• Tidak ada hasil yang ditemukan

SENGKETA UU PERINDUSTRIAN DAN UU MIGAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SENGKETA UU PERINDUSTRIAN DAN UU MIGAS"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Ferin Chairysa NPM : 1206209356

Tugas : Hukum Antar Wewenang

ANALISIS SENGKETA KEWENANGAN UU PERINDUSTRIAN DAN UU MIGAS

Isu terpenting dalam membahas dan mendalami hukum antara wewenang adalah masalah sengketa kewenangan. Sengketa kewenangan adalah klaim penggunaan wewenng yang dilakukan oleh 2 (dua) Pejabat Pemerintahan atau lebih yang disebabkan oleh tumpang tindih atau tidak jelasnya Pejabat Pemerintahan yang berwenang menangani suatu urusan pemerintahan.1 Sengketa kewenangan ini dapat terjadi baik dalam implementasi

praktik pemerintahan maupun tataran pengaturannya.

Dalam implementasi praktik pemerintahan, sengketa yang biasa terjadi misalnya pengeluaran izin yang bukan merupakan wewenang dari pejabat yang mengeluarkan baik ditinjau dari daerah maupun waktunya. Sedangkan dalam tataran pengaturannya, sengketa kewenangan yang biasa terjadi disebabkan oleh ketidakharmonisan pengaturan beberapa peraturan perundang-undangan. Sehingga hal-hal yang seharusnya diatur dalam suatu undang-undang, pada kenyataannya telah diatur oleh undang-undang lainnya. Hal ini pun berakibat pada perebutan dan ketidakjelasan kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing pejabat yang menjalankan kegiatan pemerintahan tersebut.

Dalam tulisan ini, penulis akan membahas mengenai sengketa kewenangan yang timbul akibat tidak harmonisnya pengaturan yang ada di dalam dua undang-undang ini. Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (UU Perindustrian) dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).

(2)

Pembangunan sektor industri telah memiliki landasan hukum sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian sebagai pengejawantahan dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun, akibat tuntutan perkembangan ekonomi dan perindustrian yang sangat dinamis, diperlukan undang-undang baru yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (UU Perindustrian). Undang-undang yang baru ini diharapkan dapat menjadi intrumen pengaturan yang efektif dalam pembangunan industri.

Industri adalah seluruh bentuk kegaiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri.2 Bentuk kegiatan

mengolah bahan baku ini sangatlah luas dan dapat dibagi dalam berbagai sektor. Bahkan, mengenai sektor-sektor khusus telah terdapat pendelegasian kewenangan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan, dan Pengembangan Industri. Hal ini terlihat dalam Pasal 2 dari peraturan pemerintah ini yang menyatakan bahwa pelaksanaan kewenangan pembinaan dan pengembangan industri tertentu diserahkan kepada Menteri lainnya, beberapa diantaranya adalah mengenai penyulingan minyak bumi dan pencairan gas alam oleh Menteri Pertambangan dan Energi (saat ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral).

Dari analisis penulis terhadap kedua undang-undang ini, terdapat beberapa hal yang menjadi sengketa, yaitu:

1. Kegiatan eksploitasi3 dalam hulu4 migas, diantaranya adalah pengolahan yang

terdiri atas kegiatan pemisahan dan pemurnian, diawasi oleh badan pelaksana dan Menteri EDSM. Jika melihat pada rumusan pasal mengenai pengertian industri, seluruh bentuk kegiatan yang berbentuk “mengolah” berarti masuk

2 Indonesia (b), Undang-Undang Perindustrian, UU No. 3 Tahun 2014, LN No. 4 Tahun 2014, TLN No. 5492, Psl. 1 angka 2.

3 Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dan Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan has bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.

(3)

kepada ruang lingkup perindustrian. Namun, menurut UU Migas, hal tersebut merupakan wewenang dari Menteri ESDM dan badan pelaksananya.

