• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Identitas Sosial dan Anonimitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Identitas Sosial dan Anonimitas"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Identitas Sosial dan Anonimitas terhadap Perilaku Konformitas

ABSTRAK

Olaffiqih Annaba Y. Wibowo

Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya Malang olaffwibowo@gmail.com

Yoyon Supriyono, S.Psi., M.Psi. & Ratri Nurwanti, S.Psi., M.Psi.

Indonesia sebagai negara dengan kultur collectivism menjadikan identitas sosial sebagai aspek penting yang mempengaruhi perilaku setiap individu dalam masyarakatnya. Pengaruh yang muncul dari identitas sosial salah satunya ialah perilaku konformitas. Selain itu, anonimitas diprediksi memiliki pengaruh sebagai moderasi terhadap hubungan antara identitas sosial dan perilaku konformitas. Penelitian eksperimen ini (N = 64) menguji pengaruh dari identitas sosial dengan moderasi anonimitas terhadap perilaku konformitas. Partisipan pada kelompok eksperimen diberikan manipulasi berupa permainan kelompok (toss a name game, jig-joy & hulahoop transfer) kemudian seluruh partisipan diberikan manipulation check identitas sosial dan perilaku konformitas partisipan diukur menggunakan line judgment task Asch’s dengan mengamati hasil dari jumlah jawaban konformis pada stimulus kritis. Analisis moderasi sederhana dengan teknik bootstrap menunjukkan secara keseluruhan apabila terdapat pengaruh identitas sosial dengan moderasi anonimitas yang signifikan terhadap perilaku konformitas. Tidak hanya itu, ditemukan pula jika jenis kelamin memiliki pengaruh dalam hubungan antara identitas sosial, anonimitas dan perilaku konformitas. Temuan ini menunjukkan hasil baru dibandingkan dengan temuan-temuan sebelumnya pada negara collectivism seperti Indonesia. Kata kunci: identitas sosial, anonimitas, perilaku konformitas, collectivism

ABSTRACT

Indonesia as an collectivism culture country makes social identity in Indonesia as an important aspect that affect the behavior of each individu in society. One of the effects from social identity is conformity behavior. Other than that, based on the prediction anonymity has an impact as a moderator in the relations between social identity and conformity behavior. This experiment (N = 64) was aimed to test the impact of social identity and anonymity as a moderator to conformity behavior. The participants in this experiment group was given a manipulate in a form of group games (toss a name game, jig-joy & hula-hoop transfer) then all participants was given a social identity manipulation check and participants conformity behavior can be measured by line judgment task Asch’s by observing the results from the number of conformist answers in critical stimulus. The simple regression with bootstrap technique analyze indicates there are significant effects of social identity with anonymity moderator to conformity behavior. Not only that, also discovered if gender had effect in the relations between social identity, anonymity and conformity behavior. This finding indicated a new result compared with previous finding in collectivism country like Indonesia.

(2)

LATAR BELAKANG

Indonesia sebagai negara dengan kultur collectivism menjadikan identitas sosial sebagai aspek penting yang mempengaruhi perilaku setiap individu dalam masyarakatnya. Sebuah ciri yang membentuk konsep diri seseorang mengenai pengetahuan keanggotaannya dalam suatu kelompok sosial bersamaan dengan signifikasi nilai dan emosional dari keanggotaan tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. Hogg dan Abram (1990) menjelaskan identitas sosial sebagai rasa keterkaitan, peduli, bangga yang berasal dari pengetahuan seseorang dalam berbagai kategori keanggotaan sosial dengan anggota lainnya, bahkan tanpa perlu memiliki hubungan personal yang dekat, mengetahui atau memiliki berbagai minat. Secara konseptual, terdapat aspek penting yang berkaitan dalam menjelaskan identitas sosial, yaitu kategori sosial. Turner (Tajfel, 1982) maupun Ellemers, Spears, Doosje (2002) mengungkapkan kategori sosial sebagai pembagian individu berdasarkan ras, kelas, pekerjaan, jenis kelamin, agama, dan lain-lain. Kategorisasi merupakan suatu proses kognitif untuk mengklasifikasikan objek-objek dan peristiwa ke dalam kategori-kategori tertentu yang bermakna (Turner & Giles, 1981; Wann & Branscombe, 1993).

