• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi - Persepsi Pengguna terhadap Kualitas Pelayanan Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi - Persepsi Pengguna terhadap Kualitas Pelayanan Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi

Perpustakaan perguruan tinggi merupakan institusi pengelola koleksi perpustakaan secara profesional dengan menggunakan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pengguna. Perpustakaan perguruan tinggi merupakan jantung bagi setiap universitas, nilai suatu universitas juga bergantung pada perpustakaannya. Perpustakaan perguruan tinggi dituntut untuk memberikan layanan yang berkualitas tinggi dalam memenuhi kebutuhan dan harapan penggunanya. Sehingga tujuan didirikannya perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk turut mendukung dan mensukseskan fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Perpustakaan perguruan tinggi menurut Hasugian (2009, 79) adalah “perpustakaan yang dikelola oleh perguruan tinggi dengan tujuan membantu tercapainya tujuan perguruan tinggi”.

Pendapat lain dalam Buku Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan

perguruan Tinggi (2004, 3) menyatakan bahwa “Perpustakaan Perguruan Tinggi merupakan unsur penunjang perguruan tinggi, yang bersama-sama dengan unsur penunjang lainnya, berperan serta dalam melaksanakan tercapainya visi dan misi perguruan tingginya”.

Sejalan dengan pernyataan di atas , menurut Reitz yang dikutip oleh Hasugian (2009, 79) menyatakan bahwa:

A library or library system established, administrated, and funded by a university to meet the information, research, and curriculum needs of its students, faculty, and staff.

Definisi ini menyatakan bahwa perpustakaan perguruan tinggi adalah sebuah perpustakaan atau sistem perpustakaan yang dibangun, diadministrasikan dan di nilai oleh sebuah universitas untuk memenuhi kebutuhan informasi, penelitian dan kurikulam dari mahasiswa, fakultas dan stafnya.

(2)

mendukung dan mensukseskan tujuan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam memenuhi kebutuhan informasi, penelitian, dan kurikulum dari mahasiswa, fakultas dan stafnya.

2.2 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi

Perpustakaan perguruan tinggi dapat dikatakan sebagai salah satu penunjang Tri Dharma Perguruan Tinggi yang senantiasa menjadi acuan bagi para sivitas akademika dalam menyediakan informasi yang berkaitan dengan sarana pendukung untuk kegiatan belajar, penelitian, dan dalam hal memenuhi kebutuhan informasi.

Menurut Hasugian (2009, 80) tujuan perpustakaan perguruan tinggi di indonesia adalah untuk “memberikan layanan informasi, untuk kegiatan belajar, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dalam rangka melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi”. Oleh karena itu, koleksi perpustakaan perguruan tinggi benar-benar diarahkan untuk mendukung pencapaian tujuan dan pelaksanaan Tri Dharma tersebut.

Dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi : Buku Pedoman (2004, 3) menyatakan bahwa perpustakaan sebagai unsur penunjang perguruan tinggi, merumuskan tujuannya sebagai berikut :

1. Mengadakan buku dan pustaka lainnya untuk dipakai oleh dosen, mahasiswa serta staf lainnya bagi kelancaran program pengajaran di perguruan tinggi.

2. Mengusahakan, menyimpan dan merawat pustaka yang bernilai sejarah yang dihasilkan oleh sivitas akademika.

3. Mengadakan buku, jurnal dan pustaka lainnya yang diperlukan untuk penelitian sejauh dana tersedia.

4. Menyediakan tenaga yang cakap serta penuh dedikasi untuk melayani kebutuhan pengguna perpustakaan, dan bila perlu, mampu memberikan pelatihan pengguna pustaka.

5. Menyediakan sarana bibliografi untuk menunjang pemakaian pustaka 6. Bekerjasama dengan perpustakaan lain untuk mengembangkan

program perpustakaan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa tujuan dari

(3)

Perguruan Tinggi sebagai unsur penunjang perguruan tinggi dalam hal mengadakan buku dan pustaka lainnya untuk dipakai oleh dosen, mahasiswa serta staf lainnya bagi kelancaran program pengajaran di perguruan tinggi, mengusahakan, menyimpan dan merawat pustaka yang bernilai sejarah yang dihasilkan oleh sivitas akademika dan mampu bekerjasam dengan perpustakaan lainnya untuk mengembangkan program perpustakaan.

2.3 Persepsi

Persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses membuat penilaian atau

membangun kesan mengenai berbagai macam hal yang terdapat di dalam penglihatan seseorang terhadap suatu objek dan situasi lingkungannya. Sebagai contoh, apabila seseorang tertarik untuk melihat lawan jenis yang melintas di depannya, terjadi suatu proses penilaian terhadap orang tersebut dengan berbagai ciri dan sikap yang ditunjukkan. Menurut Suwarno (2009, 52) menyatakan bahwa “persepsi merupakan proses diterimanya rangsangan berupa objek, kualitas hubungan antar gejala, maupun peristiwa sampai rangsangan itu disadari dan dimengerti”.

Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang di alami setiap orang ketika berusaha memahami informasi yang diterimanya, Kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi. terkait dengan hal itu menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003) persepsi adalah “ kesan seseorang terhadap objek prestasi tertentu yang dipengaruhi faktor internal, yaitu prilaku yang berada dibawah kendali pribadi dan faktor eksternal, yaitu prilaku yang dipengaruhi oleh situasi diluarnya”.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa persepsi merupakan proses diterimanya rangsangan berupa objek yang terdapat di dalam penglihatan seseorang terhadap suatu objek dan situasi lingkungannya sampai rangsangan itu disadari dan dimengerti yang dipengaruhi oleh faktor internal dan

faktor eksternal.

