• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. Perempuan dalam Politik Lokal Peratur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "6. Perempuan dalam Politik Lokal Peratur"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 1 PEREMPUAN DALAM POLITIK LOKAL

Peraturan Daerah tentang Prostitusi di Bantul1

Oleh: Muhammad Latif Fauzi

Diterjemahkan oleh: Agung Mazkuriy

Email: mazkuriy.agung@gmail.com

1. Pengantar

Semenjak runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, pemerintah Indonesia

telah mengenalkan konsep otonomi daerah dan desentralisasi. Adanya otonomi

daerah dan desentralisasi berdampak pada meningkatnya jumlah Peraturan Daerah

(disingkat: Perda). Perda-perda tersebut tidak hanya mengacu pada norma-norma

pada hukum nasional yang lebih tinggi, tetapi juga mengacu pada doktrin-doktrin

agama dan adat istiadat (adat). Beberapa Kabupaten/Kota yang didominasi Muslim,

seperti Bukittinggi, Bulukumba, Cianjur, dan Tasikmalaya, telah memasukan

substansi keinginan kelompok Islam politik melalui peratifikasian

peraturan-peraturan di daerah yang biasa disebut dengan Perda Syariah.2

Beberapa Perda di

antaranya menyangkut kemampuan keagamaan seseorang dan simbolisme yang

mencirikan keagamaan tertentu, seperti kewajiban mampu membaca Al-Qur'an3 dan

kewajiban untuk mengenakan pakaian muslim, termasuk berjilbab. Sebagian besar

Perda-perda berhubungan dengan isu-isu moralitas publik, seperti pelacuran dan

konsumsi minuman beralkohol.4

1

Versi asli ada dalam Al-Ja iʾah, Journal of Islamic Studies, Vol. 50, No. 1, 2012.

2‘o i Bush, ‘egio al Sha ia ‘egulatio s i I do esia: A o aly o Sy pto ? , dala G eg

Fealy dan Sally White (eds.), Expressing Islam: Religious Life and Politics in Indonesia (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2008), 174–191.

3

Sebagai contoh, Perda Kabupaten Solok No. 10/2001 tentang Pandai Baca Huruf Alquran bagi Murid Sekolah Dasar, Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas serta Calon Pengantin. Otoritas atau pejabat resmi terkait adlah pihak yang akan memberikan sertifikat sebagai bukti atas kemampuan mereka.

4 A skal Sali , Musli Politi s i I do esia s De o atisatio

(2)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 2 Berkenaan dengan moralitas publik, pada tahun 2007 di Bantul, salah satu

kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebuah Perda telah dikeluarkan

dengan melampirkan sanksi,baik untuk mengikat wilayah publik ataupun lokasi yang

terkategorikan sebagi tempat umum lain ke dalam tindak prostitusi. Perda tersebut

disetujui oleh DPRD Bantul pada tanggal 12 April 2007 dan kemudian disahkan pada

1 Mei 2007. Perda tersebut terdaftar sebagai Perda No. 5/2007, selanjutnya disebut

sebagai Perda. Kemunculan Perda tersebut diciptakan sebagai instrumen yang

diharapkan akan membantu Bantul sebagai sebuah kabupaten yang mana

masyarakatnya bisa menikmati iklim demokrasi, religiusitas dan kesejahteraan. Hal

itu juga dikatakan sebagai upaya (ikhtiar) untuk membersihkan kemaksiatan dan

untuk mencerminkan tanggung jawab pemerintahan dalam menghadirkan tatanan

sosial yang berkaitan dengan perempuan pada khususnya.

Kabupaten Bantul terletak di bagian selatan wilayah Propinsi Yogyakarta.

Dengan populasi penduduk 831.000 jiwa. Mayoritas masyarakatnya berprofesi

sebagai petani sawah, pengrajin, buruh pabrik, Pegawai Negeri Sipil atau pedagang.

Sebagian masyarakatnya juga bertempat tinggal di dataran rendah dan di desa-desa

dan masih memegang teguh praktik-praktik keagamaan yang mencirikan ‘Islam

tradisional’. Pemerintah Daerah (Pemda) beralasan bahwa lahirnya Perda tersebut bertujuan untuk menerapkan visi religius dalam pembangunan daerahnya, yaitu

menciptakan suatu kondisi masyarakat yang, sebagaimana klaim Pemda setempat,

tidak akan ditemui di daerah lain di Yogyakarta. Pemda mengharapkan adanya

kehidupan masyarakat sehari-hari yang lebih religius.5

Kabupaten Bantul ini dianggap sebagai sebuah aset sosial dan politik

sebagaimana diproklamirkan oleh Idham Samawi yang menjabat dua periode sebagai

Bupati, yaitu periode 1999-2004, dan 2004 hingga 2009. Samawi sendiri dilahirkan di

dalam sebuah keluarga religius yang terhormat, Bani Samawi. Haji Samawi, ayahnya,

adalah salah satu pendiri Kedaulatan Ra’jat, sebuah koran yang muncul pertama kali

di Yogyakarta. Keluarga bangsawan Idham Samawi telah menancapkan pengaruh

sosial politiknya di masyarakat. Di kemudian hari istrinya, Sri Suryawidati, juga

5

(3)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 3 menggantikannya sebagai Bupati meski kompetensinya sebagai Bupati cukup

diragukan oleh banyak kalangan, dia memenangkan Pilkada pada 2009. Istilahnya,

keluarga Idham Samawi sedang melanggengkan dinasti politiknya.6

Kemunculan Idham Samawi sebagai Bupati Bantul terjadi pada saat

Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan konsep baru dalam pembangunan

nasional melalui desentralisasi dan Otonomi Daerah (disingkat: Otda). Konsep

desentralisasi sendiri tertuang dalam UU 22/1999 tentang Pemerintah Daerah6.1 dan

UU 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Kedua Undang-Undang tadi memberi Propinsi, Kabupaten/Kota atas otonomi penuh

untuk mengatur dan mengelola daerahnya masing-masing demi kepentingan

masyarakatnya di dalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.7

Dengan semangat desentralisasi, selama di bawah periode Bupati Samawi tersebut,

sejumlah Perda tentang ketertiban sosial diterbitkan, salah satunya adalah Perda yang

diterbitkan untuk merespon terhadap praktek prostitusi di wilayah pesisir selatan

Bantul.

