• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah dan Efisiensi Upaya Pengamanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah dan Efisiensi Upaya Pengamanan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Sejarah dan Efisiensi Upaya Pengamanan Energi Denmark Melalui Energi Terbaharui

Oleh

Diansasi Proborini 0713112330231

Abstraksi

Energy is in no doubt as one important matter for a state, whether its significant role in supporting the economy and also for securing the energy needs. Meanwhile, energy can also be some sort of disputes and conflicts source. As tangible goods, energy existence is one really important matter for a state, unexceptionally to support human life and their activity. Speaking about energy, there have been a lot efforts to secure energy existence, to keep it safe and unappeased. Research and development is seriously being implemented in several countries. Denmark is one of those European states which indicated in promoting the employing of eco-friendly alternative energy. Through the successful research and development, Denmark will reportedly initiate the establishment of the country that is free from dependence on natural oil energy derived from fossil. Denmark independence of non-renewable energy sources unexpectedly becomes one of the green movements to improve a better environmental condition. In addition, it is no doubt also a kind of positive impact on the increase of the Danish economy itself. Thus Denmark does not need much to worry about the energy scarcity issues happening within.

Energi menjadi satu hal yang sekiranya sangat penting bagi suatu negara. Betapa tidak, energi bisa menjadi salah satu sumber pemasukan ekonomi negara, serta jaminan keamanan negara. Energi bisa juga menjadi pemicu terjadinya konflik antar-negara. Dengan demikian bisa dilihat bahwa energi adalah benda tangible yang keberadaannya adalah sangat penting bagi suatu negara. Sehubungan dengan energi dan pasukan energi, Denmark merupakan salah satu negara di Eropa yang menjadi pemrakarsa atas terwujudnya penggunaan energi terbaharui yang ramah lingkungan. Melalui keberhasilan pengembangan penilitiannya tersebut, Denmark bahkan dikabarkan akan memprakarsai terwujudnya negeri yang bebas dari ketergantungan dengan energi minyak bumi yang berasal dari fosil. Independensi Denmark atas sumber-sumber energi tidak terbaharui menjadi salah satu gerakan hijau untuk meningkatkan kondisi lingkungan agar lebih baik. Di samping itu, hal tersebut tidak dipungkiri juga membawa dampak positif bagi kenaikan taraf perekonomian Denmark sendiri. Dengan demikian Denmark tidak perlu khawatir akan kekurangan sumber energi, dan tidak perlu banyak mengimpor minyak bumi dari negara -negara lainnya.

Keyword: keamanan energi, energi alternatif, energi terbaharui, Denmark.

1

(2)

Pentingnya Energi dan Keamanan Energi

Mula-mula sebelum membahas lebih jauh mengenai penggunaan energi di Denmark, penting untuk diketahui terlebih dahulu landasan alasan pentingnya energi dan definisi dari keamanan energi itu sendiri. Keamanan energi menjadi satu isu keamanan yang kian diperhitungkan sejak krisis energi tahun 1970-an silam. Perhatian tersebut muncul utamanya dari negara-negara Barat khususnya Amerika karena krisis energi saat itu berpotensi mengancam keamanan nasionalnya. Elemen tradisional terkait dengan keamanan energi umumnya meliputi sumber pemasok, pihak yang mengkonsumsi (demand centres), geopolitik, dan struktur pasar (World Economic Forum, 2006: 9). Pendefinisian keamanan energi pada dasarnya tidak ditemukan definisi yang presisi, bahkan cenderung kabur. Ketiadaan definisi yang jelas mengenai keamanan energi menjadikannya sebagai istilah ‘payung’ bagi sebagian besar tujuan kebijakan keamanan (Winzer, 2011: 2). Pasalnya tidak sedikit pernyataan dalam forum keamanan yang menyatakan bahwa isu keamanan energi menjadi satu hal yang perlu diperhatikan mengingat hal tersebut memiliki dampak terhadap ekonomi dunia.