Berdasarkan kondisi kategorisasi sosial ini kemudian muncul sebuah kategorisasi ingroup-outgroup. Sebuah pembedaan yang sering terjadi antar kelompok yang memiliki perbedaan identitas sosial disebabkan adanya penilaian positif secara berlebihan (fanatik) terhadap ingroup atau penilaian negatif secara berlebihan (antipati) terhadap outgroup (intergroup bias) (Tajfel, 1982). Adanya intensitas pemaknaan identitas sosial seperti demikian memunculkan sebuah pengaruh sosial dalam prosesnya. Salah satu pengaruh sosial yang sering diperoleh ialah konformitas.

(3)

dengan anggota lainnya sebagai pemenuhan kebutuhan untuk disukai maupun diterima oleh orang disekitarnya/agar tidak terlihat bodoh dihadapan anggota kelompoknya (Mercer, Jenny & Clayton, 2012).

Asch dalam penelitian konformitasnya (1951, 1955), menemukan bahwa sebenarnya subjek mengalami tekanan yang cukup besar meskipun tekanan tersebut tidak terlihat. Asch juga menyatakan bahwa tekanan kelompok akan membuat individu berlaku konformistis terhadap norma kelompok. Jika dalam kerumunan massa, konformitas muncul akibat dari proses deindividuasi di mana individu meleburkan dirinya dengan identitas kelompok maka dewasa ini terdapat sebuah fenomena anonimitas di mana individu tidak harus melalui kondisi peleburan identitas diri ke identitas kelompok (Scott, 2008). Konsep dari anonimitas sendiri memiliki relevansi terhadap konteks sosial yang lebih besar, seperti kerumunan orang atau konteks sosial yang lebih kecil, seperti komunikasi dua orang yang dimediasi melalui komputer (Christopherson, 2007). Diketahui apabila berkurangnya faktor tekanan dalam kelompok maka pengaruh normatif tidak akan berpengaruh kuat sehingga tidak terdapat ketakutan akan penolakan dan perilaku konformitas pun menurun. Kondisi anonimitas membuat seorang individu memperoleh privasi atau kebebasan dalam merespon segala bentuk stimulus yang ada di dalam masyarakat tanpa terikat nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya (evaluasi sosial) sehingga individu bersangkutan sebagai seorang yang independen (pribadi yang mandiri) dapat bertindak sesuka hati, ekspresif dan jujur (Zimbardo, 1969). Berdasarkan pada meta-analisis Bond dan Smith (1996), anonimitas diprediksi sebagai moderasi dalam keterkaitannya dengan pengaruh identitas sosial terhadap perilaku konformitas.

(4)

mempengaruhi nilai konformitas. Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah Pengaruh Identitas Sosial dan Anonimitas terhadap Perilaku Konformitas.

LANDASAN TEORI

Identitas Sosial

Identitas sosial adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial bersamaan dengan signifikansi nilai dan emosional dari keanggotaan tersebut. Identitas sosial berkaitan dengan keterlibatan, rasa peduli dan juga rasa bangga dari keanggotaan dalam suatu kelompok tertentu (Tajfel, 1982). Menurut Jackson and Smith (Barron & Donn, 1991) ada empat faktor-faktor dalam mengkonseptualisasikan pembentukan identitas sosial, yaitu:

a. Persepsi dalam konteks antar kelompok b. Daya tarik in-group

c. Keyakinan saling terkait d. Depersonalisasi

Identitas sosial dimotivasi oleh dua proses yaitu self-enhacement dan uncertainty reduction yang menyebabkan individu untuk berusaha lebih baik dibandingkan kelompok lain. Motivasi ketiga yang juga berperan adalah optimal distinctiveness (Burke, 2006). Tajfel (1978) mengembangkan teori identitas sosial sehingga terdiri dari tiga komponen yaitu cognitive component (self categorization), evaluative component (group self esteem), dan emotional component (affective component).

