Patofisiologi dan Penatalaksanaan
Multi-drug Resistent Tuberculosis Paru
Elsa Gabriella Latupeirissa 102008149
Ria Fransiska 102012100
Reagan sanjaya purnama 102013031
Stephani gualagetzsa 102013069
Raydel BrianKwee Amalo 102013203
Nabilla Chusnah 102013215
David Yobel 102013408
Vennaya Masyeba 102013423
Nur Farhana Amani binti Che Wan Ahmad 102013536
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6 Jakarta. 11510
Pendahuluan
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberkulosis dan bersifat menular. WHO menyatakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis. Di Indonesia pemberantasan penyakit tuberkulosis telah dimulai sejak tahun 1950 dan sesuai rekomendasi WHO sejak tahun 1986 regimen pengobatan yang semula 12 bulan diganti dengan pengobatan selama 6-9 bulan. Strategi pengobatan ini disebut DOTS (Directly Observed Treatment Short Course Chemotherapy).
turun menjadi 185 per 100.000 penduduk di tahun 2012. Salah satu pilar penanggulangan penyakit tuberkulosis dengan startegi DOTS adalah dengan penemuan kasus sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk mengefektifkan pengobatan penderita, menghindari penularan dari orang kontak yang termasuk subclinical infection, dan memastikan kepatuhan pengobatan.
Pengobatan tuberculosis yang tidak patuh akan berujung pada terjadinya resistensi kuman tuberculosis pada berbagai obat anti tuberkulosis (OAT). Hal ini membuat penanganan tuberculosis menjadi semakin sulit dan akhirnya menghasilkan prognosa yang lebih buruk juga. Karena itu edukasi terhadap pasien sangatlah penting dalam pengobatan tuberculosis untuk menghindari terjadinya berbagai resistensi terhadap obat anti tuberculosis.
Pembahasan
AnamnesisJenis anamnesis yang tepat untuk dilakukan pada pasien berumur 35 tahun yang masih dalam keadaan sadar ialah autoanamnesis, pertanyaan secara langsung diajukan kepada pasien yang bersangkutan. Sebelum melakukan anamnesis, perlu dilakukannya inform consent. Pertanyaan pertama biasa seputar identitas pasien berupa nama, usia, pekerjaan, dan tempat tinggal. Kemudian tanyakan pada pasien mengenai keluhan utamanya. Ternyata pasien datang untuk mengetahui kondisi penyakit TB parunya. Hal yang perlu kita tanyakan ialah berupa riwayat penyakit sekarang yaitu ada keluhan berupa batuk atau tidak, jika ada tanyakan sejak kapan, apa disertai dengan sputum dan darah. Kemudian apakah ada rasa sesak napas, nyeri dada, hemoptisis, demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan penurunan berat badan.1
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan yaitu nilai keadaan umum, tingkat kesadaran, tanda-tanda vital (TTV). Kondisi umum pasien sakit ringan. Penilaian status kesadaran yaitu compos mentis (kesadaran penuh dengan respons adekuat terhadap stimulus yang diberikan). Pemeriksaan TTV meliputi pengukuran suhu tubuh (37,5, denyut nadi (78x/menit), tekanan darah (120/70), dan frekuensi pernapasan (20x/menit). 1
Kemudian lakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada tubuh pasien mulai dari kepala hingga kaki. Hasil pemeriksaan fisik pada kepala yaitu mata (konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik), leher (tidak teraba KGB yang membesar, JVP 5-2 cm H2O, tiroid tidak
teraba membesar). Pemeriksaan daerah thorax dengan auskultasi menunjukan suara napas bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I-II murni regular, tidak ada murmur dan gallop. Pemeriksaan regio abdomen menunjukan perut datar, dan bentuk umum normal. Pada bagian ekstremitas akral hangat, perfusi kurang dari 3 detik, tidak ada sianosis, clubbing finger, dan edema. 1
Pemeriksaan Penunjang