2. Begitupun dengan kegiatan hilir5 migas yang terdiri atas pengolahan,

pengangkutan, penyimpanan, dan perdagangan, diawasi oleh Menteri ESDM dan badan pengaturnya. Kegiatan pengolahan ini terdiri atas pemurnian, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi mutu dan mempertinggi nilai tambah yang secara umum sama dengan defenisi industri dalam UU Perindustrian. 3. Mengenai izin usaha Industri Strategis menurut Pasal 86 ayat (6) UU

Perindustrian harus diberikan oleh Menteri di bidang perindustrian. Migas merupakan Industri Strategis karena minyak bumi dan gas bumi merupakan industri yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Namun, hal ini pun bertentangan dengan apa yang telah diatur sebelumnya di dalam UU Migas, yang dalam hal izin kegiatan hulu berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana, sedangkan kegiatan hilir izinnya dikeluarkan oleh Pemerintah yang dalam konteks Migas bukanlah Menteri Perindustrian. Sehingga, mengenai perizinan ini terdapat hal yang bertentangan antara UU Perindustrian dan UU Migas.

4. Selain itu, mengenai teknologi dan data industri juga diatur oleh kedua undang-undang, yang pada akhirnya pelaksanaannya tidak berujung pada kementerian yang sama. UU Migas merujuk pada Menteri ESDM sedangkan UU Perindustrian merujuk pada Menteri Perindustrian. Namun sebenarnya mengenai hal ini tidak menimbulkan masalah yang besar seperti kewenangan dalam mengeluarkan izin. Karena dalam pelaporan dan pengawasan teknologi dan data, kedua kementerian ini dapat berjalan beriringan.

Namun, jika ditelaah lagi UU Perindustrian ini pun menyadari adanya tumpang tindih kewenangan yang dapat menjadikan sengketa antar dua kementerian ini. maka dari itu, di dalam UU Perindustrian telah ada pengaturan mengenai Komite Industri Nasional pada Bab XI yang mana bertujuan untuk mendukung pencapaian pembangunan industri. Komite ini dikepalai oleh Menteri dalam hal ini Menteri Perindustrian, dan beranggotakan

(4)

menteri terkait, kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang berkaitan dengan industri, dan perwakilan dunia usaha. Komite ini bertugas untuk melakukan koordinasi dan evaluasi dalam rangka pembangunan industri yang memerlukan dukungan lintas sektor dan daerah; melakukan pemantauan tindak lanjut hasil koordinasi; melakukan koordinasi pelaksanaan pengawasan pengaturan yang bersifat teknis untuk bidang industri tertentu dalam rangka pembinaan, pengembangan, dan pengaturan industri; serta memberi masukan dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional, Kebijakan Industri Nasioanl, dan Rencana Kerja Pembangunan Industri.

Dapat dipahami bahwa tujuan adanya Komite ini sebenarnya adalah untuk menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya Kementerian Perindustrian dan Kementerian sektoral lainnya harus berkoordinasi tanpa harus ada tumpang tindih kewenangan. Namun, yang memang luput dari perhatian dalam UU Perindustrian dan UU Migas ini adalah masalah pengeluaran izin dalam kegiatan Migas yang tergolong pada Industri Strategis.

Jika dilihat pada konstruksi UU Perindustrian, undang-undang ini mengatur hal-hal yang sangat makro dan luas seperti Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional, Kebijakan Industri Nasional, Perwilayahan Industri Nasional, Pembangunan Sumber Daya Industri, Pembangunan Saran dan Prasarana Industri, dan sebagainya. Sedangkan UU Migas hanya mengatur sektoral dan hal tentang Migas saja.

(5)

Referensi

Dokumen terkait

dapat dalam mekanisme perdagang an yang dibentuk oleh FLO. Pertama, terkait dengan minimum price. Minimum price merupakan mekanisme yang diatur oleh FLO untuk menjamin

Berdasarkan analisis diketahui, hanya titik pengamatan L- 3 (yang mencapai 23%) dianggap beda wicara'aksen'. Di daerah penelitian masih ditemukan adanya leksikon

• Setiap tindakan komunikasi yang dilakukan oleh seseorang bisa terjadi mulai dari tingkat kesengajaan yang rendah artinya tindakan komunikasi yang tidak direncanakan (apa saja

Antibodi terhadap MG yang dideteksi secara serogis dengan pengujian yang berbeda, yaitu dengan RSA, kit ELISA komersial, dan iELISA pada ayam dengan status, kondisi dan jenis

Berkenaan dengan Alam Surambi Sungai Pagu (ASSP) adalah berdiri dengan sendirinya, disejarahkan sesudah berkembangnya nenek 60 kurang aso, potensi, kekuatan serta

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul

Isi minimal dari asesmen rawat inap anak terdiri dari : keluhan utama, riwayat penyakit saat ini dan masa lalu, riwayat penyakit keluarga,

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang hanya dengan rahmat dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer,