• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Upaya Penyejahteraan Bangsa den

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Upaya Penyejahteraan Bangsa den"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Upaya Penyejahteraan Bangsa dengan Studi Kasus Pembangunan

Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng Utara

Lomba Karya Tulis Ilmiah ILMISPI 2017 di Bangka Belitung

Disusun oleh:

Ardya Tridwantoro Handjoko

M. Zamzam Firdaus

Putri Cahya Arimbi

(2)

Abstrak

Reforma Agraria merupakan salah satu program presiden Joko Widodo untuk memeratakan ekonomi masyarakat. Reforma Agraria yang dicanangkan ialah memberikan lahan (dengan secara formal memberikan sertifikat tanahnya pula) guna membantu buruh tani, perkebunan dan lain-lain yang kekurangan lahan. Namun pada prakteknya, justru kapitalis—dengan didukung birokrat di daerah-daerah—merampas lahan milik petani. Selanjutnya, inilah yang disebut Marx sebagai akumulasi primitif. Tulisan ini akan menjelaskan bagaimana program Reforma Agraria diimplementasikan dan bagaimana kapitalis merampas lahan demi melancarkan produksinya dengan mengangkat contoh kasus konflik yang terjadi di Pegunungan Kendeng Utara. Selanjutnya bagaimana corak produksi kapitalis ini sebagai titik awal proletarisasi yang merupakan bagian dari proses akumulasi primitif. Akumulasi primitif sendiri menunjukkan bahwa perubahan sosial yaitu penetrasi corak produksi kapitalis sedang berlangsung. Penciptaan kelas pekerja modern merupakan prasyarat utama di samping komodifikasi tanah.

(3)

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara Asia Tenggara yang cukup menjanjikan perkembangannya dalam dunia neoliberal saat ini. Di erea globalisasi neoliberal, semua negara berkembang di dunia berbondong-bondong mengupayakan kemajuan ekonomi dan kesejahteraannya melalui berbagai bentuk industrialisasi dan berupaya menarik penanam modal sebanyak-banyaknya guna meningkatkan GDP per kapitanya. Begitu pun Indonesia yang merupakan negara bekas koloni, hingga kini masih di bawah rata-rata dunia GDP per kapitanya. Namun Indonesia tetap bersaing ekonominya diantara sesama negara berkembang, sebab Indonesia kini menjadi pasar baru yang cukup menjanjikan bagi pemilik modal.1

Indonesia, sebagaimana negara-negara bekas jajahan lainnya merupakan negara berbasis agraris dan maritim. Terlebih kondisi geografis Indonesia yang amat mendukung kegiatan pertanian, peternakan, dan perikanan. Tetapi, dengan kondisi ekonomi dunia yang kini sedemikian kapitalisnya, Indonesia tidak mampu menolak tuntutan pasar untuk merubah fokus ekonomi dari agraria ke industri. Berbagai pabrik dibangun dan akuisisi lahan terjadi secara besar-besaran untuk memenuhi tuntutan pasar.

Pengakuisisian lahan atau land grab terjadi secara besar-besaran di dunia hari ini oleh pemilik modal terhadap negara-negara ‘miskin’ dan ‘berkembang’. Hal ini terjadi sebab pemilik modal tengah mengalami over-akumulasi. Yaitu ketika terlalu banyak kapital yang tidak dapat tersalurkan dan diputar menjadi keuntungan. Akibatnya perekonomian menjadi macet dan kapitalisme akan terseret krisis (Ananta, 2014). Untung mengatasi over-akumulasi ini, satu-satunya cara ialah mencari lahan-lahan produksi baru. Akhirnya perusahaan-perusahaan besar mengalihkan surplus kapitalnya dengan melakukan perampasan tanah atau land grabbing terhadap lahan yang dianggap tidak produktif untuk kemudian menghasilkan keuntungan bagi kapitalis (Renaldy, 2017). Indonesia sebagai salah satu negara ‘berkembang’ kini delapan puluh persen telah dikuasai swasta. Artinya, perusahaan swasta dan pemilik modal asing memiliki andil paling besar dalam pembangunan dan ekonomi Indonesia hari ini. Oleh sebabnya, Indonesia menjadi pasar baru yang amat menjanjikan bagi penanam modal. Dengan posisi pemilik modal yang hari ini lebih kuat bargaining power-nya dibanding rakyat, Indonesia semakin terindustrialisasi dan terkapitalisasi.2 Salah satu bentuk nyata

1 "80 Persen Industri Indonesia Disebut Dikuasai Swasta". 3 Maret 2015. Diakses melalui

http://surabaya.tribunnews.com/2015/03/03/80-persen-industri-indonesia-disebut-dikuasai-swasta

2 “What is the G-20”. Diakses melalui arsip online Wayback Machine

(4)

penguasaan swasta adalah pengakuisisian lahan tani yang turut terjadi di berbagai daerah Indonesia.

