• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Kehilangan Berat Pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Pengaruh Kehilangan Berat Pada"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Pengaruh Kehilangan Berat Pada Batubara Lignit,

Bituminus Dan Antrasit Terhadap Nilai Kalori Selama Proses

Pirolisis

: DISUSUN OLEH

NAMA Rizki pratama

NIM 21117021

TUGAS PROPOSAL BAHASA

INDONESIA

TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK KIMIA

UNIVERSITAS SERANG RAYA

(2)

BAB 1

(3)

I. LATAR BELAKANG

Batubara adalah salah satu sumber energi yang penting, berupa lapisan batuan sedimen organik yang padat dan heterogen. Oleh karena sifatnya yang heterogen ini maka batubara mempunyai kualitas yang berbeda-beda meskipun tempat terbentuknya terdapat pada satu tempat. Tingkat temperatur dan penekanan yang dialami dalam suatu lingkungan pengendapan lapisan batubara tidaklah sama, ini adalah salah satu penyebab berbedanya kulitas batubara yang dihasilkan. Perbedaan kualitas batubara tersebut diklasifikasikan berdasarkan perbandingan antara kadar air, mineral metter, karbon tetap dan berdasarkan nilai kalorinya. Hasil penambangan batubara pada umumnya menunjukkan peringkat yang berbeda-beda, dari yang paling tinggi hingga paling rendah. Batubara yang memiliki tingkatan paling tinggi dapat dimanfaatkan secara langsung oleh konsumen, akan tetapi untuk batubara peringkat rendah harus ditingkatkan melalui suatu proses tertentu agar sesuai dengan permintaan konsumen.

Pemanfaatan batubara dapat dilakukan secara langsung maupun melalui metode konversi. Salah satu metode konversi batubara yang dapat dilakukan adalah dengan cara karbonisasi. Karbonisasi dilakukan untuk meningkatkan kualitas batubara itu sendiri, dimana dalam proses karbonisasi akan terjadi pengurangan berat seiring meningkatnya suhu yang diberikan pada batubara tersebut.

Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menentukan kehilangan berat maksimum yang dapat dialami suatu rank batubara tertentu dan suhu optimal yang dibutuhkan dalam proses karbonisasi untuk memperoleh nilai kalori maksimum pada batubara tersebut.

II. PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana menentukan suhu optimal yang dibutuhkan batubara dalam proses karbonisasi sehingga diperoleh batubara dengan kualitas yang lebih baik.

III. TUJUAN PENELITIAN

(4)

1. Menganalisis parameter kualitas batubara yang terdiri dari kandungan air, volatil meter, total karbon dan nilai kalori.

2. Menentukan pengurangan berat maksimum yang dapat dialami batubara dalam proses karbonisasi.

3. Menentukan suhu optimal dalam proses karbonisasi untuk memperoleh batubara dengan nilai kalori yang lebih tinggi.

IV. TINJAUAN PUSTAKA

Batubara adalah suatu benda paat yang kompleks, terdiri dari bermacam-macam unsur yang mewakili banyak komponen kimia, dimana hanya sedikit dari komponen kimia tersebut dapat diketahui. Pada umumnya benda padat tersebut homogen, tetapi hampir semua berasal dari sisa-sia tanaman. Sisa-sisa tanaman tanaman tersebut sangat kompleks (Thiessen, 1947).

Genesa batubara berdasarkan tempat terjadinya terdiri dari teori insitu dan teori drift. Teori insitu, yaitu bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya ditempat dimana tumbuh-tumbuhan itu berada (terjadi di tempat itu juga) yang mempunyai ciri-ciri sbb : penyebarannya luas dan kualitasnya baik (karena kadar abunya rendah). Sedangkan teori drift, yaitu bahan-bahan pembentuk lapisan batubara, terjadinya ditempat lain dari tumbuh-tumbuhan asal itu berada karena sudah tertransportasi, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : penyebarannya tidak luas tetapi banyak, kualitasnya kurang baik karena banyak mengandung pengotor (Silalahi, 2002).