Sehubungan dengan mendefinisikan keamanan energi pun macam-macam tergantung dari perspektifnya. Dalam hal ini, Winzer (2011: 4-6) membagi tiga kelompok definisi keamanan energi. Pertama, keamanan energi dipandang sebagai rendahnya tingkat gangguan suplai/pasokan energi, sehingga kebutuhan pasokan energi dunia terpenuhi dan tidak adanya penimbunan-penimbunan yang menyebabkan kelangkaan energi, yang mana dapat berujung pada ancaman nasional. Kedua, ketidakamanan energi terjadi apabila kelangkaan energi yang terjadi berujung pada melambungnya harga energi sehingga mengancam keamanan ekonomi dunia. Ketika krisis energi dan harga energi melambung maka yang akan terjadi selanjutnya adalah krisis ekonomi sehingga negara-negara di dunia banyak yang mengalami inflasi. Ketiga, ketidakamanan energi cepat atau lambat akan mengancam nasib kesejahteraan masyarakat dunia, sebagai dampak dari baik kenaikan harga energi, ataupun kelangkaan energi itu sendiri. Dari ketiga perspektif tersebut, bisa disimpulkan bahwa keamanan energi selalu berkaitan dengan upaya untuk meminimalisir kelangkaan energi agar tidak berujung pada kenaikan harga energi—yang tentu saja akan berimbas pada harga-harga barang maupun jasa lainnya—sehingga tidak mengancam kesejahteraan masyarakat dunia. Pun demikian istilah keamanan saat ini sudah tidak lagi berkutat pada isu-isu militer saja, namun juga ekonomi dan sosial.

(3)

membutuhkan energi untuk menggerakkan mesin-mesin industri, transportasi, menyalakan listrik, dan masih banyak lainnya. Pemakaian sumber energi terbesar dalam sejarah manusia modern adalah minyak bumi dan batu bara. Kedua sumber energi yang disebutkan tersebut adalah termasuk energi yang tidak terbaharui, yang mana keberadaannya bisa habis bila terus dipakai secara berlebihan. Sudah sangat lama manusia menggantungkan kehidupannya terhadap energi-energi tidak terbaharui hingga keberadaannya saat ini dikhawatirkan akan habis. Fenomena kelangkaan energi ini lebih jauh bahkan dikhawatirkan akan memicu berbagai perselisihan antara negara-negara yang memperebutkan status kepemilikan sumber energi. Kekhawatiran tersebut pun sunggguh terjadi diantaranya adalah konflik Laut Tiongkok Selatan, yang memperebutkan wilayah strategis sumber minyak bumi antara Tiongkok, Vietnam, Filipina, Jepang, dan lain-lain. Konflik tersebut didasarkan pada ambisi untuk menguasai seluruh Laut Tiongkok Selatan. Wilayah tersebut—diberi nama Kepulauan Spratly—disinyalir memiliki kandungan minyak yang banyak sehingga secara langsung akan mendorong taraf perekonomian negara yang memilikinya. Konflik Laut Tiongkok Selatan (LTS) merupakan salah satu konflik yang memicu ketidakamanan dunia, khususnya Asia Tenggara. Perebutan daerah strategis tersebut perlahan akan memunculkan ancaman militer di antara negara-negara yang terlibat.

Tidak hanya di LTS, daerah-daerah Timur Tengah sekalipun juga kerap terjadi konflik yang berbasis sengketa hak kepemilikan minyak sebagai sumber energi. Diantaranya terjadi di Irak, Suriah, Sudan, dan juga terjadi di Afrika yaitu Nigeria, serta beberapa tempat lainnya. Konflik-konflik yang terjadi tersebut tidak dipungkiri sama-sama disebabkan karena keingingan untuk menguasai area strategis sumber penghasil energi, khususnya minyak. Masing-masing konflik tersebut umumnya dipicu oleh erupsi antagonisme historis antara negara-negara yang bersangkutan. Misalnya antara Irak dan Suriah merupakan perpecahan antara kaum Sunni, Syi’ah, Kurdi, Turki, dan lain-lain, sedangkan di LTS perpecahan antara Tionghoa, Jepang, Vietnam, Filipina, dan lainnya (Klare, 2014). Walaupun perpecahan antar suku/rasial tersebut benar memicu ketegangan antar-negara, namun tensi ketegangan kian meningkat karena adanya hasrat untuk mengontrol aset-aset minyak dan gas berharga yang disebut-sebut sebagai sumber kekayaan dan kekuatan negerinya. Tidak dipungkiri bahwa minyak dan gas merupakan komoditas yang paling penting dan berharga di dunia, dan menjadikan pemasukan yang cukup besar bagi negara-negara pemasok. Dunia yang berlaku saat ini merupakan dunia yang energy-centric, sehingga kepemilikan sumber daya gas dan minyak menjadi instrumen kekuasaan geopolitik, dan ancaman ekonomi bagi beberapa negara yang tidak memiliki sumber daya energi (Klare, 2014).

