• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PELAKSANAAN PIK R (PUSAT INFORMASI DAN KONSELING KESEHATANREMAJA) DI KABUPATEN BANYUWANGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EVALUASI PELAKSANAAN PIK R (PUSAT INFORMASI DAN KONSELING KESEHATANREMAJA) DI KABUPATEN BANYUWANGI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

480

Berdasarkan laporan needs assessment Rahima tentang Seksualitas dan Reproduksi Remaja tahun 2012 di Banyuwangi menunjukkan bahwa 80,7% siswa pernah berpacaran. 31,1% diantaranya melakukan pegangan tangan dan pelukan; sekedar ngobrol, SMS-an sebesar 29,4%; pelukan hingga ciuman bibir sebesar 17,6%; pegangan tangan hingga ciuman pipi sebesar 14,3%; pernah ciuman bibir hingga meraba-raba bagian tubuh pasangan sebanyak 5%, danpernah melakukan oral seks hingga hubungan seksual sebanyak 5%. Permasalahan lainya yaitu tingginya angka HIV/AIDS sebanyak 2099 kasus pada tahun 2014 dengan 81% berusia 16-45 tahun. Tingginya masalah Kesehatan Reproduksi Remaja bisa disebabkan antara lain karena kurangnya informasi tentang KRR. Penelitian ini bertujuan menganalisis input dan proses pelaksanaan PIK R di Kabupaten Banyuwangi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam terhadap 11 informan utama dari pelaksana PIK R. Sedangkan untuk validitas data peneliti melakukan triangulasi data pada 3 orang PKB, 1 orang penanggungjawab program PIK R di BPPKB. Pengolahan dan analisis data analisis deskripsi isi. Hasil penelitian menunjukkan kurangnya Sumber Daya Manusia yang terlatih, dana untuk operasional kegiatan masih kurang, belum adanya ruangan PIK R secara khusus, upaya promosi dan sosialisasi program PIK R masih kurang mendapat respon, kurang tertibnya sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan yang disebabkan belum adanya petunjuk teknis.BPPKB diharapkan meningkatkan upaya pembinaan terhadap PIK R dan PKB di tiap kecamatan, peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia melalui kegiatan Diklat secara konsisten. Dukungan dan partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan sosialisasi program PIK R. Peningkatan motivasi dan komitmen dari pelaksana PIK R.

Kata Kunci : PIK R, Evaluasi

ABSTRACT

(2)

481

activities due to the lack of technical guidance , BPPKB expected to boost efforts to provide guidance to PIK R and PKB in each sub-district, increase the competence of human resources through training activities consistently. Support and active participation in the program socialization PIK R. Increased motivation and commitment of implementing PIK R.

Keywords: PIK R, Evaluation

PENDAHULUAN

Tingginya angka HIV/AIDS yakni 1789 per Mei 2014, banyaknya angka pernikahan anak

serta berbagai permasalahan remaja, dimana Kabupaten Banyuwangi dalam posisi urutan 3 besar di

Provinsi Jawa Timur setelah Surabaya dan Malang.Berdasarkan data yang telah dihimpun, untuk

kasus HIV/AIDS di Banyuwangi sendiri paling banyak terjadi pada usia produktif , yaitu usia

16-45 tahun yang mencapai 81 persen, dari total 2099 kasus, dan usia 26-30 tahun merupakan kasus

terbanyak ( KPA Kabupaten Banyuwangi, 2012). Penyebaran HIV/AIDS di Banyuwangi, Jawa

Timur semakin memprihatinkan, menyusul temuan pelajar SMA terinfeksi virus mematikan

ini.Data dari Dinas Kesehatan Banyuwangi menyebutkan, jumlah penderita HIV/AIDS hingga

September 2014 berjumlah 2000 orang dan lima diantara berstatus pelajar SMA. Para pelajar itu

tertular HIV karena perilaku seks bebas dan penggunaan jarum suntik serta menggunakan

obat-obatan terlarang (Dinkes Kabupaten Banyuwangi, 2014).