Dalam makalah ini penulis akan mengangkat studi kasus sengketa lahan di Pegunungan Karst Kendeng Utara, Pati, Jawa Tengah. Wilayah pegunungan ini terbentang dari Kabupaten Kudus hingga Kabupaten Tuban di Jawa Tengah. Dalam kasus ini, sengketa terjadi antara PT Semen Indonesia Tbk. (dulunya PT Semen Gresik Tbk.) dan PT Sahabat Mulia Sakti (SMS) yang merupakan anak perusahaan PT Indocement dengan masyarakat di Rembang, Pati, Kendeng Utara.

Karst adalah suatu bentukan geologi dimana suatu area tersusun dari batuan gamping atau kapur yang cukup berongga-rongga. Karst biasanya memiliki aliran air bawah tanah yang lebih dominan dibanding air permukaan. (Sudarmadji, et al, 2012). Karst sendiri terbentuk akibat peleburan batuan kapur, biasanya dapat ditemukan di kawasan gunung berapi. Kandungan yang dimiliki karst menjadikan lanskap ini penting bagi ekosistem, karena mempengaruhi pula tumbuhan-tumbuhan yang hidup di kawasan itu. Dengan kondisi alam tersebut, wilayah ini amat kaya air tanah. Berdasarkan penelitian, di Kabupaten Pati terdapat total 94 mata air yang aktif sepanjang tahun (Wacana, et al, 2008). Menurut Jaringan Masyarakat Peduli Kendeng (JMPK), terdapat 104 mata air aktif, dan data lainnya menyebutkan mata air di wilayah tersebut mencapai 200 buah. Bagi masyarakat Kendeng, alam Kendeng menjadi sumber penghidupan yang amat penting. Mata air yang melimpah disana dapat menghidupi lebih dari 164.000 jiwa di Kabupaten Pati. Tidak hanya untuk keperluan sehari-hari, melainkan untuk mengairi sawah dan ladang pertanian yang dimiliki masyarakat (Ismalina, 2013).

Selain itu, batuan gamping yang melimpah di Kendeng juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Wilayah Kendeng telah lama menjadi lirikan perusahaan-perusahaan untuk ditambang kandungan gampingnya. Batuan gamping sendiri merupakan bahan dasar yang utama dalam produksi semen. Sejak 2006 sudah banyak perusahaan semen yang hendak berinvestasi di Kendeng, namun mendapat penolakan tegas dari warga. PT Semen Gresik sempat hendak mendirikan pabriknya di Kendeng, namun akhirnya angkat kaki di tahun 2011 sebab tidak memiliki izin yang lengkap. Selain PT Semen Gresik, ada pula PT Sahabat Mulia Sakti, anak perusahaan PT Indocement yang sejak 2006 masih melakukan upaya investasi di sana hingga kini meski masih terus mendapat penolakan oleh masyarakat.

Masyarakat Kendeng khawatir akan dampak yang muncul akibat pembangunan pabrik oleh korporat besar seperti Semen Gresik dan Indocement. Mereka takut kehilangan sumber penghidupan mereka jika alam disana dikuasai oleh raksasa pemilik modal.

(5)

Lingkungan Kendeng terancam rusak dan rakyat Kendeng terancam harus beralih profesi. Dikhawatirkan pula seluruh alam Kendeng yang dikapitalisasi akan menggeser rakyat secara total jika dibiarkan dikuasai oleh raksasa-raksasa ini.

Secara hukum, karst memang merupakan kawasan yang dikuasai negara. Berdasarkan UU No. 7 Tahun 2004 jo. Keppres No. 26 Tahun 2011, daerah tersebut ditetapkan menjadi Cekungan Air Tanah (CAT) Karst Watuputih. Menurut Peraturan Menteri ESDM No. 17 Tahun 2012, kawasan tersebut merupakan Kawasan Lindung Nasional. Artinya, kawasan tersebut merupakan wilayah alam yang harus dilindungi oleh negara dan dijaga kelestariannya.