VI.1 Klasifikasi Batubara

Pengklasifikasian batubara bertujuan untuk mengetahui kelas batubara. Perbedan tumbuhan asal dan proses kualifikasi yang terjadi menyebabkan batubara yang terbentuk pada suatu tempat belum tentu sama dengan ditempat lain. Pengelompokan batubara secara umum didasarkan pada usia dan kandungan karbonnya, yaitu :

VI.1.1 Batubara antrasit

(5)

sangat sedikit. Batubara antrasit digunakan untuk briket batubara, bahan baku pembuatan karbon, bahan bakar fluidized bed boiler. Penggunaan batubara antrasit untuk bahan bakar dalam tanur putar kurang disukai, karena akan menghasilkan nyala yang lebih panjang dan suhu yang relatif lebih rendah (Speight, 2005). VI.1.2 Batubara Bituminus

Batubara bituminus mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam mengkilat, kurang kompak, nilai kalor tinggi, kandungan kalor relatif tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit, kandungan sulfur sedikit. Batubara bituminus digunakan pada industri baja, bahan bakar pembangkit listrik, karena sifat kelemlehan (catring property) tinggi. Batubara bituminus adalah jenis batubara yang lebih disukai pemakaian sebagai bahan bakar dalam tanah putar, karena mempunyai kandungan voletile matter yang cukup, tetapi nilai kalornya relatif tinggi (Speight, 2005).

VI.1.3 Batubara Sub Bituminus

Batubara Sub Bituminus mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam mengkilap, kurang kompak, nilai kalor tinggi, kandungan karbon relatif tinggi, kandungan air realtif banyak, kandungan abu realtif banyak, kandungan sulfur realtif banyak. Batubara Sub Bituminus digunakan pada industri baja, dan bahan bakar pembangkit listrik. Batubara sub Bituminus mempunyai kandungan ASH yang besar dan kandungan air yang lebih tinggi tidak disukai karena hal tersebut akan menurunkan suhu nyala dan membutuhkan excess air yang lebih besar (Speight, 2005).

VI.1.4 Batubara Lignit

Batubara Ligmit mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam, sangat rapuh, nilai kalor rendah, kandungan karbon sedikit, kandungan air tinggi, kandungan abu banyak, kandungan sulfur banyak. Batubara Sub Bituminus digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik karena banyak mengandung air. Aada kalanya di dehidrasi terlebih dahulu. Batubara lignit emmpunyai kandungan volatil matter yang tinggi dan berheating value yang renadah tidak disukai karena akan menghasilkan suhu nyala yang rendah (Speight, 2005).

(6)

Kualitas dari batubara dapat diketahui dengan menggunakan parameter-parameter dari batubara. Parameter-parameter-parameter dari batubara adalah sbb :

VI.2.1 Kandungan Air.

Kandungan air dalam batubara secara umum ada dua yaitu air permukaan (free moisture) dan kandungan air bawaan (inherent moisture). Kandungan air permukaan secara mekanis terdapat dalam permukaan dan retakan-retakan serta kapiler-kapiler besar (makro kapiler) batubara dan mempunyai tekanan gas normal. Jumlah kandungan air bebas secara prinsip tergantung dari kondisi yaitu dari lembab sampai kering. Hal tersebut juga tergantung dari penambangan, benefisiasi, transportasi, penanganan dan penyimpanan juga distribusi ukuran butirnya (Speight, 2005).

Kandungan air bawaan berada pada mikro pori, yang mempunyai tekanan lebih rendah dari tekanan uap normal. Kandungan air bawaan ini penting diketahui, karena dapat digunakan untuk mengindikasi peringkat batubara. Batubara makin tinggi kandungan air bawannnya, peringkatnya makin rendah. Kadar air total (total moisture) adalah banyaknya air yang terkandung dalam batubara sesuai kondisi di lapangan (as received), baik yang terikat secara kimiawi maupun pengaruh kondisi luar. Kadar air total adalah penjumlahan dari kadar air bebas dan kadar air bawaan, yang merupakan salah satu parameter penting karena berpengaruh terhadap pengangkutan, penanganan dan penggerusan terutama dalam proses pembakarannya (Speight, 2005).