Tingginya masalah Kesehatan Reproduksi Remaja bisa disebabkan oleh beberapa faktor

yang antara lain karena kurangnya informasi tentang KRR yang bisa dijembatani dengan

keberadaan PIK R sebagai suatu wadah yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja dalam

memberikan informasi dalam pelayanan konseling kesehatan reproduksi, dengan pola ini

diharapkan remaja dapat menjadi lebih aktif dan pengetahuan yang ada berasal dari upaya

pencarian sendiri. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan pada Kepala Sub Bidang

Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera (Ka. Sub. Bid. KB KS) BPPKB, Kabupaten

Banyuwangi sejak tahun 2009 telah memiliki PIK Remaja dibawah naungan Dinas Kesehatan,

namun dalam perkembangannya PIK Remaja tersebut mengalami kemunduran dengan banyaknya

PIK R yang tidak aktif hal ini disebabkan tidak adanya regenerasi dari pendidik sebaya dan

kurangnya minat dari generasi berikutnya terhadap kegiatan maupun program PIK remaja. Dalam

perkembangan selanjutnya, terjadi peralihan tanggungjawab dari Dinas Kesehatan ke BPPKB

untuk menangani permasalahan Remaja, Pusat Informasi dan Konseling tersebut diberi nama

PIK-R Young PIK-Reconstruction. Dari hasil wawancara dengan Kabid BPPKB, fokus dari kegiatan PIK PIK-R

di Kabupaten Banyuwangi adalah upaya sosialisasi PUP (Pendewasaan Usia Pernikahan), program

lain yang dilaksanakan dalam kegiatan PIK yaitu program GENRE untuk mengatasi permasalahan

kesehatan reproduksi remaja (Triad KRR). Berdasarkan laporan tahunan dari BPPKB dari 24

(3)

482

mengalami penurunan baik dari jumlah kecamatan yang memiliki PIK R maupun dari jumlah

tahapan dalam PIK R, pada tahun 2014 dilaporkan sebanyak 14 kecamatan yang memiliki PIK R

dan terdapat 20 kelompok PIK R dengan rincian 16 PIK R pada tahap tumbuh, 4 PIK R pada tahap

tegak. Sedangkan pada bulan April 2015 jumlah kecamatan yang memiliki PIK R menurun menjadi

10 kecamatan, dengan 14 kelompok PIK R yang terdiri dari 12 PIK R tahap tumbuh dan 2 PIK R

tahap tegak. Masing-masing kecamatan tersebut telah memiliki PKB (Penyuluh Keluarga

Berencana) sebagai koordinator dari PIK Remaja, dari 10 kecamatan yang memiliki PIK R hanya

sebagian kecil kecamatan yang masih aktif dalam kegiatan konseling dan penyuluhan, sedangkan

sebagian besar kecamatan lain sudah kurang aktif dalam perkembangan kegiatannya. Penelitian ini

memiliki tujuan untuk melakukan Evaluasi pelaksanaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja

(PIK R) di Kabupaten Banyuwangi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis untuk

mendapatkan gambaran pelaksanaan program PIK R. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat

menggali informasi secara mendalam tentang pelaksanaan kegiatan PIK R. Penelitian ini dilakukan

terhadap 11 informan utama dari pelaksana PIK R. Sedangkan untuk validitas data peneliti

melakukan triangulasi data pada 3 orang PKB, 1 orang penanggungjawab program PIK R di

BPPKB. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview),

pedoman wawancara berupa lembar pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan

dengan pelaksanaan kegiatan PIK R. Setelah pengumpulan data selesai dilaksanakan maka data

dianalisis menggunakan metode analisis isi (content analysis), yaitu pengumpulan data, reduksi

data, dan verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Gambaran Informan Penelitian

Wawancara dilakukan pada 11 orang informan utama dan 4 orang informan

triangulasi.Informan utamanya adalah pelaksana PIK R (pendidik sebaya / konselor sebaya) dalam

pelaksanaan PIK R baik dari PIK R yang masih aktif dan yang kurang / tidak aktif. Sedangkan

informan Triangulasi terdiri dari 3 orang Pembina PIK R dan 1 orang Kepala Sub Bidang Keluarga

Berencana Keluarga Sejahtera yang ada di BPPKB. Untuk jenjang pendidikan formal informan

utama paling tinggi adalah Strata Satu (S1) dan yang paling rendah berpendidikan SMA, rentang

umur informan utama yaitu 14 - 23 tahun. Sedangkan untuk informan triangulasi sebanyak 6 orang

yaitu dari PKB kecamatan dengan rentang usia antara 45-51 tahun, dua orang berjenis kelamin

(4)

483

dan masa kerja antara 21 – 27 tahun. Sedangkan 1 informan triangulasi yang lain dari BPPKB yaitu

Ka. Sub. Bid. KB KS, jenis kelamin laki – laki dengan umur 50 tahun dan masa kerja selama 26

tahun. Secara keseluruhan Informan berstatus PNS.

2. Input dalam Pelaksanaan PIK R di Kabupaten Banyuwangi

a. Sumber Daya Manusia

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan pada informan utama,

satu informan utama yang berasal dari PIK R wilayah kecamatan menyebutkan tenaga PIK

dalam 1 kecamatan sebanyak 9 orang, dan memiliki relawan dari teman PIK yang lainnya

yang tidak dikirim pelatihan di kabupaten. Informan utama yang lain menyatakan tenaga

PIK yang ada sebanyak 6 orang, tetapi sekarang banyak yang telah menikah dan kurang

aktif. Sedangkan informan utama yang berada di SMA menyatakan bahwa di sekolah

mereka terdapat 50 orang anggota PIK yang rata – rata mewakili setiap kelas yang ada

dengan jumlah siswa 700 orang

Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan triangulasi yang

menyatakanbahwa jumlah sumber daya manusia masih kurang, satu informan triangulasi

menyebutkan jumlah petugas PKB ada 3 orang tetapi hanya 1 orang yang menangani

masalah PIK R disamping tugas utamanya sebagai penyuluh KB. Informan triangulasi

lainnya menyebutkan di kecamatan tersebut terdapat 2 orang petugas PKB yang juga

memiliki tugas utama sebagai penyuluh lapangan KB dan memberikan penyuluhan kepada

remaja, namun tidak khusus untuk membina kegiatan PIK R. Pernyataan tentang

kurangnya sumber daya manusia juga disebutkan oleh informan triangulasi dari BPPKB

bahwa angka kecukupan untuk tenaga PKB di lapangan masih kurang.

Berbagai masalah diatas tidak membuat anggota PIK KRR yang lain menjadi

berkurang semangat untuk melakukan pelayanan PIK KRR, mereka menyatakan bahwa hal

tersebut tidak menjadi masalah selama kompak dalam melaksanakan komitmen kerja yang

sudah disepakati bersama meskipun tidak ada struktur yang baku di dalam PIK KRR. Hal

ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa sumberdaya manusia yang tidak

memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara

sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik(BKKBN, 2010).

Ketersediaan SDM akan turut mewarnai jenis pelayanan atau kegiatan yang akan

diberikan oleh PIK-KRR. Keberhasilan model ini akan memiliki nilai tambah jika mampu

dikembangkan jejaring kerja (Net Working) yang melayani rujukan dengan para

professional. Dalam melaksanakan PIK-KRR ketersediaan SDM sebagai motor penggerak

kegiatan akan mewarnai jenis pelayanan atau kegiatan yang akan diberikan. Model

pendidik sebaya dan konselor sebaya sebagai pelaksana kegiatan merupakan model yang

(5)

484

b. Dana

Dana yang digunakan sebagian besar berasal dari iuran mandiri masing – masing

anggota PIK R atau dana sisa dari kegiatan sebelumnya. Masalah pendanaan yang terjadi

adalah proses pencairan dana yang sulit serta minimnya dana yang dicairkan oleh BPPKB,

dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini tidak ada dana bantuan untuk operasional kegiatan

PIK R. Hal senada juga diungkapkan oleh informan triangulasi dari BPPKB bahwa untuk

tahun ini dari tingkat I tidak ada bantuan dana untuk kegiatan PIK R terutama dana untuk

kegiatan operasional, dana yang ada hanya untuk kegiatan pembinaan. Sedangkan

informasi yang diberikan oleh PKB koordinator PIK R menyebutkan bahwa tidak ada

bantuan dana dari kecamatan atau dana dari BPPKB yang ditujukan kepada kecamatan

untuk kegiatan PIK R.

Untuk dapat melaksanakan suatu program maka harus tersedia sumber yang

dibutuhkan agar program dapat berjalan lancar dan menunjukkan keberhasilannya.

Menurut Van Meter dan Van Horn disampaikan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh

dalam implementasi adalah sumber daya. Dimana sumber daya yang tidak memadai akan

menjadikan penghalang dalam implementasi kebijakan (Winarno B, 2008)

c. Sarana

Dukungan sarana telah diberikan oleh BPPKB meskipun belum sepenuhnya

mencukupi, sarana itu BPPKB berupa KIE kit, lembar balik, alat peraga tentang reproduksi

manusia, LCD (bersifat pinjaman). Dukungan sarana yang lainnya diberikan oleh

kecamatan dalam hal penggunaan gedung atau ruangan untuk kegiatan PIK R dan

ketersediaan sarana transportasi berupa mobil Satpol PP. Pencapaian tujuan kebijakan

harus didukung oleh ketersediaan alat atau sarana. Tanpa alat atau sarana, tugas pekerjaan

spesifik tidak bisa dilakukan dan tujuan tidak akan diselesaikan sebagaimana seharusnya,

pekerjaan tidak mungkin dapat dilakukan. Ketersediaan sarana prasarana merupakan faktor

penentu kinerja sebuah kebijakan. Implementor harus mendapatkan sumber-sumber yang

dibutuhkan agar program dapat berjalan lancar. Sekalipun kebijakan memiliki tujuan dan

sasaran yang jelas, jika tanpa sumber yang memadai, maka kebijakan hanya tinggal di

kertas dokumen saja (Wiyono D, 2000)

3. Proses pelaksanaan PIK R di Kabupaten Banyuwangi

a. Promosi dan sosialisasi PIK R

Kegiatan promosi dan sosialisasi telah dilakukan oleh anggota PIK R serta PKB di

kecamatan baik secara lisan, media sosial maupun menggunakan radio jaringan. Kendala

yang dihadapi kurangnya repson dari masyarakat dan perangkat desa yang datang,

sehingga ketika dilakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan setelah kegiatan

(6)

485

Sarana dan fasilitas PIK-KRR perlu diperhatikan dalam kegiatan promosi dan

sosialisasi baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Materi bahan bacaan dan alat

bantu KIE serta konseling harus tersedia secara lengkap. Kualitas materi KIE KRR

dituntut lebih dinamis dengan memperhitungkan umur remaja dan susbtansi yang akan

disampaikan. Salah satu syarat sebuah fasilitas layanan kesehatan yang

memperhatikan kebutuhan remaja adalah tersedianya materi KIE. Selain diperlukan

untuk memberikan penyuluhan, materi KIE perlu disediakan diruang tunggu maupun

diruang konseling. Informasi tertulis tentang berbagai kegiatan remaja dan materi

tentang kesehatan yang dapat dibawa pulang bermanfaat untuk memberikan

pengetahuan dan media promosi bagi remaja lain yang membacanya (Depkes RI,

2005)

b. Pelaksanaan konseling

Secara keseluruhan kegiatan konseling banyak dilakukan diluar ruangan, tidak

terikat tempat dan waktu. Konseling biasanya dilakukan dengan cara tatap muka namun

ada juga yang melalui SMS. Permasalahan yang sering dibicarakan adalah masalah remaja

sehari –hari, kesehatan reproduksi remaja, HIV, NAPZA. Kendala yang dihadapi adalah

kurangnya kepercayaan diri serta kemampuan dari anggota PIK sebagai pendidik maupun

konselor sebaya dalam pemberian konseling.

Hal ini sesuai dengan penelitian Andrianus yang menyebutkan bahwa remaja

membutuhkan pusat layanan remaja, jenis layanan yang dibutuhkan oleh remaja adalah

konsultasi psikologis, informasi tentang masalah remaja dan medis.Jenis pelayanan yang

disukai remaja adalah tatap muka secara langsung tentang kesehatan reproduksi remaja.

Masalah yang sering dihadapi adalah IMS / HIV, kehamilan remaja, kontrasepsi dan

konsultasi gizi (Depkes RI, 2005)

c. Kerjasama

Dalam hal kerjasama, sebagian besar anggota PIK R dan PKB kecamatan telah

melakukan kerjasama dengan berbagai pihak baik dari instansi kesehatan maupun institusi

lainnya (sekolah, KUA, LSM KKBS, Kepolisian). Jalinan kerjasama yang dilakukan oleh

informan utama dan triangulasi masih sebatas sebagai narasumber atau pemateri saja,

belum ada kegiatan lainnya.

Dalam pedoman pelaksanaan PIK-KRR disebutkan bahwa dalam pelaksanaan

program harus ada jalinan kerja sama dengan para professional yang terkait dengan

masalah remaja. disamping itu perlu ada dukungan berupa komitmen yang tinggi dari para

stakeholder program KRR termasuk pemerintah daerah dan jajarannya untuk mencegah

meluasnya resiko TRIAD KRR ( seksualitas, HIV/AIDS, Napza) (BKKBN, 2010). Jalinan

(7)

486

dalam pengelolaan PIK-KRR agar program KRR bisa berjalan secara efektif dan efisien.