Seperti disebutkan sebelumnya, PT Semen Gresik telah menarik upaya pembangunannya di kawasan itu. Namun perusahaan tersebut kini berganti nama menjadi PT Semen Indonesia, dan sekarang kembali melakukan pembangunan pabrik di Kendeng. PT SMS pun setelah ditolak izin pembangunannya masih melakukan berbagai upaya melalui pejabat daerah dan elit lokal disana untuk tetap mendapatkan izin usaha. Dari keadaan ini kita dapat melihat adanya konflik kepentingan yang terjadi antara pemilik modal, rakyat, dan pemerintah. Oleh karenanya, konflik kepentingan di Kendeng penting untuk dikaji lebih dalam guna mengetahui bagaimana memaksimalkan pemanfaatan lahan untuk proses pemerataan pembangunan.

Di masa pemerintahan presiden Joko Widodo, dicanangkan program Reforma Agraria sebagai bentuk upaya pemerintah mewujudkan pemerataan pembangunan. Kebijakan yang dicanangkan berupa redistribusi lahan seluas 9 juta hektar untuk buruh tani, perkebunan dan lainnya. Maksudnya, buruh yang kekurangan lahan akan diberikan hak milik lahan sesuai yang diberikan oleh pemerintah. Harapannya adalah redistribusi ini akan mampu mensejahterakan para buruh tani supaya mereka tetap memiliki alat produksi.

Akan tetapi pada realitanya, perencanaan dan implementasi kebijakan ini belum berjalan sebagai mana mestinya. Pemerintah secara garis besar hanya mengulang wacana Reforma Agraria milik presiden sebelumnya, dimana redistribusi dilakukan atas lahan-lahan bebas konflik saja, dan tidak ada upaya resolusi atau penyelesaian yang jelas atas lahan yang masih berkonflik. Metode yang digunakan untuk redistribusi di Jawa adalah transmigrasi, yang seperti pada periode sebelumnya tidak efektif dan justru menimbulkan banyak kendala. Tidak ada pula keterlibatan organisasi tani atau buruh terkait dalam merencanakan program ini.

Melihat keadaan ini, kita juga perlu membahas bagaimana Reforma Agraria seharusnya diimplementasikan demi mewujudkan pemerataan kesejahteraan bagi rakyat.

(6)

Konflik yang terjadi di Kendeng hari ini masih belum terselesaikan antara rakyat dan para pemilik modal. Saat ini terdapat beberapa perusahaan besar yang hendak melakukan pertambangan batuan gamping di sana, diantaranya yang paling prominen adalah PT Semen Indonesia (sebelumnya PT Semen Gresik) dan PT SMS yang berada di bawah PT Indocement. Kedua perusahaan ini telah diprotes bahkan digugat oleh rakyat dan dikabulkan gugatannya oleh Mahkamah Agung sehingga izinnya dicabut.. Namun yang terjadi di lapangan adalah berbagai upaya intimidasi dilakukan dan bahkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengeluarkan izin lingkungan baru yang melanggar keputusan Mahkamah Agung.

Menurut putusan MA, PT Semen Indonesia yang telah menyelesaikan uji AMDAL-nya dalam dua tahun itu masih harus melalui uji berikutnya, yakni uji Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Belum lagi lolos uji, Ganjar Pranowo mengeluarkan izin baru Februari 2017 lalu yang kembali menyebabkan protes keras dari masyarakat.

Sikap Pemprov yang tidak memihak rakyat ini membuat kita mempertanyakan peran pemerintah sebagai institusi bentukan masyarakat yang seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat. Namun tentu kita tidak dapat langsung menyimpulkan bahwa pemerintah timpang dan semena-mena begitu saja. Karena nyatanya hingga kini belum ada satu pun perusahaan semen yang bisa beroperasi berkat protes masyarakat, menunjukkan bahwa rakyat sebenarnya masih cukup memiliki bargaining power atas pemilik modal. Selain itu, pertimbangan utama pemerintah terkait pembangunan pabrik ini ialah potensi peningkatan pendapatan daerah akibat masuknya modal ke daerah tersebut. Ditambah lagi, pemerintah juga menunjukkan itikad baik untuk mensejahterakan rakyat dengan diusungnya program Reforma Agraria serta kebijakan presiden Jokowi yang menetapkan kewajiban lolos uji KLHI untuk pendirian pertambangan karst. Kemudian yang menjadi pertanyaan ialah, apa sebenarnya yang terjadi dalam konflik kepentingan ini jika dikaji dengan teori-teori sosial? Serta apa saja upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memastikan Reforma Agraria bekerja dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan kemerataan pembangunan?