Kadar air dalam batubara dapat meningkatkan kehilangan panas, karena penguapan dan pemanasan berlebih dari uap, membantu pengikatan partikel halus pada tingkatan tertentu dan membantu radiasi transfer panas. Adanya kandungan air yang berlebihan maupun terlalu sedikit dapat menimbuikan masalah dari segi handling. Bila kandungan air berlebih, akan menyebabkan batubara lengket dan menempel pada berbagai tempat. Bahkan dapat pula menyebabakan penyumbatan pada screen dan berbagai peraiatan lainnya. Kebalikannya, bila kandungan air sangat kurang, akan menyebabkan berterbangannya debu batubara.

VI.2.2 Kandungan Abu

(7)

Mineral matter terdiri atas 2 macam yaitu mineral matter bawaan (inherent mineral matter) serta material mineral dari luar batu bara (extraneous mineral matter). Inherent mineral matter berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan yang hidup di rawa-rawa dan sulit dipisahkan dari batu bara, biasanya berjumlah 0,5 – 1,0 %. Extraneous Mineral Matter terjadi saat terambil waktu penambangan (parting), yang terbawa waktu terjadi banjir ke lapisan batubara pada waktu pembentukannya. Extraneous Mineral Matter dapat dipisahkan dari batubara dengan proses pencucian (Speight, 2005).

Jika batubara dipanaskan maka mineral matter tersebut akan mengalami perubahan secara kimia menjadi abu. Abu merupakan sisa-sisa zat organik yang terkandung dalam batubara sebagai pengotor, baik dari proses pembentukannya maupun dari proses penambangannya. Perubahan secara kimia tersebut, yaitu: kehilangan air dari senyawa-senyawa yang mengandung hidrogen, kehilangan CO2 dari karbonat, oksidasi FeS2 menjadi besi sulfida dan magnesium oksida,

penguapan dan penguraian dari alkali chloride (Speight, 2005).

Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungannya berkisar antara 5% hingga 40%. Abu mengurangi kapasitas handling dan pembakaran, meningkatkan biaya handling, mempengaruhi efisiensi pembakaran dan efisiensi boiler, menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan

VI.2.3 KandunganSulfur.

Sulfur merupakan zat pencemar, maka adanya sulfur yang tinggi sangat tidak dikehendaki. Senyawa sulfur di dalam batubara akan sangat merugikan antara lain akan menimbulkan korosi, akan menimbulkan polusi SO2 dari udara,

senyawa sulfur dioksidasi menjadi SO2 dan SO3. Kedua oksida ini di dalam

larutan alkali akan menjadi sulfat, misalnya BaSO4 yang dihasilkan merupakan

persentase sulfur di dalam batubara. Sulfur mempengaruhi kecenderungan teradinya penggumpalan dan penyumbatan.

Ada 3 macam bentuk sulfur yaitu :

a. Pyritic Sulfur (FeS2) biasanya berjumlah 20 – 80 % dari total sulfur dan

(8)

b. Organic Sulfur biasanya berjumlah relatif dan bervariasi antara 20 – 80 % dari total sulfur. Sulfur Organik terikat secara kimia dengan substansi atau zat-zat lain.

c. Sulphate sebagaian besar terdiri dari kalsium sulfat (CaSO4) dan besi sulfat.

Secara umum untuk memperkirakan jumlah mineral matter dapat dicari dengan menggunakan Formula Parr Asli (North America) :

MM = 1,08 A + 0,55 S

Formula diatas didasarkan pada Basis air dried, dimana MM adalah Mineral Matter, A adalah Abu dan S adalah Sulfur.

VI.2.4 ZatTerbang.

Zat terbang (Volatile Matter) merupakan zat aktif yang menghasilkan energi atau panas apabila batubara dibakar. Zat terbang terdiri dari Combustible gasses (gas-gas yang mudah terbakar) seperti gas hidrogen, CO, dan CH4 serta gas-gas

yang dapat dikondensasikan seperti tar dengan sejumlah kecil gas-gas yang tidak terbakar seperti CO2 dan air yang terbentuk karena hasil dehidrasi dan kalsinasi.

