• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PARTAI POLITIK ISLAM DAN LEMBAGA SOSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "I. PARTAI POLITIK ISLAM DAN LEMBAGA SOSI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 1 Bagian I

PARTAI POLITIK ISLAM DAN LEMBAGA SOSIAL KEAGAMAAN

Kees Van Dijk

Sebuah paradoks di Indonesia yang terjadi saat ini adalah adanya gairah Islam yang

berkembang tetapi partai-partai politik Islam justru sebaliknya. Pengecualian ada

pada PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Pencapaian partai-partai politik berbasis Islam

ini dalam Pemilu yang diadakan setelah 1998 tak begitu menggembirakan. Hal ini

bahkan di luar dugaan karena beberapa tokoh partai memiliki link dengan organisasi

sosial keagamaan yang ada dan memiliki banyak pengikut, misalnya Nahdlatul

Ulama dan Muhammadiyah yang jumlah pengikutnya puluhan juta. Hal ini

membuktikan bahwa merekrut atau memenangkan simpati para pemimpin agama

nasional dan lokal untuk mendapatkan suara lebih banyak dalam pemilihan umum

tampaknya berjalan kurang efektif jauh dari ekspektasi yang sering diasumsikan.

Hasil pemilu masa lalu yang mengecewakan disikapi para politisi dari

partai-partai Islam dengan dilematis. Mereka mulai berpikir untuk menjangkau

konstituen non Muslim, menerima mereka sebagai anggota dan merekrut mereka

sebagai kader, atau mereka dapat difokuskan pada isu-isu non-agama dalam

kampanye. Pendekatan seperti ini, bagaimanapun, bisa menjadi boomerang. Paska

Mei 1998, ketika Era Reformasi mengakomodasi partai-partai politik baru untuk

didirikan, di antara partai-partai Islam ‘terbuka’ kepada pihak lain, keterbukaan bagi

kader berbeda agama. Hal ini berangkat dari kekhawatiran Amien Rais dengan Partai

PAN-nya (Partai Amanat Nasional) dan Abdurrahman Wahid dari PKB (Partai

Kebangkitan Bangsa) terkait intensitas konflik komunal saat itu, yang di beberapa

daerah tindak radikalisme berjalan sangat sadis. Secara bersamaan, perekrutan kader

dari lain agama dilakukan, dan mengesampingkan ideologi Islam merupakan strategi

untuk memasuki ranah kelompok pemilih baru. Ada juga yang mengatakan bahwa

(2)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 2 sendiri, secara spesifik, dari sudut pandang basis keagamaan mungkin memiliki harga

yang harus dibayar, dan tentu saja perubahan sikap tersebut bisa menjelaskan adanya

hasil pemilu yang buruk.

Sembari mempersiapkan Pemilu pada April 2014, sejumlah politisi mengatakan

kepada The Jakarta Post pada Januari 2013 bahwa; bagaimanapun mereka bertujuan

untuk mengambil hati apa yang banyak media berita sebut 'the country’s increasingly

secular voters’.1Pihak PAN tidak akan lagi ‘menggunakan atribut Islam’, sedangkan

PKB menekankan bahwa partainya tidak pernah ‘mendeklarasikan diri sebagai partai

Islam yang eksklusif'. Berbicara atas nama PKS, partai politik yang keberhasilannya di masa lalu berhutang budi atas pencitraan partai ‘bersih’, era ketika para elitnya belum tercoreng kasus korupsi, ketua Fraksi PKS di DPR, Hidayat Nur Wahid, menekankan pentingnya meyakinkan konstituen memilih kepada partai ‘yang berkomitmen terhadap pemerintahan yang baik dan pemberantasan korupsi’. Ironisnya, selang beberapa hari kemudian, Ketua Umum PKS ditangkap dengan

tuduhan korupsi. Tak lama kemudian, setelah penangkapan Luthfi Hasan Ishaq,

menyeruak skandal seks yang mengikutinya, ketika seorang kolega dekat politiknya,

Ahmad Fathanah, ditangkap di sebuah kamar hotel –di atas ranjang dengan seorang

gadis yang pasti bukan pasangan sahnya. Pada bulan November tahun yang sama,

Ahmad Fathanah dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi oleh Pengadilan

Tipikor Jakarta dan divonis 14 tahun penjara. Pada bulan Maret 2014, Pengadilan

Tinggi Jakarta menambah dua tahun lebih lama atas bandingnya . Pada Desember

2013 Luthfi Hasan Ishaaq diganjar 16 tahun penjara atas pengajuan Kasasinya.

Beberapa anggota PKS mencoba menyikapi insiden tersebut, ketika ditelepon seorang kolega, dengan mengatakan ‘ada agen rahasia yang misinya untuk merusak citra partai menjelang pemilu 2014’.2

Di lain pihak, PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dan PBB (Partai Bulan

Bintang) justru menolak untuk mengubah haluan ideologi keagamaannya. PPP

memproklamirkan diri bahwa mereka tidak akan merekrut kader non-Muslim dan

1

The Jakarta Post, 23 Januari 2013.