Organisasi Muslim sayap kanan menyerukan adanya penegakan Perda

tersebut, dengan alasan bahwa prostitusi sangat merendahkan derajat kaum

perempuan yang dipaksa masuk ke dalam lingkaran prostitusi, baik sebagai bentuk

diskriminasi ekonomi atau eksploitasi seksual kaum perempuan. Sedangkan

kelompok yang menyuarakan penentangan kemunculaan Perda tersebut disuarakan

oleh sejumlah aktivis. Menurut mereka, proses perancangan Perda tersebut tidak

transparan, tidak mengikutsertakan partisipasi masyarakat, dan hanya dimaksudkan

untuk menjaring suara kelompok pemilih Muslim, Perda tersebut cacat hukum dan

6 ‘ezi Kelua ga di Pilkada , Ko pas, Ap il . Hasil Pilkada pada Mei se agai

berikut: (1) Sri Suryawidati-Sumarno: 67.77 persen, (2) Sukardiyono-Darmawan Manaf: 28.26 persen, dan (3) Kardono-Ibnu Kadarmanto 3.97 persen.

6.1

Sebagaimana diketahui UU No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah telah diperbarui dengan UU terbaru, yaitu UU No. 32/2004 tentang Otonomi Daerah. Lihat juga catatan kaki nomor 7;

penerjemah.

7

(4)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 4 melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia dan prinsip keadilan. Hal ini mirip

dengan argumen aktivis lainnya, terutama yang disuarakan oleh para aktivis gender,

dikatakan bahwa prostitusi adalah profesi yang bisa diterima, tidaklah buruk.

Penelitian ini mengkaji perdebatan publik yang terjadi atas subyek kajian, dan

mencoba memahami posisi perempuan dalam penerapan Perda tersebut. Dengan

begitu, di bagian pertama dari bab ini, saya akan menjelaskan bagaimana latar

belakang munculnya Perda dan perlunya menyinggung sedikit terkait sejarah

Parangkusumo sebagai pusat prostitusi, dan kondisinya saat ini. Dalam bagian

berikutnya, saya mencoba mengkaji beragam pemahaman terkait prostitusi dan

perdebatannya di antara partai-partai politik di DPRD Bantul. Di bagian terakhir, saya

akan mencoba menyajikan adanya suara-suara yang menolak pelaksanaan Perda

untuk diundangkan yang mana mendukung adanya kriminalisasi kaum perempuan,

terutama penolakan dari LSM pejuang kesetaraan gender.

2. Dari Ziarah Cepuri hingga Kenikmatan Seksual

Tahun 1852, Pemerintah Kolonial Belanda telah mengakui keberadaan tempat

prostitusi dengan maksud ‘untuk menghindari konsekuensi bahaya yang diakibatkan dari adanya prostitusi liar’. Pekerja Seks Komersial (PSK) harus beroperasi di

rumah-rumah bordil guna memudahkan aparat Polisi Kolonial mengendalikannya.

Kemudian, Undang-Undang (Act) tersebut terbukti bermasalah, karena adanya

Undang-Undang tersebut dipahami sebagai legitimasi hukum keberadaan rumah

bordil sebagai lembaga komersial. Pada tahun 1858, Peraturan lainnya dikeluarkan

guna memberi kejelasan Undang-Undang 1852. Dalam rumusan peraturan tersebut,

rumah bordil dideskripsikan sebagai tempat ‘untuk membatasi dampak berbahaya’

prostitusi melalui pengecekan kesehatan para PSK secara berkala.8

Di kemudian hari, pertumbuhan industri perkebunan dan gula di Jawa Timur

dan Jawa Tengah, keterbukaan wilayah Jawa terhadap infestasi modal swasta,

perpindahan secara signifikan kaum pekerja laki-laki yang masuk dan berlalulalang di

8 Ga i W. Jo es, E da g Sulistya i gsih, da Te e e H. Hull, P ostitutio i I do esia , a

(5)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 5 Jawa membuat adanya perminataan besar terhadap servis pelacuran. Pembangunan

prasarana jalan dan jaringan rel kereta api juga memiliki dampak yang sama.

Letak kota-kota yang terdapat di sepanjang jalur rel kereta api harus

menghadapi adanya peningkatan jumlah pengguna transportasi kereta api. Oleh sebab

itu, juga adanya permintaan untuk kamar penginapan, dan jasa seksual tentunya. Di

Yogyakarta, pusat prostitusi awalnya terletak di kawasan Pasar Kembang, beberapa

meter dari letak stasiun kereta api Tugu.9 Pada dekade 1990-an, para mucikari

memindahkan para pekerja seksnya ke wilayah pesisir selatan seperti Parangbolong

dan Parangkusumo.

Lokasi keramat Cepuri, 28 kilo eter arah selatan kota Yogyakarta.

Selain keindahan pantainya, Parangkusumo, yang terletak 28 kilo meter ke

arah selatan kota Yogyakarta, juga terkenal karena sepasang batu yang dikelilingi

oleh pagar, yang disebut Cepuri. Masyarakat kampung setempat percaya bahwa batu

9

(6)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 6 tersebut sangat sakral dan mistis, tempat di mana Kanjeng Panembahan Senopati, raja

pertama Kerajaan Mataram, dikatakan pernah bermeditasi di batu itu. Banyak orang

percaya bahwa di lokasi tersebut untuk pertama kalinya raja bertemu dengan Nyai

Kanjeng Ratu Kidul, ratu penguasa laut selatan (Samudera Hindia). Karenanya, batu

Cepuri dianggap sebagai tempat yang penting untuk acara ritual dan

acara-acara bersifat kebudayaan. Para pengunjung tidak bisa seenaknya keluar masuk

kompleks dan harus disertai dengan juru kunci. Sandal harus dilepas sebelum

memasuki lokasi. Pengunjung wajib menjaga ketenangan di dalam situs. Ritual di

Cepuri sendiri bisa dilakukan pada tiap hari dan setiap saat. Meski begitu, Selasa