C. Analisis

Melihat apa yang terjadi di Kendeng, kita perlu mengidentifikasi apa penyebab terjadinya konflik di wilayah tersebut. Ada beberapa faktor penyebab konflik agraria:

(7)

sekelompok rakyat ke dalam konsesi badan-badan usaha raksasa dalam bidang produksi, ekstrasi, maupun konservasi.

2. Penggunaan kekerasan, manipulasi, dan penipuan dalam pengadaan tanah skala besar untuk proyek-proyek pembangunan, perusahaan-perusahaan raksasa, dan pemegang konsesi lain dalam bidang produksi, ekstraksi, maupun konservasi. 3. Eksklusi sekelompok rakyat pedesaan dari tanah/wilayah kelola/SDA yang

dimasukkan dalam konsesi badan usaha raksasa tersebut.

4. Perlawanan langsung dari rakyat sehubungan eksklusi tersebut. (Rachman, 2013)

Faktor-faktor ini yang sering kali menyebabkan konflik agraria terjadi, terutama antara pemerintah, pemilik modal dan rakyat.

Selain itu, ada beberapa tipe konflik:

1. Tanpa konflik, setiap kelompok atau masyarakat yang hidup damai itu lebih baik, jika mereka ingin agar keadaan ini terus berlangsung, mereka harus hidup bersemangat dan dinamis, memanfaatkan konflik perilaku dan tujuan, serta mengelola konflik secara kreatif.

2. Konflik laten, sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan sehingga dapat ditangani secara efektif.

3. Konflik terbuka, adalah yang berakar dari semangat nyata, dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya.

4. Konflik di permukaan, memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran, yang dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi. (Kartikasari, 2001)

(8)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Komnas Perempuan, beberapa dampak yang dimunculkan pembangunan semen dan penambangan batu gamping di Rembang, Pati, adalah:

1. Terjadinya kerusakan lingkungan dan alam yang masif dengan penambangan batu kapur. Penambangan dilakukan dengan menggali hingga mencapai permukaan laut.

2. Polusi yang amat sangat ekstrim. Debu putih memenuhi seluruh permukaan tanaman sehingga tidak dapat dikonsumsi hewan ternak. Debu tebal ini juga mengganggu kesehatan pernapasan, mata dan kulit yang dapat memengaruhi kesehatan warga dalam jangka panjang.

3. Terjadi konflik horisontal antara warga yang pro semen dan kontra semen. 4. Rusaknya ekosistem dan keanekaragaman hayati

5. Terganggunya wilayah sakral dan hak budaya masyarakat, karena kehadiran pabrik semen di dekat lokus yang disakralkan dan dijadikan lokus spiritual, salah satunya adalah makam tokoh spiritual perempuan, yang dihormati warga, termasuk makam yang dipercaya warga sebagai keturunan wali. Padahal lokus tersebut bagian dari situs sejarah penting bagi bangsa.

Selain dampak-dampak diatas, masih ada dampak laten yang terjadi akibat pembangunan pabrik semen ini. Dampak yang paling terlihat adalah bergesernya tanah adat menjadi tanah komersil di kawasan tersebut. Petani yang kehilangan air untuk irigasi kemudian akan mati mata pencahariannya, peternak yang pakannya tertutup debu putih akan mati peliharaannya. Oleh karena itu, dampak yang terjadi akibat dibangunnya pabrik semen di Kendeng utara akan berdampak besar di aspek ekologi, ekonomi, dan sosial.

Dalam buku Das Kapital Jilid 2, Karl Marx mengajukan teori akumulasi primitif. Teori ini menanggapi teori Sir Adam Smith dan teori ekonom borjuis. Ekonom Michael Perelman saat itu menyimpulkan bahwa “akumulasi primitif memotong cara hidup tradisional ibarat gunting” (Perelman, 2000). Mata gunting pertama mematikan kesanggupan orang-orang kebanyakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan mata gunting kedua menghalangi orang-orang kebanyakan menemukan alternatif lain di luar sistem kerja upahan untuk tetap bertahan hidup. Kedua mata gunting akumulasi primitif inilah yang hingga kini memungkinkan kelas kapitalis menghisap kerja dan hasil kerja kelas proletariat3. Artinya, akumulasi primitif ini akan memisahkan

(9)

produsen independen, dalam kasus ini petani, dari alat produksinya yakni lahan tani tadi. Wilayah karst Kendeng yang menjadi sumber kehidupan bagi warga sekitarnya, akan dijadikan sebagai pabrik semen yang merusak ekosistem yang ada disana. Rakyat Kendeng terancam kekurangan suplai air, yang berentet pada matinya pertanian dan hilang pula alat produksi bagi petani Kendeng.

Artinya terjadi proletarisasi terhadap rakyat Kendeng jika pemilik modal ini tetap bersikukuh beroperasi di wilayah tersebut. Maksudnya, rakyat Kendeng yang tadinya merupakan unit-unit produksi independen, setelah dirampas tanah penghidupannya akan perlahan dijadikan buruh oleh para pemilik modal untuk menjalankan produksi semennya.

Proletarisasi ini terjadi akibat kondisi pasar saat ini. Terjadi over-akumulasi kapital secara global, yang kemudian berimbas langsung pada rakyat kecil seperti para petani Kendeng. Upaya pemilik modal yang sedemikian rupa untuk tetap menguasai lahan muncul akibat prinsip kapitalis yang harus menghasilkan produk secara efektif dan menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Akibatnya, rakyat yang harus tergeser dan tergusur dari tanah adat yang telah beratus tahun secara turun temurun mereka kuasai.

Yang dilakukan presiden Joko Widodo hari ini disebut sebagai bentuk komitmen pemerintahannya untuk mewujudkan pemerataan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun kebijakan ini mendapat banyak kritik terutama dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) yang menilai bahwa kebijakan ini semakin jauh dari cita-cita reforma agraria yang dicanangkan founding father kita, Soekarno. Kebijakan reforma agraria yang diusung Jokowi justru lebih banyak dimonopoli oleh swasta, BUMN dan Perhutani dibanding untuk mensejahterakan rakyat.

Dalam UU Pokok Agraria tahun 1960, nilai-niai yang terkandung adalah nilai yang berpihak kepada rakyat. Bahwa bumi, air dan langit harus menjadi milik rakyat, tidak lagi menjadi nilai yang diusung Reforma Agraria hari ini. Sumber kesejahteraan rakyat tidak boleh dimonopoli, dan hukum yang berlaku adalah hukum adat sesuai Pasal 5 UUPA tersebut. Namun nyatanya, meski disebut Reforma Agraria, kebijakannya tidaklah mensejahterakan rakyat.

(10)

yang menjadikan negara sebagai monopoli utama lahan saat ini. Padahal UUPA menyatakan bahwa lahan sudah seharusnya menjadi milik rakyat dan tidak dapat dimonopoli. Perencanaan dan implementasi kebijakan redistribusi lahan ini pun masih belum jelas arahnya, sebab tidak adanya keterlibatan organisasi tani atau bahkan lintas kementerian sekalipun dalam pelaksanaannya. Panitia ad hoc untuk menjalankan program ini juga masih belum terbentuk.

KPA telah mencatat beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk menjadikan kebijakan redistribusi lahan ini tidak terlalu melenceng dari cita-cita UUPA 1960. Diantaranya adalah pematangan rencana redistribusi, termasuk didalamnya pembahasan terkait konflik, bank tanah hingga sertifikasi. Kemudian, evaluasi hak-hak atas tanah di Jawa, sekaligus meminimalisir penguasaan tanah dari PTPN, Perhutani dan swasta, mengingat jumlah penduduk di Jawa sangat padat.4

Selain itu, melihat kembali yang terjadi di Kendeng saat ini, meski rakyat Kendeng kembali mendapat bargaining power dengan pengajuan PK oleh PT Semen Indonesia yang ditolak Mahkamah Agung, kita tetap menyadari adanya ketimpangan luar biasa ketika Pemprov sendiri melakukan penipuan hukum. Pemerintah yang seharusnya mewujudkan cita-cita UUPA 1960 dengan melindungi sumber kesejahteraan rakyat, terlebih Bentang Alam Karst yang memang dilindungi secara hukum sebagai wilayah yang perlu dilestarikan, justru bertindak sebaliknya.

