• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Hak Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Hak Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga Pemasyarakatan merupakan bentuk dari 2 (dua) kata, yaitu

Lembaga dan Pemasyarakatan. Menurut Yunus, ditegaskan “Lembaga adalah

suatu wadah atau tempat yang menyelenggarakan suatu kegiatan untuk

mencapai suatu tujuan tertentu.”1 Bila dikaitkan pada dimensi yuridis maka yang dimaksud tentunya adalah tempat bagi orang-orang yang telah mendapat

putusan (vonis) hakim, sedangkan istilah pemasyarakatan berasal dari kata

dasar masyarakat.

Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, Narapidana

adalah terpidana yang menjalani pidana hilang di LAPAS.2 Pemasyarakatan

dibentuk dari kata dasar masyarakat yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an”. Dalam ilmu tata bahasa bila dijumpai hal demikian maka akan memberi

makna membuat atau jadi. Olehnya itu istilah pemasyarakatan dimaknai

membuat jadi masyarakat, karena telah merubah menjadi kata kerja.

Perkembangan bagi Narapidana, sangat berkaitan erat dengan tujuan

pemidanaan. Pembinaan yang sekarang dilakukan, pada awalnya berangkat

dari kenyataan bahwa tujuan pemidanaan tidak sesuai dengan kenyataan

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1988, Jakarta, hlm., 149

2

(2)

2

bahwa tujuan pemidanaan tidak sesui lagi dengan nilai- nilai yang hidup dan

tumbuh berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Definisi Narapidana lebih jelas lagi di atur dalam Pasal 1 (ayat) 5 dan

Pasal 1 (ayat) 9, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan3 yaitu:

1. Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan.

2. Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

3. Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS.

4. Anak Didik Pemasyarakatan adalah:

a. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

b. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

c. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

5. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi penegak

hukum, merupakan muara dari peradilan pidana yang menjatuhkan pidana

penjara kepada para terpidana. Pelaksanaan hukuman penjara bagi narapidana

tidak dilakukan semata-mata sebagai sebuah upaya balas dendam dan

menjauhkan narapidana dari masyarakat.

Pembinaan Narapidana telah dituangkan dalam Undang-undang

Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dimana pembinaannya

3

(3)

3

diarahkan pada pendekatan pembinaan yang lebih bersifat manusiawi dalam

kerangka membentuk narapidana agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari

kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulang tindak pidana, sehingga

dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dan dapat aktif berperan

dalam pembangunan serta dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik

dan bertanggung jawab.

Memperlakukan narapidana diperlukan sistem pemasyarakatan, bahwa

tidak saja masyarakat diayomi terhadap diulangi perbuatan jahat oleh

terpidana, melainkan juga orang yang telah tersesat diayomi dengan diberikan

kepadanya bekal hidup sebagai warga yang berguna didalam masyarakat.

Menjatuhkan pidana bukanlah tindakan balas dendam dari Negara. Tobat tidak

dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan. Narapidana

juga tidak dijatuhi pidana penyiksaan, melainkan pidana kehilangan

kemerdekaa. Negara telah mengambil kemerdekaan seseorang dan pada

waktunya akan mengembalikan kemerdekaan orang itu ke masyarakat lagi,

mempunyai kewajiban terhadap orang terpidana itu dan masyarakat4

Pemasyarakatan pada hakikatnya adalah merupakan salah satu

perwujudan dari pelembagaan reaksi formal masyarakat terhadap kejahatan.

Pelembagaan reaksi masyarakat pada awalnya hanya menitikberatkan unsur

pembinaan diderita semata-mata kepada pelanggar hukum. Namun sejalan

dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan falsafah penghukuman

4

(4)

4

maka unsur pemberian derita harus dibarengi dengan perlakuan yang

manusiawi dengan memperhatikan hak-hak asasi pelanggar hukum baik

sebagai individu, makhluk sosial maupun sebagai makhluk religius5

Pandangan yang lebih konkrit melihat hukum itu sebagai rangkaian

norma, kaidah atau aturan, tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh,

apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang, sehingga benar-benar dapat

diterima oleh pelaku dalam menerima hukuman badan berupa pembinaan pada

lembaga pemasyarakatan atas putusan pengadilan terkait dengan perbuatan

yang dilakukan. Namun perbuatan tersebut belum tentu benar atau pasti.

Sehingga hukuman merupakan das sollen, karena hukuman dipandang sebagai

hukum normatif murni yang berhadapan langsung dengan pandangan realitas

yang terjadi.6

Sistem pemasyarakatan, terdapat proses pemasyarakatan yang

diartikan sebagai suatu proses sejak seseorang narapidana atau anak didik

masuk ke Lembaga Pemasyarakatan sampai lepas kembali ketengah-tengah

masyarakat. Sistem Pemasyarakatan telah diatur dalam Pasal (1) Ayat (2 )

Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang Permsyarakatan di jelaskan

bahwa:

“Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Narapidana Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Narapidana Pemasyarakatan agar

5

Yuyun Nurulaen, 2012, Lembaga Pemasyarakatan Masalah Dan Solusi, Nuansa Cendekia, Bandung, hlm., 27.

