MEJA HIJAU
PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP KINERJA
EKSEKUTIF DI KOTA MEDAN
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara OLEH:
JHONNY NADEAK 117005087 / HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(LEMBAR PENGESAHAN)
JUDUL TESIS : PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP KINERJA EKSEKUTIF DI KOTA MEDAN
NAMA : JHONNY NADEAK
N.I.M. : 117005087 PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM
MENYETUJUI KOMISI PEMBIMBING
Ketua
Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS
Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum
Anggota Anggota
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Dekan Fakultas Hukum
ABSTRAK
Sistim pemerintahan daerah dilaksanakan sebagai konsekuensi dari demokrasi di dalam negara kesatuan. Selain dianut asas dekonsentrasi juga dianut asas desentralisasi yang ditekankan pada pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah daerah untuk mengurusi rumah tangga sendiri secara nyata dan seluas-luasnya. Otonomi daerah memberikan hak kepada penyelenggara di daerah untuk melaksanakan pembangunan disesuaikan dengan kondisi yang ada pada daerah tersebut, namun tetap dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Permasalahan dalam penelitian ini, pertama, bagaimanakah pengaturan fungsi pengawasan anggota DPRD menurut peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan daerah? Kedua, bagaimanakah pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di kota Medan tahun 2011 dijalankan? Ketiga, apa saja tindakan anggota DPRD Kota Medan untuk melakukan fungsi pengawasan dalam meningkatkan kinerja Pemerintah Kota Medan?
Jenis penelitian adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, asas-asas, kaidah-kaidah yang terdapat dalam perundang-undangan di bidang pelaksanaan otonomi daerah. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan atau mendeskripsikan fakta-fakta terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap kinerja Pemerintah Kota Medan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan fungsi pengawasan anggota DPRD menurut UUPD dan UUMD3 tidak diatur secara komprehensif walaupun UUPD telah diubah sebanyak dua kali tetapi pengaturan fungsi pengawasan DPRD
hanya sebatas check and balances dan tidak diberi kewenangan penegakan hukum
bagi DPRD. Pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di Kota Medan tahun 2011 masih belum memiliki sistim pengawasan yang ideal mulai dari tahap perencanaan sampai pada pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjut pengawasan. Tindakan-tindakan anggota DPRD Kota Medan dalam melakukan pengawasan kinerja Pemerintah Kota Medan hanya bersifat rekomendasi dan saran-saran semata selanjutnya dilakukan pemantauan secara berkesinambungan.
Disarankan, pertama, agar diatur mekanisme pengawasan triwulan dalam UUPD bersamaan dengan pengaturan kewajiban laporan KDH kepada DPRD secara berkala per triwulan. Kedua, agar DPRD Kota Medan menggunakan mekanisme pengawasan triwulan walaupun belum diatur dalam UUPD dan KDH wajib menyampaikan laporannya secara berkala per tiga bulan sehingga realisasi ABPD atas kinerja KDH mudah untuk dideteksi secara dini. Ketiga, agar KDH dalam pertanggungjawaban kinerjanya di hadapan anggota DPRD, masyarakat dan media harus berpedoman pada prinsip-prinsip pelaksanaan pemerintahan yang baik (prinsip-prinsp good government).
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkann kehadirat Tuhan Yang Maha pengasih dan
penyayang, atas segala berkat da kasih karunia-Nya yang selalu menyertai penulis
selama menuntut ilmu di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, dan atas penyertaan Tuhan penulis dapat menyelesaikan
tesis ini dengan judul: “Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
meraih gelar Magister Hukum (MH) di Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum
Program Studi Magister Ilmu Hukum.
Penulis menyadari sungguh bahwa sebagai manusia penuh dengan kekurangan
dan keterbatasan, sehingga penulisan ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
segala kritik dan saran kearah penyempurnaan sangat penulis harapkan.
Selain itu penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian studi
maupun penyelesaian penulisan ini banyak rintangan yang dihadapi, namun
kesemuanya dapat dihadapi dengan penuh kesabaran dan berkat bantuan dan
bimbingan, pengarahan serta ide-ide yang sangat berharga dari para pihak dan
senantiasa mengharapkan dari Tuhan Yesus Kristus sebagai penolongku.
Karena itu penulis menhanturkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya
dan hormat yang setinggi-tingginya dari lubuk hati yang paling dalam kepada yang
saya muliakan yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu. DMT dan H.Sc (CTM)., Sp.A(K), Rektor
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk mengikuti studi di Program Studi Magister Ilmu Hukum.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti studi di Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera
3. Bapak Prof. Budiman Ginting, SH., M.Hum Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
sangat perduli terhadap penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
5. Bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum selaku Anggota Komisi
Pembimbing dengan penuh perhatian memberikan dorongan, masukan-masukan
kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
6. Ibu Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah banyak memberikan perhatian, bimbingan dan arahan, masukan, semangat,
petunjuk serta nasehat yang sangat berharga kepada penulis untuk menyelesaikan
tesis ini.
7. Bapak Dr. Mirza Nasution, SH, MHum selaku penguji yang telah banyak
memberikan arahan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
8. Bapak Dr. Jusmadi Sikumbang, SH, MH. selaku penguji yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam rangka penyelesaian tesis
ini.
9. Seluruh Guru Besar dan Dosen di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan
kepada penulis selama mengikuti studi di Program Studi Magister Ilmu Hukum
Universitas Sumatera Utara.
10.Karyawan Tata Usaha Kampus Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas
Sumatera Utara, Kakanda Fika, Kakanda Fitri, Kakanda Yuli, Mas Udin, Bang
Hendrik, Bang Hendra Sibarani, Bang Julhiman, yang memberikan dorongan,
semangat kepada penulis selama mengikuti studi Program Studi Magister Ilmu
Hukum.
11.Sahabat-sahabat satu angkatan penulis Marulianus Jawak, SH. Nasrun Pasaribu,
SIK, Irwan Peter Pasaribu, SH., Miswarudin, SE, Novi, dan teman yang lainnya
yang tidak saya sebutkan satu persatu, sebagai teman penulis sharing dalam
Ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada isteri tercinta dan
tersayang Derta Dermawaty Lubis yang dengan sabar memberikan selalu
mengigatkan, semangat, dorongan, juga kepada Putriku Kasih Hillary Ronauli
Nadeak yang saya cintai
Kupersembahkan juga terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang
tua saya bapak Benyamin Nadeak dan ibu Nursinta br sinaga, yang telah
membesarkan saya dan memberikan nasehat-nasehat yang baik sampai bisa
menyelesaikan study saya dan menyelesaikan tesisi ini.
Ada pepatah mengatakan “tiada gading yang tak retak, kalau tak retak bukanlah
gading” yang artinya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna,
oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca demi perbaikan kesempurnaan tesisi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, yang adalah sumber segala berkat,
senantiasa menyertai dan melimpahkan berkat-Nya bagi kita semua.
Medan,....Juli 2013 Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Jhonny Nadeak
Tempat/Tanggal Lahir : Dolokniapul 11 April 1976.
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Kristen
Alamat : Jl. Bubu Gg Sentosa No 2 Kelurahan Sidorejo
Kecamatan Medan Tembung-KP.20222.
Pendidikan Formal :
S-2 Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR SINGKATAN ... x
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Keaslian Penelitian ... 12
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ... 13
1. Kerangka Teori... 13
2. Landasan Konsepsional ... 29
G. Metode Penelitian ... 31
1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 31
2. Sumber Data ... 31
3. Teknik Pengumpulan Data ... 33
BAB II : PENGATURAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DPRD MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI
BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH ... 35
A. Sistim Pemerintahan Daerah ... 35
B. Otonomi Daerah ... 38
C. Hubungan Kepala Daerah dengan DPRD ... 44
1. Prinsip Check and Balances ... 44
2. Pengawasan ... 53
D. Tugas dan Wewenang serta Kewajiban KDH dan DPRD Dalam Kaitannya Dengan Pengawasan ... 56
E. Pengaturan Fungsi Pengawasan Anggota DPRD Menurut Ketentuan Perundang-Undangan di Bidang Pemerintahan Daerah 63 BAB III : PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DPRD KOTA MEDAN TERHADAP KINERJA EKSEKUTIF DI KOTA MEDAN TAHUN 2011 ... 75
A. Temuan-Temuan Anggota DPRD Dalam Melaksanakan Pengawasan Kinerja Pemerintah Kota Medan di Tahun 2011... 75
B. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap Pemerintah Kota Medan Tahun 2011 ... 83
BAB IV : TINDAKAN-TINDAKAN ANGGOTA DPRD KOTA MEDAN UNTUK MELAKUKAN FUNGSI PENGAWASAN
TERHADAP KINERJA PEMERINTAH KOTA MEDAN ... 104
A. Tindakan-Tindakan DPRD Dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Terhadap Kinerja Pemerintah Kota Medan ... 104
B. Kendala-Kendala Bagi DPRD Dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Kota Medan ... 118
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 131
A. Kesimpulan ... 131
B. Saran ... 133
DAFTAR SINGKATAN
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anjal : Anak Jalanan
AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
BKD : Badan Kepegawaian Daerah
BLH : Badan Lingkungan Hidup
BLU : Badan Layanan Umum
DBG : Dana Bagi Hasil
DBD : Demam Berdarah
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
E-KTP : Elektronik Kartu Tanda Penduduk
Gepeng : Gelandangan dan Pengangguran
IMB : Izin Mendirikan Bangunan
IPAL : Instalasi Pengelolaan Limbah
Jamsostek : Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
JPKMS : Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat
KDH : Kepala Daerah
KK : Kartu Keluarga
KUA : Kebijakan Umum APBD
LKPJ : Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
PAD : Pendapatan Asli Daerah
Pemdakot Medan : Pemerintah Daerah Kota Medan
PNS : Pegawai Negeri Sipil
PSK : Pekerja Seks Komersil
PPAS : Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran
RAPBD : Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Renstra : Rencana Strategis
RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RKA SKPD : Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
SDM : Sumber Daya Manusia
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
SPPL : Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan
Tupoksi : Tugas pokok dan fungsi
UMK : Upah Minimum Kabupaten/Kota
UPL : Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
UUPD : Undang-Undang Pemerintahan Daerah
UUMD3 : Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
ABSTRAK
Sistim pemerintahan daerah dilaksanakan sebagai konsekuensi dari demokrasi di dalam negara kesatuan. Selain dianut asas dekonsentrasi juga dianut asas desentralisasi yang ditekankan pada pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah daerah untuk mengurusi rumah tangga sendiri secara nyata dan seluas-luasnya. Otonomi daerah memberikan hak kepada penyelenggara di daerah untuk melaksanakan pembangunan disesuaikan dengan kondisi yang ada pada daerah tersebut, namun tetap dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Permasalahan dalam penelitian ini, pertama, bagaimanakah pengaturan fungsi pengawasan anggota DPRD menurut peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan daerah? Kedua, bagaimanakah pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di kota Medan tahun 2011 dijalankan? Ketiga, apa saja tindakan anggota DPRD Kota Medan untuk melakukan fungsi pengawasan dalam meningkatkan kinerja Pemerintah Kota Medan?
Jenis penelitian adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, asas-asas, kaidah-kaidah yang terdapat dalam perundang-undangan di bidang pelaksanaan otonomi daerah. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan atau mendeskripsikan fakta-fakta terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap kinerja Pemerintah Kota Medan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan fungsi pengawasan anggota DPRD menurut UUPD dan UUMD3 tidak diatur secara komprehensif walaupun UUPD telah diubah sebanyak dua kali tetapi pengaturan fungsi pengawasan DPRD
hanya sebatas check and balances dan tidak diberi kewenangan penegakan hukum
bagi DPRD. Pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di Kota Medan tahun 2011 masih belum memiliki sistim pengawasan yang ideal mulai dari tahap perencanaan sampai pada pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjut pengawasan. Tindakan-tindakan anggota DPRD Kota Medan dalam melakukan pengawasan kinerja Pemerintah Kota Medan hanya bersifat rekomendasi dan saran-saran semata selanjutnya dilakukan pemantauan secara berkesinambungan.
Disarankan, pertama, agar diatur mekanisme pengawasan triwulan dalam UUPD bersamaan dengan pengaturan kewajiban laporan KDH kepada DPRD secara berkala per triwulan. Kedua, agar DPRD Kota Medan menggunakan mekanisme pengawasan triwulan walaupun belum diatur dalam UUPD dan KDH wajib menyampaikan laporannya secara berkala per tiga bulan sehingga realisasi ABPD atas kinerja KDH mudah untuk dideteksi secara dini. Ketiga, agar KDH dalam pertanggungjawaban kinerjanya di hadapan anggota DPRD, masyarakat dan media harus berpedoman pada prinsip-prinsip pelaksanaan pemerintahan yang baik (prinsip-prinsp good government).
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota di Indonesia bersifat otonom
(locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan berdasarkan
undang-undang. Pada daerah-daerah dan kota yang bersifat otonom tersebut diadakan
badan-badan perwakilan rakyat daerah seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(disingkat DPRD). Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan
kewenangan Pemerintah Daerah (disingkat Pemda) akan bersendi atas dasar
permusyawaratan.1
Dalam menjalankan roda pemerintahan sehari-hari, pemerintahan daerah
dilaksanakan oleh Kepala Daerah. Dalam melaksanakan politik pemerintahannya
Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Presiden Cq Menteri Dalam Negeri,
namun dalam konsep demokrasi, pertanggungjawaban kinerja pemerintahan daerah
tidak cukup hanya kepada Presiden tetapi pelaksanakan tugas Kepala Daerah juga
bertanggung jawab kepada masyarakat melalui DPRD sebagai representatif rakyat.
Dasar hukum pembentukan pemerintahan daerah terdapat dalam Pasal 18 ayat
(3) UUD Tahun 1945 yang menyebutkan: ”Pemerintahan daerah provinsi, daerah
1
kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum”.
Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (disingkat UUPD) menentukan Kepala Daerah wajib
menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, laporan keterangan
pertanggungjawaban, dan ringkasan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,
mencakup laporan kinerja instansi Pemerintah Daerah. Menurut Pasal 69 ayat (3)
UUPD, Bupati/Wali Kota menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 71 ayat (2) UUPD, Kepala Daerah menyampaikan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pasal 72 UUPD, Kepala
Daerah juga harus menyampaikan ringkasan laporan penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah kepada masyarakat bersamaan dengan penyampaian laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan ketentuan tersebut dalam UUPD Kepala Daerah dalam
melaksanakan tugas dan wewenang mempunyai kewajiban menyampaikan rencana
strategis penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.
Ketentuan ini menegaskan suatu kewajiban bagi Kepala Daerah untuk menyampaikan
Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) UUPD, DPRD adalah lembaga perwakilan
rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Kedudukan DPRD menurut ketentuan ini merupakan lembaga perwakilan rakyat
daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Ketentuan ini menegaskan bahwa DPRD merupakan salah satu unsur penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Di mana sesuai dengan fungsinya
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 149 ayat (1) UUPD, DPRD memiliki fungsi
legislasi yaitu pembentukan Perda Kabupaten/Kota, anggaran, dan pengawasan.
Tujuan dari laporan dan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD
sesungguhnya untuk dapat dievaluasi dan mengontrol kinerja eksekutif tersebut
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD dalam hal ini melaksanakan
fungsinya sebagai pengawas. Fungsi pengawasan tersebut dijalankan oleh anggota
DPRD sebagai wujud representasi rakyat di Kabupaten/Kota.
Dalam melaksanakan fungsi pengawasan anggota DPRD Kabupaten/Kota
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, rencana strategis
Kepala Daerah dalam meningkatkan pembangunan di Kabupaten/Kota wajib
disampaikan kepada anggota DPRD melalui Rapat Paripurna DPRD bahkan anggota
DPRD dapat meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota.
Selanjutnya melalui Sidang Paripurna DPRD dapat memberikan persetujuan
membatalkan kebijakan rencana kerja tersebut jika dipandang tidak tepat berdasarkan
hak-hak anggota DPRD sebagaimana ditentukan dalam Pasal 371 ayat (1) UU Nomor
17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UUMD3) melalui
hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat anggota DPRD Kabupaten/Kota.
Konsep yang terkandung dalam UUPD dan UUMD3 menghendaki konsep
kerjasama antara unsur-unsur di daerah khususnya di Kabupaten/Kota dalam
menciptakan pembangunan yang nyata dan bertanggung jawab berdasarkan prinsip
desentralisasi. Sinergi antara kedua undang-undang ini harus sejalan dalam
menciptakan pembangunan yang nyata dan bertanggung jawab.
Pentingnya mewujudkan lembaga DPRD untuk mengembangkan kehidupan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, maka unsur DPRD secara
bersama-sama dengan pemerintah daerah harus mampu mengatur dan
menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah demi kepentingan masyarakat di
daerah berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.2
Tujuan pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD terhadap kinerja
eksekutif di daerah Kabupaten/Kota dalam rangka menjalankan desentralisasi
pembangunan ekonomi daerah agar tumbuh dan berkembang lebih baik serta otonom.
Desentralisasi menumbuhkan semangat daerah untuk membangun dan mengurangi
2
beban Pemerintah Pusat, meningkatkan partisipasi serta dukungan masyarakat dalam
pembangunan.3
Kota Medan merupakan salah satu daerah otonom yang dipimpin oleh seorang
Walikota. Dari ketentuan UUPD tersebut ditetapkan bahwa Kepala Daerah
berkewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah
kepada Pemerintah Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat yang
dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun (vide: Pasal 69 ayat 1 UUPD), dan
memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD (vide: Pasal 71
ayat 2 UUPD), serta menginformasikan laporan, penyelenggaraan pemerintahan
daerah kepada masyarakat (vide: Pasal 72 UUPD).
Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah di tingkat Provinsi oleh
Gubernur disampaikan kepada Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri. Laporan
pertanggungjawaban ini disebut dengan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (LPPD). Sedangkan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah di tingkat
Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri
melalui Gubernur. Untuk Laporan pertanggungjawaban ini disebut dengan LKPJ.4
3
Adrian Sutedi, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembangunan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 21.
Baik di tingkat provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota, laporan tersebut
disampaikan masing-masing 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
4
Dalam LKPJ kinerja Wali Kota Medan pada tahun 2011 masih banyak hal-hal
yang belum dapat direalisasikan. Oleh karena itu dalam mensinergikan UUPD dan
UUMD3 dalam rangka menciptakan pembangunan yang nyata dan bertanggung
jawab di Kota Medan, maka anggota DPRD Kota Medan memberikan rekomendasi
atas LKPJ tersebut untuk akhir tahun 2011 agar hal-hal yang dirasa belum terealisasi
dapat dicapai di tahun 2012.
Banyak temuan-temuan oleh Panitia Khusus (Pansus) anggota DPRD yang
belum terlaksana dan sekaligus menghambat program pembangunan di Kota Medan.
Temuan itu antara lain tentang kebijakan (beschiking)5
Dalam LKPJ wali Kota Medan tersebut hanya disajikan laporan
pertangggungjawaban yang sifatnya hanya statis artinya tidak berubah dari
tahun-tahun yang lalu sehingga substansi dalam LKPJ tersebut sulit untuk diukur dengan
fakta yang ada. Sementara pada kenyataannya kondisi di Kota Medan masih terdapat
rawan banjir yang tidak teratasi dari tahun ke tahun, kawasan penyakit menular, tata pengelolaan keuangan daerah,
urusan kesehatan, masalah akte kelahiran, urusan kepegawaian, urusan sosial dan
ketenagakerjaan, urusan lingkungan hidup, urusan kependudukan dan catatan sipil,
tumpang tindih antar kegiatan SKPD, dan lain-lain.
5
kota yang tidak teratur, dan lain sebagainya, tetapi dalam LKPJ tersebut Kepala
Daerah (KD) tampaknya terlalu membesar-besarkan hal-hal yang sudah terealisasi.6
Tidak ketinggalan pula dalam struktur perekonomian masyarakat seperti
kontribusi masing-masing sektor industri, perdagangan, hotel, restauran, dan jasa-jasa
tidak disajikan secara jelas dan terang informasi tentang program. Padahal
masing-masing sektor ini memberikan kontribusi terbesar terhadap pembangunan Kota
Medan. Dalam LKPJ tidak dirinci secara detail target-target apa yang telah dijalankan
dan yang belum terealisasikan terhadap sektor-sektor dimaksud serta kontribusi
pendapatan.
7
Wali Kota Medan dalam pidatonya mengatakan penyelenggaraan
pemerintahan daerah selama tahun 2011 khususnya di bidang pengelolaan keuangan
daerah cukup berhasil dan menurutnya kondisi keuangan mendukung kebutuhan
pembiayaan Kota Medan. Pendapatan daerah tahun 2011 mencapai 88,95% (delapan
puluh delapan koma sembilan puluh lima persen) sekitar Rp.2,74 Trilyun (dua koma
6
Pemerintahan Kota Medan, “Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2011”, Pemerintah Kota Medan Tahun 2012. Antara lain: misalnya masalah yang menyangkut pembangunan di kota Medan yang belum dapat ditanggulangi Pemerintah kota Medan seperti masalah pengangguran dan kemiskinan. Tertib dan kenyamanan berlalu lintas di mana transportasi yang semakin bertambah tidak seimbang dengan sarana dan prasarana jalan yang memadai. Pasar tradisional belum efektif sebagai pasar yang standar misalnya banyaknya pasar tradisional yang berada di pinggir jalan bahkan menggunakan hampir separuh dari badan jalan. Kondisi ini juga diperparah dengan pedagang liar di pinggir jalan yang tidak tertata dengan baik dalam sebuah tempat yang disediakan. Alokasi anggaran daerah untuk pendidikan dan kesehatan masih jauh dari harapan sehingga masalahnya penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan masih kurang memadai. Pengembangan UKMK masih membutuhkan perhatian serius bagi Pemerintah Daerah kota Medan untuk dapat menopang daya tahan perekonomian kota Medan. Peningkatan daya saing daerah pada era perdagangan bebas saat ini produk-produk lokal baik di pasar domestik maupun modern di kota Medan banyak dipengaruhi oleh produk-produk luar negeri sehingga menimbulkan daya saing yang kurang terhadap produk-produk lokal. Dan lain-lain.
7
tujuh puluh empat trilyun rupiah). Tidak disebutkan target pendapatan daerah di
tahun sebelumnya.8
WaliKota Medan juga mengatakan di sisi belanja daerah sudah dikelola
semakin efisien, efektif, dan ekonomis. Pertumbuhan ekonomi sebesar 7,9% (tujuh
koma sembilan persen), pendapatan perkapita menjadi Rp.43,9 juta (empat puluh tiga
koma sembilan juta rupiah) di tahun 2011.
9
Sesuai dengan fungsi yang diemban oleh anggota DPRD Kota Medan bahwa
salah satu fungsi anggota DPRD adalah melaksanakan fungsi pengawasan. Menurut
Pasal 69 ayat (1) UUMD3 ditentukan bahwa DPRD Kabupaten/Kota mempunyai
fungsi: legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dalam rangka pelaksanaan fungsi
pengawasan tersebut anggota DPRD berperan sebagai wujud representasi hak-hak
rakyat. Melalui anggota DPRD Kota Medan masyarakat Kota Medan menyampaikan
segala aspirasinya terhadap kinerja eksekutif (Pemerintah Kota Medan) dalam
melaksanakan pembangunan.
Sesuai dengan perintah dalam Pasal 366 ayat (1) huruf h UUMD3 ditentukan
bahwa tugas dan wewenang DPRD Kabupaten/Kota adalah “meminta laporan
keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam penyelenggaraan
8
Naskah Pidato Wali Kota Medan Dalam Rangka Penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2011 Kepada DPRD Kota Medan, hal. 8.
9
pemerintahan daerah Kabupaten/Kota”. Dalam hal ini LKPJ dimaksud adalah LKPJ
Pemerintah Kota Medan untuk tahun 2011.
Pasal 71 ayat (2) UUPD, Kepala Daerah menyampaikan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keterangan
pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD ini disebut dengan LKPJ, yang
menegaskan Kepala Daerah berkewajiban untuk memberikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan LKPJ
kepada DPRD, serta menginformasikan laporan, penyelenggaraan pemerintahan
daerah kepada masyarakat.
Tugas dan wewenang DPRD Kabupaten/Kota ditentukan pula dalam Pasal
154 ayat (1) huruf h UUPD, yaitu meminta laporan keterangan pertanggungjawaban
bupati/wali kota dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota. Tugas
dan wewenang DPRD meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala
Daerah ini melalui LKPJ Kepala Daerah kepada DPRD sebagai representasi rakyat.
Dalam konteks ini sebagai wujud penyelenggaraan pemerintahan dari rakyat, untuk
rakyat, dan oleh rakyat.
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas terkait berbagai masalah yang
terdapat dalam LKPJ Wali Kota Medan dalam rangka pembangunan Kota Medan
sehingga menarik untuk dilakukan penelitian terhadap fungsi pengaturan,
pelaksanaan pengawasan, dan hambatan-hambatan serta upaya yang dilakukan oleh
”Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan” sebagai judul dalam tesis ini.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini
dirumuskan sebagaimana berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan fungsi pengawasan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah menurut peraturan perundang-undangan di bidang
pemerintahan daerah?
2. Bagaimanakah pelaksanaan fungsi pengawasan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di Kota Medan tahun
2011 dijalankan?
3. Apa tindakan anggota DPRD Kota Medan untuk melakukan fungsi
pengawasan dalam meningkatkan kinerja Pemerintah Kota Medan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam rangka melakukan penelitian terhadap ketiga permasalahan di
atas, adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan fungsi pengawasan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut peraturan perundang-undangan di
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan fungsi pengawasan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di
Kota Medan tahun 2011 dijalankan.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis tindakan anggota DPRD Kota Medan
untuk melakukan fungsi pengawasan dalam meningkatkan kinerja Pemerintah
Kota Medan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan beberapa manfaat yang berguna baik manfaat
secara teoritis maupun secara praktis antara lain:
1. Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pihak akademisi sebagai bahan
kajian penelitian dan pengkajian lebih lanjut serta bermanfaat bagi masyarakat
khususnya masyarakat Kota Medan sebagai unsur yang secara langsung turut
merasakan kinerja pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintahan
Daerah Kota Medan.
2. Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi lembaga-lembaga pemerintahan
dan swasta untuk bahan kajian lebih lanjut seperti terhadap segenap unsur
Pemerintahan Daerah Kota Medan dan terhadap anggota DPRD Kota Medan
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini memiliki keaslian dan tidak dilakukan plagiat dari hasil karya
penelitian pihak lain. Sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan terhadap judul dan
permasalahan dari tesis-tesis yang ada baik di Perpustakaan Universitas Sumatera
Utara khususnya di Program Studi Magister Ilmu Hukum maupun dilakukan
penelusuran di situs-situs resmi perguruan tinggi lainnya melalui internet dan
diperoleh judul tesis tentang:
1. Pengawasan DPRD Terhadap Implementasi Peraturan Daerah dan Peraturan
Bupati di Kabupaten Serdang Bedagai, oleh: Nurdin Sipayung. Penelitian
mengkonsentrasikan kajiannya pada Pengawasan DPRD terhadap Perda dan
Peraturan Bupati di Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Pengawasan Terhadap Kinerja Eksekutif Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (Dalam Perspektif UU No.8 Tahun 2001 Tentang Otonomi
Khusus Bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam), oleh: TM Zuhri, NIM:
017005065. Penelitian ini mengkonsentrasikan kajiannya terhadap
pengawasan kinerja eksekuti di NAD sesuai dengan UU No.8 Tahun 2001
Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
3. Kedudukan Hukum Eksekutif Daerah dan Legislatif Daerah Dalam
Pembuatan Peraturan Daerah (Studi di DPRD Kota Medan), oleh: Abel
Zekonia Trilegenda, NIM: 087005071. Penelitian ini mengkonsentrasikan
kajiannya terhadap kedudukan antara Pemerintah Daerah Kota Medan dengan
Berdasarkan ketiga karya ilmiah di atas tidak satupun yang memiliki
kesamaan dengan judul dan permasalahan dalam tesis ini sebab konsentrasi kajian
dalam tesis ini adalah penelitian terhadap fungsi pengaturan, pelaksanaan
pengawasan, dan hambatan-hambatan serta upaya yang dilakukan oleh anggota
DPRD Kota Medan dalam melaksanakan fungsi pengawasan anggota DPRD terhadap
kinerja eksekutif di Kota Medan.
Oleh sebab itu terhadap judul dan permasalahan dalam tesis ini tidak
mengandung unsur kesamaan atau plagiat dari hasil karya ilmiah pihak lain, baik dari
sisi judul, permasalahan maupun dalam substansinya. Sehingga dapat dikatakan
bahwa penelitian ini baru pertama kali dilakukan dan sesuai dengan asas-asas
keilmuan yang harus dijunjung tinggi antara lain kejujuran, rasional, objektif,
terbuka, serta sesuai dengan implikasi etis dari prosedur menemukan kebenaran
ilmiah secara bertanggung jawab.
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pembagian kekuasaan
(distribution of power) bukan pemisahaan kekuasaan (separation of power). Teori ini
pertama kali dikemukakan oleh Montesquieu yang disebut dengan teori trias politika.