Zat terbang juga dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan peringkat batubara. Pengaruhnya dalam preparasi batubara adalah jika kandungan zat terbang tinggi (>24 %) maka batubara akan mudah terbakar. Zat terbang berbanding lurus dengan peningkatan panjang nyala api, dan membantu dalam memudahkan penyalaan batubara, mengatur batas minimum pada tinggi dan volum tungku, mempengaruhi kebutuhan udara sekunder dan aspek-aspek distribusi, mempengaruhi kebutuhan minyak bakar sekunder (Speight, 2005). VI.2.5 Karbon Tetap (Fixed Carbon)

Fixed Carbon menunjukkan kandungan karbon batubara, berupa zat padat dan jumlahnya ditentukan oleh kadar air, abu dan zat terbang. Semakin tinggi nilai karbon tetap semakin tinggi kandungan karbonnya yang berarti peringkatnya semakin baik. Kandungan Fixed Carbon dapat dihitung melalui persamaan :

FC = 100 – ( A + VM + IM )

(9)

Ratio (FR). FR juga dapat digunakan sebagai pegangan untuk menentukan peringkat batubara (Speight, 2005).

VI.2.6 Nilai Kalor

Nilai kalor dari batubara merupakan jumlah panas dari komponen yang terbakar seperti karbon, hidrogen, dan sulfur. Nilai kalor yang benar-benar dimanfaatkan dalam proses pembakaran batubara adalah nilai kalor bersih (net calorific value) Yaitu nilai kalor pembakaran dimana semua air (H2O) dihitung

dalam keadaan wujud gas.. Sedangkan nilai kalor yang biasa digunakan sebagai laporan dari analisa adalah keseluruhan (gross calorific value) Yaitu nilai kalor pembakaran dimana semua air (H2O dihitung dalam keadaan wujud cair..

VI.3 Sampling Batubara dan Penyiapan Sampel Uji

Tujuan utama dari pemercontohan ialah untuk mengumpulkan secara terkendali sejumlah material dari mana ia diambil. Material yang diambil tersebut disebut contoh (sample), merupakan material yang akan dipersiapkan melalui prosedur tertentu hingga ia memenuhi syarat untuk uji – uji yang dikehendaki, apakah itu uji fisik atau analisis laboratorium. Tipe uji atau analisis yang akan dilakukan, tergantung pada karakteristik apa yang ingin diukur. Data- data yang diperoleh dari contoh akan dimanfaatkan untuk berbagai tujuan seperti :

1. Menentukan karakteristik pencucian dari endapan batubara dengan uji endap apung. Digunakan untuk merancang pabrik pencucian.

2. Mendapatkan informasi tentang batubara yang ditambang.

3. Memeriksa kondisi batubara pada tempat–tempat tertentu selama material tersebut bergerak, hingga dapat dibandingkan dengan syarat optimum.

4. Mendapatkan data-data perolehan/kehilangan yang bertujuan untuk memperbaikinya, yaitu dengan meningkatkan perolehan atau sebaliknya menurunkan kehilangan.

5. Menentukan karakteristik fisik/kimia dari produk yang dihasilkan seperti kandungan abu, air, sulfur dan nilai kalor.

(10)

pemercontohan batubara adalah : Pemilihan metode pemercontohan, pemilihan lokasi pemercontohan, pemercontohan dilakukan pada kondisi steady –state. jumlah percontoh harus cukup untuk semua kebutuhan analisis, pemilihan metode mereduksi jumlah/berat percontoh dan penomoran. Pengambilan sampel batubara terdiri dari sampel insitu dan sample eksitu. Sampel insitu diambil langsung pada lapisan batu bara sebelum dilakukan penambangan. Sampel eksitu, sampel batubara yang diambl setelah ditambang (Speight, 2005).