(4)

situasi, individu yang mempersepsi (preceiver), persepsi diri, dan pengamatan terhadap orang lain”. Pareek yang dikutip oleh Arisandy (2006, 26) Selain beberapa faktor yang berpengaruh dalam persepsi, terdapat juga beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya persepsi, yaitu:

1. Perhatian

Terjadinya persepsi pertama kali diawali oleh adanya perhatian. Tidak semua stimulus yang ada disekitar kita dapat tangkap semuanya secara bersamaan. Perhatian kita hanya tertuju pada satu atau dua objek yang menarik kita.

2. Kebutuhan

Setiap orang mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, baik itu kebutuhan menetap maupun kebutuhan yang sesaat.

3. Kesediaan

Adalah harapan seseorang terhadap stimulus yang muncul, agar memberikan reaksi terhadap stimulus yang diterima lebih efisien sehingga akan lebih baik apabila orang tersebut telah siap terlebih dahulu.

4. Sistem nilai

Sistem nilai yang berlaku dalam diri seseorang atau masyarakat akan berpengaruh terhadap persepsi seseorang

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa banyak faktor yang mempengaruhi persepsi individu yaitu meliputi objek yang dipersepsi, situasi, individu yang mempersepsi (preceiver), persepsi diri dan pengamatan terhadap orang lain, dengan adanya faktor tersebut mengakibatkan terjadinya perbedaan persepsi yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, perhatian, kebutuhan, kesediaan dan sistem nilai.

2.4 Pelayanan

Pelayanan merupakan suatu tindakan atau perbuatan seseorang atau organisasi dalam memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Kegiatan pelayanan bertujuan untuk memberikan kepuasan kepada setiap pelanggan ataupun pengguna dalam memperoleh informasi yang mereka inginkan dan butuhkan. Jika pelayanan yang diberikan kepada pelanggan ataupun pengguna sangat memuaskan maka pelayanan yang diberikan sesuai dengan harapan

(5)

2.4.1 Pengertian Pelayanan

Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri. Seperti halnya Menurut Kotler (2008, 83) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering.

Menurut Gronross yang dikutip oleh Lupiyoadi (2001, 5) menyatakan bahwa:

A service an activity or series of activities of mor or less intangible nature that normaly, but not necessary, take place in interaction between the customer and service employess and or physical resources or good and or system of the service provider, wich are provided as solution to customer problems.

Dengan demikian, pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak dapat diraba, yang terjadi sebagai akibat adanya

interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan pelanggan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa pelayanan merupakan suatu tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain yang sifatnya tidak berwujud dan tidak dapat diraba yang terjadi akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal lain yang disediakan oleh pemberi layanan.

2.4.2 Karakteristik Pelayanan

Suatu pelayanan dapat dikatakan baik, jika adanya karakteristik dari pelayanan tersebut. Pada dasarnya cukup banyak karakteristik suatu pelayanan dimana karakteristik suatu pelayanan mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi tingkat kepuasan pengguna terhadap penampilan kerja karyawannya.

(6)

1. Intangibility (tidak berwujud)

Pelayanan/jasa mempunyai sifat tidak berwujud karena tidak bisa diidentifikasi oleh kelima indra manusia seperti dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum terjadi proses transaksi pembelian. Seseorang tidak dapat menilai hasil dari suatu layanan sebelum ia menikmati sendiri

2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan)

Jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, apakah sumber itu merupakan orang maupun mesin, disamping itu apakah sumber itu hadir atau tidak, produk fisik yang berwujud tetap ada

3. Variability (berubah-ubah)

Jasa dapat mudah berubah-ubah karena jasa ini tergantung pada siapa yang menyajikan, kapan dan dimana disajikan.

4. Perishability (daya tahan)

Jasa tidak dapat disimpan dan tidak memiliki daya tahan lama karena sifatnya tergantung dari fluktuasi permintaan. Artinya jasa atau pelayanan dihasilkan pada saat ada permintaan akan jasa tersebut dan permintaa ini dapat ditunda.

Selain pendapat yang dikemukakan oleh Simamora, ada pendapat lain yang dinyatakan oleh Lupiyoadi (2006, 6) menyatakan karakteristik pelayanan terdiri atas tiga, yaitu:

1. Intangibility (tidak berwujud).

Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting dari hal ini adalah nilai tidak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan, atau rasa aman.

2. Unstorability

Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga tidak dapat dipisahkan (inseparability), mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan.

3. Customization

Jasa juga sering kali didesain khusus untuk kebutuhan pelanggan.

(7)

2.4.3 Pelayanan Perpustakaan Perguruan Tinggi

Kegiatan pelayanan pengguna perpustakaan merupakan hal yang paling pokok dan penting bagi sebuah perpustakaan perguruan tinggi yang merupakan ujung tombak dari keberhasilan penyelenggaraan perpustakaan. Layanan perpustakaan berarti layanan yang diberikan kepada pembaca dalam memperoleh informasi dengan cepat, tepat sehingga pengguna mudah untuk menemukan bahan pustaka/informasi sesuai dengan kebutuhan mereka.

Perguruan tinggi yang berkualitas, baik negeri maupun swasta tentunya memiliki perpustakaan, dimana perpustakaan tersebut memiliki pelayanan perpustakaan.

