• Tidak ada hasil yang ditemukan

gambaran pengetahuan tentang kekerasan d (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "gambaran pengetahuan tentang kekerasan d (1)"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada beberapa kasus kekerasan, negara melalui aparat represifnya turut menjadi aktor aktif tindak kekerasan tersebut. Di negara Myanmar, sebagaimana dilaporkan Organisasi Perempuan Etnis Karen, telah terjadi 125 kasus kekerasan seksual oleh rezim militer antara tahun 1998-2004 (Sunarto, 2009).

Menurut Adam (2011), data tentang kekerasan terhadap perempuan di Indonesia tidak dikumpulkan secara sistematis pada tingkat nasional. Laporan dari institusi pusat krisis perempuan, menunjukkan adanya peningkatan tindak kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan. Menurut Komisi Perempuan tahun 2010 mengindikasikan 72% dari perempuan melaporkan tindak kekerasan yang didapatkan setelah menikah dan pelakunya adalah orang terdekat yaitu suami.

(2)

Menurut Priyambodo (2011), data Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) masih tersembunyi atau tidak terungkap ke permukaan. Banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga di Aceh, namun tidak semuanya terdata dan dilaporkan kepada pihak berwenang atau berlanjut ke pengadilan. Dalam hal ini, diharapkan kepada elemen masyarakat terutama para aktivis perempuan agar membantu pemerintah mensosialisasikan dampak buruk yang ditimbulkan dari kasus-kasus KDRT.

Sepanjang tahun 2011 dan 2012 tercatat kasus yang paling dominan di Aceh Lhokseumawe adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kasus KDRT yang terjadi di Lhokseumawe mencapai 402 kasus selama dua tahun terakhir. Data ini terungkap berdasarkan hasil laporan pemantauan yang dilakukan oleh sejumlah aktifis perempuan dan HAM (Hak Azasi Manusia). Kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat menempati peringkat kedua, yaitu sebanyak 148 kasus (Mursyid, 2013).

(3)

memberikan akibat langsung dan negatif pada perempuan dalam lingkup rumah tangga (Adam, 2011).

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Chandra, 2010).

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan khususnya terhadap perempuan oleh pasangannya maupun anggota keluarga dekatnya, terkadang juga menjadi permasalahan yang tidak pernah diangkat ke permukaan. Meskipun kesadaran terhadap pengalaman kekerasan terhadap wanita berlangsung setiap saat, fenomena KDRT terhadap perempuan diidentikkan dengan sifat permasalahan ruang privat. Dari perspektif tersebut, kekerasan seperti terlihat sebagai suatu tanggung jawab pribadi dan perempuan diartikan sebagai orang yang bertanggung jawab baik itu untuk memperbaiki situasi yang sebenarnya didikte oleh norma-norma sosial atau mengembangkan metode yang dapat diterima dari penderitaan yang tak terlihat (Faiz, 2007).

(4)

reproduksi terganggu secara biologis yang pada akhirnya mengakibatkan terganggunya secara sosiologis. Istri yang teraniaya sering mengisolasi diri dan menarik diri karena berusaha menyembunyikan bukti penganiayaan mereka (Adam, 2011).

Berdasarkan penjajakan awal di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe terdapat 5 dusun, dengan jumlah PUS sebanyak 826 orang yang berumur (19-45) (Dinkes), diantaranya yaitu Dusun 1 dengan jumlah PUS sebanyak 151 orang, Dusun 2 jumlah PUS 120 orang, Dusun 3 jumlah PUS 137, Dusun 4 jumlah PUS 181 dan Dusun 5 jumlah PUS 237.

Hasil wawancara peneliti di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe, terdapat beberapa kasus kekerasan rumah tangga (KDRT) yang diperoleh dari keterangan Kepala Desa setempat. Kemudian, penulis melakukan pendekatan terhadap 12 ibu yaitu korban KDRT tersebut untuk mendapatkan informasi, diketahui bahwa 5 ibu kerap mengalami pertengkaran dan pukulan serta cacian yang sangat menyakiti hati dan fisik, 3 ibu merasa sedih atas peristiwa yang dialami rumah tangganya, 4 ibu juga kerap merasa malu, karena pertengkaran dan perkelahian dengan suaminya tersebut telah diketahui oleh warga sekitar.