Pemerintah Joko Widodo seharusnya kembali menghidupkan cita-cita Reforma Agraria yang sesungguhnya, dimana rakyat menjadi produsen utama produk agraris dan bukan melalui monopoli dari pihak mana pun. Jokowi dapat melakukan maksimalisasi pertanian sehingga swasembada pangan dapat terwujud dan negeri tidak perlu lagi mengimpor beras dari negara tetangga. Perwujudan Reforma Agraria yang menjadikan pertanian sebagai sumber pemasukan negara yang utama tentu akan menguntungkan rakyat serta memenuhi kepentingan negara untuk mensejahterakan bangsa. Jika lahan-lahan pertanian tidak lagi dialihkan untuk industri dan profesi sebagai petani tidak lagi berstatus ‘buruh’ melainkan profesi, perekonomian Indonesia akan tumbuh semakin pesat pula. Tentu ini bukan berarti menghapuskan industri dari negeri kita, tetapi pembangunan pabrik dapat memilih lokasi-lokasi yang tidak membahayakan ekosistem dan tidak merugikan rakyat, dan terutama tidak ditempatkan di lahan pertanian milik rakyat. Pembentukan mitra yang adil dengan petani maupun pekerja perkebunan juga

4 “Menyoal Reforma Agraria Jokowi-JK”. Diakses melalui

(11)

akan menjadi win-win solution untuk rakyat dan pemerintah dibanding memonopoli lahan tani dan kebun melalui Perhutani dan PTPN.

Selain itu, dengan bangkitnya pertanian sebagai suatu ‘profesi’, Indonesia tidak akan kebingungan menghadapi bonus demografi yang semakin dekat. Membangun wacana dan stigma positif terhadap pekerjaan di sektor pertanian akan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan untuk pemuda produktif di Indonesia, sehingga tidak melulu menjadi buruh modern kapitalis yang harus berebut kursi di perusahaan-perusahaan asing.

D. Kesimpulan

Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Pembangunan industri secara masif berakibat kepada terjadinya kerusakan alam. Fokus pembangunan kepada basis agraris menjadi poin penting dalam proses pemerataan pembangunan, terlebih dalam menghadapi fase bonus demografi, yang dimana dibutuhkan banyak ketersediaan lahan sebagai lapangan pekerjaan.

(12)

Daftar Pustaka

Ananta, Dicky Dwi, “Perjuangan Kelas Melalui Reklaiming Hak Atas Kota!” IndoPROGRESS, Maret 2014

Akbar, Renaldy, “Kuasa Kapital Atas Tanah”. Maret 2017 dapat diakses melalui

https://renaldyakbar.wordpress.com/2017/03/31/kuasa-kapital-atas-tanah/&ei=4Y2TN2B5&lc=idID&s=1&m=788&host=www.google.co.id&ts=150470 3513&sig=ANTY_L162kbbq54r5kcxlFuo1JD40NuxBQ

Ismalina Poppy. 2013. Valuasi Ekonomi Kawasan Pegunungan Kendeng. Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, siap terbit.

Kartikasari SN. 2001. Mengelola Konflik. Jakarta [ID]: SMK Grafika Desa Putra.

Rachman NF. 2013. Rantai penjelas konflik-konflik agraria yang kronis, sistemik dan meluas di Indonesia. Jurnal Bhumi (1): 1-14. Dapat diunduh dari: http://www.stpn.ac.id/images/Data/EJurnal/Jurnal%20Bhumi%20No

%2037%20Tahun%2012-203.pdf.

Sudarmadji, et al. 2010. Variasi spasial temporal hidrogeokimia dan sifat aliran untuk karakterisasi sistem kaerst dinamis di sungai bawah tanah Bribin Kabupaten Gunung Kidul DIY. Universitas Gajah Mada.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan informasi mengenai minat orang tua terhadap Vaksin MR setelah adanya putusan MUI, maka disini terdapat beberapa narasumber yang bersedia untuk

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan strategi pengadopsian konvergensi media yang dilakukan Koran Tribun dalam membangun pasar

Estimasi ini juga sekaligus memberikan “peringatan dini” kepada pemerintah untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap hutan yang ada di wilayah HPT mengingat

Dengan demikian dapat dilakukan pengajian lebih dini mengenai tanda-tanda atau gejala kejadian insomnia yang akan memengaruhi kesehatan pada lansia kemudian dari tanda-tanda

1) Nilai-Nilai yang Dianut Bersama Nilai bersama digambarkan sebagai nilai-nilai yang dianut bersama yang mengacu kepada cita-cita dan tujuan bersama. Intinya, nilai bersama

CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan

Dari hasil pengamatan sel dari batang singkong hanya memiliki inti sel dan sitoplasma, sedangkan kan yang lain nya memiliki dinding. sel, inti sel dan juga ruang

yang dapat mempengaruhi anak dalam belajar. Disamping faktor eksternal. yang bersifat fisik tersebut banyak macam yang lain yang