Sampel batubara perlu diremuk, digerus, dibagi maupun diperkecil jumlahnya sebelum dilakukan analisis. Proses pekerjaan ini disebut dengan reduksi sampel. Karena analisis batubara biasanya dilakukan dengan sampel yang tidak banyak, maka proses reduksi harus dilakukan dengan benar agar didapatkan hasil analisis yang akurat. Proses ini dilakukan dengan salah satu atau gabungan dari cara-cara berikut ini: metode reduksi inkremen (increment reduction method), metode reduksi dengan menggunakan Riffle Divider. metode reduksi dengan mesin pereduksi (alat pembagi sampel/splitter), metode reduksi berdasarkan proporsi masing-masing ukuran butir. Metode conical quartering dan alternate shovel sebenarnya dapat pula dipakai, tetapi karena tingkat kesalahannya besar sebaiknya dihindari pemakaiannya (Speight, 2005).

VI.4 Analisis Batubara

Terdapat beberapa metode untuk menganalisis batubara diantaranya yaitu : analisis ultimate dan analisis proximate.

VI.4.1 Analisis Proksimat

Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash).

Kandungan air dinyatakan dalam persen massa yang menunjukkan nilai berkurangnya massa/berat dari sampel batubara, setelah dikeringkan dengan pemanasan pada pada suhu 107 ± 2 °C dan diberi penutup. Sampel kemudian didinginkan hingga suhu kamar dan ditimbang lagi. Kehilangan berat merupakan kadar airnya (Speight, 2005).

(11)

pengabuan (insenerasi, pembakaran menjadi abu), belerang organik dan belerang pirit terbakar menjadi oksida belerang. Pemanasan dilakuka terus dan dikontrol agar jumlah sulfatnya berada pada tingkat minimum selama pengabuan dan ditambah dengan adanya penguraian sempurna dari karbonat, maka zat sisa anorganik yang terjadi selama sulfat tidak mengalami penguraian itulah yang disebut kandungan abu. Pada analisis ini, sampel dibakar pada temperatur 815 ± 10°C di dalam media udara dengan mengikuti pola peningkatan temperatur yang telah ditetapkan. Jumlah abu yang tertinggal, lalu dihitung sebagai persen massa dari sampel. Inilah yang kemudian disebut sebagai kandungan abu (ash content) dalam persen.

Pengukuran bahan yang mudah menguap (volatile matter), sampel dimasukkan kedalam krusibel tertutup, lalu sambil diupayakan agar tidak terjadi kontak dengan udara, sampel dipanaskan pada temperatur 900 ± 20°C, dalam waktu yang cukup singkat. Setelah itu kehilangan massa akibat pemanasan terhadap sampel dihitung berdasarkan persen massa. Kemudian nilai tersebut dikurangi dengan nilai kandungan air dari analisa kuantitatif yang dilakukan bersamaan. Hasilnya inilah yang berupa kandungan zat terbang, yang terdiri dari unsur-unsur yang mudah menguap di dalam batubara itu sendiri, atau zat-zat yang terlepas ke udara akibat proses pemanasan.

Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung turut andil terhadap nilai panas batubara. Fixed carbon bertindak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukan mudahnya penyalaan bahan bakar. Kandungan karbon tetap didapatkan dari analisis tak langsung, Fixed Carbon atau FC dihitung dari pengurangan nilai 100 dengan kadar air, bahan mudah menguap dan abu (Speight, 2005)..

VI.4.2 Analisa Ultimat

Merupakan analisis terhadap unsur-unsur yang terkandung di dalam batubara, meliputi kadar karbon, hidrogen, nitrogen, belerang dan oksigen yang berfungsi untuk menentukan kadar zat-zat yang mungkin dapat mengganggu proses pengolahan ataupun kualitas batubara (Speight, 2005).

(12)

Nilai kalori atau nilai panas atau kadang-kadang disebut energi spesiflk, ditentukan dengan membakar conto dengan berat tertentu di dalam bomb calorimeter dengan cara adiabatik. Nilai kalori dihitung dari pengamatan temperatur yang dilakukan sebelum dan sesudah combustion (Speight, 2005).

Basis pelaporan kualitas batubara yang dipakai adalah sebagai berikut : a. Air dried basic (adb) atau as analysed basic, hasil ini diperoleh dari analisis

batubara setelah pengeringan. Kebanyakan analisis mula-mula dilaporkan atas dasar ini, dan dapat diubah dengan perhitungan pada dasar lain (Miller, 2005). b.As sampled basic (asb) atau As Received (ar), dihitung atas dasar lokasi

dimana sample diambil (Miller, 2005).

c. Dry basic (db), analisis didasarkan atas dasar persen bebas air untuk menghindari variasi pada analisis proksimat yang disebabkan oleh perbedaan kandungan air (Miller, 2005).

d.Dry, ash free basic (daf), dasar yang dipakai untuk menunjukkan kondisi hipotesis dimana batubara tersebut bebas dari air dan abu. Biasanya digunakan untuk zat terbang, nilai kalor, carbon dan hydrogen (Miller, 2005).

e. Dry, mineral matter free basic (dmmf), dasar ini juga untuk menunjukkan kondisi hipotesis dimana batubara bebas dari semua air dan mineral matter. Dasar ini biasa dipakai pada analisis ultimat, zat terbang dan nilai kalori (Miller, 2005).

VI.5 Karbonisasi

Karbonisasi adalah salah satu proses alternatif untuk konversi batubara dalam bentuk bahan bakar lain. Karbonisasi dilakukan dengan memanaskan batubara tanpa kontak dengan udara pada temperatur beberapa ratus derajat untuk menghasilkan material-material, seperti: padatan yang mengalami pengayaan karbon yang disebut char/semicoke, larutan yang merupakan campuran hidrokarbon disebut tar, aqueous liquor, dan hidrokarbon lain dalam bentuk gas (Edgar, 1983).

Karbonisasi batubara pada umumnya diklasifikan menjadi dua, yaitu karboisasi temperatur rendah dan karbonisasi temperatur tinggi. Karbonisasi temperatur rendah dilakukan pada suhu kurang dari 1300oF (704,4oC) untuk

(13)

pada suhu 1650oF (898,9oC), secara langsung dapat menghasilkan menghasilkan coke bahan bakar untuk industri peleburan besi dan baja (Edgar, 1983).

Karbonisasi disebut juga pirolisis, dimana proses pembakaran diharapkan dapat memperkaya unsur karbon material organik pada batubara. Proses pirolisis dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu : Gray-King dan Fischer (Edgar, 1983).

1. Tes karbonisasi Gray-King

Tes Gray-King menentukan jumlah padatan, larutan dan gas yang diproduksikan akibat karbonisasi. Tes dilakukan dengan memenaskan sampel didalam tabung tertutup dari temperatur 300°C menjadi 600°C selama 1 jam untuk karbonisasi temperatur rendah atau dari 300°C menjadi 900°C selama 2 jam untuk karbonisasi temperatur tinggi (Edgar, 1983).

2. Tes Karbonisasi Fischer atau Fischer-Schroder

Prinsipnya sama dengan metode Gray-King, perbedaan terletak pada peralatan dan kecepatan pemanasan. Pemanasan dilakukan di dalam tabung alumunium selama 80 menit. Tar dan liquor dikondensasikan ke dalam air dingin. Akhirnya didapatkan persentase coke, tar dan, air sedangkan jumlah gas didapat dengan cara mengurangkannya. Tes Fischer umum digunakan untuk batubara rank rendah (brown coal dan lignit) untuk karbonisasi temperatur rendah (Edgar, 1983).

(14)

Gambar 6.1 Pengaruh rank batubara terhadap kehilangan berat selama proses pirolisis (Edgar, 1983).

V. METODE PENELITIAN

Penyusunan Tugas Akhir ini dilakukan dengan menggabungkan antara teori dan kenyataan dilapangan, sehingga dari keduanya didapatkan pendekatan masalah yang paling baik. Urutan penelitian yang digunakan sebagai berikut :

VII.1 Studi literatur

Mempelajari literatur berupa teori-teori, rumusan-rumusan dan data-data yang berhubungan dengan percontohan, analisis dan proses karbonisasi batubara, agar pembaca dapat memahami laporan tugas akhir yang dibuat. VII.2 Pengamatan lapangan