Kliwon dan Jumat Kliwon10 secara khusus diyakini momen tepat untuk melakukan

ziarah. Selain ziarah, sesajen untuk Kanjeng Ratu Kidul, yaitu upacara adat bersifat

tradisional, larung sesajen ke tengah ke laut selatan Jawa, dianggap sebagai ritual

yang sangat penting.11 Pemilihan dua hari tersebut sesuai dengan tradisi penanggalan

Jawa yang menganggap dua hari tersebut sebagai hari keramat dan sakral.12

Bagaimanapun, modernisasi dan pembangunan ekonomi telah mengubah

ketaatan terhadap ritus adat. Sejak 1980-an, kegiatan bisnis di sekitar Parangkusumo

telah mendominasi praktek-praktek ritual. Pedagang menawarkan barang, seperti

pakaian, obat tradisional dan layanan pijat. Masyarakat dari Yogyakarta dan daerah

tetangga berdatangan ke Parangkusumo, baik sekedar untuk berbelanja atau untuk

rekreasi. Munculnya kegiatan ekonomi, terutama pada hari-hari rutin ritual, serta

meningkatnya jumlah pemukiman di Parangkusumo, ditambah berbagai barang dan

jasa yang dipromosikan, komersialisasi seksual menjadi salah satu konsekuensi pada

akhirnya. Menurut RP Suraksotarwono, juru kunci di Parangkusumo, pekerja seks

pertama kali datang dari Pasar Kembang. Beberapa penduduk desa setempat

10

Kliwon adalah salah satu nama hari dari 5 hari dalam penanggalan Jawa.

11

Maharsi, Va ia Keaga aa Masya akat Pesisi Pa tai Selata Studi Kasus Desa Pa a gt itis,

K etek, Ba tul, DIY , Jurnal Penelitian Agama, 13, 3, September–Desember 2004

12

(7)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 7 menyambut perpindahan pekerja seks dengan senang hati karena mampu menarik

sejumlah besar pelanggan dari wilayah lain berdatangan.13

Kisah sukses bisnis seks ini mengalami peningkatan dramatis dan akhirnya

menarik minat ratusan pekerja seks dari kota-kota lain, yang dulu disebut wanita tuna

susila (WTS) dan dewasa ini disebut sebagai pekerja seks komersial (PSK),

pemuka-pemuka warga di Parangkusumo pun secara teratur mencari pelanggan. Tetapi hanya

segelintir kecil dari mereka yang asli dari Yogyakarta, kebanyakan dari mereka

berasal dari kabupaten di Jawa Tengah, seperti Demak, Magelang, Pati, Purwodadi,

Solo dan Sragen. Sebagian besar ‘freelancer’ dan tidak terikat dengan mucikari.

Meski tidak terikat dengan mucikari tertentu, para PSK tersebut harus menyewa

kamar dari mucikari yang mana mucikari memperoleh 10.000 rupiah untuk setiap kali

sewa pengunaan kamar.

Awalnya, para PSK datang ke Parangkusumo hanya pada hari malam Selasa

Kliwon dan malam Jumat Kliwon. Kemudian, mengingat pendapatan yang akan

didapat, mereka lebih memilih untuk tinggal secara permanen daripada bolak-balik.

Warga masyarakat lainnya juga mendapat manfaat dari kondisi tersebut dalam

banyak hal.

Tempat yang paling mencolok dimana bisnis tersebut dijalankan adalah

kompleks rumah bordil, hotel, panti pijat, dan tempat karaoke. Selain itu, banyak

penduduk desa juga membuka warung yang menjual makanan, rokok dan mendapat

pemasukan setiap hari. Dengan demikian, hubungan antara industri seks dan kegiatan

ekonomi lainnya secara umum tidak dapat diabaikan.14

Konotasi prostitusi yang lebih dominan entah bagaimana caranya telah

menggeser makna ritual. Dalam bahasa sehari-haripun, seks juga dianggap ritual.

Beberapa orang di Parangkusumo bahkan menyebut Selasa Kliwon dan Jumat

Kliwon sebagai ‘hari ibu’ disebabkan banyaknya PSK yang berusia antara 35 dan 40

tahun (rentang usia ibu-ibu).

13 Wawancara dengan R.P Suraksotarwono, juru kunci Cepuri di Parangkusumo, Agustus 2011. 14

(8)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 8 Tarif untuk menyewa jasa PSK bervariasi tergantung pada seberapa lihai

seorang pelanggan melakukan tawar menawar. Secara umum, para PSK muda akan

mematok tarif antara 70.000 dan 150.000 rupiah, sedangkan PSK yang lebih tua

cenderung tidak menetapkan standar harga. Pelanggan biasanya membayar antara

25.000 dan 35.000 rupiah untuk PSK tua. Semakin cantik PSK terlihat, semakin

tinggi harganya. Seorang mantan PSK mengatakan, ketika dia masih sebagai PSK,

adalah hal biasa baginya untuk melayani 20 pelanggan setiap malam.15

Batu sakral peziarahan Cepuri.

Anik, seorang mantan mucikari, menjelaskan bahwa tokonya mungkin

menjual lima paket kondom yang masing-masing berisi 144 biji setiap sebulan.16

Pada malam-malam diadakan ritual, para mucikari bisa meraup lebih dari 1.000.000

rupiah per malam untuk penyewaan kamar. Selain itu, pemilik tempat karaoke juga

meraup pendapatan cukup masuk akal. Harga untuk menyewa sebuah room karaoke

15

Wawancara dengan Yani, pekerja seks komersil, di Parangkusumo, Juli 2011.

16

(9)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 9 berkisar 25,000-50,000 rupiah per jam. Pemilik usaha karaoke juga menyediakan

pemandu karaoke untuk diajak bergabung di room ketika pelanggan memintanya.