(4)

bara2. Pengembangan energi alternatif ini tidak dipungkiri sudah dilakukan oleh negara-negara, tidak terkecuali Denmark, yang mana pengupayaan Denmark akan penggunaan energi alternatif akan dibahas di sub-bab selanjutnya.

Strategi dan Efektivitas Pengamanan Energi di Denmark

Denmark dikabarkan menjadi salah satu negara pelopor di Eropa yang mempromosikan akan penggunaan energi alternatif non-konvensional sebagai substitusi energi tidak terbaharui, seperti gas dan minyak bumi. Mengurangi konsumsi energi belerlebihan melalui peningkatan efisiensi dan penghematan energi secara tradisional telah menjadi prioritas utama bagi Denmark, dan masih menjadi bagian penting dari kebijakan energi Denmark. Pemerintah Denmark setidaknya telah memiliki gagasan tujuan jangka-panjang untuk mewujudkan Denmark yang bebas dari bahan bakar fosil pada tahun 2050 nantinya, yang mana elemen penting dari obyektif ini adalah dengan meningkatkan efisiensi energi. Berdasarkan National Energy Efficieny Action Plan (NEEAP) Denmark, pada tahun 2012 target pemerintah Denmark terkait dengan peningkatan efisiensi penggunaan energi diikuti dengan perjanjian energi yang berlaku hingga periode tahun 2020 (NEEAP, 2014: 4). Dalam perjanjian tersebut ditekankan bahwa efisiensi dan penghematan energi adalah elemen krusial dalam transisi menuju masyarakat Denmark yang berbasis sumber energi 100% terbaharui. Melalui gagasan tersebut diusahakan akan menurunkan jumlah konsumsi energi tidak terbaharui sebesar 7% di tahun 2020 nantinya, yang mana saat ini diperkirakan total konsumsi energi di tahun 2020 akan diturunkan sebesar 12%. Pun demikian, pemerintah juga membutuhkan renovasi dan perubahan pada teknologi perusahaan-perusahaan energi Denmark yang menjadi instrumen nasional utama untuk memajukan efisiensi energi Denmark.

Kebijakan energi yang dimiliki oleh Denmark didasarkan pada konsensus politik, stabilitas, dan serangkaian perjanjian-perjanjian energi. Pada 17 Juni 2005, pemerintah Denmark mengeluarkan Energy Strategy 2025 yang menggantikan kebijakan strategi lama, Energy 21 tahun 1996. Energy Strategy 2025 memfokuskan pada perencanaan penghematan dan penggunaan energi terbaharui, perubahan iklim, pasar, dan teknologi energi. Sehubungan dengan hal tersebut visi jangka panjang pemerintah Denmark adalah untuk mewujudkan kebebasan Denmark dari ketergantungan energi tidak terbaharui. Selanjutnya kurang lebih pada Februari tahun 2011, pemerintah menerbitkan Energy Strategy 2050, yang menggarisbawahi mengenai fase-fase pertama yang dijalani dalam rangka mewujudkan visi jangka panjangnya. Untuk mewujudkan kebebasan dari bahan bakar fosil, beberapa strategi yang akan dilakukan Denmark diantaranya adalah: 1) Denmark akan memelihara keamanan suplai energi secara serius; 2) Denmark akan mengkontribusikan bagiannya untuk menekan tingkat pemanasan global; 3) Denmark juga akan mempromosikan tentang pertumbuhan dan lapangan pekerjaan hijau (OECD/IEA, 2011: 21).