Pengamatan dilakukan tujuannya untuk menentukan batas-batas tempat atau lokasi yang nantinya akan dilakukan pengambilan data, dimana lokasi pengambilan sampel di area kerja PT Bukit Asam (Persero), Tanjung Enim. VII.3 Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam rangka penyusunan tugas akhir ini, yang terdiri dari :

a. Data sekunder, yaitu data-data mendukung yang diambil dari literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian. Data-data pendukung yang meliputi : teknik percontohan, analisis dan proses karbonisasi batubara. b. Data primer, yaitu data-data penelitian yang diperoleh langsung dari

(15)

VII.4 Pengolahan data

Usaha untuk menyusun data dan diolah kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kegunaanya. Dalam penelitian ini, data berupa sampel batuabara akan dilakukan analisis di laboratorium, sehingga diperoleh data perubahan berat sampel batubara (kehilangan berat) setelah dipanaskan dengan selang suhu 0o - 600oC. Kemudian dilakukan analisis nilai kalori

masing-masing dari sampel batubara setelah dipanaskan. VII.5 Analisa hasil pengolahan data

Data yang telah diolah kemudian dianalisa untuk dibandingkan dengan teori yang terdapat dalam literatur. Sehingga diperoleh grafik perbandingan antara kehilangan berat batubara pada masing-masing rank dengan pemanasan suhu dalam proses pirolisis. Kemudian dilakukan analisa sehingga diperoleh pula grafik perbandingan nilai kalori terhadap kehilangan berat dalam proses pirolisis.

VII.6 Kesimpulan

Proses ini merupakan penyimpulan yang didasarkan atas segala data yang telah diolah dan dianalisa. Kesimpulan dalam penelitian ini diharapkan akan diperoleh suhu optimal dalam proses pirolisis.

DAFTAR PUSTAKA

(16)

Edgar, T. F., 1983. Coal Processing and Pollution Control. Gulf Publishing Company, Houston, Texas.

Herlina, A., Handayani, H. E., Iskandar, H., 2014. Pengaruh Fly Ash dan Kapur Tohor Pada Netralisasi Air Asam Tambang Terhadap Kualitas Air Asam Tambang (pH, Fe, & Mn) Di IUP Tambang Air Laya PT Bukit Asam (Persero), Tbk. Jurnal Ilmiah Teknik, 2: 2.

Miller, B. G., 2005. Coal Energy System. Elsevier Academic Press, California, USA.

Speight, J. G., 2005. Handbook of Coal Analysis. Wiley Interscienc, Hoboken, New Jersey.

Gambar

Gambar 6.1 Pengaruh rank batubara terhadap kehilangan berat selama proses

Referensi

Dokumen terkait

(Sphyraenidae), ikan ekor kuning (Caesonidae), ikan kakak tua (Scaridae), ikan naso (Acan- thuridae), dan ikan jabong (Balistidae). Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka

Hal ini dikarenakan penyimpanan pada suhu rendah membuat jumlah kehilangan air pada bunga potong krisan yang disimpan lebih rendah sehingga umur simpan bunga potong

Hal ini dapat disebabkan karena pada dealuminasi zeolit dengan proses hidrotermal, aluminium yang telah dilepaskan dari kerangka zeolit, akan pindah atau berada

Sesuai dengan penelitian relevan yang dilakukan oleh Warsini (2007) dengan judul “Keterampilan pengelolaan kelas guru SDN wilayah kecamatan Selo kabupaten Wonogiri

Hal ini menunjukkan bahwa H 1 diterima, artinya tada hubungan antara pola pemberian ASI dengan perkembangan bayi usia 9 bulan.Hasil penelitian Lidya dan Rodiah

Pengaruh Konseling Terhadap Perubahan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Dalam Mengikuti Program Prevention Of Mother To Child Transmission (PMTCT) Prong

Berdasarkan data yang didapat, ditemukan jumlah penderita HIV dengan komplikasi intrakranial yang dirawat oleh bagian Neurologi adalah 11 pasien, dengan keterangan sebagai berikut

Namun bila dilihat dari masing-masing Kecamatan, terlihat sex ra- tio terbesar terdapat di Kecamatan Arongan Lambalek yakni sebesar 106,67 dan yang terkecil terdapat di