2

(3)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 3 tampaknya hal ini dimaksudkan untuk meraih simpati kelompok-kelompok

fundamentalis, seperti FPI (Front Pembela Islam) dan bahkan massa dari Pondok

Pesantren Al-Zaytun yang keberadaannya misterius. Pesantren yang

dihubung-hubungkan dengan sekte cuci otak terhadap anggotanya dan bertujuan untuk

mendirikan negara Islam (khilafah).3 PBB sendiri mengeluarkan kecaman keras kepada ‘politisi munafik-pragmatis’ yang mengesampingkan ideologi demi kursi di pemerintahan.4

Pada April 2014, PKS dan PBB mendapati perolehan suara mereka mengalami

penurunan dibandingkan dalam Pemilu 2009 sebelumnya. PKS memperoleh 6,8

persen dari jumlah suara nasional, padahal pada Pemilu sebelumnya memperoleh

suara sebesar 7,9 persen. Sedang PBB memperoleh 1,5 dari pencapaian 1,8 persen

dalam Pemilu sebelumnya. PPP tampil sedikit lebih baik dan mendulang peningkatan

perolehan suara sebesar 5,3 menjadi 6,5 persen. PAN dan PKB juga mengalami

peningkatan. Masing-masing Partai tersebut memperoleh 7,6 dan 9 persen

(sebelumnya 6 dan 4,9 persen).

Salah satu alasan atas pencapaian Pemilu yang buruk partai-partai politik Islam

adalah, bahwasanya mereka tidak memiliki kemampuan memonopoli suara atas nama Islam. ‘Pelabelan’ terhadap pesaing mereka, seperti Golkar, PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) dan Partai Demokrat, ‘partai-partai sekuler’ atau yang menyasar ‘pemilih sekuler’, yang juga gagal untuk menghargai peran Islam dalam pepolitikan secara umum. Sudah selama para politisi Orde Baru dan pemegang

kekuasaannya, termasuk Presiden Suharto sendiri, bergegas berpaling ke

lembaga-lembaga dan ormas-ormas Islam demi meningkatkan popularitasnya kembali. Ikatan

emosionalitas ormas terhadap rezim juga digarap. Selama Orde Baru, Golkar

menstabilkan hubungan dengan kaum Muslim tradisional dan modernis melalui

pendirian sejumlah organisasi yang mana salah satunya adalah GUPPI (Gabungan

Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam) dan sebuah forum bagi alumni HMI

3

The Jakarta Post, 14 Maret 2013, dan 1 April 2013.

4

(4)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 4 (Himpunan Mahasiswa Islam) sebagaimana telah jamak dikenal. Sementara itu pada

bulan Agustus 2007, PDI Perjuangan sendiri meresmikan organisasi sayap Islamnya,

Baitul Muslimin. Pada sekali tempo, PDIP yang berhaluan sekuler pun kadang

mencitrakan diri sebagai partai Islam. Pada masa akan berakhirnya Orde Baru, para

demonstran pendukung PDI menghentikan demo di jalanan untuk solat, sementara

putri Soekarno, Megawati, pemimpin partai yang populer, awal kemunculannya di

berbagai poster partai tanpa menggunakan jilbab, di kemudian hari diposterkan

mengenakan jilbab. Faktor kedua yang berkontribusi terhadap buruknya hasil pemilu

dari partai-partai politik Islam adalah mereka dan organisasi sayap mereka bergerak

untuk memobilisasi dukungan dari entitas yang kompleks. Di sisi lain, elit-elit partai

atau kader organisasi mengalami perbedaan pandangan, terpisah sendiri-sendiri,

perbedaan itu terkait pendapat tentang bagaimana masyarakat Islam seharusnya, dan

seperti apa komunitas Muslim melibatkan diri dalam kancah perpolitikan.

Perselisihan antar elit sering terjadi dan berujung getir. Hal ini juga menjadi sumber

konflik di internal. Keberadaan dewan penasihat agama dan dewan fatwa, sebuah

lembaga yang acapkali berbenturan dengan dewan eksekutif partai, juga merupakan

salah satu fakta yang paling krusial dari friksi terkait pertimbangan keagamaan yang

di dorong masuk ke ranah politik. Hal ini tentunya tampak terang sekali di dalam

analisa mendalam Ahmad-Norma Permata tentang adanya persaingan di dalam

internal PKS dan juga di dalam organisasi sosial keagamaan yang berafiliasi

dengannya, Jemaah Tarbiyah, dan persaingan di antara keduanya pula. PKS adalah

pilihan yang tepat bagi kalangan Muslim karena PKS merupakan partai Islam yang

bersama-sama dengan Jamaah Tarbiyah-nya mampu mengidentifikasikan dirinya

sendiri dengan mempromosikan model Islami secara drastis kepada masyarakat

Indonesia. Hubungan internal kepartaian yang rapuh sebagaimana diulas dalam hasil

