambil dari objek / obyek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi.

(43)

dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non komersial.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan guna memperoleh informasi dalam penelitian ini diantaranya meliputi :

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di lapangan terhadap fenomena yang terjadi pada saat proses penelitian sedang berlangsung.

Pengamatan dilakukan dengan cara mengkaitkan dua hal, yaitu informasi (apa yang terjadi) dengan konteks (hal-hal yang berkaitan disekitarnya) sebagai proses pencarian makna.

Menurut Nasution (1998:58), informasi yang terlepas dari konteksnya akan kehilangan makna yang berarti. Observasi ini menyangkut pula pengamatan aktifitas atau kondisi prilaku (behavioral observation) maupun pengamatan non perilaku (non behavioral observation). Dengan pengamatan ini diharapkan dapat mencatata pristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data;

memahami situasi-situasi sulit yang berkembang di lapangan, dan sebagai

(44)

Selain itu menurut Patton (dalam Meleong, 2001:129) dalam pengamatan dibutuhkan juga sentizising concept (konsep yang dirasakan) yang memberikan kerangka dasar guna menarik inti penting dari suatu pristiwa, kegiatan atau prilaku tertentu.

2. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu usaha untuk mengumpulkan data dan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan dan untuk dijawab secara lisan pula melalui tanya jawab yang terarah. Peneliti berpedoman kepada pertanyaan-pertanyaan baru.

Validitas penelitian terletak pada kedalaman menggali informasi yang mencakup beberapa hal, yaitu : pertanyaan deskriptif, pertanyaan komparatif dan pertanyaan analisis.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, meneliti dokumen-dokumen, catatan-catatan, arsiparsip serta laporan penelitian yang sudah ada sehingga dapat menunjang pelaksanaan penelitian ini dari sumber-sumber resmi yang dapat dipertanggung-jawabkan.

H. Teknik Analisis Data

(45)

Teknik analisis data model interaktif berlangsung dalam tiga tahap berikut :

1. Reduksi Data

Reduksi data dimaksudkan untuk menyusun data hasil wawancara ke dalam bentuk uraian secara lengkap dan rinci. Kemudian kepadanya dilakukan reduksi atau pemilihan data yang berkaitan dengan pokok atau penting yang hanya berkaita dengan permasalahan penelitian. Reduksi data dilakukan secara terns menerus selama penelitian berlangsung sehingga dapat disusun hasil wawancara (hasil penelitian) secara lengkap.

2. Penyajian Data

Penyajian data (display data) dibuat guna memeudahkam peneliti dalam melihat keseluruhan data hasil wawancara atau melihat bagian khusus dari basil wawancara. Dalam penelitian ini, penyajian data disusun dalam bentuk teks naratif (kumpulan kalimat) yang dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang mudah dibaca atau diinterpretasikan.

Dengan cara ini peneliti dapat melihat apa yang sedang terjadidan dapat menarik kesimpulan secara tepat.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

(46)

pencocokan data secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung.

Pada penelitian ini, kegiantan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan Suatu siklus kegiatan yang interaktif dan komprehensif yang dilakukan secara teliti dan rinci sehingga diperoleh hasil penelitian yang akurat.

I. Rencana Sistematika Laporan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

BAB II : Tinjauan pustaka, yang berisi landasan teori yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini. BAB III : Metodologi penelitian, yang berisi perspektif

pendekatan penelitian, ruang lingkup penelitian, variabel penelitian, unit analisis, informan, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan rencana sistematika laporan.

BAB IV : Deskriptif wilayah penelitian, yaitu gambaran umum 1 keadaan umum dari lokasi penelitian.

(47)

Gambar

Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

(c) Kemampuan siswa dengan regulation of behavior pada tahap memahami masalah termasuk dalam klasifikasi baik dan pada tahap merencanakan penyelesaian termasuk dalam

This leads to an isomorphism between the poset of G-invariant polygonal subdivisions of Qn and the poset of centrally symmetric polygonal subdivisions of a centrally symmetric

Bertitik tolak dari penjelasan di atas maka Penggunaan Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) Terbimbing Berbasis Inquiry Pada Mata Kuliah Peningkatan Keterampilan Berbahasa

Sehubungan dengan Berita Acara Evaluasi Administrasi dan Teknis Nomor : 10//ULP/Pokja.DPU/Konslt Paket 13/VII/2014 Tanggal 24 Juli 2014 beserta dokumen pendukungnya, dengan

1) Siswa perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengambilan keputusan karir setelah lulus dari sekolah menengah atas. Salah satu cara untuk meningkatkan

(1) “Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barang siapa

Degradasi dengan variasi potensial, pH dan waktu dilakukan pada larutan metanil yellow yang mengandung elektrolit pendukung NaCl 0,1 M. Hasil analisis diperoleh kondisi optimum

“ Hubungan Kadar Gula Darah Sewaktu dengan Perluasan Infeksi Tuberkulosis Paru (Pemeriksaan Rontgen Paru) pada Pasien Diabetes Melitus dengan Tuberkulosis Paru ”.