Strategi dalam meningkatkan efisiensi dan penghematan energi Denmark menekankan pada kebijakan jangka pendek—maupun sedang—yang mana bila diimplementasikan akan efektif mengurangi

2 Batu bara saat ini sudah jarang digunakan lagi karena emisinya berlebihan dan berpotensi menimbulkan polusi udara yang

(5)

konsumsi terhadap fosil pada sektor energi (termasuk transportasi dan beragam aktivitas eksploitasi lainnya) sebesar 33% pada tahun 2020, dibandingkan pada tahun 2009. Bersamaan dengan hal itu juga turut meningkatkan kontribusinya terhadap energi terbaharui sebesar 33%. Dalam hal ini akan dijelaskan pula tujuan dan aksi yang dilakukan oleh pemerintah Denmark untuk mewujudkan visi jangka panjangnya yang dijelaskan ke dalam bentuk tabel sebagai berikut.

Tabel 1. Tujuan dan aksi pemerintah

Tabel 1. Sumber: OCED/IEA, 2011: 22

Dari penjelasan diatas, tujuan dari strategi jangka panjangnya adalah untuk mewujudkan independensi Denmark atas ketergantungannya dari batu bara, minyak bumi, dan gas bumi pada tahun

Tujuan pemerintah Aksi Energy Strategy 2050

Independensi dari bahan bakar fosil pada tahun 2050.

Inisiatif untuk meningkatkan penggunaan energi terbaharui dan meningkatkan efisiensi, sehingga menurunkan penggunaan bahan bakar fosil pada sektor energi sebesar 33% pada tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2009. Kekayaan saham akan energi terbaharui harus

ditingkatkan hingga 30% dari total konsumsi energi akhir pada tahun 2020 sebagai bagian dari target UE keseluruhan dari 20% energy terbaharui pada tahun 2020.

Pemerintan melakukan peningkatan penggunaan biomassa, angin, dan biogas sebagai substitusi energi tidak terbaharui sebesar 33% pada tahun 2020, yang mana hal tersebut juga melebihi target UE.

Kekayaan saham akan energi terbaharui pada sektor transportasi harus ditingkatkan menjadi 10% pada tahun 2020.

Pemerintah meningkatkan penggunaan biofuel pada tahun 2020, disamping itu juga meningkatkan penggunaan mobil elektrik sebagai alternatif pilihan transportasi ramah lingkungan.

Pada tahun 2020, total konsumsi energi primer harus bisa lebih rendah sebesar 4% dari tahun 2006.

Peningkatan efisiensi energi pada rumah-rumah penduduk, perkantoran, dan lain-lain akan mengurani total konsumsi sebesar 6%

(6)

2050. Pun demikian tujuan yang kedua adalah untuk mengamankan posisi industri Denmark sebagai pemimpin teknologi energi, iklim, dan lingkungan terdepan di dunia (OECD/IEA, 2011: 22). Untuk benar-benar mewujudkan hal tersebut, berdasarkan Energy Strategy 2050 (dalam OECD/IEA, 2011: 23-4), diidentifikasi ada tiga trek paralel yakni: 1) Trek satu, fase transisi, merupakan proses mengkonversi konsumsi energi yang lebih efisien dan penyuplaian energi berdasarkan energi terbaharui. Transisi ini bisa dimulai sesegera mungkin sebagaimana teknologi yang ada telah dapat mendukung terlaksananya proses tersebut; 2) Trek dua adalah fase persiapan dan perencanaan pada fase transisi selanjutnya, yang diikuti dengan penggunaan dan integrasi solusi baru. Pada fase ini dipastikan pembuatan kerangka kerjanya sebelum pengukuran spesifik terhadap target tahun 2050 diinisiasikan; 3) Trek tiga, fase pengembangan teknologi, yang membutuhkan investasi pada penelitian, perkembangan dan demonstrasi pada teknologi energi efektif yang diikuti dengan demonstrasi dan persiapan pasar berskala besar. Dengan demikian langkah akhirnya adalah integrasi pasar.

Membahas mengenai seberapa efektifnya kebijakan energi yang berlaku di Denmark, pasalnya saat ini ditengarahi perusahaan distribusi energi di Denmark telah melampaui target konservasi energi nasional. Pernyataan tersebut diperkuat oleh reportase media Wall Street Journal yang menyatakan bahwa tidak ada bahan sisa-sisa yang terbuang percuma di rumah jagal Danish Crown di Denmark bagian timur (Abboud, 2007). Pasalnya limbah hewani lemak babi yang tidak bisa dimakan dimanfaatkan menjadi sumber energi biomassa. Proses pengubahan lemak babi menjadi bahan minyak bakar adalah salah satu teknik yang digunakan oleh Danish Crown untuk menghemat panas, air, serta listrik. Danish Crown sendiri merupakan salah satu perusahaan pemroses makanan Denmark yang terbilang sukses dalam meningkatkan efisiensi energinya yang sudah berjalan selama 30 tahun. Pemerintah Denmark sendiri terbilang sangat perhatian terhadap isu kerusakan lingkungan. Pun demikian upaya pemerintah dalam memelihara lingkungan sejalan dengan kebijakan konservasi energinya. Pemerintah Denmark tengah memprioritaskan bagaimana mengurangi konsumsi energi namun tetap menjaga taraf produktivitas dan tingkat pengangguran yang rendah.