Pemilik tidak menerima uang dari pemandu karaoke. Biasanya pelanggan harus

membayar 50,000 -75,000 rupiah untuk biaya pemandu karaoke. Pemandu karaoke

kadang menawarkan ke pelanggan sebuah karaoke ‘plus’.17 Untuk layanan tersebut,

pelanggan harus membayar uang tambahan mulai dari 100.000 sampai 200.000

rupiah. Meskipun tidak memiliki penghasilan dari pemandu karaoke, pemilik tempat

karaoke masih bisa meraup pendapatan dari menjual produk-produk lain, seperti

makanan dan minuman, dan menyewakan room untuk layanan 'plus' tadi.18 Selain

adanya keterhubungan antara pekerja seks, mucikari dan pemilik karaoke, pihak lain

juga mendapat manfaat dari pola relasional tersebut secara tidak langsung. Pada

hari-hari didakan ritual, sopir bus melihat peningkatan pendapatan karena meningkatnya

jumlah penumpang, termasuk peziarah, pekerja seks, pengunjung dan pedagang.

Selama Ramadan, Cepuri tetap tidak beranjak tenang. Parangkusumo tak

pernah berhenti berdenyut. Momen religius apakah masih berlaku? Masjid Darus

Salam, di dalam kompleks Cepuri, menyediakan menu buka puasa setiap hari. Sebuah

pengajian menargetkan para audien yang lebih banyak dilangsungkan mingguan.

Semua penduduk desa, termasuk pemilik rumah bordil, diharapkan untuk

menyumbangkan makanan untuk berbuka (biasa disebut iftar). Ibu, remaja dan

anak-anak berkumpul untuk menunggu kedatangan azan masuknya waktu Maghrib.

Selama menunggu kumandang azan maghrib tersebut, dipandu oleh imam,

jamaah melakukan zikir dan doa tahlil yang biasa dibacakan untuk orang meninggal.

Ritual dalam masjid tersebut merupakan ajaran tradisional Islam, yang secara

kelembagaan berafiliasi dengan organisasi Muslim terbesar di Indonesia, Nahdlatul

17 Plus , adalah ahasa ha ia I do esia , se i gkali diko ot

asikan pada pelayanan seksual.

Jika seseo a g e a a pijat plus , e eka aka e ge ti ah a itu adalah laya a pijat

dengan layanan kenikmatan seksual.

18

(10)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 10 Ulama.19 Prostitusi pada dasarnya terbukti sahih berhenti sejenak tiap sore selama

bulan Ramadan.

3. Penciptaan Perda berkaitan prostitusi

Pembahasan terkait regulasi prostitusi dimulai pada tahun 2002, meskipun

butuh waktu sampai 2007 sebelum Perda itu secara resmi diundangkan. Tanggal 15

Maret 2007, Bupati telah menyampaikan dan membacakan Nota Pengantar, yang

didalamnya juga menyinggung RUU tentang larangan prostitusi ke rapat pleno DPRD

Bantul. Draf Perda tersebut disusun oleh sub-divisi hukum, yang mengaku sebagai

bentuk mengakomodasi aspirasi masyarakat. Dikatakan bahwa draf Perda dirancang

setelah terjadi tiga kali meeting yang diadakan pada bulan Januari 2007 yang

melibatkan para pejabat Daerah, pemuka masyarakat dan agama, aktivis dan

masyarakat umum. Padaakhirnya, mereka sampai pada kesimpulan tunggal bahwa

prostitusi adalah masalah serius terkait norma-norma agama dan sosial.

Selama dua hari setelah pertemuan ini, fraksi-fraksi partai di DPRD20 telah

bersiap diri untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat guna membahas nota pengantar

Bupati. Pada tanggal 20 Maret 2007, untuk kedu kalinya rapat paripurna

mengagendakan dengar pendapat pendapat pihak-pihak. Mayoritas menegaskan

perlunya adanya Perda dan merekomendasikan pembentukan Komisi Khusus untuk

membahas dan menindaklanjuti agenda sidang.21 Pembentukan Komisi Khusus

adalah prosedur wajib dalam proses legislasi dan satu-satunya fase yang menawarkan

kesempatan bagi para anggota DPRD untuk melakukan tawar-menawar kepentingan

politik di antara mereka. Hasil akhir adalah suara dari masing-masing fraksi. Fase ini

juga memainkan peranan penting dalam menentukan prospek ke depannya suatu

19 Wawancara dengan Ahmad, imam masjid Darus Salam pada 11 Agustus 2011. Dia telah

menjadi imam di masjid tersebut untuk 17 tahun. Dia mengaku bahwa aktivitas dakwah di daerah Parangkusumo tidak terhambat oleh prostitusi. Dia cenderung untuk dakwah mengajak para pekerja seks, ia berpendapat bahwa perempuan nakal akan mencari pria hidung belang untuk melakukan hubungan seks, sedangkan perempuan baik-baik mencari laki-laki yang butuh untuk membangun sebuah rumah tangga.

20

PDI Perjuangan, PAN, PKB, PKS, Golkar, and fraksi Kesatuan Baru (koalisi terdiri atas Partai Demokrat, PPP dan Partai Karya Peduli Bangsa).

21

(11)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 11 Draf/Rancangan Perda. Ketua komisi DPRD Bantul saat itu, Edy Susila, merupakan

kader dari partai Islam, PPP. Sedangkan wakilnya, Jupriyanto, berasal dari partai

Islam lain, PKS.22 Pada saat yang sama, Bupati membentuk sebuah tim eksekutif

yang mana tugas utamanya adalah untuk memastikan bahwa draf Perda tersebut

disetujui.

Pada akhirnya, draf Perda tersebut akhirnya disetujui oleh DPRD Bantul pada

tanggal 12 April 2007, dan terdaftar sebagai peraturan No. 5/2007 dan disahkan pada

1 Mei 2007. Gangguan kesehatan, gangguan keamanan, adanya UU yang sudah

melarang hal tersebut dan keharmonisan sosial, pelanggaran hukum Allah, tindakan

amoral dan dan menciptakan perilaku yang baik disebutkan sebagai alasan untuk

Perda dikeluarkan.