Konformitas

(5)

Worchel dan Cooper (1983), mengelompokkan secara umum faktor yang mempengaruhi konformitas ke dalam dua faktor, yaitu :

a. Faktor personal, yaitu faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri dan melekat pada pribadi individu.

b. Faktor situasional meliputi dua macam karakteristik, yaitu: 1. Group Characteristic

2. Task characteristic a) Distorsi persepsi b) Distorsi penilaian c) Distorsi tindakan Anonimitas

Anonimitas berasal dari kata dasar anonim diartikan sebagai kondisi tanpa nama yang biasanya mengacu kepada seseorang yang memiliki identitas pribadi, informasi identitas pribadi orang tersebut tidak diketahui secara jelas (Departemen Pendidikan Nasional, 2008). Anonimitas dapat dikonseptualisasikan sebagai tingkatan yang mana identitas dari sumber sebuah pesan atau respon tidak diketahui dan tidak ditentukan identifikasinya secara jelas, kemudian semakin sedikit pengetahuan/informasi mengenai sumber pesan atau respon dan semakin sulit hal tersebut diidentifikasi bahkan dari pilihan yang mungkin sekalipun maka anonimitas akan semakin kuat keberadaannya (Scott, 2005).

(6)

METODE

Partisipan dan desain

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program strata satu Universitas Brawijaya Malang dengan karakteristik, yaitu mahasiswa yang masih aktif dalam program strata satu (S1) di Universitas Brawijaya Malang angkatan 2009 – 2011 non psikologi dan 2012 – 2013 semua jurusan saat penelitian ini dilaksanakan dengan pertimbangan menghindari menghindari participant sophistication sehingga dalam penelitian partisipan tidak memberikan faking response yang dapat mempengaruhi validitas dalam penelitian. Sampel dalam penelitian ini diperoleh dari hasil perhitungan software G*Power 3.1.9.2 (2013) yang menunjukkan bahwa diperlukan minimum 60 sampel untuk mendapatkan large effect (d = 0.40) untuk empat kelompok, serta mendapatkan power sebesar 0.95 (95%) dan alpha level sebesar 0.05 (5%). Pembagian partisipan ke dalam empat kelompok akan dilakukan dengan cara randomisasi (random assignment) menggunakan program research randomizer v.4.0 setelah melakukan screening terlebih dahulu untuk menyamakan usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan dan suku partisipan sebagai bentuk kontrol terhadap variabel non-eksperimental.

Penelitian ini menjaring 68 partisipan yang terbagi dalam 4 kelompok di mana setiap kelompoknya berisikan 17 partisipan dengan pengondisian double-blind. Partisipan dalam penelitian ini menerima Rp 10.000,- sebagai imbalan atas partisipasi dalam penelitian, diberikan informed consent dan mengisi lembar persetujuan mengikuti penelitian sebelum penelitian ini berlangsung. Selama proses penelitian diperoleh 68 partisipan, namun hasil dari 4 partisipan harus dikeluarkan dikarenakan 3 partisipan tidak mengisi manipulation check sesuai instruksi dan 1 partisipan karena participant sophistication. Berdasarkan pada kondisi tersebut maka diperoleh 64 partisipan yang dapat digunakan datanya untuk dikaji dalam penelitian.

(7)

Identitas Sosial

Penelitian ini menggunakan 1 partisipan dengan 5 konfederat dalam satu sesi eksperimen pada kelompok kontrol, sedangkan 2 partisipan dengan 10 konfederat dalam kelompok eksperimen. Seluruh partisipan dalam penelitian ini tidak mengenal identitas dari konfederat sebelumnya di mana 32 partisipan diberikan kesempatan untuk mengenali identitas konfederat melalui manipulasi identitas sosial berupa permainan kelompok (jig-joy, toss a name & transfer hola-hoop) dan 32 partisipan lainnya tidak diberikan kesempatan untuk mengenali identitas konfederat selama penelitian berlangsung. Seluruh partisipan diinstruksikan untuk mengisi manipulation check yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan pilihan ya/tidak berdasarkan pada pemberian manipulasi identitas sosial untuk melihat perbandingan antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen.

Pengukuran konformitas menggunakan 18 kartu line judgement task Asch’s yang terdiri dari 1 garis pertanyaan dan 3 garis pilihan jawaban di setiap kartunya dengan melihat jumlah respon yang sama antara partisipan dengan konfederat saat menghadapi kartu yang mengandung stimulus kritis. Selama proses berlangsung seluruh partisipan selalu diberikan kesempatan memberikan respon setelah semua konfederat dalam kelompoknya sudah memberikan respon terhadap line judgement task Asch’s. Tidak hanya itu, 32 partisipan memberikan respon secara lisan dan 32 partisipan lainnya memberikan respon melalui tulisan pada lembar jawaban anonimitas di mana dari seluruh anggota dalam kelompok hanya partisipan yang menjawab melalui tulisan sedangkan anggota lainnya (konfederat) tetap menjawab secara lisan.

IV

(8)

Sama halnya seperti penelitian eksperimen mengenai konformitas yang dilakukan Asch, dalam penelitian ini posisi duduk partisipan dan konfederat diatur dengan denah duduk, sebagai berikut: Gambar 2. Denah duduk kelompok kontrol 5 = Konfederat kelima

6 = Partisipan

Denah duduk dalam penelitian ini juga merupakan bentuk manipulasi identitas sosial sehingga terdapat perbedaan denah duduk antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen.

Gambar 3. Denah duduk kelompok eksperimen Keterangan:

A = Instruktur penelitian eksperimen = Kelompok 1 1 = Konfederat pertama

2 = Konfederat kedua = Kelompok 2

(9)

HASIL

Untuk melihat keberhasilan dari manipulasi identitas sosial, maka peneliti melakukan analisis terhadap hasil dari manipulation check kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Berdasarkan hasil analisis menggunakan independent sample t-test diketahui apabila terdapat perbedaan identitas sosial antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen (p = 0.001). Partisipan yang memperoleh manipulasi identitas sosial merasa memiliki memiliki identitas sosial lebih tinggi (M = 5.375, SD = 3.508) dibanding partisipan yang tidak memperoleh manipulasi identitas sosial (M = 1.500, SD = 2.663). Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan apabila manipulasi identitas sosial yang diberikan efektif dalam memunculkan kondisi identitas sosial yang tinggi.

Pengujian hipotesis penelitian ini yang menggunakan two-factor factorial design 2x2 dilakukan menggunakan analisis statistik moderasi sederhana teknik bootstrap dengan resampling sejumlah 5.000 kali dengan interval kepercayaan koreksi bias 95%. Hasil analisis moderasi sederhana bootstrap menunjukkan bahwa identitas sosial memiliki pengaruh positif dalam bentuk meningkatkan perilaku konformitas (B = 2.312, p = 0.0017), anonimitas memiliki pengaruh negatif dalam bentuk menurunkan perilaku konformitas (B = -2.250, p = 0.021) dan adanya moderasi anonimitas meningkatkan pengaruh identitas sosial terhadap perilaku konformitas (B = 3.125, p = 0.023). Selama penelitian berlangsung peneliti menemukan bila variabel jenis kelamin memiliki pengaruh sebagai covariate (B = -2.875, p = 0.001) sehingga dilakukan analisis tambahan untuk mengkaji pengaruh dari jenis kelamin dalam penelitian ini.

(10)
(11)

sosial memiliki pengaruh terhadap perilaku konformitas. Terlebih hasil dari analisis moderasi sederhana teknik bootstrap menunjukkan apabila manipulasi identitas sosial meningkatkan perilaku konformitas. Hal ini sejalan dengan sejumlah hasil dari sejumlah penelitian di mana ditemukan bahwa akan terjadi perilaku konformitas dengan tingkat yang cukup kuat antara individu dan mayoritas ketika individu diyakinkan bila mereka dimasukkan ke dalam kelompok dibandingkan tidak diyakinkan bila mereka dimasukkan ke dalam kelompok (Allen, 1965), perilaku konformitas akan lebih tinggi ketika individu berhadapan dengan mayoritas dari in-group daripada out-in-group (Turner, 1991; Abrams dkk., 1990; Gerard, 1953; Linde & Patterson, 1964) dan sejumlah studi yang dilakukan dengan varian mayoritas orang asing, orang yang dikenal, teman dan di mana individu mengidentifikasikan ke dalam in-group – orang lainnya ke dalam out-group (Bond & Smith, 1996).

Hasil analisis juga menunjukkan anonimitas memiliki pengaruh terhadap perilaku konformitas. Hasil dari analisis moderasi sederhana teknik bootstrap menunjukkan bahwa anonimitas menurunkan perilaku konformitas. Kondisi ini sesuai dengan sejumlah penelitian konformitas tipe eksperimen Asch yang pada dasarnya merupakan bentuk compliance (kesepakatan) sehingga diprediksi jika tingkat perilaku konformitas akan meningkat jika partisipan menyadari apabila jawaban mereka diketahui oleh mayoritas anggota kelompok lainnya namun disaat jawaban tidak diketahui anggota kelompok lainnya maka perilaku konformitas akan menurun (Allen, 1965; Bond & Smith, 1996; Turner, 1991). Anonimitas membuat individu terlepas dari evaluasi sosial sehingga tingkatan ketakutan akan evaluasi sosial berkurang dan menjadikan individu lebih ekspresif daripada sebelumnya (Zimbardo, 1969).

(12)

penelitian ini.

Temuan pertama, identitas sosial meningkatkan perilaku konformitas pada partisipan pria. Adanya temuan ini tidak berarti jika perilaku konformitas pada partisipan pria lebih tinggi daripada partisipan perempuan, namun pada partisipan pria terdapat perbandingan yang cukup signifikan antara nilai konformitas kelompok dengan manipulasi identitas sosial dan kelompok tanpa manipulasi identitas sosial. Berdasarkan pada sejumlah studi yang menaruh perhatian pada perbedaan identitas pria-perempuan dalam konteks identitas sosial (Ashmore, Del Boca & Wohlers, 1986; Bem, 1972; Bem, 1974; Bem, 1978; Bem, 1981; Bem 1982; Cross & Markus, 1993; Frable, 1989; Markus, 1977; Markus & Nurius, 1987; Markus & Wulf, 1987) diketahui apabila terdapat kontribusi peran sosial yang mengatakan apabila pria lebih assertive (logis dan komunikatif dalam menyampaikan pendapat), instrumental (menjadi bagian yang bertanggung jawab dalam membantu, memimpin, memperkuat dan mendukung) dan agentic (mengatur, proaktif, penuh dengan refleksi diri, dan regulasi diri) sedangkan perempuan lebih communal (kooperatif pada kelompok) dan expressive (ekspresif). Sebuah kondisi yang tidak terlepas dari pandangan mengenai sisi maskulin dan feminim seorang individu yang berlanjut pada hal yang terkait kekuasaan dan status sosial antara pria dan perempuan dalam ruang lingkup sosial (Doise & Lorenzi-Cioldi, 1989; Echabe & Castro, 1999; Lorenzi-Cioldi, 1988; Lorenzi-Cioldi, 1991; Lorenzi-Cioldi, 1993; Messick & Mackie, 1989).

(13)

konformitas akan meningkat ketika kondisi yang non-anonimitas. Namun, kondisi akan berbeda ketika perempuan berada dalam kondisi yang memiliki kriteria anonimitas. Jika dalam kondisi non-anonimitas, communal akan membuat individu berlaku konformitas karena adanya interaksi dengan evaluasi sosial maka ketika dalam kondisi anonimitas perempuan akan menjadi ekspresif dalam menyampaikan argumen maupun berperilaku. Kondisi ini didasari oleh kesadaran individu akan ruang lingkup sosial, jika memungkinkan terjadinya anonimitas maka dia akan kurang memperhatikan evaluasi sosial (Zimbardo, 1969).

Berbeda dengan perempuan, dalam penelitian ini partisipan pria tidak terpengaruh secara signifikan terhadap kondisi anonimitas atau non-anonimitas. Hal ini dikarenakan sisi assertive dan agentic yang dimiliki oleh pria membuat mereka menjadi individu yang logis dan penuh refleksi diri (Doise & Lorenzi-Cioldi, 1989; Echabe & Castro, 1999; Lorenzi-Cioldi, 1988; Lorenzi-Cioldi, 1991; Lorenzi-Cioldi, 1993; Messick & Mackie, 1989). Berdasar pada sikap yang logis dan penuh refleksi, pria menjadi individu yang mempertimbangkan baik buruknya sebuah tindakan yang berkaitan dengan ruang lingkup sosial terutama terkait normative influence. Seperti yang ditemukan dalam temuan pertama, seorang individu berjenis kelamin pria akan berlaku konformis dengan adanya tekanan dari normative influence dan dorongan instrumental. Tanpa adanya itu pria akan lebih cenderung berlaku seperti yang diinginkannya.

(14)

anggota kelompok menganggap atau tidak nilai maupun norma sebagai sumber informasional karena pada dasarnya banyak perilaku kelompok yang seringkali tidak logis dan tidak sesuai dengan argumen pribadi.

Peneliti berargumen apabila fenomena perbedaan hasil antara pria dan perempuan dalam perilaku konformitas juga dipengaruhi dengan kondisi oksitosin, sebuah hormon yang sangat berpengaruh dalam perilaku sosial. Terlebih diketahui apabila oksitosin memiliki pengaruh yang berbeda pada pria dan perempuan (Fischer-Softy, Levkovitz, Shamay-Tsoory, 2013). Diketahui pula apabila administrasi intranasal dari oksitosin sebagai sebuah neuropeptide yang diproduksi dalam hypothalamus dapat dikatakan sebagai mediasi dari perilaku konformitas (Bartz dkk., 2011; Donaldson & Young, 2008). Ahli psikologi evolusioner berpendapat apabila fungsi reproduksi pada manusia membentuk tubuh dan pikiran pria maupun perempuan secara berbeda (Buss & Schmitt, 1993; Geary, 1998), di mana perempuan lebih berfokus pada mengumpulkan dukungan jaringan sosial untuk melindungi kelompok mereka (Taylor, Klein, Lewis, Gruenewald, Gurung & Updegraff, 2000; Silk, 2007) sedangkan pria lebih mengembangkan kemampuan mereka dalam agresi antar kelompok (Van Vugt, De Cremer & Janssen, 2007). Hal ini menunjukkan apabila pria cenderung berlaku fight or flight sedangkan perempuan cenderung berlaku tend and be friend dalam menangani stressor dalam ruang lingkup sosial.

Perlu dicermati apabila hasil dalam penelitian merupakan hasil dari penelitian mengenai pengaruh identitas sosial dengan moderasi anonimitas terhadap perilaku konformitas yang dilakukan di Indonesia yang memiliki kecenderungan collectivism sehingga diprediksi akan memiliki perbedaan dengan kesimpulan penelitian serupa di tempat yang memiliki kecenderungan independent.

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, D., Wetherell, M., Cochrane, S., Hogg, M. A., & Turner, J. C. (1990). Knowing what to think by knowing who you are: Self categorisation and the nature of norm formation, conformity and group polarisation. British Journal of Social Psychology, 29, 97-119. Allen, V. L. (1965). Situational factors in conformity. In L. Berkowitz (Ed.), Advances in

experimental social psychology, 2, 133-175. New York: Academic Press.

(15)

& F. K. Del Boca (Eds.), The Social Psychology of Female-Male Relations. San Diego: Academic Press.

Azwar, S. (2009). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baron, R. A., & Byrne, D. (1997). Social psychology. Boston : Allyn & Bacon.

Barron, & Donn. (1991). Social psychology: Understanding human interaction. Boston: Allyn & Bacon.

Bartz, J. A., Zaki, J., Bolger, N., & Ochsner, K. N. (2011). Social effects of oxytocin in humans: Contexts and person matter. Trend in Cognitives Sciences, 15, 301-309.

Bem, S. (1972). Psychology looks at sex roles: Where have all the androgynous people gone? UCLA Symposium on Women. Los Angeles.

Bem, S. (1974). The measurement of psychological androgyny. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 42, 155-162.

Bem, S. (1978). The short Bem sex-role inventory. Palo Alto: Consulting Psychologists' Press. Bem, S. (1981). The BSRI and gender schemata theory: A reply to Spence and Helmreich.

Psychological Review, 38, 369-371.

Bem, S. (1982). Gender schema theory and self-schema theory compared: A comment on Markus, Crane Bernstern and Siladi's self schema and gender. Journal of Personality and Social Psychology, 43, 1192-1194.

Bond, R. & Smith, P.B. (1996). Culture and conformity: A meta-Analysis of studies using Asch’s (1952b, 1956) line judgement task. Psychological Bulletin, 119(1), 111-137. University of Sussex: The American Psychological Association, Inc.

Branscombe, N. R., Wann, D. L., Noel, J. G., & Coleman, J. (1993). In-group or out-group extremity: Importance of threatened social identity. Personality and Social Psychology Bulletin, 19, 381–388.

Brehm, S. S., & Kassim, S. M. (1990). Social psychology. Boston: Houghton Mifflin Company. Burke, P. J. (2006). Contemporary social psychological theories. Palo Alto, CA: Stanford

University Press.

Buss, D.M., & Schmitt, D.P. (1993). Sexual strategies theory: An evolutionary perspective on human mating. Psychological Review, 100(2), 204–32.

Christoperson, K. M. (2007). The positive and negative implications of anonymity in internet social interactions: “On the internet, nobody knows you’re dog”. Computer in Human Behavior, 23, 3038-3056.

(16)

Press.

Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa. 2008. Kamus bahasa Indonesia. Jakarta.

Doise, W., & Lorenzi-Cioldi, F. (1989). Patterns of differentiation within and between groups. In J. P. Van Ovenhoven & T. M. Willeemsen (Eds), Ethnic Minorities. Amsterdam: Swets & Zeitlinger.

Donaldson, Z. R., & Young, L. J. (2008). Oxytocin, vassopressin, and the neurogenetics in sociality. Sciences, 322, 900-904. DOI: 10.1126/science.1158668

Eagly, A. H. (1978). Sex differences in influenceability. Psychological Bulletin, 85, 86-116. Eagly, A. H., & Carli, L. L. (1981). Sex of researchers and sex-typed communications as

determinants of sex differences in influenceability: A meta-analysis of social influence studies. Psychological Bulletin, 90, 1-20.

Echabe, A. E., & Castro, J. L. G. (1999). The impact of context on gender social identities. European Journal of Social Psychology, 29, 287-304.

Ellemers, N., Spears, R. & Doosje, B. (2002). Self and social identity. Annual Reviews of Psychology: Annual Reviews Inc.

Fischer-Softy, M., Levkovitz, Y., & Shamay-Tsoory, S. G. (2013). Oxytocin facilitates accurate perception of competition in men and kinship in women. SCAN, 8, 313-317. Oxford: Oxford University Press. DOI: 10.1093/scan/nsr100.

Fiske, S.T. & Taylor, S.E. (1991). Social cognition (2nd ed.). New York: McGraw-Hill.

Frable, D. E. S. (1989). Sex typing and gender ideology: Two facets of the individual's gender psychology that go together. Journal of Personality and Social Psychology, 56, 95-108. G*Power 3 (Version 3.1.9.2) (Software). (2013) Department of Experimental Psychology

Heinrich Heine University, Düsseldorf: Germany. Retrieved on April 1, 2014, from http://www.psycho.uniduesseldorf.de/abteilungen/ aap/gpower3/download-and-register.

Geary, D.C. (1998). Functional organization of the human mind: Implications for behavioral genetics research. Human Biology, 70(2), 185-98.Gerard, H. B. (1953). The effect of different dimensions of disagreement on the communication process in small groups. Human Relations, 6, 249-271.

Ghosh, A. (2004). Individualist–collectivist orientations across occupational groups. In B. Setiadi, A. Supratiknya, W. J. Lonner & Y.H. Poortinga (Eds.) Ongoing Themes in Psychology and Culture. Selected papers from the Sixteenth International Congress of the International Association for Cross-Cultural Psychology, Indonesia, 555-564.

Hogg, M. A., & Abrams, D. (1990). Social motivation, self-esteem & social identity. Social Identity Theory: Constructive & Critical Advances. New York: Springer-Verlag.

(17)

Lorenzi-Cioldi, F. (1991). Self-stereotyping and self-enhancement in gender groups. European Journal of Social Psychology, 21, 403-417.

Lorenzi-Cioldi, F. (1993). They all look alike, but so do we sometimes. Perceptions on ingroup and outgroup homogeneity as a function of sex and context. British Journal of Social Psychology, 32, 111-124.

Markus, H. (1977). Self-schemata and processing information about the self. Journal of Personality and Social Psychology, 35, 63-78.

Markus, H., & Nurius, P. (1987). Possible selves: The interface between motivation and the self-concept. In K. Yardley & T. Honess (Eds.), Self and Identity: Psychological Perspectives. New York: Wiley.

Markus, H., & Wulf, E. (1987). The dynamic self-concept: A social psychological perspective. Annual Review of Psychology, 38, 299-337.

Mercer, Jenny & Clayton, D. (2012). Psikologi sosial (Terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga. Messick, D. M., & Mackie, D. M. (1989). Intergroup relations. Annual Review of Psychology,

40, 45-81.

Matsumoto, D., Yoo, S. H., & Fontaine, J. (2008). Mapping expressive differences around the world: The relationship between emotional display rules and individualism versus collectivism. Journal of Cross Cultural Psychology, 39-55. DOI: 10.1177/0022022107311854.

Morgan, T. J., & Laland, K. N. (2012). The biological bases of conformity. Frontiers in Neuroscience. 6:87. DOI: 10.3389/fnins.2012.00087

Scott, C. R. (2005). Anonymity in applied communication research: Tension between IRBs, researchers, and human subjects. Journal of Applied Communication Research, 33, 242-257.

Seidenberg, B., Snadowsky, A. M., & Amabile, T. (1976). Social psychology: An introduction. New York : Free Press

Seniati, L., Yulianto, A. & Setiadi, B. N. (2011). Psikologi eksperimen (5th ed.). Jakarta: Indeks.

Silk, J.B. (2007). Social components of fitness in primate groups. Science, 317(5843), 1347–51. Susana, T. (2006). Evaluasi terhadap asumsi teoritis individualisme dan kolektivisme: Sebuah

studi meta-analisis. Jurnal Psikologi, 33(1), 33-49. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. ISSN: 0215-8884.

Tajfel, H. (1978). Differentiation between social groups: Studies in the social psychology of intergroup relations. London: Academic Press.

(18)

flight. Psychological Review, 107(3), 411-29.

Turner, J. C., & Giles, H. (Ed.). (1981). Intergroup behavior. Oxford: Blackwell; Chicago: University of Chicago Press.

Turner, J. C. (1991). Social influence. Milton Keynes, England: Open• University Press.

Van Vugt, M., De Cremer, D., & Janssen, D. P. (2007). Gender differences in cooperation and competition: The male-warrior hypothesis. Psychological Science, 18(1), 19–23.

Wann, D. L., & Branscombe, N. R. (1993). Sports fans: Measuring degree of identification with their team. International Journal of Sport Psychology, 24, 1-17.

Worchel, S., & Cooper, J. (1983). Understanding social psychology (3rd Ed.). Homewood, IL:

Dorsey Press.

Gambar

Gambar 1. Desain penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dan Mardiyah (2006) penelitiannya dilakukan di Malang tentang pengaruh profesionalisme auditor terhadap tingkat materialitas dalam

3 Manakala dari Hadith Hadith diatas kita juga ditunjukkan dengan jelas bahawa untuk mengenal Allah satu satu caranya yang telah ditunjukkan oleh Allah ialah dengan

Strategy e-marketing yang diterapkan pada perusahaan adalah dengan strategi SOSTAC untuk membantu pemasaran produk pada PT JK Hutama Properti Indonesia, dengan

Apakah terdapat pengaruh secara parsial quality control (bahan baku, dan hasil produksi) terhadap tingkat kerusakan produk pickle kulit kambing/domba pada PT. Carma

5.3 Had Pindah Kredit Secara Vertikal yang boleh diberikan hendaklah tidak melebihi 30% (atau mengikut peratusan yang ditetapkan oleh Badan Profesional berkaitan) daripada

One form of the 80x86 MOV instruction (see appendix D) uses the binary encoding 1011 0rrr dddd dddd to pack three items into 16 bits: a five-bit operation code (10110), a

Saham preferen mempunyai hak terlebih dahulu atas aktiva perusahaan dibandingkan dengan hak yang dimiliki oleh saham biasa biasa pada saat terjadi

Pada halaman ini user yang belum memiliki account dan disarankan user harus mengisi nama, email, alamat, tanggal lahir, jenis kelamin, username, password dan