Metode skrining yang digunakan untuk TB ialah tes tuberkulin dan IGRA (Interferon Gamma Release Assay). Tes tuberkulin yang biasa dipakai ialah tes mantoux yakni dengan menyuntikan 0,1cc tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative). Tes tuberkulin tidak dapat mendeteksi tbc aktif atau tidak, namun dapat menyatakan individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG, dan Mycobacteria patogen lainnya. Tes IGRA merupakan pemeriksaan darah yang dapat mendeteksi adanya infeksi TB dalam tubuh. Pemeriksaan ini lebih sensitif dari pada TST (Tuberculin Skin Test) karena protein yang digunakan dalam pemeriksaan IGRA tidak terdapat dalam vaksin BCG. 1,2
Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan ialah pemeriksaan sputum. Kemudian lakukan identifikasi bakteri dengan uji pewarnaan tahan asam (Ziehl-Neelsen atau Kinyoun-Gabbet). Interpretasi pembacaan dengan mikroskop dengan skala IUATD (International Union Against Tuberculosis and Lung Diseases): 1,2
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan - Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
Pemeriksaan BTA masih merupakan pilihan utama diagnosis Tuberkulosis, karena beberapa faktor sebagai berikut3 :
Dapat mengidentifikasikan sumber infeksi yang paling utama
Cepat
Tinggi spesifikasinya di negara high-prevalence Countries
Mudah aksesbilitasinya
Monitoring mudah dilakukan
Sementara ini, diketahui bahwa pemeriksaan BTA punya berbagai kelemahan, seperti3 :
Teknologi yang telah berumur lebih dari 100 tahun
Sensivitasinya sekitar 60%, dapat turun menjadi 20% pada pasien HIV (+)
Diperlukan waktu sedikitnya 6 minggu,untuk diagnosis pasti dilanjutkan dengan kultur.
Sensitivitasnya relatif rendah pada spesimen paucibacillar
Resiko peningkatan angka negatif palsu, pada jumlah sampel yang besar
Tidak dapat membedakan bakteri hidup atau mati
Selain itu, kultur M.tuberculosis dapat menggunakan medium Lowenstein-Jensen dan Middlebrook. M.tbc tumbuh lambat, koloni baru tampak sekitar 2-3 minggu, untuk menyatakan negatif tunggu 6-8 minggu. Hasil BTA yang negatif bukan berarti bukan penderita TB. Kultur bersifat lebih spesifik. 1,2
Pemeriksaan darah kurang spesifik. Pada tuberkulosis aktif didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri, LED dan limfosit meningkat. Untuk identifikasi cepat bisa digunakan uji PCR dan DNA probe. Uji lainnya yaitu tes serologi, yaitu tes takahashi, deteksi lipoarabinomannan (LAM), dan deteksi Peroksidase Anti Peroksida (PAP-TB). (1) Tes takashi menggunakan prinsip reaksi aglutinasi fosfatida kaolin (titer >128 merupakan penanda tbc aktif positif); (2) Deteksi antigen LAM dengan teknik ELISA melalui urin penderita mengindikasikan TB aktif; (3) Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis jika titernya 1:10000. 1,2
pemeriksaan radiologis tidak bisa membedakan pasien TB yang sensitif terhadap obat atau tidak (multidrug-resistent TB/MDR-TB). Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah luciferase reporter assay, microscopic-observation drug susceptibility (MODS) dan thin-layer agar
(TLA) assays. 1,2
Gambaran radiologis pada tuberculosis sering aneh, sehingga dikatakan tuberculosis is the great imitator. Pemeriksaan radiologis yang biasa dilakukan yaitu foto polos thorax PA. Namun karena beberapa faktor keselahan, dilakukan juga foto lateral, top lordotik, oblik, dan tomografi. Dicurigai lesi TB aktif jika ditemukan: 1,2
- Bayangan berawan atau nodular di lobus atas paru segmen apikal dan posterior, lobus bawah segmen posterior (reaktivasi TB)
- Seperti gambaran pneumonia dengan infiltrat di daerah tengah dan bawah paru (TB primer) - Kavitas (apalagi jika >1)
- TB miliar (bercak halus yang merata pada seluruh permukaan paru Gambaran lain yang mungkin ditemukan ialah:
- Gambaran lesi tidak aktif: fibrotik, kalsifikasi, schwarte
- TB miliar (bercak halus yang merata pada seluruh permukaan paru - Penebalan pleura (pleuritis)
- Massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema)
- Bayangan hitam radiolusen di pinggir paru atau pleura (pneumotoraks).