Definisi pelayanan perpustakaan dalam buku Perpustakaan perguruan Tinggi : Buku Pedoman (2004, 71) dinyatakan bahwa:

Layanan perpustakaan adalah pemberian informasi dan fasilitas perpustakaan kepada pengguna melalui layanan perpustakaan. Melalui layanan perpustakaan pengguna dapat memperoleh hal berikut:

1. Informasi yang dibutuhkan secara optimal dari berbagai media

2. Manfaat berbagai alat bantu penelusuran yang tersedia

Adapun menurut Undang-Undang No 43 Tahun 2007 pasal 14 mengenai pelayanan perpustakaan, bahwa :

1. Layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi bagi kepentingan pemustaka.

2. Setiap perpustakaan menerapkan tata cara layanan perpustakaan berdasarkan standar nasional perpustakaan.

3. Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

4. Layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan melalui pemanfaatan sumber daya perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pemustaka.

5. Layanan perpustakaan diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka. 6. Layanan perpustakaan terpadu diwujudkan melalui kerja sama

antarperpustakaan.

(8)

Pendapat lain juga dinyatakan oleh Dwijati (2006, 58) mengemukakan sejumlah definisi perpustakaan dikatakan baik, jika perpustakaan memiliki beberapa kriteria antara lain:

1. Koleksi yang relevan

2. Tenaga yang berkualitas dan profesional 3. Sistem pelayanan yang cepat dan tepat

4. Didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai

5. Selanjutnya perpustakaan dikatakan baik jika perpustakaan itu Digunakan secara optimal oleh penggunanya

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa pelayanan perpustakaan adalah kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pengguna dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan pemanfaatan, penggunaan koleksi perpustakaan melalui layanan perpustakaan yang diberikan dengan tepat guna dan tepat waktu untuk kepentingan pengguna perpustakaan.

2.4.4 Sistem Pelayanan Perpustakaan Perguruan Tinggi

Dalam merencanakan layanan di perpustakaan kita harus mempertimbangkan kondisi yang ada di perpustakaan. Secara umum

perpustakaan mengenal dua sistem layanan yaitu sistem layanan terbuka ( Opened Acces ) dan sistem layanan tertutup ( Closed Acces ).

1. Sistem Layanan Terbuka ( Opened Acces )

Sistem layanan terbuka merupakan bagian dari sistem layanan perpustakaan yang banyak di terapakan oleh perpustakaan.

Menurut Darmono (2001, 139) “sistem layanan terbuka adalah sistem layanan yang memungkinkan para pengguna secara langsung dapat memilih, menemukan dan mengambil sendiri bahan pustaka yang dikehendaki dari jajaran koleksi perpustakaan.” Selanjutnya Darmono menyatakan sistem layanan terbuka juga memiliki kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalam sistem layanan terbuka antara lain :

Kelebihan :

1. Pemakai dapat melakukan pengambilan sendiri bahan pustaka yang dikehendaki dari jajaran koleksi.

(9)

3. Pemakai akan lebih merasa lebih puas karena ada kemudahan dalam menemukan bahan pustaka dan alternatif lain jika yang dicari tidak ditemukan.

4. Dalam sistem ini tenaga perpustakaan yang bertugas untuk mengembalikan bahan pustaka tidak diperlukan sehingga bisa diberi tanggung jawab kepada yang lain.

Kekurangan :

1. Ada kemungkinan pengaturan buku di rak penempatan (jajaran) menjadi kacau karena ketika mereka melakukan browsing. Buku yang sudah dicabut dari jajaran rak dikembalikan lagi oleh pemakai secara tidak tepat

2. Ada kemungkinan buku yang hilang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan sistem yang bersifat tertutup.

3. Memerlukan ruangan yang lebih luas untuk jajaran koleksi agar lalu lintas/mobilitas pemakai lebih leluasa.

4. Membutuhkan keamanan yang lebih baik agar kebebasan untuk mengambil sendiri bahan pustaka dari jajaran koleksi tidak menimbulkan berbagai akses seperti peningkatan kehilangan atau perobekan bahan pustaka.

Supriyanto (2006, 123) menyatakan bahwa dalam sistem layanan terbuka para pengunjung dapat secara bebas memilih dan mencari sendiri bahan pustaka yang ada di perpustakaan. Pengunjung langsung menuju ke rak buku yang tersedia di perpustakaan tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa sistem layanan terbuka ( Opened Acces ) merupakan sistem yang secara langsung pengguna dapat mencari, menemukan, mengambil secara bebas bahan pustaka yang ingin mereka cari di perpustakaan, pengguna langsung menuju ke rak buku yang disediakan perpustakaan. Dan tidak hanya itu sistem layanan terbuka juga mempunyai kelebihan dan kekurangan.

2. Sistem Layanan Tertutup ( Closed Acces )

Selain sistem pelayanan terbuka, ada juga sistem pelayanan tertutup dimana pengunjung tidak boleh masuk ke ruangan koleksi, tetapi koleksi yang dibutuhkannya harus diambilkan oleh petugas. Penelusuran/pencarian koleksi harus melalui katalog. Petugas selain mencatat peminjaman dan pengembalian, juga mengambil dan mengembalikan koleksi ke rak.

(10)

Suatu sistem perpustakaan yang mengharuskan pengguna menggunakan katalog yang tersedia untuk memilih pustaka yang diperlukannya. Pengguna tidak dapat mengambil sendiri bahan pustaka dari ruang koleksi, akan tetapi akan dibantu oleh petugas bagian sirkulasi.

Seperti pada sistem pelayanan terbuka, sistem pelayanan tertutup ini juga mempunyai kelebihan dan kekurangan anatara lain sebagai berikut :

Kelebihan :

1. Susunan dan letak buku lebih teratur dan terpelihara. Hal ini karena hanya petugas (yang tentunya sudah terampil dalam menyusun buku) yang menyimpan dan mengambil buku ke rak. Pemakai yang biasanya mengambil dan (kadang-kadang) menyimpan sendiri ke rak koleksi secara sembarangan tidak terjadi. Bahkan, saking terpeliharanya letak dan susunann buku ini, beberapa perpustakaan susunan koleksinya menggunakan sistem penempatan tetap (fixed location).

2. Tidak perlu ada petugas khusus untuk mengawasi pengguna. Seperti sudah dijelaskan, pengguna yang berada di dalam perpustakaan dibatasi dengan tegas dengan lokasi koleksi. Dengan demikian keamanan koleksi dapat terjaga dengan sendirinya. Namun demikian, jika perpustakaan menempatkan rak display untuk buku atau majalah baru, maka penempatannya perlu dirancang agar rak tersebut berada dalam pengawasan petugas. Jika tidak maka rak tersebut dibuat tertutup kaca agar pemakai tidak dapat mengambil sendiri koleksi yang sedang dipamerkan.

Kekuran gan :

1. Kebebasan melihat buku tidak ada, harus dicari melalui katalog. Artinya pemakai perpustakana tidak dapat melakukan browsing atau pemilihan sendiri koleksi yang dibutuhkannya di rak. Karena untuk mencari koleksi pemakai tergantung kepada katalog perpustakaan, maka katalog perpustakaan harus betul-betul baik dan dapat diandalkan (reliable). Karena itu pula perpustakaan harus secara teratur melakukan stock opname, sehingga katalog betul-betul mencerminkan keadaan koleksi yang sebenarnya.

2. Melihat dari katalog kadang kadang mengesalkan, karena dalam katalog ada, tetapi bukunya sering tidak ada, dan harus memilih lagi sampai berulang ulang. Mungkin penggunaan katalog komputer (OPAC atau Online Public Access Catalogue) akan menghindari hal ini, karena melalui OPAC dapat diketahui apakah buku yang ada di katalog sedang tersedia di rak atau atau sedang dipinjam oleh pemakai lain (availability).

(11)

cenderung kurang teliti dalam mencari koleksi yang dibutuhkan pengguna sehingga buku yang seharusnya ditemukan di rak dikatakan tidak ada kepada pengguna. Untuk menghindari hal ini pada perpustakaan yang jumlah pemakainya besar, perlu dilakukan pergiliran petugas (shift). Dengan demikian petugas bisa secara bergiliran beristirahat.

4. Katalog harus lengkap. Seperti sudah dijelaskan, karena pemakai perpustakaan sepenuhnya tergantung kepada katalog perpustakaan untuk mencari kebutuhan informasinya, maka katalog tersebut harus lengkap dan dapat diandalkan. Buku yang sudah dikeluarkan dari koleksi misalnya, harus diikuti dengan pencabutan katalog (pada katalog kartu) atau penghapusan data (pada katalog OPAC). Jadi katalog perpustakaan harus betul-betul mencerminkan kondisi koleksi perpustakaan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa sistem layanan tertutup (closed Access) merupakan suatu sistem perpustakaan yang mengharuskan pengguna untuk menggunakan katalog yang tersedia untuk memilih pustaka yang diperlukannya karena pengguna tidak dapat mengambil sendiri bahan pustaka dari ruang koleksi akan tetapi dibantu oleh petugas layanan sirkulasi. Sistem layanan ini juga mempunyai kelebihan dan kekurangan.

2.4.5 Jenis-Jenis Pelayanan Perpustakaan Perguruan Tinggi

Untuk memberikan suatu layanan yang baik kepada pengguna, sebuah Perpustakaan haruslah membagi layanan itu menurut kegiatannya masing-masing. Setiap jenis layanan di perpustakaan merupakan kegiatan setiap perpustakaan dalam memberikan layanan kepada pemustaka.

Menurut Rahayuningsih (2007, 87-89) mengemukakan bahwa jenis-jenis layanan perpustakaan yaitu:

1. Layanan Locker

Layanan locker adalah penyediaan fasilitas untuk menitipkan tas atau barang-barang yang tidak boleh dibawa masuk ke perpustakaan

Layanan Sirkulasi

Layanan sirkulasi adalah layanan kepada pengguna yang berkaitan dengan peminjaman, pengembalian, dan perpanjangan

2. Layanan Referensi

Layanan referensi adalah suatu kegiatan layanan yang berupa pemberian bantuan kepada pengguna perpustakaan agar dapat menemukan informasi yang dibutuhkan

(12)

Layanan penelusuran informasi adalah suatu kegiatan layanan untuk mencari kembali dokumen/ informasi yang pernah ditulis atau diterbitkan mengenai suatu objek tertentu

4. Layanan Informasi Koleksi Terbaru

Layanan informasi koleksi terbaru adalah suatu bentuk jasa kesiagaan informasi terbaru yang diupayakan untuk disampaikan segera mungkin kepada pengguna perpustakaan sehingga mengetahui perkembangan keadaan koleksi / informasi terbaru

5. Layanan Koleksi

Layanan koleksi adalah suatu kegiatan untuk melayankan berbagaia jenis koleksi yang dimiliki perpustakaan

6. Layanan Ruang Baca

Layanan ruang baca berupa penyediaan fasilitas untuk membaca / belajar di ruang-ruang perpustakaan. Fasilitas yang disediakan adalah berbagai jenis koleksi perpustakaan, meja, kursi, penerangan, ruang diskusi, komputer penelusuran, hotspot, AC, dan toilet

7. Layanan Fotokopi

Layanan fotokopi adalah penyediaan fasilitas penggandaan informasi tertulis dan tercetak untuk keperluan studi dan penelitian

8. Layanan Workstation dan Multimedia

Layanan workstation adalah penyediaan fasilitas komputer yang dapat digunakan untuk pengetikan, penelitian maupun internet. Dalam ruangan layanan workstation terdapat juga peralatan multimedia untuk mengakses koleksi digital

9. Layanan lain-lain

a. Pengawasan keluar masuknya koleksi

Pengawasan keluar masuknya koleksi dari ruangan perpustakaan menjadi tanggung jawab bagian layanan pengguna.

b. Penataan Koleksi

Penataan koleksi dijajaran rak disebut pengerakan (Shelving)

menurut tata susunan tertentu. Tata susunan dapat didasarkan pada nomor klas, subjek maupun abjad.

c. Layanan Informasi Perpustakaan

Kegiatan ini dimaksudkan sebagai proses penyampaian informasi kepada pengguna. Kandungan informasi yang disajikan, antara lain koleksi dan fasilitas peprustakaan, jasa / layanan / kegiatan yang dilakukan peprustakaan.

d. Pendidikan Pengguna

Pendidikan pengguna perpustakaan sangat diperlukan karena kemampuan menggunakan perpustakaan merupaka dasar yang amat penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan.

e. Sosialisasi Peraturan

(13)

1. Hak dan kewajiban anggota.

2. Keanggotaan meliputi: siapa yang boleh menjadi anggota, syarat yang harus dipenuhi, dan prosedur menjadi anggota. 3. Waktu pelayanan: jam dan hari.

4. Jenis layanan dan ketentuannya, misal jumlah koleksi yang boleh dipinjam, batas waktu peminjaman.

5. Sanksi pelanggaran.

Berdasakan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa jenis-jenis pelayanan perpustakaan perguruan tinggi terdiri dari, layanan locker, layanan sirkulasi, layanan referensi, layanan penelusuran informasi, layanan informasi koleksi terbaru, layanan koleksi, layanan ruang baca, layanan fotokopi, layanan

workstation dan multimedia, serta terdapat juga layanan lain-lain yaitu pengawasan keluar masuknya koleksi, penataan koleksi, layanan informasi perpustakaan, dan pendidikan pengguna. Jenis-jenis pelayanan yang sudah di uraikan di atas merupakan jenis pelayanan perpustakaan perguruan tinggi yang dilihat dari kegiatan masing-masing akan tetapi jeni-jenis layanan yang diberikan tidak sama pada setiap perpustakaan. Hal ini dapat disesuaikan dengan keadaan dan kondisi perpustakaan yang dapat dilihat darijumlah koleksi, jumlah petugas dan seberapa besar tingkat kebutuhan pengguna.

2.5 Kualitas Pelayanan Perpustakaan

Kualitas pelayanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perpustakaan. Sebagai pusat penyebaran informasi kualitas pelayanan dalam suatu perpustakaan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan kemampuan perpustakaan untuk menyediakan layanan yang berkualitas untuk dapat meningkatkan tingkat kunjungan di perpustkaan dengan memberikan pelayanan yang berkualitas. Untuk itu perpustakaan harus dapat memberikan definisi tentang kualitas dengan tepat dan diperlukan pemahaman yang akurat dan tepat tentang kualitas pelayanan.

Menurut Nasution (2004, 47) menyatakan bahwa:

(14)

yang diharapakan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan.

Berkaitan dengan penjelasan di atas, menurut Jasfar ( 2009, 48) menyatakan bahwa “ kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi konsumen .“

Adapun menurut pendapat Supranto (2001, 228) menyatakan bahwa “kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik”.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dipahami bahwa kualitas

pelayanan merupakan tingkat keunggulan yang diharapakan untuk memenuhi kebutuhan pengguna, yang harus dimulai dari kebutuhan pengguna dan berakhir pada persepsi pengguna.

Pada perpustakaan perguruan tinggi sangatlah diperlukan suatu cara atau upaya untuk meningkatkan kualitas layanan perpustakaan sehingga setiap mahasiswa atau pemustaka dapat merasa puas terhadap layanan yang diberikan oleh perpustakaan dam pemustaka akan semakin senang untuk memanfaatkan perpustakaan. Damayanti (2006, 27) mengemukakan bahwa kualitas merupakan deskripsi dari seberapa baik produk atau jasa (layana), terutama seberapa baik dalam hal menyesuaikan dan memenuhi kebutuhan penggunaya serta terbebas dari hal yang menyebabkan ketidakpuasan pengguna.

Menurut Purnama (2006, 14) membagi definisi kualitas menjadi dua bagian yaitu:

1. Definisi kualitas yang berorientasi konsumen yang terdiri dari: a. Kecocokan dengan harapan konsumen

b. Menyenangkan Konsumen

c. Komunikasi dengan konsumen sangat tepat

d. Menyediakan layanan yang kompetitif kepada konsumen dengan tepat waktu

e. Komitmen untuk memahami persyaratan yang ditentukan konsumen secara akurat

f. Mengerti dan memahami konsumen

g. Layanan konsumen secara total dan kepuasan

2. Definisi kualitas yang berorientasi non konsumen yang terdiri dari: a. Efesiensi

(15)

c. Menyediakan produk yang bisa digunakan dengan baik d. Keandalan

e. Mengurangi pemborosan

f. Mengerjakan dengan benar pertama kali g. Berusaha sempurna

h. Kesempurnaan

i. Kecepatan pengiriman j. Pengerjaan tugas yang baik

k. Memenuhi kebijakan dan prosedur l. Kinerja pada harga yang bisa diterima m. Konsistensi

n. Akuransi informasi

o. Perbaikan prosesterus menerus p. Estetika

q. Kerjasama tim

r. Mengurangi kesalahan

s. Dukungan produk yang bisa diandalakan

2.6 Karakteristik Kualitas Pelayanan Perpustakaan

Pengguna dalam memanfaatkan layanan yang diberikan oleh perpustakaan tentunya memiliki pendapat yang belainan dalam memahami, merasakan dan menilai seperti apa kualitas pelayanan yang ada di perpustakaan tersebut. Karakteristik kualitas layanan perpustakaan merupakan ciri khas atau spesifikasi dari kualitas suatu layanan di perpustakaan. Karakteristik ini tentunya akan membedakan antara layanan yang ada di perpustakaan dengan jasa layanan lainnya. Layanan pemustaka memiliki konsep bahwa dengan mengerti dan memenuhi kebutuhan pemustaka, maka perpustakaan dapat meningktakan kualitas layanannya.