(7)

Tabel 2. Sumber: www.ens.dk

Denmark sendiri pasalnya memiliki lebih dari 5000 turbin angin. Pun demikian pada tahun 2013 turbin angin Denmark telah berkontribusi dalam

menyuplai kebutuhan energi listrik sebesar 30%.

Berdasarkan data statistik Danish Energy Agency, energi yang dapat diperbaharui termasuk tenaga angin, kayu, jerami, biogas, limbah yang dapat diperaharui, dan lain-lain (hydropower, energi geotermal, energi solar/matahari, dan pompa panas).

Tabel disamping menjelaskan bahwa produksi energi terbaharui tahun 2013 adalah sebesar 139,7 PJ, yang mana hal tersebut berarti ditemui adanya

peningkatan sebesar 4,8% dibandingkan tahun 2012. Apabila dilihat dari tahun 1990 hingga 2013, maka produksi energi terbaharui adalah terus tumbuh hingga sebesar 206%. Tidak dipungkiri bahwa penggunaan energi terbaharui ini sangat efektif untuk menurunkan kadar polusi lingkungan, khususnya emisi buangan CO2, di Denmark.

Tidak dipungkiri bahwa skema efisiensi penggunaan energi Denmark telah menjadi model hukum efisiensi energi Uni Eropa baru yang saat ini tengah diimplementasikan (Haugen, 2013). Di samping itu, hal tersebut juga dapat menginspirasi para pembuat kebijakan Amerika untuk mendukung produksi alat instalasi yang rendah energi. Pemerintah Denmark terus mengupayakan penggunaan alat-alat instalasi, baik rumah tangga, perkantoran, maupun industri, yang mengkonsumsi energi yang rendah. Dengan pemakaian alat-alat teknologi yang rendah konsumsi energi maka secara keseluruhan Denmark mampu

T

ab

el

3

.

Su

m

b

er

:

www

.en

s.

d

(8)

menghemat energi. Salah satu cotoh instruksi pemerintah dalam meminimalisir penggunaan energi pemanas ruangan adalah dengan mempertebal tembok atau sekat dan ventilasi yang lebih kecil, sehingga udara dan hawa dingin yang ada di luar tidak mudah masuk dan mempengaruhi ruangan (Abboud, 2007). Selain itu untuk menekan pemakaian energi masyarakat, pemerintah Denmark memutuskan untuk meningkatkan biaya pajak konsumsi minyak, gas alam, dan listrik. Walaupun demikian, kenaikan biaya pajak tersebut juga dibarengi dengan kenaikan upah pekerja, sehingga pada akhirnya tidak terlalu memberatkan masyarakat. Walaupun demikian kebijakan kenaikan pajak tersebut secara langsung telah mempengaruhi psikologis masyarakat untuk lebih berhemat dalam mengkonsumsi energi.

Kebijakan peningkatan tarif pajak konsumsi energi tersebut tidak dipungkiri berdampak cukup baik bagi pemasukan negara. Namun sayangnya hal tersebut tidak sejalan bagi perusahaan. Kebijakan tersebut ditengarahi semakin memperketat kompetisi perusahaan-perusahaan di Denmark, khususnya pada sektor industri yang membutuhkan energi tinggi seperti indsutri semen dan besi (Abboud, 2007). Menanggapi kebutuhan energi tersebut, pembangkit tenaga listrik sengaja dibangun lebih dekat dengan permukiman dan sentra bisnis agar jarak yang ditempuh untuk mentransfer panas lebih pendek sehingga panas yang terbuang jumlahnya lebih sedikit. Dari segala macam upaya pemerintah Denmark dalam rangka mencapai visi jangka panjangnya—yaitu mewujudkan Denmark yang bebas dari ketergantungan bahan bakar fosil— tidak dipungkiri pemerintah juga cukup berhasil dalam menyadarkan masyarakat akan betapa pentingnya menghemat energi, sehingga masyarakat Denmark cenderung merupakan kelompok-kelompok yang sadar akan pentingnya konservasi energi sebagai upaya pelestarian lingkungan.