Dalam pengelolaan program KRR harus didasarkan pada prinsip-prinsip kemitraan, karena

dengan adanya 2 atau lebih orang yang bermitra (share) dalam mengerjakan suatu

pekerjaan maka akan memiliki hubungan jaringan (connected) yang kondusif, sehingga

membuat mereka menjadi suatu tim yang sinergis dalam melaksanakan kegiatan

bersama sehingga kegiatan PIK-KRR berjalan lancar dan mencapai tujuannya (BKKBN,

2010). Salah satu strategi pelaksanaan dan pengembangan PIK-KRR di wilayah melalui

penggalangan kemitraan dengan membangun kerjasama atau jejaring kerja. Hal ini

didahului dengan advokasi kebijakan publik dengan maksud agar adanya PIK-KRR

dapat pula dipromosikan oleh pihak lain dan selanjutnya dikenal dan didukung

masyarakat, lintas sektor/program, LSM, guru dan yang lainnya.

d. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Kegiatan peningkatan kualitas sumber daya manusia telah dilakukan oleh BPPKB

dengan mengadakan pelatihan untuk pendidik atau konselor sebaya, akan tetapi pelatihan

tersebut masih belum optimal karen tidak dilaksanakan secara rutin (konsisten). Hal ini

menyebabkan kurangnya pemerataan jumlah anggota PIK R terlatih di tiap kecamatan

yang memiliki PIK R. Banyaknya anggota PIK R terlatih yang mengundurkan diri dari

keanggotaan dengan alasan menikah dan bekerja diluar kota semakin memperburuk

kualitas pelayanan yang ada, karena pada akhirnya yang melakukan pelayanan PIK R

kebanyakan adalah anggota baru yang belum terlatih.

Tujuan pemberdayaan Sumber Daya Manusia adalah untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap dan ketrampilan pengurus PIK-KRR, pendidik sebaya dan konselor

sebaya tentang pengelolaan dan teknis pelayanan dalam rangka meningkatkan akses dan

kualitas pengelolaan dan pelayanan PIK-KRR (Depkes RI, 2005)

e. Administrasi dalam pencatatan dan pelaporan

Pelaksanaan administrasi dalam hal pencatatan dan pelaporan kegiatan/ masih

sangat kurang baik dari anggota PIK R, PKB kecamatan maupun BPPKB Kabupaten.

Untuk anggota PIK R sendiri sebagian besar kurang tertib melakukan pendokumentasian

kegiatan dalam bentu laporan tertulis, karena kegiatan pemberian informasi dan konseling

lebih banyak dilakukan secara spontan ketika mereka berada di lingkungan tempat tinggal

masing –masing. Tidak adanya aturan baku dari BPPKB dalam hal pencatatan dan

pelaporan juga menjadi salah satu penyebabnya. Dari pihak PKB kecamatan, laporan

tentang kegiatan PIK R biasanya tergabung dalam laporan KB, sedangkan dari pihak

BPPKB Kabupaten bentuk laporan tertulis yang ada hanya berupa rekapan jumlah PIK R

(8)

487

Tujuan pemberdayaan Sumber Daya Manusia adalah untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap dan ketrampilan pengurus PIK-KRR, pendidik sebaya dan konselor

sebaya tentang pengelolaan dan teknis pelayanan dalam rangka meningkatkan akses dan

kualitas pengelolaan dan pelayanan PIK-KRR (Depkes RI, 2005)

KESIMPULAN

Pelaksanaan PIK R ( Pusat Informasi dan Konseling Remaja) di Kabupaten Banyuwangi

belum dilaksanakan optimal. Terdapat permasalahan pada aspek input yaitu sumber daya manusia

yang belum memenuhi standart kuantitas dan kualitas, dukungan anggaran kurang maksimal,

penyediaan sarana tidak merata. Permasalahan pada aspek proses yaitu dalam hal pencatatan dan

pelaporan kegiatan/ masih sangat kurang baik dari anggota PIK R, PKB kecamatan maupun

BPPKB Kabupaten.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) .2008. Kurikulum dan

Modul Pelatihan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan ReproduksiRemaja (PIK KRR). Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi. Jakarta

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).2010. Panduan Pelaksanaan Lokakarya Pengembangan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) Percontohan.Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2005. Pedoman

Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Puskesmas. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta

Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Banyuwangi. 2014. Kasus HIV/AIDS di Banyuwangi. Dinkes Kabupaten Banyuwangi. Banyuwangi

WinarnoB. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Media Pressindo. Yogyakarta.