akhir penelitian Permata juga begitu tampak dalam partai-partai Islam dan organisasi

sosial keagamaan lain. Hal ini juga patut digarisbawahi terkait hubungan antara partai

politik dan organisasi yang berafiliasi. Mungkin yang terakhir (ormas-nya)

dimaksudkan sebagai penasehat moral. Kesimpulan yang sama juga muncul dalam

(5)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 5 kelompok Ahmadiyah yang mana ia juga menyinggung hubungan antara PKB dan

ormas sosial-keagamaan yang dekat dengan partai tersebut, Nahdlatul Ulama (NU).

(6)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 6 Dua kontribusi penelitian Permata dan Zuhri menunjukkan bagaimana

keanggotaan partai bisa begitu beragam. Pengikut Ormas Muhammadiyah dan NU,

dan organisasi Islam lainnya ada yang bergabung dengan PKS. sebaliknya, anggota

PKS dan JT juga ada yang sebagai pengikut NU atau Muhammadiyah. Fakta ni telah

memunculkan tuduhan adanya ‘infiltrasi’ kelompok umat Islam di kalangan

Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Bisa jadi, mungkin saja sudah ada kasus nyata

terkait infiltrasi, tetapi dalam banyak kejadian terlalu dibesar-besarkan. Penggunaaan istilah ‘infiltrasi’ tersebut untuk menekankan maksud bahwa ide-ide Islam fundamental diusung oleh orang-orang PKS yang mana orang-orang PKS tersebut

juga dari kalangan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sendiri. Dalam keadaan seperti itu, semangat ‘misionaris’ PKS telah berhadap-hadapan dengan persaingan sengit untuk menguasai lembaga-lembaga sosial dan keagamaan. Zuhri memusatkan

perhatian penelitiannya pada salah satu kasus ini, mengkonstruksi ulang bagaimana PKS telah mengambil alih masjid ‘Muhammadiyah’ di Jawa Tengah dan akhir ‘perang’ tersebut. Dalam kasus yang lainnya, Zuhri juga menyinggung keterlibatan dan persaingan alih kontrol di dalam internal kantor cabang Nahdlatul Ulama dan

Muhammadiyah, dan lembaga-lembaga pendidikan sekuler atau keagamaan dan

universitas-universitasnya.

Ketika penelitian Permata dapat dijadikan rujukan tentang dinamika di dalam

internal organisasi Islam, analisis Zuhri memberikan wawasan kompetitif sebagai

hasil dari upaya Islamisasi dalam komunitas Islam moderat, yang juga berlangsung di

tempat lain di Indonesia. kontribusi mereka berdua saling melengkapi. Sementara

Permata berkonsentrasi pada kajian terhadap PKS sebagai partai politik, Zuhri

berfokus pada penilitian peran agama di kalangan umat Islam dan peran sentral

masjid-masjid terkait propaganda paham keagamaan dan mobilisasi politik PKS.

Zuhri menguraikan kekhawatiran Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama atas

meningkatnya pengaruh Islam fundamental dalam komunitas mereka dan persaingan

perebutan lembaga-lembaga keagamaan. Pada tahun 2006 dan 2007, mereka terpaksa

(7)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 7 dan sabotase'. Peringatan akan adanya paham dari Islam dari Timur Tengah

(wahabisme) juga sering terdengar.

(8)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 8 Partai politik Islam dan organisasi sosial keagamaan adalah aktor utama dalam

memasukan nilai-nilai agama dalam perundang-undangan Nasional atau pun di

daerah, dan di dalam masyarakat. Mereka juga dapat bertindak sebagai motor

penggerak dan sekaligus sebagai rem. Ada hal yang selalu menarik tentang

Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, yang mana dua organisasi sosial keagamaan

terbesar di Indonesia ini selalu menyuarakan diri dalam mendukung toleransi

beragama, dan untuk memerangi penyebaran terorisme di negara ini. Sebuah batu

ujian toleransi beragama mereka adalah sikap terhadap Ahmadiyah dan Syiah, dan

reaksi mereka terhadap pelecehan tersebut. Itulah sebabnya di bagian bab ini diakhiri

dengan sebuah analisis oleh Bastiaan Scherpen terkait respon dari partai-partai politik