6

(5)

5

menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali dalam lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.7

Sistem pemidanaan yang sangat menekankan pada unsur “balas dendam” secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem dan

sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial.

Konsep ini bertujuan agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi

berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga

masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga dan lingkungannya.

Filosofis pemidanaan atas dasar pembalasan tersebut tidak lagi menjadi

acuan utama di Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh MK dalam putusan

013/PUU-I/2003: bahwa asas non-retroaktif lebih mengacu kepada filosofi

pemidanaan atas dasar pembalasan (retributive), padahal asas ini tidak lagi

merupakan acuan utama dari sistem pemidanaan di Negara kita yang lebih

merujuk kepada asas preventif dan edukatif.8

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, tentang Pemasyarakatan yang

menekankan bahwa narapidana bukan saja obyek melainkan juga subyek

yang tidak juga berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat

melakukan kesalahan atau kehilafan yang dapat dikenakan pidana,

sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas adalah

faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang

7

Lihat pasal 1 ayat 2 Undang-undang No.12 tahun 1995 tentang Permsyarakatan

8

(6)

6

bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama atau kewajiban-kewajiban

sosial lain yang dapat dikenakan pidana.9

Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, tentang

Pemasyarakatan dalam Pasal 5 disebutkan bahwa sistem pembinaan

pemasyarakatan berdasarkan asas: (a) Pengayoman, (b) persamaan

perlakuan, (c) Pendidikan, (d) Pembimbingan, (e) Penghormatan terhadap

harkat dan martabat manusia, (f) kehilangan kemerdekaan merupakan

satu-satunya penderitaan, (g) Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan

dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Sebagai tindak lanjut dari

Undang-undnag tersebut diatas, maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 58 Tahun 1999, tentang syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan

wewenang tugas dan tanggungjawab perawatan narapidana,

Perundang-undangan di atas merupakan das sollen penelitian ini.10

Pembinaan Sebagai negara hukum hak-hak narapidana itu dilindungi

dan diakui oleh penegak hukum, khususnya para staf di Lembaga

Pemasyarakatan. Narapidana juga harus harus diayomi hak-haknya

walaupun telah melanggar hukum. Disamping itu juga ada ketidak adilan

perilaku bagi narapidana, misalnya penyiksaan, tidak mendapat fasilitas

yang wajar dan tidak adanya kesempatan untuk mendapat remisi. Untuk

itu dalam Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang Lembaga

Pemsyarakatan, Pasal 14 ayat (1) secara tegas menyatakan narapidana

berhak:

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya.

9

Todung Mulya Lubis, Alexsander Lay, 2009, Kontraversi Hukuman Mati, Gramedia, Jakarta, hlm, 63-64,.

10

(7)

7

b. Mendapat perawatan baik rohani maupun jasmani. c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makan yang layak . e. Menyampaikan keluhan.

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang.

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.

h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya.

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana.

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat cuti menjelang bebas. l. Mendapatkan cuti menjelang bebas

m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku. Serta ketentuan dan syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana.

Pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan dilakukan penggalangan atas dasar umum, jenis kelamin,

lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan dan kriteria lainnya sesuai

dengan kebutuhan dan perkembangan pembinaan. Sehubungan dengan itu

khususnya yang berkaitan dengan penggolongan narapidana atas dasar

jenis kelamin, maka dikenal pembinaan narapidana jenis kelamin laki-laki

dan narapidana berjenis kelamin perempuan.

Pada dasarnya hak antara narapidana perempuan dan narapidana

pria adalah sama, hanya dalam hal ini karena narapidananya adalah wanita

maka ada beberapa hak yang mendapat perlakuan khusus dari narapidana

pria yang berbeda dalam beberapa hal, diantaranya karena wanita

mempunyai kodrat yang tidak dipunyai oleh narapidana pria yaitu

menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui maka dalam hal ini hak-hak

(8)

8

Undang-Undang maupun oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan

diseluruh wilayah Indonesia.

Khusus untuk Remisi, asimilasi, cuti menjelang bebas dan

pembebasan bersyarat merupakan hak seorang Narapidana, baik dewasa

maupun anak, sebagai narapidana pemasyarakatan. Pelaksanaan perolehan

Remisi, asimilasi, cuti menjelang bebas dan pembebasan bersyarat

tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006 jo.

Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang tata cara pelaksanaan

hak narapidana pemasyarakatan11

Pembinaan narapidana dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan

kodrat narapidana. Hal tersebut dapat saja terjadi akibat pengaruh

lingkungan sewaktu mereka berada dalam lingkungan Lembaga

Pemasyarakatan. Sebagaimana diketahui tidak sedikit orang yang telah

menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan setelah keluar akan

mengalami beban psikologi, seperti merasa bersalah, dikucilkan oleh

lingkungannya sehingga hal tersebut dapat berdampak negatif terhadap

kondisi kejiwaan dan prilakunya, keadaan seperti itu biasanya berakibat

pada terulangnya kembali perbuatan tindak pidana oleh mantan

narapidana, sehingga keadaan seperti ini dapat dikatakan tidak berhasilnya

11

(9)

9

proses pemasyarakatan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan

tersebut.12

Perhatian terhadap narapidana yang dibina di Lembaga

Pemasyarakatan merupakan suatu hal yang dianggap urgen. Seperti halnya

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate cukup

banyak jumlahnya, selain itu latar belakang sosial ekonomi mereka

berbeda-beda. Sebagaimana yang telah terlihat, terhadap narapidana yang berstatus

sebagai ibu rumah tangga dan tidak sedikit juga yang berstatus masih Anak

Didik atau bahkan remaja. Dengan keadaan narapidana, pemasyarakatan

agar kelak menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.

Pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate mempunyai

kapasitas menampung Tahanan dan Narapidana 400, orang. Lapas Kelas II

A Kota Ternate mempunyai luas kurang lebih 19,972 , yang dikelilingi

tembok setinggi 5 (lima) meter dengan pos-pos penjagaan setiap sudut

bangunan. Dan terbagi menjadi 8 (delapan) blok hunian. Saat ini jumlah

Tahanan dan Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II

A Kota Ternate sebanyak kurang lebih 104 orong Tahanan dan Narapidana.

Meskipun terdapat 8 blok hunian namun diantaranya ada juga yang tidak

layak di gunakan sebagai tempat hunian narapidana. Dengan jumlah Petugas

pada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kurang lebih 44 petugas. Petugas di

Lembaga Pemasyarakatn Kelas II A Kota Ternate terdiri dari dua golongan

12

(10)

10

yaitu, berdasarkan urutan kepangkatan dan berdasarkan tingkat

pendidikan.13

Pelaksanaan pembinaan Narapidana di lembaga pemasyarakatan

khususnya narapidana, maka menarik untuk dilakukan penelitian dengan

mengangkat topik pada aspek penerapan hak Narapidana tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka untuk mengetahui

bagaimana implementasi terhadap hak Narapidana dan Faktor-faktor Apa

saja yang memperhambat Implementasi Hak Narapidana Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah implementasi hak Narapidana pada Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate?

2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat implementasi hak narapidana

di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate?

C. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan permasalahan yang telah dikemukakan pada

hakekatnya penelitian ini bertujuan:

a. Untuk mempelajari dan menganalisis hak narapidana pada Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate.

13

(11)

11

b. Untuk mempelajari dan menganalisis factor apa saja yang

memperhambat implementasi hak narapidana pada lembaga

pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate

D. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis, penelitian ini dijadikan bahan referensi dan sarana

rekaya sasosial dan pengkajian peraturan Perundang-undangan dalam

mengembangkan teori-teori hukum.

b. Secara praktik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran terhadap segenap unsur pelaksanaan

pemerintah pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate

dalam rangka memberikan informasi tentang perlindungan HAM

dalam Undang-undang Pemasyarakatan.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu :

1. Jenis penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatakan Social

Legal, yakni analisis yang berusaha memberikan gambaran

menyeluruh sistematis dan mendalam tentang suatu keadaan atau

gejala penelitian14

Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis tentang hak-hak

narapidana pada lembaga pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate

dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan. Untuk mengetahui keberadaan aturan mengenai

14

(12)

12

HAM di Indonesia. Adapun untuk mengetahui peranan Lapas dalam

pelaksanaan hak-hak narapidana dilakukan dengan penelitian empiris.

2. Pendekatan penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi pada Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate. Dipilih Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate tersebut, mengingat jumlah

penghuni tahanan dan narapidana yang cukup padat, sehingga cukup

untuk mewakili keseluruhan narapidana yang ada di Kota Ternate,

sehingga diharapkan informasi yang akurat mengenai pelaksanaan

Pembinaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas

II A Ternate.