(9)

488

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

MODEL PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI

KABUPATEN BANYUMAS

Oleh

Agnes Fitria Widiyanto

1

, Oktafiani Catur Pratiwi

2

, Saudin Yuniarno

3

1&3

Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat

2

Jurusan Politik Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 53123.

afitriawidiyanto@yahoo.com

ABSTRAK

Kegiatan pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas memiliki kendala yang kompleks. Kegiatan pengelolaan sampah pada masyarakat akan lebih mudah dilakukan di tingkat terkecil yakni di tingkat rumah tangga. Masyarakat sebagai penghasil sampah memiliki permasalahan yang berbeda dalam suatu wilayah.Kegiatan pengelolaan sampah di kabupaten Banyumas mengalami permasalahan yang kompleks.Hasil wawancara terhadap 8 narasumber menunjukkan di masing-masing wilayah memiliki permasalahan yang berbeda. Di satu wilayah ada yang sama sekali belum mengolah sampahnya. Di tempat lain, terutama di pedesaan masih banyak masyarakat yang melakukan pembuangan sampah di tempat terbuka. Disisi lain masih banyak tempat yang belum memiliki sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan tahap akhir. Permasalahan sampah akan terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Kegiatan pengelolaan sampah mengalami kendala dari sisi pembuangan yang tidak pada tempatnya, serta terkendala terkait dengan sarana dan prasarana.

Kata kunci : pengelolaan, sampah, masyarakat.

PENDAHULUAN

Kabupaten Banyumas dengan jumlah penduduk sekitar 1.620.918 jiwa pada tahun 2014,

produksi sampah di Kabupaten Banyumas terbilang besar dan meningkat dari tahun ke tahun.Pada

tahun 2005 produksi sampah di kabupaten tersebut mencapai 700 m3 per hari, lima tahun kemudian

yaitu tahun 2010 meningkat menjadi 1.100 m3 per hari (Volume Sampah Rata-Rata Per Hari

Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Badan Pusat Statistik Propinsi jawa Tengah).Tahun 2011

Jumlah perkiraan total timbulan sampah jenis rumah tangga di Kabupaten Banyumas mencapai

3.374. M3/hari, dengan asumsi produksi sampah kurang lebih 2,064 liter/hari/orang dikalikan

jumlah penduduk 1.553.902. Sehingga dalam setahun mencapai 1.214.640 M3. Padahal tempat

pembuangan sampah akhir (TPA) yang disedikan oleh pemerintah daerah di daerah di TPA

Gunung Tugel sudah melebihi kapasitas yang telah ditentukan. Berdasarkan data tersebut hanya

10,85 % yang terangkut ke TPA. Sekitar 89,15 % masih belum ada penanganan yang semestinya

dan berpotensi mengakibatkan pencemaran.Penanggulangan yang serius sangat dibutuhkan untuk

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran drawbarpull dengan gandengan traktor sebagai pembeban dilakukan beberapa kali dengan menggunakan drawbar- pull meter yang dilengkapi dengan handy strain meter.. Pada

Menurut Sutabri (2005:42) sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi haruan yang mendukung

2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 ( COVID - 19) ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun. 2020 Nomor 361

Pengujian Marshall campuran beton aspal “Do Nothing” adalah penyelidikan tes marshall yang dilakukan kepada sampel briket hasil campuran material RAP tanpa ada

9 surat keterangan tidak memiliki tanggungan utang secara perorangan dan/atau secara Badan Hukumyang menjadi Tanggung Jawabnya yang Merugikan Keuangan Negara Peringkat 5 di

Hasil dari pelaksanaan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat Pelatihan Terapi Pijat Bayi pada Orang Tua di Desa Pesayangan Utara, Martapura ini dapat

Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah merupakan setiap kegiatan pengambilan dan pemanfaatan air tanah yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran atau dengan

Abstrak: Kenyataan yang dihadapi peneliti dalam pembelajaran matematika di kelas IV Semester Itahunpelajaran 2011/2012 di SDI Rai memperlihatkan sebagian besar siswa