Asas mula teori ini berasal dari Negara Perancis yang membedakan kekuasaan dan
tanggung jawab berkaitan dengan pemerintahan terdiri dari: kekuasaan legislatif,
bersifat mandiri antara satu sama lainnya tetapi tidak terlepas dari sistim kontrol
antara kekuasaan tersebut.10
Pembagian kekuasaan yang terdiri dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif
tersebut bertujuan untuk mencegah tindakan penyelewenangan kekuasaan dari setiap
bidang karena kekuasaan masing-masing bebas (merdeka) melaksanakan
tugas-tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Itu
sebabnya walaupun dibagi-bagi dalam tiga bentuk kekuasaan tetapi ketiga kekuasaan
tersebut tidak dispisahkan tetap saling dilakukan sistim kontrol antar lembaga.11
Pembagian ketiga kekuasaan tersebut masing-masing memiliki tugas dan
fungsi pokok, di mana untuk kekuasaan legislatif melaksanakan tugas sebagai
regulator (pembentuk undang-undang) dan melaksanakan fungsi pengawasan
terhadap kinerja eksekutif. Untuk kekuasaan eksekutif melaksanakan tugas
penyelenggaraan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di provinsi,
Kabupaten/Kota. Sedangkan kekuasaan yudikatif melaksanakan tugas dan fungsi
sebagai lembaga kekuasaan kehakiman dalam rangka memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara-perkara.
Hal
ini membawa konsekuensi di antara pembagian tersebut yaitu dimungkinkan adanya
kerja sama antar lintas lembaga.
10
Sarman dan Muhammad Taufik Makarao, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hal. 12.
11
Menurut Aristoteles bahwa hukum memegang kedaulatan tertinggi, hukum
tidak akan dapat digantikan oleh karena kekuasaan belaka.12 Sesuai dengan filosofi
lahirnya teori trias politika Montesquieu lahir di Eropa Barat sebagai reaksi dari
kekuasaan raja yang absolut di tangan satu orang. Ide trias politika ini dimaksudkan
agar adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.13
Menurut Philipus M. Hadjon, penyalahgunaan wewenang dalam konsep
hukum administrasi selalu diparalelkan dengan konsep detournement de pouvoir.
dalam hal ini, Pemerintah melakukan penyalahgunaan kewenangan untuk
mewujudkan tujuan lain, selain yang telah ditentukan di dalam perundang-undangan
yang berlaku.
Trias politika merupakan
konsep pembagian kekuasaan yang berfungsi untuk mencegah timbulnya sebuah
kekuasaan yang absolut yang pada akhirnya akan berujung pada penyalahgunaan
kekuasaan dan kesewenang-wenangan penguasa.
14
Penyalahgunaan wewenang terjadi penggunaan wewenang tidak sebagaimana
mestinya. Dalam hal ini pejabat menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain yang
menyimpang dari tujuan yang telah diberikan kepada pemegang wewenang itu.
12
J.H. Rapar, Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiavelli, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 182-183.
13
Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV. Sinar Bakti, 1983), hal. 140.
14
Philipus M. Hadjon, Tatiek Sri Djatmiati, GH Addink, dan JBJM Ten Berge, Hukum
Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2011), hal.
Selanjutnya Hadjon mengatakan, terjadinya penyalahgunaan wewenang bukan karena
suatu kealpaan melainkan dilakukan secara sadar dan disengaja atas dasar interest
pribadi yang negatif untuk mengalihkan tujuan yang telah diberikan kepada
pemegang wewenang itu.15
Konsep dalam teori trias politika sebagai penentangan dari kesewenangan
penguasa dari Montesquieu membagi kekuasaan antara kekuasaan legislatif yang
memiliki kekuasaan untuk membuat undang-undang, eksekutif yang yang memiliki
kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang dan yudikatif untuk mengadili atas
pelanggaran undang-undang.16 Franz Magnis Suseno, mengatakan, ”Pemisahan
kekuasaan perlu untuk mencegah jangan sampai seseorang, badan, atau jawatan
menjadi terlalu kuat dan menghancurkan kebebasan masyarakat”.17
Pada prinsipnya pengawasan terhadap pemerintah bertujuan untuk
mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat dan daerah
dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya serta mengembangkan mekanisme
check and balances antara lembaga legislatif daerah (DPRD) dan eksekutif daerah
(pemerintah daerah/KD) demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Mirza
Nasution menyebutkan, check and balances erat kaitannya dengan asas trias politika
yang bermakna pembagian kekuasaan secara horizontal.18
15
Ibid., hal. 22. 16
Tokoh-tokoh yang mengusung konsep trias politika diantaranya Montesquieu (Perancis) dan John Locke (Inggris).
17
Franz Magnis Suseno dalam Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan,
Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, (Jakarta: Erlangga, 2010), hal. 109.
18
Montesquieu sama sekali tidak bermaksud untuk mengemukakan ajaran
kekuasaan negara yang bersifat mutlak. Ide pembagian kekuasaan yang diajarkan
Montesquieu merupakan gambaran mengenai cara yang dapat ditempuh oleh negara
untuk mewujudkan tujuannya yaitu memberikan kebaikan tertinggi kepada warga
negaranya berdasarkan asas kedaulatan rakyat.19
Montesquieu juga tidak bermaksud untuk memisahkan kekuasaan negara
melainkan hanya untuk membaginya dalam tiga kekuasaan sebagai antisipasi
penyelahgunaan wewenang absolut. Pemisahaan kekuasaan mengandung makna
kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian baik mengenai orangnya
maupun mengenai fungsinya. Sedangkan dalam konteks pembagian kekuasaan hanya
kekuasaannya yang dibagi dalam beberapa bagian yang mengandung konsekuensi
tetap dimungkinkannya kerja sama antara ketiga kekuasaan.20
Dalam UUD 1945 terdapat pembagian kekuasaan yang terdiri dari legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. UUD 1945 sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia
harus menjadi sumber dasar menjalankan kekuasaan agar pembangunan nasional
terarah pada pemenuhan kepentingan, kebaikan, dan kesejahteraan umum. Konstitusi
sebagai sumber kekuasaan, hukum tidak hanya memiliki kedaulatan dan kewibawaan
tertinggi, tetapi juga harus menjadi dasar dan landasan kehidupan bernegara.
Dalam konstitusi negara Republik Indonesia terkandung norma dasar dalam
Pasal 1 ayat (2) UUD Tahun 1945 menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat
19
Hotma P. Sibuea, Op. cit, hal. 16. 20
dan dilaksanakan melalui undang-undang. Untuk mewujudkan tujuan demi
kepentingan, kebaikan, dan kesejahteraan bagi warga negara Indonesia inilah maka
kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat.
Desentralisasi bukan berarti kebebasan atau kemerdekaan (onafhankelijkheid)
di daerah melainkan kemandirian (zelfstandigheid). Kemandirian dalam ikatan negara
kesatuan, karena itu diperlukan pengawasan untuk mengendalikan agar desentralisasi
tidak bergeser semacam menjadi kemerdekaan daerah walaupun sekedar untuk urusan
pemerintahan.21
Menurut teori desentralisasi, harus diadakan penyerahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara
Pemerintah dengan daerah otonom.
Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa
selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi
kewenangan Pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya
kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.
Teori desentralisasi tidak mengharuskan semua urusan diserahi atau dilimpahi
kepada institusi atau lembaga atau dari pejabat tertentu di daerah. Indonesia dalam
negara kesatuan, konsep desentralisasi tidak boleh dilaksanakan secara total (total
21
decentralization). Tidak pernah terdapat suatu urusan pemerintahan apapun di negara
kesatuan yang sepenuhnya diselenggarakan secara desentralisasi.22
Pemerintah lokal administratif (local state government) itulah sebagai
pemerintah wilayah, terbentuk sebagai konsekuensi dari desentralisasi. Pemerintah
lokal administratif hanya menyelenggarakan perintah-perintah atau petunjuk-petunjuk
dari pemerintah pusat dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat.