Klasifikasi Tuberculosis
TB dapat diklasifikasikan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya: 2
1. Kasus baru: belum pernah meminum OAT sebelumnya atau pernah mengonsumsi OAT kurang dari satu bulan.
2. Kasus kambuh (relaps)
Pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT telah selesai pengobatan dan dikatakan sembuh. Namun, didapatkan BTA (+) atau kultur (+) kembali dan kembali konsumsi OAT.
Bila BTA (-), tetapi radiologi menunjukan lesi aktif atau perburukan dan gejala klinis (+), maka kemungkinannya, yaitu lesi non-TB (pneumonia, bronkiektasis, dll) atau TB paru relaps.
4. Kasus gagal: pasien dengan BTA (+) sebelumnya, tetap (+) atau kembali lagi menjadi (+) pada akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan OAT.
5. Kasus kronik: hasil sputum BTA tetap (+) setelah selesai pengobatan ulang (kategori 2) dengan pengawasan ketat.
6. Kasus bekas TB
BTA (-), radiologi lesi tidak aktif atau foto serial gambaran sama, dan riwayat minum OAT adekuat.
Radiologi gambarnya meragukan, mendapatkan OAT 2 bulan, foto toraks ulang gambaran sama.
Diagnosa Kerja
Diagnosa kerjanya ialah pasien TB putus obat. Menurut klasifikasi pasien TB, kasus ini merupakan kasus default. Definisinya ialah pasien yang telah berobat dan putus berobat selama ≥ 2 bulan dengan BTA (+).4
Diagnosa Banding
1. Multi drug resistance TB (MDR TB)
MDR TB disebabkan oleh organisme yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis yang paling efektif, yaitu isoniazid dan rifampisin. MDR TB merupakan hasil dari infeksi dari organisme yang sudah resisten terhadap obat atau timbul saat pasien sedang terapi, namun terhenti. Fluorokuinolon merupakan golongan paling kuat di antara obat-obat lini kedua untuk terapi MDR-TB. Pasien MDR-TB yang disertai resistensi terhadap golongan fluorokuinolon memiliki manifestasi klinik yang lebih serius dibandingkan dengan yang tidak. Penyakit ini lebih susah diterapi, dan lebih berisiko untuk menjadi XDR-TB, dan memungkinkan resistensi terhadap obat-obat lini kedua yang lain. 4
2. Extensive drug resistance TB (XDR TB)
3. Total drug resistance TB (TDR TB)
Istilah 'tahan benar-benar obat belum jelas untuk TB. Sementara konsep 'resistensi obat total' mudah dimengerti secara umum, dalam prakteknya, in vitro tes kerentanan terhadap obat secara teknis menantang. XDR-TB sangat mengurangi pilihan untuk pengobatan meskipun mereka belum dipelajari dalam kohort besar. Pilihan pengobatan untuk pasien TB-XDR yang memiliki ketahanan terhadap lini kedua obat anti-TB tambahan bahkan lebih terbatas. 4
Etiologi
Mikobakteria adalah bakteri obligat aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan penghilangan warna (dekolorisasi) oleh asam atau alkohol dan karena itu dinamakan basil "tahan-asam".
Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberkulosis dan merupakan patogen yang sangat penting bagi manusia.5
Dalam jaringan, basil tuberkel merupakan batang ramping lurus berukuran kira-kira 0,4 x 3 pm. Mikobakteria tidak dapat diklasifikasikan sebagai gram-positif atau gram-negatif. Sekali diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Basil tuberkel yang sebenar-nya ditandai oleh sifat "tahan-asam"—misalnya, 95% etil alkohol yang mengandung 3% asam hidroklorida (asam-alkohol) dengan cepat akan menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakteria. Sifat tahan-asam ini bergantung pada integritas struktur selubung berlilin. 5
Epidemiologi
Patogenesis
Sumber penularan Tb Paru adalah penderita Tb BTA (+). Pada waktu batuk/bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).2-4
1. Infeksi Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer (sarang ghon). Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer (kompleks ghon). Kompleks primer ini akan mengalami: 2,3
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
c. Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum yakni menyebar kesekitarnya; penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan ke usus; penyebaran secara limfogen dan hematogen.