Dalam bagian ‘Ketentuan Pidana’, dinyatakan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan Perda dapat dijatuhi hukuman maksimal kurungan tiga bulan

atau denda maksimal 10.000.000 rupiah (Pasal 8 ayat (1) Perda No.5/2007). Seperti

disebutkan sebelumnya, Perda ini dimaksudkan untuk memungkinkan penangkapan,

tidak hanya kepada para PSK, tetapi yang juga yang memiliki peran lebih penting,

yaitu germo dan pemilik rumah bordil. Namun banyak orang meragukan bahwa Perda

tersebut akan sepenuhnya bisa efektif mengingat dalam banyak kasus, mucikari

tampaknya kebal terhadap hukum karena biasanya mereka biasanya adalah

orang-orang kuat dan memiliki pengaruh sosial dalam masyarakat.

Hal ini adalah rahasia umum bahwa mereka memiliki koneksi yang dekat

dengan orang-orang penting dalam Pemerintah Daerah, termasuk juga kepada aparat

hukum, yang dapat melindungi mereka dari jerat hukum. Bagaimanapun, penegakan

hukum lebih tajam ke bawah, terutama pada pelaku pekerja seks. Dalam kasus tindak

prostitusi di Pengadilan Negeri Bantul, terdakwa yang disidangkan sebagian besar

adalah pelaku pekerja seks, bukan mucikari atau pemilik rumah bordil.

Keberadaan Perda telah mengundang kritik, tidak hanya oleh para pelaku

pekerja seks, tetapi juga oleh sejumlah kelompok masyarakat lainnya. Reaksi negatif

22

(12)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 12 sendiri disuarakan oleh masyarakat yang sumber daya pendapatannya yang

terdampak oleh penerapan Perda tersebut.

Masyarakat dan kelompok perempuan juga mengecam keras Perda tersebut.

Mereka mengatakan keberadaan Perda tidak jelas arahnya dan mengandung

ambiguitas yang membahayakan, hanya akan member ruang bagi semua perempuan

rentan terhadap tuduhan prostitusi. Dalam sesi siding pleno di DPRD Bantul pada

pembahasan APBD 2008, semua partai politik menegaskan kembali dukungannya

untuk penegakan Perda yang bertujuan untuk melestarikan perilaku religious yang

saleh.

Di sudut lain, prostitusi di masyarakat meninggalkan problematika. Tentu hal

ini tidak berlaku dalam akselerasi yang luar biasa dari proses legislasi Perda tersebut,

yang hanya membutuhkan jangka waktu 20 hari. Kondisi ini menunjukkan bahwa

Pemda Bantul menghadapi beberapa masalah kompleks, baik secara sosiologis atau

politis, dalam melahirkan Perda bisa dimungkinkan. Ormas-ormas Islam seperti

Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan MUI diundang untuk menuliskan surat resmi

yang menyatakan dukungan mereka. Lebih penting lagi, setiap fraksi tunggal, baik

haluan Islam atau sekuler, telah mendukung lahirnya Perda tersebut.

Faktanya, bahwa semua partai bertitiktolak atas pandangan keagamaan dalam

mengutarakan pendapat mereka tentang prostitusi adalah hal tak terbantahkan.

Mereka berbicara dalam retorika yang sama, yaitu menjaga perilaku yang baik dan

menyelamatkan generasi muda. Hanya sedikit dari mereka menempatkan masalah

prostitusi dalam konteks ekonomi sosial yang lebih luas, melihat isu-isu dari

perspektif kemiskinan dan sempitnya peluang pekerjaan. Alasan yang sedikit berbeda

dalam mendukung draf Perda diberikan oleh Fraksi PKB. Mereka berpendapat bahwa

prostitusi harus dijalankan dengan free market mechanism of supply and demand.

Guna menemukan solusi terkait bagaimana untuk memutus hubungan antara penjual

(PSK) dan pelanggan. Penegakkan hukum hanya menyasar pada kelompok pertama

(penjual/PSK) tidak akan memecahkan masalah.23

23

(13)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 13 Apa yang telah disuarakan Fraksi PKB di DPRD Bantul menunjukkan bahwa

pembedaan antara partai berhaluan keagamaan dan sekuler tidak lagi relevan. Hal ini

dapat dijelaskan dengan melihat komposisi partai-partai ketika hasil pemilu didapati

adanya perubahan prosentasi suara bagi partai sekuler PDIP, dan satu partai lainnya

yang muncul kemudian, Partai Demokrat (disingkat PD). Dari 45 kursi di DPRD

Bantul, PD hanya memiliki satu kursi (2,2 persen) pada tahun 2004 dan lima kursi

pada tahun 2009, sebuah peningkatan yang signifikan. Di sisi lain, PDIP

memenangkan 16 kursi (35,5 persen) pada tahun 2004, tetapi secara dramatis

kehilangan lima kursi (24,4 persen) pada tahun 2009. Partai berpengaruh

lainnya,partai Islamis PKS memiliki lima kursi (11 persen), baik pada tahun 2004 dan

2009 (lihat Lampiran, Tabel 1).24

Berdasarkan hal ini, adalah benar untuk mengatakan bahwa transformasi yang

disebut “politik aliran” setelah jatuhnya Suharto masih terus berlaku.25 Kondisi

semacam ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa dinamika pepolitikan saat ini di

beberapa daerah di Indonesia menyuguhkan gambaran dari adanya ikatan emosional

yang longgar dari rakyat kepada partai politik, khususnya ketika mencermati

penurunan jumlah kursi partai dan meningkatnya jumlah swing voters.26 Fenomena

seperti ini membantah premis bahwa perpolitikan terpolarisasi antara partai-partai

berhaluan Islam dan non-Islam. Lebih dari itu, kontradiksi antara partai berbasis

perkotaan (urban-based parties) dan partai berbasis pedesaan (rural-based parties)

telah menjadi kabur. Baik partai yang berhaluan keagamaan dan non keagamaan

menuju arah yang sama. Mereka cenderung mengabaikan ideologi politiknya,

sementara kepentingan yang lebih pragmatis lebih sering muncul demi mencapai

agenda mereka.