3. Jenis data dan Unit amatan

i. Jenis Data

Wujud penelitian ini bersifat normative dan empiris dengan

harapan bisa mempermudah perolehan dua jenis data dengan

sumber data yang berlainan, sebagai berikut:

a. Data primer, bersifat empiris karena bersumber dan

diperoleh secara langsung dari responden melalui teknik

wawancara dan pengedaran daftar pertanyaan (kuisioner)

melalui data primer ini akan ditemukan bagaimana

implementasi hak narapidana pada Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate dan faktor-faktor

(13)

13

narapidana pada Lembaga Pemasyarakatan kelas II Kota

Ternate.

Data ini berasal dari sumber aslinya secara langsung

yang akan merespon atau memberi keterangan dalam

penelitian. Adapun spesifikasinya adalah sebagai berikut

1. Petugas pemasyarakatan di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate.

2. Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II

A Kota Ternate.

b. Data sekunder ini akan diperoleh dengan berpedoman pada

literatur-literatur sehingga dinamakan penelitian

kepustakaan. Bahan hukum sekunder diperoleh dan

bersumber dari penelitian pustaka, meliputi, Peraturan

Perundang-undangan di dalamnya asas, norma dan kaidah

hukum yang termuat dalam Peraturan-peraturan lain yang

ada maupun melalui pendapat para sarjana atau ahli hukum.

Penelitian Kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan

dengan mempelajari bahan-bahan hukum yang berkaitan

dengan masalah yang akan diteliti untuk memperoleh data

sekunder.

ii. Unit Amatan

Unit amatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

(14)

14

2. Kitab Undang-undang Hukun Acara Pidana dan

Penjelasannya

3. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pembinaan NarapidanaPemasyarakatan

4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang

Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak

NarapidanaPemasyarakatan

5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 147

Tahun 1999 Tentang Remisi.

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2010

Tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui

Pengelolaan Teknologi Tepat Guna.

iii. Unit Analisis

Unit Analisis dalam penelitian ini yaitu pemenuhan hak-hak

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota

Ternate mengenai hak-hak warga binaan.

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data primer dan data sekunder yang dapat

ditanggungjawabkan validitasnya dan keabsahannya, dipergunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut:

1. Penelitian lapangan, bertujuan uantuk memperoleh fakta

dengan cara melihat langsung atau dengan cara wawancara

guna untuk mengatahui secara seksama uapaya yang dilakukan

(15)

15

narapidana dan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap hak

narapidana Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Kota

Ternate. Wawancara dimaksud untuk memperoleh keterangan,

pendirian, pendapat, secara lisan dari seseorang (narapidana),

yang lazim disebut dengan responden dengan berbicara

langsung (face to face).15 Wawancara ini ditujukan kepada

petugas Lembaga Permasyarakataan Kelas II A Kota Ternate,

dan Narapidana

2. Penelitian kepustakaan, bertujuan untuk memperoleh dalil-dalil

normatif dan ilmiah dan dapat memberikan dukungan teoritis,

terutama dari segi sosio yuridis terhadap pelaksanaan Hak

narapidana ditinjau dari Undang-undang Nomor 12 Tahun

1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan.

G. Sistematika Penulisan

untuk memberikan gambaran yang sistematika dari penulisan skripsi ini,

maka dibagi kedalam Tiga Bab yang meliputi:

Bab I yaitu merupakan Bab Pendahuluan yang menguraikan tentang:

1. Sub bagian pertama latar belakang masalah,

2. Sub bagian kedua perumusan masalah,

3. Sub bagian ketiga tujuan penelitian,

4. Sub bagian keempat manfaat penelitian,

5. Sub bagian kelima metode penelitian,

15

(16)

16

6. Sub bagian keenam sistematika penulisan

7. Sub bagian ketujuh daftar bacaan.

Bab II berisi tentang kajian pustaka dan pembahasan yaitu Apakah

Implementasi Hak NarapidanaLembaga Kemasyarakatan Kelas II A Kota

Ternate sesuai dengan UU No 12 Tahun 1995 Tentang Permasyarakatan.

Bab III yaitu merupakan Bab Penutup, yang berisi kesimpulan yang di

Referensi

Dokumen terkait

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang

Persentase pengeluaran pangan dapat dijadikan sebagai indikator tingkat kesejahteraan, dimana petani dengan persentase pangan yang lebih besar dari persentase non

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang

Dengan berdasarkan pada latar belakang penelitian yang diuraikan sebelumnya penelitian ini merumuskan bahwa pengalaman audit digunakan untuk menilai pertimbangan auditor

“Loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perlaku membeli dimana menjelaskan pelangan yang loyal adalah orang yang melakukan pembelian berulang secara teratur, membeli

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui bagaimana guru BK memotivasi berpenampilan rapi melalui layanan informasi pada siswa kelas VIII di MTs. Ak-Manar Medan

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa keempat pengajar telah sepakat bahwa teknik komunikasi yang dilakukan dengan anak autis dalam berkomunikasi di kelas