Pemerintah lokal administratif dibentuk karena penyelenggaraan semua urusan
pemerintahan negara tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah pusat.
Konsekuensi dari pemerintah lokal administratif, maka tugas-tugas pemerintah daerah
hanya terbatas pada tugas-tugas yang diberikan oleh pemerintah pusat.23
Sedangkan urusan Kepala Daerah yang lain dilaksanakan oleh pemerintah
lokal yang mengurus rumah tangga sendiri (local self government) sebagai
konsekuensi dari desentralisasi dan tetap dalam ikatan NKRI. Hal ini dilaksanakan
dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat khusus pada
daerah-daerah tertentu di mana Kepala Daerah diberi urusan untuk mengurusi
kepentingan daerahnya sendiri.24
Posisi DPRD dalam sistim ketatanegaraan secara hosizontal menjalankan
kekuasaan legislatif sebagai konsep dari teori desentralisasi. Posisi ini sehubungan
pula dengan penyelenggaraan otonomi daerah di mana pemerintah daerah perlu
22
Mirza Nasution, Op. cit., hal. 264. 23
S.H. Sarundjang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), hal. 28.
24
diawasi oleh dewan legislatif sebagai amanat UUD Tahun 1945. Pengawasan
terhadap pemerintah daerah tersebut sehubungan dengan tugas pemerintah daerah
dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran, serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 18 ayat (3) UUD Tahun 1945 menegaskan norma yang mengatur
pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini berarti berdasarkan asas
desentralisasi, maka setiap daerah otonom memiliki DPRD yang bertugas sebagai
representatif asas kedaulatan berada di tangan rakyat.
Segala bentuk pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan di daerah dikontrol dan
diawasi oleh rakyat melalui dewan perwakilannya yaitu DPRD. Dalam konteks ini
Kepala Daerah dan anggota DPRD secara bersama-sama berperan penting dalam
pelaksanaan otonomi daerah. Kepala Daerah bertanggung jawab terhadap semua
kinerja yang dilakukan di daerah sedangkan DPRD bertanggung jawab untuk
melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Daerah.25
Jika dikaitkan dengan norma yang terkandung di dalam Pasal 1 ayat (2) UUD
25
1945 yang mengandung asas kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar, maka pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD
terhadap kinerja pemerintah (eksekutif) merupakan wujud dari kedaulatan berada di
tangan rakyat dalam konsep negara demokrasi.
DPRD sebagai lembaga legislatif harus mampu menjalankan fungsi
kontrolnya secara efektif (effective representative system).26 Teori pengawasan
menurut Stoner dan Freeman: “Controlling is the process of assuring that actual
activities conform to planed activities”. Berdasarkan hal itu, dapat dikatakan bahwa
secara umum pengawasan merupakan proses untuk menjamin suatu kegiatan sesuai
dengan rencana kegiatan.27
Kemudian Koontz, berpendapat: “Controlling is measurement and correction
of performance in order to make sure that enterprisen objectivies and the plans
devised to attain them are being accomplished”. Menurut pendangan ini, pengawasan
dimaksud merupakan suatu cara untuk melakukan pengukuran dan tindakan atas
kinerja yang berguna untuk meyakinkan organisasi secara objektif dan merencanakan
suatu cara dalam mencapai tujuan organisasi.
28
Sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa pengawasan dilaksanakan
agar visi, misi, dan tujuan organisasi tercapai dengan lancar tanpa ada penyimpangan
atau segala usaha dan kegiatan untuk mengetahui serta menilai kenyataan yang
sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan kegiatan apakah sesuai dengan yang
26
Bismar Nasution, “Peranan Birokrasi....Loc. cit. 27
Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Loc. cit. 28
semestinya atau tidak, apakah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan atau
terjadi penyimpangan.
Dengan adanya adanya wewenang pengawasan bagi DPRD terhadap
pemerintah daerah pada prinsip masyarakat terlindungi dari
ketidaksewenang-wenangan penguasa (pemerintah) khususnya pemerintah daerah. Hadjon mengatakan,
perlindungan hukum preventif sebenarnya menghendaki “mencegah sengketa lebih
baik daripada menyelesaikan sengketa”. Beliau juga mengakui bahwa perlindungan
hukum dalam hukum administratif di Indonesia belum memadai dalam hal upaya
preventif.29
Pengawasan dapat memberikan umpan balik kepada pemerintah itu sendiri.
Pengawasan harus memberikan informasi sedini mungkin, sebagai bagian dari sistim
peringatan dini bagi pemerintah daerah. Sistim pengawasan melekat pada setiap
fungsi yang dilakukan manajemen artinya pada saat melaksanakan fungsi
perencanaan seorang manajer dan yang mempunyai fungsi pengawasan sudah harus
melaksanakan fungsi pengawasan demikian juga pada fungsi manajemen lainnya.30
Berdasarkan teori pengawasan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa
pengawasan dari anggota DPRD memiliki arti penting bagi pemerintah daerah,
karena akan memberikan umpan balik (feed back) untuk perbaikan pengelolaan
pembangunan, sehingga tidak keluar dari jalur-jalur dan prosedur/tahapan serta tujuan
otonomi daerah yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Sementara bagi
29
Philipus M. Hadjon, Tatiek Sri Djatmiati, GH Addink, dan JBJM Ten Berge, Op. cit., hal. 8-9.
30
pelaksana, pengawasan merupakan aktivitas untuk memberikan kontribusi dalam
proses pembangunan daerah agar aktivitas pengelolaan daerah dapat mencapai tujuan
dan sasaran secara efektif dan efisien.
Upaya untuk mewujudkan pengawasan ini mendorong birokrasi pemerintahan
yang baik (good governance) yang ditekankan pada Pemerintah khususnya
pemerintah daerah harus menjadi pemimpin yang berprinsip dan berpijak pada
transparansi dan tanggung jawab melaksanakan kebijaksanaan dan program.
Pemerintah harus pula mengedepankan kemauan politik untuk menjaga tata kelola
pemerintahannya selalu bersih.31
Kinerja tanpa pengawasan berpotensi membuat kekuasaan tidak terkontrol,
akibatnya akan membuat kekuasaan melakukan praktik-praktik korupsi. Bismar
menegaskan seharusnya diadakan pembaharuan pemerintahan (reinventing
government) dalam sistem politik. Pembaharuan dimaksud untuk melakukan
restrukturisasi organisasi dengan mengubah tujuan-tujuan yang salah dalam distribusi
kekuasaan.
32
Pengawasan DPRD bertujuan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi,
menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan
kewenangannya serta mengembangkan mekanisme check and balances antara
31
Sofyan Nasution, “Upaya Mendorong Birokrasi Pemerintah Berlandaskan Prinsip-Prinsip Good Governance”, Makalah yang disampaikan pada Seminar tentang Diseminasi Policy Paper, diadakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, tanggal 1-2 Oktober 2003, Medan, Sumatera Utara, hal. 1-2.
32
lembaga legislatif daerah (DPRD) dan eksekutif daerah (pemerintah daerah/KD) demi
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.33
Menurut Philipus M. Hadjon, sehubungan dengan makna desentralisasi,
bukan berarti kebebasan atau kemerdekaan (onafhankelijkheid) di daerah melainkan
kemandirian (zelfstandigheid), oleh karena itu, diperlukan pengawasan untuk
mengendalikan agar desentralisasi tidak bergeser semacam menjadi kemerdekaan
pemerintahan daerah.34
Pengawasan sangat penting dilakukan terhadap pelaksanaan kinerja
pemerintah daerah karena tugas dan wewenang pemerintah sehubungan dengan
pelayanan publik yang berarti menyangkut hak-hak sosial (social right) yang harus
diterima masyarakat dari pemerintah seperti hak-hak untuk mendapatkan pendidikan,
hak memperoleh kenyamanan, keamanan, hak untuk mendapatkan pekerjaan yang
layak bagi kemanusiaan, jaminan hukum yang adil, perlakuan yang sama di hadapan
hukum, jaminan sosial, dan lain-lain.