2. Infeksi post primer
sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi . Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped). 2,3
Gejala Klinis
Seseorang ditetapkan sebagai tersangka penderita tuberkulosis paru apabila ditemukan gejala klinis utam (cardinal symptoms) pada dirinya. Gejala utama pada tersangka TB ialah batuk berdahak lebih dari tiga minggu, batuk berdarah, sesak napas, dan nyeri dada. Gejala lainnya ialah berkeringat pada malam hari, demam tidak tinggi atau meriang, dan penurunan berat badan. 2,3
Penatalaksanaan
First line terapi dari TBC adalah Isoniazid, Rifampicin, Pyrazinamide, Etambutol, dan Streptomycin. Pada kasus baru untuk pasien TBC dimasukkan dalam kategori I dan diberikan minimal 6 bulan terapi dengan 2 bulan merupakan fase intensive Isoniazid, Rifampicin, Pirazinamid, dan Etambutol dan dilajutkan dengan fase lanjutan selama 4 bulan (\Isoniazid dan Rifampisin (2RHZE/4RH).6
Sedangkan untuk kasus kambuh, default, dan gagal dimasukkan dalam kategori II dan diberikan pengobatan 2 bulan Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Etambutol, dan Streptomisin serta 1 bulan Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Etasmbutol (2RHZES/1RHZE) selama fase intensive. Untuk fase selanjutnya sebaiknya ditunggu hasil uji resistensi. Jika hasil sudah ada untuk fase lanjutan mengikuti hasil uji resistensi tersebut. Bila tidak ada uji resistensi diberikan 5 bulan Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid (5RHE). 6
1. Isoniazid ( H )
2. Rifampisin (R)
Bekerja menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari bakteri mycobacterium. Diberikan dengan dosis 10 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 600 mg. Rifampisin memiliki efek samping cukup berat terhadap hepar (hepatotoksik). Pada penggunaan rifampisin juga urin pasien akan berwarna merah sehingga harus diberitahu terlebih dahulu bahwa itu hanya merupakan efek samping dari obat. 2-4
3. Pirazinamid (Z)
Merupakan analog nicotinamid yang bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerja belom diketahui secara pasti. Diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari. Pirazinamid akan meningkatkan enzim SGOT/SGPT sehingga harus dipantau secara berkala fungsi hati. Selain itu pirazinamid juga akan meningkatkan asam urat sehingga harus berhati-hati dalam pengobatan. 2-4
4. Etambutol (E)
Etambutol dapat masuk secara diffuse ke dalam sel mikrobakteri yang sedang aktif dan menghambat sintesis metabolisme sel yang akan berujung pada kematian sel. Ethambutol memiliki efek samping yaitu neuritis retrobulbar yang biasanya reversible dengan penghentian obat. Karena itu dalam pemberian ethambutol pemeriksaan mata setiap bulannya sangat direkomendasikan. Diberikan dengan dosis 15-25 mg/kgBB/hari. 2-4
5. Streptomisin (S)
Merupakan suatu antibiotic aminoglikosida yang menghambat pertumbuhan kuman. Dosis pemberian untuk streptomisin adalah 15 mg/kgBB/hari. Streptomisin memiliki efek samping yang cukup serius pada pendengaran dan gangguan keseimbangan. 2-4
berturut-turut dengan jarak 30 hari dan dengan fase intensive yang berlangsung 8 bulan (dengan menyertakan aminoglikosida parenteral, seperti kanamisin dan capreomisin). 2-4
Prognosis
Prognosis pada MDR TB lebih buruk dibanding TB tanpa resistensi dan XDR TB lebih buruk dibanding MDR. Hal ini disebabkan karena penanganannya pun akan menjadi lebih sulit dan belom tentu obat yang ditentukan tersedia di Indonesia. Selain itu fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia yang kurang memadai pun menjadi salah satu penyebab prognosisnya menjadi lebih buruk.5
Kesimpulan
Tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia dan diperparah dengan timbulnya masalah resisten obat. Multi-drug resistant TB adalah suatu infeksi tuberculosis yang sudah resisten terhadap obat lini pertama, yaitu isoniazid dan rifampisin. Untuk itu dalam pengobatan digunakan kombinasi obat anti tuberculosis lini kedua dengan total waktu pengobatan 20 bulan.
Daftar Pustaka
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. h.864-70.
2. Tanto C, et al. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. h. 828-32.
4. Longo, Fauci, Kasper, et al. Harrison’s principle of internal medicine. 18th ed. New york: Mc-Graw Hill; 2011. p.5124-5.
5. Dinihari TN, Siagian V. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014. h.20-30.