• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS MANAJEMEN MUTU MANAJEMEN MUTU PADA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS MANAJEMEN MUTU MANAJEMEN MUTU PADA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MANAJEMEN MUTU

MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI FARMASI

OLEH:

SHOFIA ANNISA (2015001321) KELAS: C

PROGRAM STUDI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA

(2)

PENDAHULUAN

Industri farmasi merupakan salah satu industri berbasis riset yang produknya diatur secara ketat khususnya dalam hal mutu produk yang dihasilkan. Secara berkesinambungan industri farmasi juga memerlukan inovasi, organisasi dan sistem pemasaran yang efektif, serta promosi yang bersifat memberikan edukasi kepada konsumen. Industri farmasi memiliki persyaratan khusus dalam manajemen mutu produknya yaitu harus memenuhi aturan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau dikenal dengan Current Good Manufacturing Practice (cGMP). Penerapan sistem manajemen mutu ini ditujukan untuk menghasilkan obat yang berkualitas. Sesuai dengan Keputusan Menkes No 43/Menkes/SK/11/1988 tentang cara CPOB mengatur tentang penjaminan mutu obat yang dihasilkan industri famasi di seluruh aspek melalui serangkaian kegiatan produksi. Sehingga obat jadi yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Terkait dengan peraturan tersebut, industri farmasi harus bisa memenuhi setiap aspek dalam CPOB. Aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam CPOB antara lain: Sistem Mutu, Personalia, Bangunan dan Sarana Penunjang, Peralatan, Sanitasi dan Higiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri dan Audit Mutu, Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian, Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, Kualifikasi dan Validasi. Tujuannya agar perusahaan (industri farmasi) ingin menghasilkan produk yang benar-benar memenuhi persyaratan yang ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaan.

(3)

ISI A. Industri Farmasi

Persaingan di industri farmasi yang semakin ketat mendorong setiap perusahaan farmasi untuk menghasilkan obat yang bermutu, yaitu obat yang memenuhi persyaratan dalam dokumen izin edar, tidak menimbulkan resiko yang dapat membahayakan pengguna dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu dari produk obat tersebut mutlak untuk dijaga demi meningkatkan kepuasan pelanggan (Sari et all., 2015). Dalam persaingan di industri farmasi yang semakin ketat setiap perusahaan farmasi dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang bermutu. Industri farmasi diharuskan memproduksi obat dengan sedemikian rupa sehingga menghasilkan produk yang bermutu yaitu produk haruslah memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar, tidak menimbulkan resiko yang dapat membahayakan penggunanya dan sesuai dengan tujuan penggunaannya (Sari et all., 2015).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799 tahun 2010 tentang Industri Farmasi menyatakan bahwa pengertian industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat, disebutkan pula bahwa proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi, selain itu industri farmasi berfungsi sebagai tempat untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan.

(4)

waktu 3 tahun dan selama jangka waktu tersebut, industri farmasi yang bersangkutan harus menyampaikan laporan informasi kemajuan pembangunan fisik setiap 6 bulan sekali kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Berikut merupakan persyaratan untuk mendapatkan persetujuan prinsip menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799 tahun 2010, yaitu:

a. Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk/identitas direksi dan komisaris perusahaan; c. Susunan direksi dan komisaris;

d. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;

e. Fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah;

f. Fotokopi Surat lzin Tempat Usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO); g. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan;

h. Fotokopi Surat lzin Usaha Perdagangan; i. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;

j. Persetujuan lokasi dari pemerintah daerah provinsi;

k. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan; l. Rencana Investasi dan kegiatan pembuatan obat;

m. Surat asli pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung Jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; dan

n. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan.

(5)

industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799 tahun 2010, yaitu sebagai berikut:

a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas

b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak

d. Memiliki secara tetap

e. Paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu; dan f. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsun

dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.

B. Manajemen Mutu Industri Farmasi

Mutu dari suatu obat tersebut mutlak untuk dijaga, oleh karena itu diperlukan peran serta setiap elemen yang ada di perusahaan (industri farmasi) termasuk manajemen dalam menjaga mutu dari produk yang dihasilkan. Salah satu sistem manajemen mutu yang saat ini sedang berkembang adalah sistem manajemen mutu yang didasarkan pada standar ISO yang telah bertaraf internasional, dan di Indonesia kini harus menerapkan system CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) (Sari et all., 2015). CPOB diterapkan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan.mencakup seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu. CPOB merupakan pedoman yang sangat penting, tidak hanya bagi industri farmasi dan regulator, tetapi juga bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhannya akan pengobatan yang aman, berkhasiat dan berkualitas (Fatmawati, 2014).

(6)

persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.

Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat.

CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunannya; bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan (Kepala BPOM, 2012).

Prinsip dari manajemen mutu yaitu industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Unsur dasar manajemen mutu adalah:

a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan

b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.

(7)

Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan ketersediaan personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Konsep dasar Pemastian Mutu, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait (Kepala BPOM, 2012).

b.1. Pemastian Mutu

Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain seperti desain dan pengembangan produk. Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi pembuatan obat hendaklah memastikan bahwa:

a. desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memerhatikan persyaratan CPOB;

b. semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan CPOB diterapkan;

c. tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan;

d. pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar;

e. semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama-proses lain serta dilakukan validasi;

(8)

telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari Spesifikasi Produk Jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir;

g. obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk; h. tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat mungkin,

produk disimpan, didistribu-sikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa simpan obat;

i. tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu;

j. pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan;

k. penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat;

l. tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk;

m. prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui; dan

n. evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

(Kepala BPOM, 2012).

b.2. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)

CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Persyaratan dasar dari CPOB adalah:

(9)

b. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi;

c. Tersedia semua sarana yang diper-lukan dalam CPOB termasuk: a) personil yang terkualifikasi dan terlatih

b) bangunan dan sarana dengan luas yang memadai c) peralatan dan sarana penunjang yang sesuai; d) bahan, wadah dan label yang benar;

e) prosedur dan instruksi yang disetujui; dan

f) tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.

d. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia; e. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar;

f. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;

g. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses;

h. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu obat;

i. Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran; dan

j. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi serta dilakukan tindakn perbaikan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.