35
Dalam mewujudkan hak-hak rakyat tersebut tidak dapat hanya sekedar diakui
tetapi perlu duwujudkan melalui peran serta DPRD untuk melakukan pengawasan
terhadap kinerja pemerintah daerah, maka muncullah sistim otonomi daerah. Sistim
otonomi daerah memberikan hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
33
Mirza Nasution, Op. cit., hal. 169. 34
Philipus M. Hadjon, R. Sri Soemantri Martosoewignjo, Sjachran Basah, Bagir Manan, HM. Laica Marzuki, JBJM. Ten Berge, PJJ. Van Buuren, dan FAM. Stroink, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), hal. 212.
35
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam
melaksanakan kekuasaan pemerintahan dikenal asas desentralisasi dan dekonsentrasi.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebahagian dari kewenangan pemerintah
pusat kepada alat-alat pemerintahannya yang ada di daerah.36 Sedangkan
desentraslisasi merupakan pendistribusian kekuasaan Pemerintah pusat ke
daerah-daerah.37 Desentralisasi inilah yang pada akhirnya menjadi asas dalam
penyelenggaraan negara yang mengenal istilah daerah otonom sehingga dikenal
dengan dengan konsep ini terbentuk lah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.38
Pasal 1 ayat (8) UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(UUPD), ditentukan bahwa yang dimaksud dengan desentralisasi adalah penyerahan
Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas
otonomi. Menurut undang-undang ini kekuasaan Pemerintah Pusat didistribusikan
kepada Wilayah Provinsi dan daerah-daerah Kabupaten/Kota dalam hal mengurusi
sendiri daerah-daerah tersebut.
Pasal 1 ayat (9) UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(UUPD), dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan
bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. Menurut
36
Faisal Akbar, Pemerintahan Daerah dan Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah, (Jakarta: Sofmedia, 2009), hal. 8.
37
Ibid., hal. 38. 38
undang-undang ini sebahagian yang menjadi wewenang Pemerintah pusat
dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan/atau kepada
bupati/wali kota.
Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan
pemerintahan antara Pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan
pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai
urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah.
Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa
dan negara secara keseluruhan.
Sebagaimana fungsi dewan legislatif DPRD memiliki fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi DPRD dilaksanakan sebagai
perwujudan DPRD selaku pemegang kekuasaan membentuk Perda di daerah. Fungsi
anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak
memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD yang
diajukan oleh Kepala Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan fungsi pengawasan
dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang pemerintahan
daerah dan APBD.
Taufiqurrohman Syahuri menegaskan dengan adanya konstitusi berfungsi
membatasi kekuasaan organ-organ negara yang mengatur susunan oganisasi
pemerintahan, menetapkan badan-badan negara dan cara kerja badan-badan tersebut,
pelaksanaan pemerintahan.39
Dalam konteks penyelenggaran pemerintahan daerah asas pemerintahan yang
baik berfungsi untuk mewujudkan cita hukum otonomi daerah. Asas pemerintahan
yang baik tidak hanya ditujukan kepada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Menurut Bismar Nasution, dalam mengupayakan
pemerintahan yang baik perlu didukung oleh suara hati berbagai kalangan untuk
menerapkannya, seperti lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Dengan demikian secara politis, pemberian kewenangan
untuk mengurusi urusan di daerah tidak diserahkan demikian saja kepada pemerintah
daerah tetapi melibatkan peran DPRD untuk melaksanakan fungsi pengawasan
terhadap kinerja pemerintahan daerah dalam rangka mewujudkan pembangunan
daerah otonom.
40
Konsep dasar pengawasan DPRD meliputi pemahaman tentang arti penting
pengawasan yang efektif, ruang lingkup dan proses pengawasan. Pengawasan
merupakan salah satu fungsi manajemen yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan (Planning, Organizing, Actuating,
dan Controlling atau disingkat POAC) untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai
39
Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 65.
40
Bismar Nasution, “Peranan Birokrasi Dalam Mengupayakan Good Governance: Suatu Kajian dari Pandangan Hukum dan Moral”, Makalah yang disampaikan pada Diseminasi Policy Paper Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia Reformasi Hukum di Indonesia Melalui Prinsip-prinsip
Good Governance, diadakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia berkerjasama dengan
dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan serta memastikan tujuan dapat
tercapai secara efektif dan efisien.41
Peran serta DPRD dalam melakukan pengawasan sangat diharapkan. Setelah
berlakunya UUPD dan UUMD3, diletakkan dasar penyelenggaraan otonomi daerah
yang diperlukan pengawasan dari legislatif khususnya pengawasan DPRD terhadap
kinerja Kepala Daerah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugas-tugas Pemerintah
di daerah.
Sikap yang menutup diri atau menyimpan informasi yang seharusnya wajib
disampaikan kepada publik bertentangan dengan prinsip tarnsparansi ini.
Bidang-bidang yang menjadi urusan pemerintah daerah sebagaimana yang diperintahkan
dalam UUPD harus dilaksanakan secara transparan kepada rakyat melalui laporan
pertanggungjawabannya di hadapan anggota DPRD.
Pelaksanaan prinsip tanggung jawab merupakan kunci suatu keberhasilan
dalam mengemban amanah. Tanggung jawab masing-masing jajaran birokrat dalam
pelaksanaan pembangunan daerah, tidak terlepas dari tanggung jawab sebagai Kepala
Daerah. Oleh karenanya Kepala Daerah dan jajaran pemerintahan harus sama-sama
bertanggung jawab di hadapan anggota DPRD atas kinerja yang dilakukan jika hasil
yang diperoleh tidak sesuai dengan rencana. Prinsip pertanggungjawaban
41
Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat
mengharuskan pemerintahan daerah selalu patuh terhadap ketentuan
perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan.42
Dalam menjalankan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik perlu didukung
dengan moralitas penyelenggara negara baik Kepala Daerah maupun jajarannya.
H.L.A. Hart dengan sangat simpatik menyebutkan, “hukum harus mengandung aspek
internal yang terdiri dari moral dan ketentuan sosial”. Penyelenggaraan pemerintah
daerah pada dasarnya berpedoman pada pola pikir hukum yang bermuatan moral.
Pentingnya moralitas penyelenggara negara menunjukkan bahwa budaya hukum
(legal culture) yang dianut tidak hanya memandang hukum an sich atau hukum
adalah hukum. Pandangan hukum an sich dalam konteks pranata hukum yang
didasarkan pada teori hukum untuk mencari pola pranata hukum yang tepat dan
efektif.
43
2. Landasan Konsepsional
Landasan konsepsional dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh
dasar konseptual, bertujuan untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang
berbeda serta memberikan pedoman dan arahan yang sama, antara lain:
a. Pemerintahan Daerah (Pemda) adalah Pemerintahan Daerah Kota Medan
sebagaimana ditentukan dalam UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
b. Eksekutif adalah Pemerintah Daerah Kota Medan.