Menurut Saputro (2009, 18) terdapat beberapa hal yang sama mengenai kualitas layanan perpustakaan yang diharapkan pengguna. Beberapa kesamaan itu antara lain :

1. Pemustaka mengharapkan kenyamanan dalam menggunakan seluruh layanan perpustakaan

2. Pemustaka mengharapkan koleksi yang tersedia memenuhi kebutuhannya

3. Pemustaka mengharapkan sikap yang ramah, bersahabat dan responsif dari petugas

(16)

Dalam pemenuhan harapan dan keinginan pengguna, maka pemberi jasa layanan harus memenuhi berbagai indikator kualitas layanan perpustakaan sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara pengguna dengan pihak perpustakaan.

Menurut Rahayuningsih (2007, 86) menyatakan bahwa kerakteristik layanan perpustakaan yang berkualitas dapat dibagi dari segi:

a. Koleksi

Koleksi merupakan semua bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah dan disimpan untuk disajikan kepada pemustaka guna memenuhi kebutuhan informasi.

b. Fasilitas

Fasilitas merupakan segala hal yang memudahkan suatu kegiatan kelancaran tugas, seperti gedung, perlengkapan (meja, kursi, rak dan sebagainya). Karakteristik yang baik mencakup:

1. Kelengkapan, yakni menyangkut lingkup layanan dan ketersediaan sarana pendukung serta layanan pelengkap lainnya.

2. Kenyamanan, yakni memperoleh layanan, yang berkaitan dengan lokasi, ruangan, petunjuk, ketersediaan informasi, kebersihan dan lai-lain.

c. Sumber Daya Manusia (SDM)

Merupakan petugas yang ada dibagian layanan. Karakteristik sumber daya manusia adalah:

1. Kesopanan dan keramahan petugas memberi layanan, terutama bagi petugas yang berinteraksi langsung dengan pengguna

2. Tanggung jawab dalam melayani pengguna perpustakaan

3. Profesional. Profesionalisme petugas perpustakaan di bagian layanan pengguna tercermin dalam diri petugas yang berjiwa smart, yaitu siap mengutamakan pelayanan, menyenangkan dan menarik antusias/ bangga dengan profesi, ramah dan menghargai pengguna jasa, tabah di tengah kesulitan

4. Empati, wajar dan adil dalam memecahkan masalah menangani kebutuhan pengguna

d. Layanan Perpustakaan

Merupakan proses penyebarluasan segala macam informasi kepada pengguna. Karaktiristik layanan yang baik adalah:

1. Ketepatan waktu layanan, berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses

2. Akurasi layanan, berkaitan dengan layanan yang meminimalkan kesalahan

3. Kemudahan mendapatkan layanan, berkaitan dengan banyaknya petugas yang melayani, fasilitas pendukung seperti komputer.

(17)

spesifikasi dari kualitas layanan di perpustakaan. Dimana pemustaka mengharapkan kenyamanan dalam menggunakan seluruh layanan perpustakaan, pemustaka mengharapkan koleksi yang tersedia memenuhi kebutuhannya, pemustaka mengharapkan sikap yang ramah, bersahabat dan responsif dari petugas, pemustaka mengharapkan perpustakaan memiliki akses internet yang cepat.

2.7 Dimensi Pengukuran Kualitas Pelayanan

Untuk menilai atau mengukur kualitas pelayanan perpustakaan maka diperlukan dimensi pengukuran kualitas pelayanan untuk mengukurnya. Menurut Pendapat Garvin yang dikutip oleh Tjiptono (2012, 170) bahwa kualitas layanan terdiri dari delapan dimensi antara lain:

1. Kinerja (performance), yaitu efisiensi pencapaian tujuan utama sebuah produk.

2. Fitur (features), yaitu atribut produk yang dilengkapi kinerja dasar sebuah produk.

3. Reliabilitas (Reliability), yaitu kemampuan sebuah produk untuk tetap berfungsi secara konsisten selama usia desainnya.

4. Kesesuaian dengan Spesifikasi (Conformance to Spesification), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi sebuah produk memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya, misalnya dalam hal ukuran, kecepatan, kapasitas, daya tahan dan seterusnya.

5. Daya Tahan (Durability), berkaitan dengan tingkat kemampuan sebuah produk mentolerir tekanan, stres ataupun trauma tanpa mengalami kerusakan berarti

6. Serviceability, yaitu kemudahan mereparasi sebuah produk. Sebuah produk dikatakan sangat serviceable apabila bisa direparasi secara mudah dan murah.

7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.

8. Persepsi Kualitas (Perceived Quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

Dari delapan dimensi pengukuran kualitas pelayanan yang sudah dijelaskan di atas, terdapat juga lima dimensi utama mengukur kualitas pelayanan yang disusun sesuai tingkat urutan kepentingan relatifnya yaitu:

1. Reliabilitas (Reliability)

(18)

perusahaan barangkali memilih konsultan semata-mata berdasarkan reutasi.

2. Daya Tanggap (Responsiveness)

Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan penyedia layanan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka dengan segera.

3. Jaminan (Assurance), berkenaan dengan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka dalam menmbuhkan rasa percaya

(trust) dan keyakinan pelanggan (confidence).

4. Empati (Emphaty), berarti bahwa perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.

5. Bukti Fisik (Tangibles), Berkenaan dengan penampilan fisik fasilitas layanan,peralatan/perlengkapan,sumber daya manusia, dan materi komunikasi perusahaan.

Berkaitan dengan penjelasan di atas yang dinyatakan oleh Garvin. Adapun menurut Nasution (2004, 55) mengemukakan bahwa dimensi pengukuran kualitas pelayanan sebagai berikut:

1. Kinerja, Karakteristik operasi pokok dari produk inti, misalnya kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan.

2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan, yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap.

3. Kehandalan, yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (Conformance to specification), yaitu seauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang 5. Daya tahan (Durability), berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat

terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan mobil.

6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi dan penangan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual, yang juga mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan.

7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.

8. Kualitas yang dipersepsikan (Perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan.

(19)

Selain mempunyai dimensi untuk mengukur kualitas pelayanan, ada berbagai macam metode yang digunakan dalam mengukur kualitas layanan diperpustakaan, yaitu dengan menggunakan metode Libqual dan metode Servqual.

2.7.1 Metode LibQual

Metode LibQual adalah salah satu pengukuran tingkat layanan perpustakaan yang digunakan untuk mengumpulkan, memahami, dan bertindak atas pendapat pemustaka mengenai kualitas layanan. LibQual memungkinkan suatu penilaian yang sistematis dalam mengukur kualitas layanan perpustakaan. Metode LibQual dikembangkan pada tahun 1999 atas prakarsa para pakar bidang ilmu perpustakaan dan informasi yang tergabung dala ARL ( Association Research Library) di Amerika Serikat. Untuk mengukur kualitas layanan, metode LibQual memiliki beberapa dimensi, yaitu Affect of Service, Information Control,dan

Library as Palace.

Menurut Saputro (2009, 30-31) mengemukakan bahwa tujuan dari LibQual sebagai berikut:

1. Mendorong sebuah budaya unggul dalam memberikan layanan perpustakaan.

2. Membantu pemustaka perpustakaan agar lebih memahami persepsi dari kualitas layanan perpustakaan.

3. Mengumpulkan dan menafsirkan masukan pemustaka perpustakaan secara sistematis dari waktu ke waktu.

4. Mengidentifikasi praktek-praktek terbaik dalam pelayanan perpustakaan.

5. Memberikan penilaian perpustakaan dengan informasi dari rekan lembaga lain sebagai pembanding.

6. Meningkatkan analisis staf perpustakaan dan kemampuan untuk bertindak terhadap data.

LibQual dapat juga di gunakan untuk mengkaji suatu proses, dimana dengan mengumpulkan data dari suatu proses tersebut merupakan metode yang paling efisien dalam mengukur kinerja serta berguna untuk mengetahui layanan mana yang perlu diperbaiki dan mana yang perlu di tingkatkan. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk mengembangkan kinerja dan dapat di kaji dalam

(20)

serta bagaimana pengalaman mereka terhadap kemampuan perpustakaan dalam memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Manfaat LibQual bagi perpustakaan yaitu:

1. Untuk mengidentifikasi praktek-praktek dalam layanan perpustakaan, menganalisis defisit dan menganalokasikan sumber daya agar efektif. 2. Untuk menilai layanan perpustakaan agar sesuai dengan harapan

pengguna.

3. Membandingkan kinerja perpustakaan dengan institusi.

4. Kesempatan untuk menarik komunitas dengan adanya keunggulan di layanan perpustakaan.

5. Memberikan kesempatan bagi pengguna perpustakaan untuk memberikan masukan dalam memperbaiki kualitas pelayanan perpustakaan sehingga dapat mengembangkan perpustakaan sesuai dengan harapan pengguna.

Sedangkan manfaat LibQual bagi pengguna perpustakaan yaitu LibQual

memberikan kesempatan untuk memberitahu perpustakaan dimana layanan perlu diperbaiki, sehingga perpustakaan dapat menanggapi dan menjadi lebih baik dalam mengelola perpustakaan sesuai dengan harapan pengguna perpustakaan. Perpustakaan dapat mengembangkan layanan yang lebih memenuhi harapan pengguna perpustakaan dengan membandingkan data perpustakaan dan evaluasi prakti perpustakaan yang dievaluasi tinggi oleh pengguna.

Prinsip LibQual adalah hanya pengguna yang berhak menilai kualitas layanan, seluruh penilaian lain sebenanya tidaklah relevan. Metode ini digunakan untuk mengukur kualitas layanan perpustakaan berdasarkan persepsi dan harapan pengguna.

Saputro juga mengemukakan bahwa terdapat tiga dimensi dalam metode LibQual yang dijadikan sebagai variabel pengukuran, yaitu:

1. Affect of Service, yaitu kemampuan, sikap dan mentalitas petugas perpustakaan dalam melayani pemustaka, yang meliputi:

(21)

keramahan tersebut membuat pemustaka menaruhrasa percaya lepada layanan perpustakaan.

b. Emphaty, yaitu rasa peduli dan memberi rasa penuh perhatian kepada setiap individu pemustaka.

c. Responsiveness, yaitu selalu siap/tanggap membantu pemustaka yang kesulitan dan selalu membuka diri untuk membantu, dan

d. Reliability, yaitu kemampuan memberikan janji dan harapan dalam pelayanan dan menepatinya secara tepat dan akurat.