(10)

b.3. Pengawasan Mutu

Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan. Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa:

a. Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB;

b. Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang disetujui oleh Pengawasan Mutu;

c. Metode pengujian disiapkan dan divalidasi;

d. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur pengambilan sampel, inspeksi dan pengujian benar-benar telah dilaksanakan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;

e. Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan derajat kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang benar;

(11)

g. Sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Sampel produk jadi disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk kemasan yang besar.

(Kepala BPOM, 2012).

Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan dicatat. Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan (Kepala BPOM, 2012).

b.4. Pengkajian Mutu Produk

Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi paling sedikit:

a. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk produk, terutama yang dipasok dari sumber baru;

b. Kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil pengujian produk jadi;

(12)

d. Kajian terhadap semua penyim-pangan atau ketidaksesuaian yang signifikan, dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan;

e. Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau metode analisis;

f. Kajian terhadap variasi yang diajukan, disetujui, ditolak dari dokumen registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi untuk produk ekspor;

g. Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang tidak diinginkan;

h. Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan;

i. Kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau peralatan yang sebelumnya;

j. Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru mendapatkan persetujuan pendaftaran dan variasi persetujuan pendaftaran;

k. Status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal sistem tata udara (HVAC), air, gas bertekanan, dan lain-lain; dan

l. Kajian terhadap Kesepakatan Teknis untuk memastikannya selalu mutakhir. (Kepala BPOM, 2012).

Industri farmasi hendaklah melakukan evaluasi terhadap hasil kajian, dan suatu penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah tindakan perbaikan dan pencegahan ataupun validasi ulang hendaklah dilakukan. Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan. Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan secara efektif dan tepat waktu. Hendaklah tersedia prosedur manajemen untuk manajemen yang sedang berlangsung dan pengkajian aktivitas serta efektivitas prosedur tersebut yang diverifikasi pada saat inspeksi diri. Bila dapat dibenarkan secara ilmiah, pengkajian mutu dapat dikelompokkan menurut jenis produk, misal sediaan padat, sediaan cair, produk steril, dan lain-lain (Kepala BPOM, 2012).

(13)

Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif. Manajemen risiko mutu hendaklah memastikan bahwa:

a. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah, pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada perlindungan pasien; b. Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu

sepadan dengan tingkat risiko. (Kepala BPOM, 2012).

Dalam mewujudkan pelaksanaan sistem Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) diperlukan pula aspek lainnya sehingga industri farmasi dapat membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, yaitu:

- Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.

- Bangunan dan fasilitas

Untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil resiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

(14)

Untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. - Sanitasi dan hygiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

- Produksi

Dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.

- Pengawasan Mutu

Merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.

- Inspeksi diri, audit mutu dan audit persetujuan pemasok

(15)

terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. - Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.

- Dokumentasi

Bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.

- Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

- Kualifikasi dan Validasi

(16)

memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

(Kepala BPOM, 2012).

PENUTUP

Kesimpulan yang diperoleh dari penulisan makalah diatas yaitu yang termasuk dalam manajemen mutu ialah pemastian mutu, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pengawasan mutu, manajemen resiko mutu. Aspek lainnya yang mendukung yaitu personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan hygiene; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri, audit mutu, dan audit & persetujuan pemasok; penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk; dokumentasi; pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; serta kualifikasi dan validasi.

DAFTAR PUSTAKA

Fatmawati, N. 2014. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Kalbe Farma, Tbk. Kawasan Industri Delta Silicon Jl. M.H.Thamrin Blok A3-1, Lippo Cikarang, Bekasi Periode 17 Juni-12 Juli dan 14 Agustus-30 Agustus 2013. Fakultas Farmasi, Program Profesi Apoteker, Universitas Indonesia. Jakarta.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. 2012. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. 2010. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Sejak tahun 2009, pengelolaan anggaran UGM telah menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja  secara  penuh,  berarti  seluruh  rencana  pendapatan  dan   

Berdasarkan hasil rekapitulasi statistik penelusuran terbitan berkala berdasarkan subjek permintaan Bulan Juli 2013 sampai Desember 2014, dari 677 subjek atau topik

Desain Penyelenggaraan SPIP Satker Sekretariat Badan P2SDM bertujuan untuk memberikan keyakinan kepada pimpinan satker dan pegawai untuk tercapainya tujuan

Hasil cluster berdasarkan 7 jenis polutan, suhu, dan kebisingan masing-masing menghasilkan 4 cluster dari proses pemotongan dendogram. Dalam menentukan kategori cluster, kategori

Penelitian keempat yaitu penelitian dari Febriannur Rachman, Rio tahun 2014 berjudul Representasi Diskriminasi Etnis Tionghoa Dalam Film Babi Buta Yang Ingin Terbang dimuat

• Mual muntah juga salah satu predisposisi terjadinya aspirasi cairan asam lambung terutama pada saat induksi anestesi dan kondisi emergensi. Antiemetic dapat

Kartun Benny & Mice versi bluetooth handsfree , Benny direpresentasikan pria yang dianggap tidak ketinggalan jaman digambarkan bisa memiliki bluetooth handsfree sebagai

Pada kasus turbin pada aplikasi arus laut, maka gerakan rotasi turbin disebabkan oleh aliran yang melewati turbin sehingga getaran yang terjadi menjadi lebih kompleks, yaitu