Sebagian besar masyarakat di Bantul adalah muslim, sekitar 95 persen dari

total jumlah penduduk, sebagian besar tinggal di daerah pedesaan, ini adalah market

24

Berdasarkan data yang diperoleh dari KPU Pusat ataupun KPUD Bantul.

25‘. Willia Liddle, Ne Patte s of Isla i Politi s i De o ati I do esia ,

Asia Program Special Report (Woodrow Wilson Center International Center for Scholars), no. 110, April 2003, pp. 4–13.

26 A d eas Ufe , The E olutio of Clea ages i the I do esia Pa ty Syste , Makalah

(14)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 14 politik yang menggiurkan. Kedua belah pihak, partai sekuler atau haluan Islam harus

bersaing kuat dalam mempengaruhi mereka dalam domain kegamaan tersebut.

PDIP, yang biasanya menghindari eksploitasi isu-isu agama atau dalam

menyuarakan aspirasi partainya dalam mendukung penerapan Perda berbasis syariah,

seperti dalam pembahasan UU pornografi dan pengenaan jilbab oleh kaum

perempuan, bersikap berbeda di tingkat daerah. Hasil observasi ini membuat saya

menyimpulkan bahwa menyajikan cirri-ciri keislaman, pada hakikatnya, digunakan

oleh partai-partai sebagai strategi untuk menjaring pemilih Muslim. Maka, fakta

seperti ini relevan untuk mengingat kembali catatan Ufen pada dinamika ‘politik

aliran’ di era Reformasi. Dia mengatakan ‘partai bukanlah kesatuan agregasi

“organis” kepentingan masyarakat, tetapi lebih dicirikan dengan berbagai macam kelemahan. Kebanyakan dari mereka disesaki dengan konflik internal, pencitraan

mereka sering teduh, platform mereka tidak jelas dan elit-elit partai cenderung

memonopoli pengambilan keputusan.’27

4. Perdebatan terkait arti prostitusi

Ketika mendefinisikan prostitusi, fakta bahwa PSK menerima uang untuk

jasanya biasanya merupakan elemen penting. Namun, secara keseluruhan, selain

dicap tidak bermoral, PSK pada umumnya juga tidak dibayar dengan layak

sebagaimana menurut laporan studi oleh The Economist, dengan pengecualian dari

mereka yang mampu meraup banyak uang.28 Oleh karena itu, ada banyak cara untuk

memahami prostitusi. Edlund dan Korn, mengacu the Random House Dictionary of

the English Language edisi tahun 1969, mendefinisikan prostitusi sebagai ‘tindakan

atau praktek yang melibatkan hubungan seksual demi uang’.29 Definisi lainnya menolak poin adanya unsur ‘menjual tubuh’ seseorang untuk membedakan antara

27A d eas Ufe , F o Ali a to Dealig e t: Politi al Pa ties i post

-Suha to I do esia ,

South East Asia Research, 16, 1, 6.

28

The Economist pada Februari 1998 melaporkan bahwa prostitusi di Arab mampu membukukan pendapatan 2.000 US dollar per malam, sementara perempuan PSK yang rata-rata berasal dari Latvia dilaporkan hanya mengumpulkan 5.000 US dollar per bulan, 20 kali lipat rata-rata pendapatan PSK.

29Le a Edlu d da E ely Ko , A Theo y of P ostitutio ,

(15)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 15 pelacur dan perempuan pada umumnya. Sebagaimana Ellis katakan, prostitusi tidak

bisa disederhanakan kepada perempuan yang menjual tubuhnya karena hal ini juga

dilakukan oleh perempuan yang menikah demi melanggengkan rumah tangga dan

nafkahnya.30 Guna membantah penyederhanaanEllis tersebut, Edlund and Korn

berargumen bahwa pelacur menjual seks non reproduktif, ‘seks komersil’. Sedangkan

istri menjual seks reproduktif.31

Demikian juga dalam rapat dengar pendapat di DPRD, perdebatan paling

kontroversial juga terjadi berkaitan apa yang dimaksud dengan prostitusi dan definisi

apa yang seharusnya digunakan. Beberapa di antaranya membuat kategori adanya

keterkaitan pada uang. Sedangkan prostitusi dalam rumusan Perda tidak seperti itu,

prostitusi dinyatakan sebagai perbuatan tidak senonoh (amoral) dengan atau tanpa

kompensasi financial, bisa dianggap sebagai bentuk prostitusi. Tampaknya, rumusan

dalam Perda tersebut mengabaikan unsur definitif prostitusi. Ketentuan dalam Perda

menyatakan bahwa prostitusi adalah segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang

atau lembaga, yang mengajak, memfasilitasi, mengatur dalam melakukan suatu

tindakan tidak senonoh. Dengan adanya definisi tersebut, wilayah abu-abu antara

‘penerimaan’, ‘pengakuan’, dan ‘pelarangan’ prostitusi yang terjadi di masa lampau

telah menemukan titik terang bagi pihak pemerintah, pekerja seks komersil, pelacuran

dan masyarakat sendiri, telah selesai.

Meskipun bersiteguh menolak terhadap pelarangan prostitusi sedari awal,

entah apa yang menjadi alasan PDIP merasa tidak yakin bahwa pelarangan prostitusi

adalah alternatif terbaik. Sikap itu juga menjadi sebab mengapa Fraksi PDIP

mengadakan polling melalui pesan singkat pada 10 dan 11 April 2011 di stasiun radio

Persatuan. Jajak pendapat yang dilakukan ini menunjukkan bahwa pihak PDIP

memahami arti penting mekanisme partisipasi publik dalam proses legislasi. Pihak

PDIP sendiri juga berani mengabaikan fakta bahwasanya di sana ada beberapa

kelompok yang tidak mau diusik kepentingannya sama sekali. Dalam jajak pendapat,

masyarakat ditawari dua pilihan: adanya regulasi yang mengatur atau pelarangan

30 Havelock Ellis,

Studies in the Psychology of Sex (New York: Random House, 1936), 225.