Opini dan Kesimpulan

(9)

situasi terkait keamanan energi di Denmark maupun Uni Eropa cenderung stabil, tidak seperti yang terjadi di Timur Tengah maupun Laut Tiongkok Selatan, upaya mengkonservasi energi tidak akan pernah sia-sia. Mengigat keuntungan dan manfaat yang didapatkan akan jauh lebih besar daripada tidak mengupayakan adanya konservasi energi dan memilih untuk memperebutkan daerah penghasil sumber-sumber energi. Pada dasarnya masih lebih baik memproduksi energi alternatif non-konvensional yang terbaharui daripada terus menggantungkan pada fosil yang lama kelamaan akan habis.

Referensi

Abboud, L., 2007. How Denmark Paved Way To Energy Independence. The Wall Street Journal. [Online] 16 April. Tersedia: http://www.wsj.com/articles/SB117649781152169507 [Diakses 2 Januari 2016]

Ens.dk., 2013. Energy Statistics. Copenhagen: Danish Energy Agency.

Haugen, D., 2013. How Denmark Turned an Efficiency Obligation Into Opportunity. Midwest Energy News. [Online] 8 Oktober. Tersedia: http://midwestenergynews.com/2013/10/08/how-denmark-turned-an-efficiency-obligation-into-opportunity/ [Diakses 2 Januari 2016]

Klare, Michael T., 2014. Twenty-first century energy wars: how oil and gas are fuelling global conflicts. [Online] Tersedia: http://www.energypost.eu/twenty-first-century-energy-wars-oil-gas-fuelling-global-conflicts/ [Diakses 2 Januari 2016]

NEEAP, 2014. Denmark’s National Energy Efficiency Action Plan (NEEAP). Copenhagen: Danish Energy Agency.

Neslen, A., 2015. Wind power generates 140% of Denmark's electricity demand. The Guardian. [Online] 10 Juli. Tersedia: http://www.theguardian.com/environment/2015/jul/10/denmark-wind-windfarm-power-exceed-electricity-demand [Diakses 2 Januari 2016]

OECD/IEA, 2011. Energy Policies of IEA Countries: Denmark 2011 Review. Perancis: International Energy Agency.

Winzer, C., 2011. Conceptualizing Energy Security. EPRG Working Paper. Cambridge: University of Cambridge

Gambar

Tabel 1. Sumber: OCED/IEA, 2011: 22
Tabel disamping menjelaskan bahwa produksi

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian dari pada itu dengan telah ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang

Pada lansia yang beragama islam mereka lebih giat dalam memenuhi kebutuhan spritualnya dengan melakukan sholat lima waktu, puasa, dan membayar zakat, adapun sebagian

Mengingat pentingnya meng- internalisasikan nilai-nilai demokrasi pada peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan nasional untuk membentuk warga Negara yang demokratis,

2.. Pada kira-kira usia 45 tahun, empat dari lima wanita akan mengalami menopause. Akan tetapi, jika menopause tertunda sampai setelah usia 55 tahun, maka hal tersebut

Hubungan antara parameter butir dan parameter peserta dengan peluang menjawab benar dinyatakan dalam persamaan regresi logistik multivariat, yang merupakan salah satu cara analisis

Permintaan Dana Pembelian TBS diajukan dari Unit Usaha ke Kantor Wilayah dengan melampirkan dokumen pendukung berupa Berita Acara Penerimaan TBS yang sudah ditandatangani Manajer

Gambar 2 Diagram Alir Tahap Penelitian Pengumpulan Data Citra Landsat 1992, 2000 & Aster 2007 Peta Penutupan Lahan Tahun 1992,2000 dan 2007 Interpretasi dan

Jawaban : Menurut saya adalah teori kedua yaitu, teori Waisya. Teori ini terkait dengan pendapat N.J. Krom yang mengatakan bahwa kelompok yang berperan dalam