2. Information Control, yaitu menyangkut tentang ketersediaan koleksi yang memadai, kekuatan koleksi yang dimiliki, cakupan isi( scope of content), kemudahan akses untuk menemukan koleksi, kemudahan navigasi (ease of navigation), akualitas (Timeliness), waktu yang dibutuhkan dalam mendapatkan informasi, ketiadaan hambatan dalam mengakses informai pada saat dibutuhkan, peralatan (equipment), kenyamanan (convenience) dan self reliance (rasa kepercayaan diri).

3. Library as Place, yaitu perpustakaan sebagai sebuah tempat, ini diambil dari konsep tangibles dalam ServQual, yaitu kemampuan menampilkan secara nyata berupa fasilitas fisik (physical fasilities) dan bagaimana perpustakaan dalam memanfaatkan ruang (utilitarian space) sebagai simbol dan tempat perlindungan (refuge).

Berdasarkan dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode LibQual yaitu metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kualitas

pelayanan di perpustakaan. Pada metode LibQual terdapat tiga dimensi utama yang dijadikan sebagai variabel pengukuran, yaitu Affect of Service, Information Control, dan Library as Place. Melalui ketiga dimensi inilah perpustakaan dapat mengetahui cara untuk melakukan tahapan-tahapan perbaikan untuk meningkatkan kualitas layanan sebuah perpustakaan yang diberikan kepada pemustaka.

LibQualTM juga mempunyai beberapa dimensi dan item komponen, antara lain:

1. Affect of Service

Employees who instill confidence in users (karyawan yang menanamkan kepercayaan pada pengguna)

Giving users individual attention (memberikan perhatian pengguna individu)

Employees who are consistently courteous (karyawan yang secara konsisten sopan)

(22)

Employees who have the knowledge to answer user question

(karyawan yang memiliki pengetahuan untuk menjawab pertanyaan pengguna)

Employees who deal with users in a caring fashion (karyawan yang menangani pengguna dengan cara yang peduli)

Employees who understand the needs of their users (karyawan yang memahami kebutuhan pengguna mereka)

Willingness to help users (kesediaan untuk membantu pengguna)

Dependability in halding users’ service problems (keteguhan dalam halding masalah layanan pengguna)

2. Information Control

Making electronic resources accessible from my home or office

(pembuatan sumber daya elektronik yang dapat diakses dari rumah saya atau kantor)

A library web site enabling me to locate information on my own (sebuah situs web perpustakaan memungkinkan saya untuk mencari informasi sendiri)

The printed library materials i need for my work (bahan pustaka yang dicetak yang saya butuhkan untuk pekerjaan saya)

The electronic information resources i need (sumber daya informasi elektronik yang saya butuhkan)

Modern equipment that lets me easily access needed information (peralatan modern yang memungkinkan saya dengan mudah mengakses informasi yang dibutuhkan)

Easy to use access tools that allow me to find things on my own

(mudah untuk menggunakan alat-alat akses yang memungkinkan saya untuk menemukan hal-hal yang saya ingin cari sendiri)

Making information easily accessible for independent use

(membuat informasi mudah diakses untuk digunakan sendiri)

Print and or electronic journal collections i require for my work (jurnal tercetak atau koleksi jurnal elektronik yang saya butuhkan untuk pekerjaan saya)

3. Library as Place

Library place that inspires study and learning (perpustakaan sebagai tempat untuk inspirasi belajar dan pembelajaran)

(23)

A comfortable and inviting location ( Lokasi nyaman dan mengundang)

A gateway for study, learning or research ( sebuah pintu masuk untuk belajar, atau penelitian)

Community space for group learning and group study ( ruang komunitas untuk grup belajar dan belajar kelompok)

The three dimensions measured by LibQual are service affect, informaion control, and library as place. The perceptions of customers about library staff competency and helpfulness are derived from nine questions that compose the service affect dimension score. The information control dimension is derived from eigh question and focuses on whether the library’s collections are adequate to meet customer needs and whether the collections are organized in a number that enables self-reliance for library users. Finally, the library as place dimension is drived from five question that address user perceptions regarding the facility’s funcionality and adequacy for academic activities. All of scores are scaled from 1 to 9 with 9 being the highest rating, so that scores can be compared. ( Thomson, Cook, & Kyrillidou, 2006).

Referensi

Dokumen terkait

Dan bentuk lain dari motode perdamaian selain Negative Peace adalah Positive peace, karakter epistemology dari Positive Peace adalah multi-disiplin dan

didapatkan taraf signifikansi sebesar 0.009 yang artinya adanya hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal terminal

Pagar MDT Tarbiyatu Nisin Sukasari pada Dinas Pendidikan Kabupaten Sarolangun Tahun Anggaran 2012, dengan ini diumumkan bahwa

Menurut Puput Agus Setiawan‚ sikap teroris lebih eksklusif dan tidak moderat.Untuk mengantisipasi menyebarnya paham terorisme‚ mahasiswa di perguruan tinggi perlu diarahkan

Indikator adalah wujud dari kompetensi dasar yang lebih spesifik.Menurut E. Mulyasa indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang menunjukkan tanda-tanda

Penulisan ilmiah ini bertujuan untuk menawarkan suatu alternative proses penganalisaan kamar di Hotel Kartika Chandra tersebut dengan mengadopsi proses persiapan kamar pada tahap ke

Memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian dan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan pengetahuan dan perilaku dalam penggunaan masker pada pekerja

HASIL PENILAIAN SEJAWAT SEBIDANG ATAU PEER REVIEW KARYA ILMIAH : PROSIDINGa. Judul Karya Ilmiah (paper) : Identifikasi Stresor Pada