31

(16)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 16 prostitusi secara total. Tidak ada alasan definitif jelas yang diajukan oleh responden

terkait apa yang menjadi latar belakang perbedaan antara keduanya. Dari total 224

pesan yang diterima, 45 (20,1 persen) mendukung adanya regulasi, sedangkan

sisanya, 79,9 persen, memilih adanya pelarangan.32 Hasil jajak pendapat tersebut

membuat PDIP memutuskan untuk menerima draf Perda: berpaling mendukung

adanya larangan prostitusi merupakan keputusan yang masuk akal untuk diambil.33

Masalah kesehatan merupakan faktor lain yang ikut memainkan peran

penting. Partai Golkar, dengan mengacu pada hasil survei yang dilakukan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten Bantul, menyatakan dukungan kuat untuk disahkan dan

diundangkannya Perda terkait. Hasil survei dari 285 sampel darah yang diambil pada

tahun 2004 mendapati tujuh orang terjangkit HIV (Human Immunodeficiency Virus),

yang mana pada tahun 2005 (dengan sampel sebanyak 422), enam di antaranya

terjangkit. Sedangkan hasil survei dari 378 sampel darah yang dilakukan pada tahun

2006 ditemukan 12 orang dengan HIV. Pada tahun 2007 dengan pengambilan sampel

darah yang lebih banyak dari 403 orang, empat di antaranya mengidap HIV.

Penurunan angka pengidap HIV pada tahun 2007 diklaim menjadi salah satu efek

positif dari menegakkan Perda.34

Bagaimanapun, pesan-pesan bermotif keagamaan memiliki peran penting

sebagai alasan utama adanya penolakan praktek prostitusi. Partai-partai berhaluan

Islam secara eksplisit mengutip sejumlah ayat dari Al-Qur'an. Fraksi Kesatuan Baru

di DPRD Bantul, termasuk di dalamnya adalah fraksi PPP, menyatakan larangan

Allah SWT untuk mengejar kesenangan duniawi dan melakukan perzinahan.

Sehubungan dengan yang hal yang pertama, sebagaimana bunyi ayat 64 surat

al-'Ankabut (Qs.29), yang memperingatkan manusia terkait kesenangan duniawi dan

mengingatkan mereka dari kebahagiaan kekal di akhirat. Sehubungan dengan hal

32

Pendapat Akhir Fraksi dari Fraksi PDIP atas Enam Raperda Kabupaten Bantul, 12 April 2007.

33

Wawancara dengan Tustiyani, Ketua DPRD Bantul, Juli 2011.

34 Pendapat Akhir Fraksi dari Fraksi Golkar atas Enam Raperda Kabupaten Bantul, 12 April

(17)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 17 kedua, mereka mengutip ayat 32 surat al-Isra' (Qs. 17), yang secara eksplisit

melarang melakukan perzinahan.35

Fraksi PKS sendiri mendukung adanya pelarangan prostitusi namun juga

mengecam keras Perda seperti itu karena tidak mendefinisikan moralitas sesuai

norma-norma agama. PKS juga menyayangkan ketidaklengkapan Perda karena

membatasi ruang lingkup prostitusi dan tidak memasukan perselingkuhan sebagai

tindak prostitusi. Machmudi mengingatkan kader-kader PKS bahwa mempromosikan

syariah pada tingkat nasional tetaplah menjadi agenda penting. Partai PKS sendiri

lebih memilih untuk mengejar pelaksanaan syariah dengan pendekatan bottom-up,

yaitu dengan mendidik umat Islam untuk memahami esensi syariah. Dengan cara

seperti ini, umat akan mempraktekan ajaran-ajaran tersebut dalam kehidupan

sehari-harinya, dan ketika orang sudah menerima hukum Islam, maka mereka dengan

sendirinya akan menyaurakan tuntutan implementasinya kepada Pemerintah.36

5. Prostitusi dan kriminalisasi perempuan

Prostitusi, dalam kaitannya terhadap Perda berbasis syariah, telah menjadi

perdebatan sengit masyarakat dalam beberapa tahun terakhir. Masyarakat

menitikberatkan fokusnya pada situasi pekerja seks, pengaruhnya terhadap generasi

muda, munculnya pusat-pusat kegiatan ekonomi di sekitar pusat prostitusi dan

ketersediaan regulasi. Banyak perdebatan telah terpolarisasi antara dua pihak yang

dilabeli liberal dan konservatif. Keinginan pihak pertama mengatakan prostitusi

bukan tindak kriminal, wajar dan manusiawi. Sedangkan pihak kedua berpendapat

prostitusi harus dilenyapkan. kepentingan sosial politik memainkan peran penting

bagi pemerintah dalam menentukan posisinya di antara dua kutub tersebut.

35

Pendapat Akhir Fraksi dari Fraksi Partai Golkar, Fraksi Kesatuan Baru, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.

36 Yon Machmudi,

(18)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 18 Kantola dan Squires37 mengkategorikan diskursus tersebut guna menanggapi

debat politik berkaitan prostitusi menjadi empat macam pendekatan: (i) penyakit

masyarakat, (ii) tradisi kesusilaan (traditional morality), (iii) bentuk penindasan

kaum perempuan, dan (iv) pekerja seks. Istilah penyakit masyarakat merupakan

argumentasi dominan untuk melawan prostitusi. Diskursus ini abai pada marginalisasi

pekerja seks kelas jalanan. Kelompok pelaku maksiat, hina dan prostitusi adalah

tindakan durjana dijadikan alasan oleh penganut tradisi kesusilaan, kualifikasi seperti

ini telah digunakan selama hamper 100 tahun dan sering disinggung setiap kali topik

prostitusi dibahas. Dalam semangat modernisasi dan kesetaraan gender arus utama,

argumentasi penindasan kaum perempuan tidaklah dianggap sebagai dosa dan

maksiat.38 Bentuk penindasan menekankan pada diskursus atas keberadaan prostitusi

adalah bentuk dominasi laki-laki atas perempuan. Penganut pendekatan ini

menganggap pekerja seks sebagai korban prostitusi berhubungan dengan masalah

perdagangan seks. Kaum perempuan dieksploitasi secara seksual yang seringkali

secara ekonomi terpinggirkan mengingat wanita dan anak-anak dalam sejarahnya

selalu mengalami kekerasan fisik dan kekerasan seksual pada masa lampau.

Tidak adanya alternatif mata pencaharian telah membuat mereka rentan

terhadap perdagangan seks. The Coalition against Trafficking in Women/CATW

(Koalisi Anti Perdagangan Perempuan) di dalam bagian 'Who We Are' situsnya

menyatakan bahwa ‘[k]ami harus mengambil sikap dalam berprinsip terhadap

legalisasi prostitusi dan mencegah adany permintaan untuk komersialisasi seks tanpa

harus menghukum korban. Orang-orang selalu manjadi sasaran salah tangkap:

prostitusi harus dilegalkan’.39

Istilah yang digemari untuk digunakan adalah

‘perbudakan seksual’, istilah ini jelas ditentang oleh paradigm kaum pekerja seks. Legalisasi akan melembagakan perlindungan melalui hak-hak pekerja dan

dekriminalisasi para pekerja seks.

37Joha a Ka tola da Judith S ui es, Dis ou ses Su ou di g P ostitutio Poli ies i the UK , dala Europea Jour al of Wo e ’s Studies, 11, 1, 2004.

38‘o ald Weitze , Legalizi g P ostitutio : Mo ality Politi s i Weste Aust alia ,

The British Journal of Criminology, 49: 1 (2009), pp. 88–105.

39

(19)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 19 ……… ……… ……… ……….

Perlawanan mereka juga terhalang oleh adanya fakta bahwa sebagian besar

anggota aliansi adalah mahasiswa di Yogyakarta yang datang dari berbagai kota.

Dalam demonstrasi atau penyampaian aspirasi di depan publik yang digelar, aliansi

mahasiswa diminta untuk menunjukkan kartu tanda penduduk mereka sebagai bukti

yang membantah bahwa demo yang digelar mereka tidaklah mewakili aspirasi

masyarakat Bantul. Otoritas berwenang Kabupaten Bantul menggunakan cara

tersebut untuk mematahkan gerakan mereka.40 Menyadari tantangan yang dihadapi

ini, Aliansi pergerakan tersebut mengubah taktiknya. Caranya dengan memperluas

ruang lingkup pergerakan terhadap isu-isu di luar prostitusi dan mengubah nama

organisasi ‘Aliansi Peduli Kebijakan Bantul (APKB)’.41

6. Kesimpulan

Perda No. 5/2007 Kabupaten Bantul tentang Larangan Pelacuran di

Kabupaten Bantul, adalah salah satu dari sekian regulasi berhubungan dengan hal

moralitas publik. Peraturan tersebut mengaitkan diri pada sejumlah konsep kunci,

seperti pelanggaran ajaran agama, martabat manusia, Pancasila dan gangguan

kesehatan. Munculnya PKS dan PD dan penurunan kursi PDIP di DPRD Bantul telah

menjadi salah satu faktor sosio-politik yang menempatkan partai pada situasi di mana

partai politik harus menempatkan posisi mereka dalam mencitrakan keislaman dan

sebagai representasi kepentingan umat Islam.

Sebagai akibat dari tidak adanya definisi tunggal tentang prostitusi,

perdebatan berkaitan makna prostitusi dalam Perda tersebut terjadi. Sementara

partai-partai sekuler menghubungkan dampak prostitusi partisipasi dengan masalah

40

Wawancara dengan Tustiyani, Ketua DPRD Bantul, Juli 2011.

41 Wawancara dengan Subkhi Ridho, Koordinator Lembaga Studi Islam dan Politik (LSIP),

(20)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 20 kesehatan masyarakat, yang berhaluan Islam menghubungkan prostitusi dengan

moralitas berdasarkan Alquran. Pembatasan makna dan limitasi prostitusi tidak jelas.

Berbeda dengan peraturan sebelumnya, seperti dalam regulasi Propinsi Yogyakarta

pada tahun 1954, dan di dalam KUHP, yang hanya berurusan dengan masalah

mucikari dan pemilik rumah bordil, Perda Bantul memiliki cakupan yang lebih luas,

meliputi semua orang melakukan tindakan tidak senonoh, termasuk misalnya

tindakan menggoda/merayu. Selain kasus salah tangkap, Pengadilan Negeri Bantul

melaporkan catatan kerjanya bahwa tidak ada mucikari yang pernah disidangkan di

bawah Perda tersebut. Sebaliknya, intensitas penggerebekan yang dilakukan oleh

Polisi menargetkan kaum perempuan yang menderita kesulitan ekonomi secara

signifikan. Aktivis kaum perempuan dan beberapa organisasi mengecam keras Perda

tersebut sebagaimana mereka menuduh adanya pelembagaan kriminalisasi kaum

perempuan. Upaya hukum telah dilakukan untuk mengubah atau mencabut Perda

tersebut melalui pengajuan uji materi ke Mahkamah Agung, tapi sejauh ini tidak

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh gambaran tentang pembinaan nilai-nilai keagamaan pada siswa tunagrahita Pelita Hati Kota Pekanbaru, maka pendekatannya

Hiranyakasipu memiliki saudara kembar yang bernama Hiranyaksa, sebelum bernama Hiranyakasipu dan Hiranyaksa ia bernama Jaya Wijawa.Garapan ini merupakan sebuah garapan

PEI.,AKSANAAN PERATURAN DAERAH TINGKAT I BENGKULU NOMOR 2 TAHUN 1994 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN DARI PIHAK KETIGA KEPADA PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I

Penerimaan diri ibu dari anak autis adalah sikap positif yang.. dimiliki oleh seorang ibu dalam menerima keadaan diri

Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan data tahun 2015 pelayanan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Besar memiliki kecendrungan masuk ke daerah efisiensi dengan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan pengetahuan dan wawasan kepada penulis berkaitan dengan masalah yang di teliti dan

Sampel yang telah mendidih diteteskan octanol sebanyak 2 tetes ke dalam tabung yang berbuih, kemudian dipanaskan selama 30 menit, selanjutnya matikan fibertec

Seiring dengan peningkatan peranan Poktan, Pemda dan LSM, pendapatan petani, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan kesempatan kerja merupakan tujuan yang harus terpenuhi