42
Ibid. 43
c. Legislatif adalah DPRD Kota Medan.
d. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) adalah Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban Pemerintahan Kota Medan untuk tahun 2011.
e. Kota adalah Kota Medan sebagai daerah khusus kota.
f. Wali kota adalah Wali Kota Medan.
g. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah DPRD sebagaimana
dimaksud dalam UUD 1945, UUPD, dan UUMD3 yang dalam hal ini anggota
DPRD tersebut adalah anggota DPRD Kota Medan.
h. Fungsi Pengawasan adalah fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Medan
terhadap kinerja Pemerintahan Daerah Kota Medan.
i. Kinerja Eksekutif adalah pelaksanaan peran, fungsi, tugas, dan wewenang
Pemerintah Daerah Kota Medan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
j. Otonomi Daerah adalah prinsip yang memberikan otonomi seluas-luasnya
terhadap hak-hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom Kota Medan
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat Kota Medan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.44
k. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat
hukum di Kota Medan yang mempunyai batas-batas wilayah dan berwenang
mengatur serta mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
44
Kota Medan menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang
mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, norma-norma, asas-asas (prinsip-prinsip),
kaidah-kaidah yang terdapat dalam perundang-undangan di bidang pelaksanaan
otonomi daerah. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan
atau mendeskripsikan fakta-fakta45
2. Sumber Data
terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan
DPRD terhadap kinerja Pemerintah Kota Medan secara analitis dan sistematis.
Sebagai data dalam penelitian ini digunakan data sekunder yang
meliputi:
a. Bahan hukum primer yaitu: UUD Tahun 1945, UU Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah (UUPD) yang telah direvisi melalui Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
45
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UUMD3), Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan
Nomor 171/7940/KEP-DPRD/2010 Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, LKPJ Kepala Daerah Tahun 2011.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan dan
ulasan-ulasan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari: buku-buku, makalah,
majalah, jurnal ilmiah, artikel, artikel bebas dari internet, dan surat kabar,
bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari para pakar hukum yang relevan
dengan objek penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk
dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
yang dapat berupa Kamus Umum Bahasa Indonesia dan Kamus Bahasa
Hukum serta Kamus Bahasa Inggris.
Selain digunakan data sekunder di atas, juga digunakan data primer yang
diperoleh melalui wawancara dengan anggota DPRD Kota Medan. Informan dipilih
secara acak dari para anggota DPRD khususnya Komisi A yang bertugas
melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Daerah. Mekanisme
wawancara dilakukan secara mendalam kepada para informan untuk menjelaskan
persoalan-persoalan dalam pelaksanaan pengawasan. Wawancara tersebut dilakukan
Tujuan wawancara ini dilakukan adalah untuk memperkuat argumentasi-argumentasi
normatif dalam penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka (library research)
di perpustakaan dan studi dokumen-dokumen di Kantor Pemerintah Daerah Kota
Medan serta di Kantor DPRD Kota Medan terhadap bahan-bahan hukum tertulis yang
relevan, termasuk LKPJ Kepala Daerah pada tahun 2011.
Baik terhadap bahan hukum primer, sekunder, maupun tertier, dapat diperoleh
melalui membaca referensi, melihat, mendengar melalui seminar,
pertemuan-pertemuan ilmiah, rapat, laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah Kota Medan,
serta mendownload data melalui internet. Data yang diperoleh kemudian dipilah-pilah
guna memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.
4. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif yakni menganalisis data berdasarkan
seberapa jauh data dikumpulkan dikaitkan dengan norma ketentuan
perundang-udangan yang berlaku sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini bukan
diungkapkan berdasarkan banyaknya data yang dikumpulkan (kuantitas).
Menganalisis data berdasarkan teori-teori yang digunakan, asas-asas, norma-norma,
kaidah-kaidah, doktrin-doktrin di bidang otonomi daerah yang terpenting dan relevan
dengan permasalahan di atas. Kemudian memberikan argumentasi-argumentasi
yuridis atas hasil penelitian yang telah dilakukan, penilaian benar atau salah atau apa
Analisis dikaitkan dengan teori yang digunakan dengan cara menghubungkan
teori pembagian kekuasaan dan teori efektivitas di atas dengan permasalahan yang
diteliti melalui analisis yang tajam dan mendalam. Data yang dianalisis diungkapkan
secara deduktif46 dalam bentuk uraian secara sistematis sehingga dapat menjelaskan
hubungan antar pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Medan terhadap
kinerja eksekutif di Kota Medan sebagaimana dirumuskan dalam permasalahan di
atas dapat dijawab dengan baik.
46
BAB II
PENGATURAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DPRD MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG
PEMERINTAHAN DAERAH
A. Sistim Pemerintahan Daerah
Mirza Nasution, mengatakan dalam hal ini pimpinan pemerintahan sebagai
pelaksana disatukan dalam satu tangan, menurutnya:47
Dekonsentrasi dipimpin oleh kepala wilayah dan desentralisasi dipimpin oleh Kepala Daerah tetapi pejabatnya itu juga pada satu orang yang sama sehingga disebutnya sebagai “uni personal”. Predikat jabatan adalah gubernur untuk tingkat provinsi, bupati/walikota untuk tingkat Kabupaten/Kota. Jabatan demikian dikenal saat ini sebagai Kepala Daerah saja baik untuk tingkat gubernur maupun Kabupaten/Kota.
Kewenangan pelaksanaan dekonsentrasi ada pada gubernur dalam urusan
pemerintahan, sedangkan bupati dan walikota tidak lagi menjadi pejabat
dekonsentrasi seperti gubernur. Pada dasarnya desentralisasi melimpahkan atau
penyerahan kekuasaan atau wewenang di bidang tertentu secara vertikal dari institusi
atau lembaga atau dari pejabat yang lebih tinggi kepada lembaga atau dari pejabat
bawahannya sehingga yang diserahi atau dilimpahi kekuasaan tertentu itu berhak
bertindak atas nama sendiri dalam urusan tertentu.48
Daerah provinsi melaksanakan tugas-tugas dekonsentrasi sebagai manifestasi
dari wilayah administrasi yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat
dalam rangka NKRI. Dengan demikian konstruksi etonomi daerah (desentralisasi)
47
Mirza Nasution, Op. cit., hal. 262. 48
secara penuh hanya diterapkan pada daerah kabupetan/kota, sedangkan provinsi
selain daerah otonom juga merupakan wilayah administrasi. Menurut Marzuki Lubis,
dalam hal desentralisasi, pemerintah provinsi bukan menjadi atasan dari pemerintah
Kabupaten/Kota, akan tetapi baik pemerintah provinsi maupun pemerintah
Kabupaten/Kota berada pada posisi yang sama.49
Makna desentralisasi bukan berarti semua urusan diserahi atau dilimpahi
kepada institusi atau lembaga atau dari pejabat tertentu di daerah, tetapi oleh karena
NKRI adalah negara kesatuan maka konsep desentralisasi tidak boleh dilaksanakan
secara total.50
Urusan Kepala Daerah yang lain dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang
mengurus rumah tangga sendiri dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang bersifat khusus pada daerah-daerah otonom.
Pemerintah lokal administratif diterjemahkan sebagai pemerintah
wilayah, terbentuk sebagai konsekuensi dari desentralisasi.
51
Urusan pemerintah lokal
mengurus rumah tangga sendiri yang berarti otonom artinya memerintah sendiri
tetapi tetap berada dalam kerangka sistim pemerintahan negara.52
Dalam kerangka pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan, NKRI tetap
menggunakan dekonsentrasi dan desentralisasi.53
49
Marzuki Lubis, Op. cit., hal. 178.
Dalam perkembangannya
pelaksanaan desentralisasi dengan sistim otonomi ini bergerak lebih cepat dibanding
dekonsentrasi. Peran DPRD dalam hal ini merupakan elemen penting dalam
50