(5)

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengetahuan pasangan usia subur tentang kekerasan dalam rumah tangga di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengetahuan pasangan usia subur tentang kekerasan dalam rumah tangga di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengetahuan pasangan usia subur tentang pengertian kekerasan dalam rumah tangga.

b. Untuk mengetahui pengetahuan pasangan usia subur tentang penyebab kekerasan dalam rumah tangga.

c. Untuk mengetahui pengetahuan pasangan usia subur tentang bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga.

d. Untuk mengetahui pengetahuan pasangan usia subur tentang dampak kekerasan dalam rumah tangga.

e. Untuk mengetahui pengetahuan pasangan usia subur tentang penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga.

f. Untuk mengetahui pengetahuan pasangan usia subur tentang undang-undang kekerasan dalam rumah tangga.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi kepada bidan dan petugas kesehatan untuk konseling kepada para pasangan usia subur tentang kekerasan dalam rumah tangga dan dampaknya bagi kesehatan.

(6)

a. Responden

Diharapkan dengan mengisi kuesioner yang penulis sebarkan para responden menjadi ingin tahu lebih banyak tentang kekerasan dalam rumah tangga. Dengan mengetahui banyak tentang kekerasan dalam rumah tangga dapat menjaga keutuhan rumah tangga menjadi harmonis dan mencegah berbagai komplikasi dari kesehatan reproduksi yang dapat timbul dari perbuatan tersebut.

b. Tenaga Kesehatan

Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya para bidan untuk dapat memberikan informasi atau konseling kepada responden tentang kekerasan dalam rumah tangga.

c. Institusi Pendidikan

Meningkatkan pengetahuan bagi mahasiswa dan dapat dijadikan referensi perpustakaan serta dapat menjadi acuan untuk penelitian yang akan datang.

d. Peneliti

Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi penulis tentang kekerasan dalam rumah tangga serta sebagai aplikasi dari ilmu yang telah didapatkan.

E. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup Materi

Adapun materi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengetahuan pasangan usia subur tentang kekerasan dalam rumah tangga.

2. Ruang lingkup responden

Semua pasangan usia subur yaitu ibu rumah tangga di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe.

(7)

Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini dilakukan pada Bulan Januari Tahun 2015.

4. Ruang lingkup tempat

Penelitian ini dilakukan di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan adalah gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budidaya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono, 2007).

2. Tingkat pengetahuan

(8)

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. c. Aplikasi (application)

(9)

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan seseorang atau meletakkan dalam satu haluan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kata sendiri tentangg hal-hal yang telah dibaca atau didengar dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang dibaca.

f. Evaluasi (Evaluation)

(10)

sendirinya didasarkan dari suatu criteria yang ditentukan sendiri norma-norma yang berlaku di masyarakat.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Azwar (2007), pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:

a. Media Masa

Dengan majunya teknologi akan tersedia pula bermacam-macam media masa yang dapat pula mempengaruhi pengetahuan masyarakat.

b. Pengalaman

Pengalaman dari diri sendiri maupun orang lain yang meninggalkan kesan paling dalam akan menambah pengetahuan seseorang.

c. Sosial Budaya

Sosial budaya adalah hal-hal yang komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan serta kebiasaan berevolusi dimuka bumi ini sehingga hasil karya, karsa dan cipta dan masyarakat. Masyarakat kurang menyadari bahwa kurang mengetahui beberapa tradisi dan sosial budaya yang bertentangan dari segi kesehatan yang dimana hal ini tentunya berkaitan atau tidak terlepas dari suatu pendidikan.

(11)

Lingkungan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan seseorang

e. Penyuluhan

Meningkatkan pengetahuan masyarakat juga dapat melalui metode penyuluhan, dan pengetahuan bertambah seseorang akan berubah perilakunya.

f. Informasi

Informasi merupakan pemberitahuan secara kognitif baru bagi penambah pengetahuan. Pemberian informasi adalah untuk menggugah kesadaran ibu hamil terhadap suatu motivasi yang berpengaruh terhadap pengetahuan

4. Cara Pengukuran Pengetahuan

(12)

Menurut Erfandi (2009), penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa persentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut:

Keterangan :

N = Nilai pengetahuan Sp = Skor yang didapat

Sm = Skor tertinggi maksimum

Sedangkan menurut Arikunto (2006), kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan kriteria, yaitu :

a. Tingkat pengetahuan baik jika jawaban responden dari kesioner yang benar 76 – 100%

b. Tingkat pengetahuan cukup jika jawaban responden dari kesioner yang benar 56 – 75%

c. Tingkat pengetahuan kurang jika jawaban responden dari kesioner yang benar <56%

(13)

1. Pengertian

Pasangan usia subur berkisar antara usia 20-45 tahun dimana pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Ini dibedakan dengan perempuan usia subur yang berstatus janda atau cerai. Pada masa ini pasangan usia subur harus dapat menjaga dan memanfaatkan reprduksinya yaitu menekan angka kelahiran dengan metode keluarga berencana sehingga jumlah dan interval kehamilan dapat diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi dan kualitas generasi yang akan datang (Suparyanto, 2012).

Pasangan usia subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun atau pasangan suami-istri yang istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun, tetapi masih haid (datang bulan) dan semakin meningkat angka kelahiran akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu, dan juga berpengaruh terhadap keluarga itu sendiri (BKKBN, 2005).

2. Masalah dan Kebutuhan yang Dialami Pasangan Usia Subur (PUS)

(14)

harus memberikan penyuluhan yang benar dan dimengerti oleh masyarakat luas. (Suparyanto, 2012)

C. Konsep Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 1. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri. Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Wikipedia, 2008).

Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Chandra, 2010).

(15)

dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menepak, menendang dsb. Fakta yang ada bahwa perempuan rentan terhadap tindak kekerasan mendorong masyarakat di Dunia untuk memberikan perhatian yang serius, tapi tidak terbatas pada kekerasan fisik, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam lingkup keluarga masyarakat dan Negara, yang mana Negara bertindak sebagai pelakunya (Widyastuti, 2009).

2. Sasaran Kekerasan Dalam rumah Tangga

Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembatu rumah tangga, tinggal di rumah ini. Ironisnya kasus KDRT sering ditutup-tutupi oleh si korban karena terpaut dengan struktur budaya, agama dan sistem hukum yang belum dipahami. Padahal perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelakunya (Chandra, 2010).

(16)

suami lebih dominan pada istri, ada tindak kekerasan dalam rumah tangga dianggap masalah privasi, masyarakat tidak boleh ikut campur (Adam, 2010). 3. Penyebab Kekerasan Dalam rumah Tangga

Menurut Wikipedia (2008), penyebab kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai berikut:

a. Laki-laki dan perempuan tidak dalam posisi yang setara

b. Masyarakat menganggap laki-laki dengan menanamkan anggapan bahwa laki-laki harus kuat, berani serta tanpa ampun

c. KDRT dianggap bukan sebagai permasalahan sosial, tetapi persoalan pribadi terhadap relasi suami istri

d. Pemahaman keliru terhadap ajaran agama, sehingga timbul anggapan bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan

Menurut Chandra (2010), beberapa faktor penyebab yang dialami perempuan adalah sebagai berikut:

(17)

perempuan. Muncul ketidak adilan gender. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender tampak pada adanya peminggiran terhadap kaum perempuan (marginalisasi), penomorduaan (subordinasi), pelabelan (stereotipe negatif), adanya beban ganda pada perempuan serta kemungkinan munculnya kekerasan pada perempuan.

b. Adanya pemahaman ajaran agama yang keliru. Pemahaman yang keliru seringkali menempatkan perempuan (istri) sebagai pihak yang berada di bawah kekuasaan laki-laki (suami), sehingga suami menganggap dirinya berhak melakukan apapun terhadap istri. Misalnya, pemukulan dianggap sebagai cara yang wajar dalam ”mendidik” istri.

c. Prilaku meniru yang diserap oleh anak karena terbiasa melihat kekerasan dalam rumah tangga. Bagi anak, orang tua merupakan model atau panutan untuk anak. Anak memiliki kecenderungan untuk meniru prilaku kedua orang tuanya dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Anak yang terbiasa melihat kekerasan menganggap bahwa kekerasan adalah suatu penyelesaian permasalahan yang wajar untuk dilakukan. Hal ini akan dibawa hingga anak-anak menjadi dewasa.

d. Tekanan hidup yang dialami seseorang. Misalnya, himpitan ekonomi (kemiskinan), kehilangan pekerjaan (pengangguran), dan lain sebagainya.

Menurut Widyastuti (2010), penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah:

(18)

c. Pasangan mempunyai selingkuh

d. Adanya problema seksual (misalnya: impotensi, frigid, hiperseks) e. Pengaruh kebiasaan minum alkohol, drugs abused

f. Permasalahan dengan anak

g. Kehilangan pekerjaan/ Pengakhiran Hubungan Kerja (PHK)/ menganggur atau belum mempunyai pekerjaan

h. Istri ingin melanjutkan studi/ ingin bekerja i. Kehamilan tidak diinginkan atau infertilitas

Menurut Wiknjosastro (2006), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah:

a. Budaya

1) Sosialisasi khusus gender

2) Definisi cultural peran seks yang tepat 3) Pengharapan peran dalam suatu hubungan

4) Memiliki keyakinan bahwa laki-laki bersifat unggul

5) Nilai-nilai yang menyatakan bahwa laki-laki mempunyai hak milik atas perempuan dan anak perempuan

6) Anggapan bahwa keluarga merupakan lingkungan pribadi dan dibawah kendali laki-laki

7) Kebiasaan dalam perkawinan

8) Dijadikannya kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik b. Ekonomi

1) Ekonomi/ keuangan perempuan bergantung pada laki-laki 2) Akses yang terbatas ke dana kontan atau kredit

3) Hukum yang diskriminatif berkaitan dengan warisan, hak milik, penggunaann lahan milik umum/ masyarakat, dan biaya setelah perceraian atau pada saat menjanda

4) Akses yang terbatas dalam bidang pekerjaan di sektor formal maupun informal

5) Akses yang terbatas di bidang pendidikan dan pelatihan bagi perempuan c. Hukum

(19)

2) Hukum yang berkaitan dengan perceraian, hak asuh anak, biaya dan warisan

3) Definisi hukum mengenai pemerkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga

4) Perlindungan yang intensif terhadap perempuan dan anak perempuan oleh polisi dan hakim

d. Politik

1) Dibawah perwakilan, perempuan dalam kekuasaan politik, media, dan profesi hukum dan medis

2) Kekerasan dalam rumah tangga tidak ditanggapi dengan serius

3) Anggapan bahwa keluarga merupakan urusan pribadi dan bukan urusan Negara

4) Kemungkinan kalah menghadapi status quo/ hukum agama 5) Organisasi perempuan yang terbatas sebagai kekuatan politik

6) Partisipasi perempuan yang terbatas dalam system politik yang terorganisir

4. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai berikut: a. Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan untuk melukai, menyiksa atau menganiaya orang lain. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan dan kaki) atau dengan alat. Contoh: menampar, memukul, menjambak, menendang, menyudut dengan rokok, melukai dengan pisau (Wiknjosastro, 2006).

(20)

pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan cedera berat, tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari, pingsan, luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati, kehilangan salah satu panca indera, mendapat cacat, menderita sakit lumpuh, terganggunya daya pikir selama 4 (empat) minggu atau lebih, gugurnya atau matinya kandungan seorang wanita, dan kematian korban.

Kekerasan fisik ringan, berupa menampar wajah, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan cedera ringan dan rasa sakit luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat. Jika kekerasan fisik ringan dilakukan berulang-ulang (repetisi), maka dapat dimasukkan ke dalam kekerasan fisik yang berat (Wiknjosastro, 2006).

b. Kekerasan Psikologis

Menurut Wiknjosastro (2006), kekerasan psikologis adalah tindakan bertujuan menganggu atau menekan emosi korban. Secara kejiwaan, korban menjadi takut mengungkapkan pendapat, menjadi penurut, menjadi tergantung pada suami atau orang lain dalam segala hal. Akibatnya korban menjadi sasaran dan selalu dalam keadaan tertekan atau takut. Contohnya kekerasan psikologis ringan adalah penghinaan, caci maki, melarang istri berkunjung ke sanak saudara dan temannya, mengancam mengembalikan istri ke orang tuanya, melarang istri keluar rumah.

(21)

yang merendahkan atau menghina, penguntitan, yang masing-masing dapat mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut:

1) Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun

2) Gangguan stres pasca trauma

3) Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis)

4) Depresi berat atau destruksi diri

5) Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizo-frenia dan atau bentuk psikotik lainnya

6) Bunuh diri.

7) Ketakutan dan perasaan terteror

8) Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri dan kemampuan bertindak;

9) Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa indikasi medis)

Kekerasan emosional merupakan tindakan pencemoohan, pengucilan, tidak memberikan nafkah (bagi istri) serta tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk merendahkan martabat perempuan dan menelantarkan atau mengabaikan kepentingannya. Dampak kekerasan terhadap perempuan cukup serius bagi perempuan itu sendiri maupun bagi anak-anaknya. Secara psikologis, korban akan diliputi oleh perasaan tertekan, depresi, dan hilangnya rasa percaya diri. (Wiknjosastro, 2006).

(22)

yang dialami korban. Diperlukan keterangan psikologis atau psikiatris yang tidak saja menyatakan kondisi psikologis korban tetapi juga uraian penyebabnya (Alini, 2010).

c. Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual adalah tindakan yang bertujuan merendahkan citra atau kepercayaan diri seorang perempuan, baik melalui kata-kata maupun melalui perbuatan yang tidak disukai atau dikehendaki korbannya. Contohnya antara lain pemaksaan hubungan seksual, perkosaan, pelecehan seksual. Tindak perkosaan tidak hanya terbatas pada pemaksaan masuknya alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan, tetapi juga termasuk penggunaan benda-benda untuk menimbulkan kesakitan pada alat kelamin dan bagian-bagian lain dari tubuh korban (Wiknjosastro, 2006).

Kekerasan seksual terbagi menjadi kekerasan seksual berat dan ringan. Kekerasan seksual berat berupa:

1) Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa benci, terteror, terhina, dan merasa dikendalikan. 2) Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat

korban tidak menghendaki.

3) Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.

4) Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.

(23)

6) Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.

Kekerasan seksual ringan dapat berupa pelecehan seksual secara verbal, seperti:

1) Komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan, julukan atau 2) Secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau

3) Perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan

4) Menghina korban.

Jika kekerasan seksual ringan dilakukan berulang-ulang (repitisi), maka dapat dimasukkan sebagai kekerasan seksual berat (Alini, 2010). d. Kekerasan Ekonomi Dalam Rumah Tangga

Kekerasan ekonomi adalah pengabaian hak ekonomi, tidak memberi nafkah dan sesungguhnya istri tidak mempunyai peluang untuk mencari nafkah sendiri, atau justru melakukan pemerasan dan eksploitasi ekonomi (Wiknjosastro, 2006).

Kekerasan ekonomi berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa memaksa korban bekerja dengan cara eksploitasi termasuk pelacuran, melarang korban bekerja tetapi menelantar-kannya, dan mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan memanipulasi harta benda korban (Alini, 2010).

(24)

dimanfaat-kan tanpa seijin korban, atau korban dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan materi. Dalam kekerasan ini, ekonomi digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan korban (Alini, 2010).

5. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Menurut Wiknjosastro (2006), dampak kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai berikut:

a. Dampak Kekerasan Fisik

1) Perlukaan fisik termasuk luka robek yang dalam seperti terkena pisau, tusukan dan tembakan, memar, bengkak, perdarahan pada mata dan memar pada mata/ black-eye

2) Sakit pada tubuh dan otot, radang sendi/ arthritis dikarenakan pukulan yang terus menerus, tonjokan, tinju, menampar dan menendang

3) Ketidakmampuan yang permanen atau sebagian, seperti lumpuh pada jari-jari, kehilangan daya pendengaran atau penglihatan

4) Patah tulang dan gigi, retak pada rahang, retak pada kepala/ hairline skull cracks

5) Demam tinggi dan infeksi

6) Sakit kepala dan migraine dikarenakan benturan pada kepala dan tarikan rambut

7) Masalah pada jantung termasuk kesulitan untuk bernafas, sakit dada dan gemetar/ berdebar-debar

b. Dampak Kekerasan Psikologis

1) Ketakutan, kecemasan, kegugupan dan fobia

(25)

3) Rasa malu, perasaan bersalah, menyalahkan diri sendiri, kehilangan harga diri dan kepercayaan diri

4) Merasa terdesak oleh waktu, mood yang sering berubah, kelelahan yang sangat

5) Percobaan bunuh diri c. Dampak Kekerasan Seksual

1) Infeksi pada saluran reproduksi dan urin termasuk radang serviks, randang vagina kronis, sakit pada payudara dan sulit mengendalikan urin. 2) Penyakit Menular Seksual (PMS), HIV/ AIDS

3) Abnormal/ siklus menstruasi tidak teratur 4) Kehamilan yang tidak diinginkan/ direncanakan

5) Aborsi tidak aman dikarenakan kehamilan yang tidak diinginkan 6) Chronic dan perut/ sakit pada panggul

7) Keguguran

8) Irritable bowel syndrome

9) Perilaku yang membahayakan diri sendiri/ Self-injorious behaviours (misal: merokok, seks tanpa pengaman)

2) Hilangnya rasa hormat terhadap pelaku dan keluarga

3) Kekacauan dalam hubungan atau kehidupan keluarga yang normal 4) Kehancuran perkawinan atau perceraian

5) Interaksi sosial dan produktivitas menurun

6) Kesulitan keuangan, terutama ketika pelaku kekerasan menelantarkan keluarga atau ketika keluarga tersebut mempunyai kasus di pengadilan (terutama kasus penganiayaan seksual atau perkosaan)

7) Gangguan pada kegiatan sekolah anak dan aktivitas sosial lainnya

(26)

jangka panjang. Dampak langsung bisa berupa luka fisik, kehamilan yang tidak diinginkan, hilangnya pekerjaan, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam jangka panjang perempuan korban dapat mengalami gangguan psikis seperti hilangnya rasa percaya diri (menutup diri), ketakutan yang berlebihan, dan sebagainya. Kekerasan yang terjadi terkadang dilakukan pula secara berulang oleh pelaku pada korban yang sama. Kekerasan semacam ini dapat memperburuk keadaan si korban. Secara psikologis tentu akan muncul rasa takut hingga depresi. Hal tersebut biasanya terjadi karena adanya ketergantungan (dependence) perempuankorban terhadap pelaku (misalnya ketergantungan secara ekonomi). Seringkali pilihan menempuh jalur hukum pun merupakan alternatif pilihan yang sulit karena adanya ketergantungan tersebut. Akibat lain dari kekerasan dalam rumah tangga adalah stress, depresi, rasa takut, trauma, cacat fisik, perceraian, bahkan kematian (Chandra, 2010).

(27)

6. Penanggulangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Menurut Nuhatama (2011), untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:

a. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.

b. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak, saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling mengahargai setiap pendapat yang ada.

c. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.

(28)

e. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik.

7. Undang-undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Istilah KDRT sebagaimana ditentukan pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) tersebut seringkali disebut dengan kekerasan domestik. Kekerasan domestic sebetulnya tidak hanya menjangkau para pihak dalam hubungan perkawinan antara suami dengan istri saja, namun termasuk juga kekerasan yang terjadi pada pihak lain yang berada dalam lingkup rumah tangga. Pihak lain tersebut adalah 1) anak, termasuk anak angkat dan anak tiri; 2) orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, istri dan anak karena hubungan darah, perkawinan (misalnya: mertua, menantu, ipar dan besan), persusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga serta 3) orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Chandra, 2010).

(29)

kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus” (Cahyo, 2012).

Peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan status perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Siapapun memiliki hak untuk diperlakukan dengan baik oleh orang lain, sehingga UU PKDRT menjadi harapan dalam rangka menghapus kekerasan dalam rumah tangga yang masih banyak terjadi di sekitar kita. Persoalan kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya persoalan milik perempuan sebagai pihak yang rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Perlu keterlibatan laki-laki untuk bersamasama melangkah dan berbuat sesuatu untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Hal lain yang perlu disadari adalah bahwa pemulihan korban dari dampak kekerasan dalam rumah tangga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, pencegahan, pendampingan, pemulihan dan penegakan hukum dari tindak kekerasan dalam rumah tangga tidak dapat ditawar lagi pelaksanaannya (Chandra, 2010).

(30)

dan mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan (Cahyo, 2012).

D. Kerangka Teori

Berdasarkan teori yang telah di uraikan maka dapat dijabarkan kerangka teori sebagai berikut:

Domain Kognitif Tahu Memahami

Aplikasi Analisa Sintesis Evaluasi

Kategori Baik Cukup kurang Media masa

Pengalaman Sosial budaya Lingkungan Penyuluhan Informasi

Pengetahuan PUS (pasangan usia subur) tentang kekerasan

(31)

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Modifikasi: Chandra (2010), Widyastuti (2009), Adam (2011), Winkjosastro (2006), Alini (2010), Nuhatama (2011), Notoatmodjo (2005)

Keterangan:

: diperoleh dari (tidak diteliti)

: ada hubungan/ ada pengaruh (tak diteliti)

: tingkat domain yang digunakan dalam penelitian : kategori yang digunakan

: dimensi tingkat pengetahuan ibu yang diteliti : yang diteliti

BAB III

METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teoritis yang telah dibuat, maka dalam penelitian ini penulis membuat kerangka konsep sebagai berikut:

Dimensi a. Pengertian kekerasan dalam rumah tangga

b. Penyebab kekerasan dalam rumah tangga c. Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga d. Dampak kekerasan dalam rumah tangga e. Penanggulangan kekerasan dalam rumah

tangga

f. Undang-undang kekerasan dalam rumah tangga

a. Pengertian kekerasan dalam rumah tangga b. Penyebab kekerasan dalam rumah tangga c. Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga d. Dampak kekerasan dalam rumah tangga

(32)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan (Notoadmodjo, 2005), yang digunakan untuk mengetahui gambaran pengetahuan PUS (Pasangan Usia Subur) tentang kekerasan dalam rumah tangga di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan PUS (Pasangan Usia Subur) tentang kekerasan dalam rumah tangga di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe.

D. Cara Pengukuran Variabel

Untuk mengukur pengetahuan pasangan usia subur tentang kekerasan dalam rumah tangga dilakukan dengan mengajukan 25 pertanyaan dengan kriteria :

(33)

2. Penyebab kekerasan dalam rumah tangga terdiri dari 5 pertanyaan yaitu nomor 6 sampai dengan nomor 10.

3. Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga terdiri dari 5 pertanyaan yaitu nomor 11 sampai dengan nomor 15.

4. Dampak kekerasan dalam rumah tangga terdiri dari 5 pertanyaan yaitu nomor 16 sampai dengan nomor 20

5. Penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga terdiri dari 5 pertanyaan yaitu nomor 21 sampai dengan nomor 25

6. Undang-undang kekerasan dalam rumah tangga terdiri dari 5 pertanyaan yaitu nomor 26 sampai dengan nomor 30

Menurut Arikunto (2006), penilaian dilakukan yaitu, skor 1 diberikan pada jawaban yang benar dan skor 0 diberikan pada jawaban yang salah, kemudian pengetahuan responden dibagi dalam 3 kategori yakni baik, cukup, kurang dengan kriteria sebagai berikut:

1. Baik : bila subjek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh pertanyaan.

2. Cukup : bila subjek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh pertanyaan.

(34)

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No Variabel Penelitian

Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur

(35)

4. Dampak

Kuesioner Kuesioner Ordinal Baik Cukup Kurang

Populasi dalam penelitian adalah seluruh PUS (Pasangan Usia Subur) yang ada di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe yang berjumlah 826 pus.

2. Sampel.

(36)

baca tulis dan bersedia menjadi responden. Tehnik sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu tehnik sampling dengan pertimbangan tertentu.

n = N 1+N (d 2)

Keterangan: N: besar populasi n: besar sampel

d: presentasi kelonggaran ketidak telitian peneliti (5%) n = N

1+N (d 2)

n = 826 1+826 (0,052)

n = 826

1+826 (0,0025) n = 826

1+ 2,065 n = 826 3,065 n = 269,4

Setelah dilakukan perhitungan diatas, maka didapatkan besar sampel sebanyak 269 PUS. Selanjutnya sampel ini diambil menggunakan tehnik proporsi, sampel penentuan jumlah sampel pada setiap dusun masing-masing dihitung sebagai berikut:

Jumlah PUS

(37)

Jumlah PUS seluruhnya 151 orang

Dusun 1 : x 269 = 49 orang

826 orang 120 orang

Dusun 2 : x 269 = 39 orang

826 orang 137 orang

Dusun 3 : x 269 = 45 orang

826 orang 181 orang

Dusun 4 : x 269 = 59 orang

826 orang 237 orang

Dusun 5 : x 269 = 77 orang

826 orang

Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (Simple Random Sampling) yaitu dengan menggunakan teknik undian (Notoatmodjo, 2005).

G. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe. 2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2015.

H. Alat dan Metode Pengumpulan Data

(38)

Alat/ Instrumen adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner (angket) yang berupa sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden mengenai laporan pribadi atau hal-hal yang diketahui (Machfoedz, 2009).

2. Pengumpulan Data a. Data Primer

Pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data, dilakukan dengan menggunakan data primer melalui penyebaran kuesioner. Seluruh kuesioner dibagikan oleh peneliti dan ditemani oleh kader untuk mempermudah peneliti mengetahui rumah-rumah responden, kemudian responden diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai cara pengisian. Kemudian setelah kuesioner tersebut terisi peneliti kumpulkan, untuk diolah datanya.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh atau berasal dari registrasi institusi pihak lain yang telah melakukan pengumpulan data sebelumnya. Dalam penelitian ini data sekunder berasal dari Geuchik dan Bidan Desa di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe, buku, internet dan Dinas Kesehatan. I. Metode Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Menurut Budiarto (2002), beberapa data yang akan dikumpulkan akan diolah secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(39)

Meneliti kembali semua kelengkapan data yang telah terkumpul bila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data maka perlu diperbaiki kembali dengan memeriksanya.

b. Proses (Coding)

Hasil dan jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode sesuai dengan petunjuk coding

c. Proses (Tabulating)

Data yang telah lengkap dimasukkan dalam tabel data dihitung sesuai dengan variabel yang dijumlahkan dan disajikan kedalam tabel distribusi frekuensi.

2. Analisa Data

Menurut Budiarto (2002), analisa data dilakukan secara deskriptif dengan cara melakukan pengamatan terhadap tabel distribusi frekuensi yang terdiri dari frekuensi dan persentase dengan menggunakan rumus:

f

P = x 100% n

Keterangan: P = Persentase

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Tabel 3.1Defenisi Operasional

Referensi

Dokumen terkait

Aturan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Korban KDRT pada Proses

Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada pasal 1 angka 1 disebutkan kekerasan dalam Rumah Tangga adalah

Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama

Kesimpulan penyuluhan hukum ini adalah sebagai berikut : efektivitas pelaksanaan Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT)

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pemukulan suami terhadap istri menurut UU No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Berdasarkan Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang PKDRT pada pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan

Kekerasan dalam rumah tangga yang tertuang dalam Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah “setiap

berumah tangga, sebagaimana yang dikonsepsikan dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah 1 Tangga selanjutnya disebut