Islam dan organisasi sosial keagamaan yang terkait dengan aksi kekerasan massa

yang menyasar kelompok Ahmadiyah. Titik awal permasalahan adalah pembunuhan

terhadap tiga penganut Ahmadiyah oleh massa yang marah yang berjumlah sekitar

1.000 sampai 1.500 orang pada tanggal 6 Februari 2011 di Jawa Barat. Apa yang

terjadi adalah salah satu contoh di mana umat Islam menyatakan bahwa Ahmadiyah

adalah aliran sesat dan bahwa Ahmadiyah tidak boleh hidup di tengah-tengah mereka,

penolakan dilakukan dengan cara vandalisme. Dalam hal ini sasarannya adalah

sebuah rumah di desa Umbulan di Cikeusik yang dihuni oleh keluarga penganut

Ahmadiyah. Sebenarnya, untuk menghindari kekerasan tersebut, sehari sebelumnya

Polisi telah diperingatkan oleh pesan sms akan kemungkinan terjadinya aksi

kekerasan oleh massa dan telah membujuk keluarga yang bersangkutan untuk

meninggalkan desa, tetapi gagal untuk meyakinkan 17 anggota Ahmadiyah yang tiba

di Umbulan di pagi hari. Enam orang dari penganut Ahmadiyah tersbut justru untuk

melakukan hal yang sama (melakukan perlawanan bersenjata). Ketika serangan itu

terjadi, tiga dari penganut Ahmadiyah tewas dan lima lainnya luka serius. Polisi tidak

mampu melerai massa. Itu salah satu contoh di mana polisi mengatakan mereka

merasa tak mampu mengendalikan situasi. Takut atas keselamatan mereka sendiri

ketika harus dihadapkan dengan massa yang marah membuat mereka memutuskan

untuk tidak bertindak. Bahkan Kepolisian Negara Republik Indonesia Pada bulan

(9)

ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO 9 jumlah sebagai alasan untuk menjelaskan kegagalan melindungi penganut agama

minoritas tersebut ketika diserang oleh kerumunan Muslim radikal. Juru Bicara Polri,

mengomentari laporan Human Rights Watch yang mengkritik keengganan aparat

untuk bertindak tegas ketika Ahmadiyah dan Syiah dilecehkan, mengatakan bahwa

aparat Polisi 'kalah jumlah dengan massa, kealpaan bisa terjadi' dalam menegakkan

hukum.5 Tragedi mengerikan Cikeusik itu, jika tidak ditindaklanjuti akan

menimbulkan kontroversi yang lebih besar. Dua belas penyerang dituntut dan

dihukum hanya tiga sampai enam bulan penjara. Hukuman penjara enam bulan juga

dijatuhkan kepada salah satu pengikut Ahmadiyah, yang telah melakukan perjalanan

ke Umbulan yang mana dirinya salah satu yang terluka serius, didakwa dengan

menolak perintah Polisi untuk meninggalkan desa, tindakan melawan hukum, dan

sebagai otak penghasut anggota lain dari kelompoknya. Kontribusi Bastiaan Scherpen

dalam penelitian ini menunjukkan betapa sulitnya bagi Pemerintah Indonesia, partai

Islam, dan organisasi keagamaan untuk mengurai benang kusut ini. Di satu sisi,

adanya tuntutan untuk melarang Ahmadiyah karena sebagai aliran sesat, di sisi

lainnya ada desakan di Indonesia dan luar negeri untuk menegakkan prinsip-prinsip

kebebasan beragama dan hak asasi manusia. Hal ini juga mengapungkan ke

permukaan bahwa nilai-nilai universalitas dapat memiliki arti berbeda bagi suatu

kelompok yang berbeda pula, baik itu pemerintah Barat atau Muslim, terutama di

mana kelompok minoritas agama bersangkutan berada.

5

Referensi

Dokumen terkait

PEI.,AKSANAAN PERATURAN DAERAH TINGKAT I BENGKULU NOMOR 2 TAHUN 1994 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN DARI PIHAK KETIGA KEPADA PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I

informasi atas audit intern, standar dan kode etik profesi audit intern, obyek-obyek audit operasional, aktivitas-aktivitas audit khusus, serta penyusunan laporan

Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan data tahun 2015 pelayanan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Besar memiliki kecendrungan masuk ke daerah efisiensi dengan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan pengetahuan dan wawasan kepada penulis berkaitan dengan masalah yang di teliti dan

Sampel yang telah mendidih diteteskan octanol sebanyak 2 tetes ke dalam tabung yang berbuih, kemudian dipanaskan selama 30 menit, selanjutnya matikan fibertec

Setelah dilakukan tahapan pertama, maka tahap kedua dilakukan ekstraksi fitur pada gambar objek Setelah titik-titik rangka berhasil dideteksi, maka hasil tersebut

Penerimaan diri ibu dari anak autis adalah sikap positif yang.. dimiliki oleh seorang ibu dalam menerima keadaan diri

Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh gambaran tentang pembinaan nilai-nilai keagamaan pada siswa tunagrahita Pelita Hati Kota Pekanbaru, maka pendekatannya