• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stres - Perbandingan Reminiscence Therapy dan Problem Solving Therapy untuk Menurunkan Stres Pada Penderita Gagal Jantung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stres - Perbandingan Reminiscence Therapy dan Problem Solving Therapy untuk Menurunkan Stres Pada Penderita Gagal Jantung"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stres

Stres dalam arti secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang.

Dalam bahasa sehari – hari stres di kenal sebagai stimulus atau respon yang

menuntut individu untuk melakukan penyesuaian. Sarafino (1994) mengartikan

stres adalah kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan

lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal

dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari

seseorang.

Ivancevich (2001), mendefinisikan stres sebagai respon adaptif yang

dimediasi oleh perbedaan individu dan proses psikologi yang merupakan

konsekuensi dari keadaan eksternal, situasi atau kejadian yang berdampak pada

keadaan fisik atau psikologis seseorang. Wijono (1997), Stres adalah reaksi alami

tubuh untuk mempertahankan diri dari tekanan secara psikis. Tubuh manusia

dirancang khusus agar bisa merasakan dan merespon gangguan psikis ini.

Tujuannya agar manusia tetap waspada dan siap untuk menghindari bahaya.

Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres adalah keadaan internal yang dapat

diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang

dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan

individu untuk mengatasinya. Stres juga adalah suatu keadaan tertekan, baik

(2)

suatu istilah yang digunakan dalam ilmu perilaku dan ilmu alam untuk

mengindikasikan situasi atau kondisi fisik, biologis dan psikologis organisme

yang memberikan tekanan kepada organisme itu sehingga ia berada diatas ambang

batas kekuatan adaptifnya. (McGrath, dan Wedford dalam Arend dkk, 1997).

Kondisi ini jika berlangsung lama akan menimbulkan perasaan cemas, takut

dan tegang. Berdasarkan dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa stres

merupakan suatu kondisi pada individu yang tidak menyenangkan dimana dari hal

tersebut dapat menyebabkan terjadinya tekanan fisik maupun psikologis pada

individu. Kondisi yang dirasakan tidak menyenangkan itu disebabkan karena

adanya tuntutan-tuntutan dari lingkungan yang dipersepsikan oleh individu

sebagai sesuatu yang melebih kemampuannya atau sumber daya yang dimilikinya,

karena dirasa membebani dan merupakan suatu ancaman bagi kesejahteraannya.

Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres memiliki memiliki tiga bentuk

yaitu:

1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang

menimbulkan stres atau disebut juga dengan stressor.

2. Respon, yaitu stres yang merupakan suatu respon atau reaksi individu yang

muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon yang

muncul dapat secara psikologis, seperti: jantung berdebar, gemetar, pusing,

serta respon psikologis seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi, dan mudah

(3)

 

3. Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara

aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi

maupun afeksi.

Rice (2002) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus

lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson (2000)

mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan

membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi ini disebut

sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini sebagai

respon stres. Berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

stres merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan

mekanisme yang kompleks dan menghasilkan respon yang saling terkait baik

fisiologis, psikologis, maupun perilaku pada individu yang mengalaminya,

dimana mekanisme tersebut bersifat individual yang sifatnya berbeda antara

individu yang satu dengan individu yang lain

2.1.1. Penyebab Stres atau Stressor

Peristiwa atau keadaan yang menantang secara fisik atau psikologis disebut

juga dengan stressor. (Sarafino, 2008) Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1987) kondisi fisik lingkungan dan sosial yang merupakan penyebab dari

kondisi stres disebut dengan stressor. Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respon stres. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial

(4)

lingkungan luar lainnya. Istilah stressor diperkenalkan pertama kali oleh Selye (dalam Rice, 2002). Menurut Lazarus & Folkman (1986) stressor dapat berwujud atau berbentuk fisik (seperti polusi udara) dan dapat juga berkaitan dengan

lingkungan sosial (seperti interaksi sosial). Pikiran dan perasaan individu sendiri

yang dianggap sebagai suatu ancaman baik yang nyata maupun imajinasi dapat

juga menjadi stressor.

Menurut Lazarus & Cohen (1977), tiga tipe kejadian yang dapat

menyebabkan stres yaitu:

a. Daily hassles yaitu kejadian kecil yang terjadi berulang-ulang setiap hari seperti masalah kerja di kantor, sekolah dan sebagainya.

b. Personal stressor yaitu ancaman atau gangguan yang lebih kuat atau kehilangan besar terhadap sesuatu yang terjadi pada level individual seperti

kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, masalah keuangan dan

masalah pribadi lainnya.

c. Ditambahkan Freese Gibson (dalam Rachmaningrum, 1999) umur adalah

salah satu faktor penting yang menjadi penyebab stres, semakin bertambah

umur seseorang, semakin mudah mengalami stres. Hal ini antara lain

disebabkan oleh faktor fisiologis yang telah mengalami kemunduran dalam

berbagai kemampuan seperti kemampuan visual, berpikir, mengingat dan

mendengar. Pengalaman kerja juga mempengaruhi munculnya stres kerja.

Individu yang memiliki pengalaman kerja lebih lama, cenderung lebih rentan

terhadap tekanan tekanan dalam pekerjaan, daripada individu dengan sedikit

(5)

 

masih ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat stres, yaitu

kondisi fisik, ada tidaknya dukungan sosial, harga diri, gaya hidup dan juga

tipe kepribadian tertentu (Dipboye, Gibsin, Riggio dalam Rachmaningrum,

1999).

Appraisal: Penilaian terhadap suatu keadaan yang dapat menyebabkan stres disebut stress appraisals. Menilai suatu keadaan yang dapat mengakibatkan stress tergantung dari 2 faktor, yaitu faktor yang berhubungan dengan orangnya

(Personal factors) dan faktor yang berhubungan dengan situasinya. Personal factors didalamnya termasuk intelektual, motivasi, dan personality characteristics. Sedangkan faktor situasi yang ,mempengaruhi stress appraisals,

yaitu:

a. Kejadian yang melibatkan tuntutan yang sangat tinggi dan mendesak sehingga

menyebabkan ketidaknyamanan

b. Life transitions, dimana kehidupan mempunyai banyak kejadian penting yang menandakan berlalunya perubahan dari kondisi atau fase yang satu ke yang

lain, dan menghasilkan perubahan substansial dan tuntutan yang baru dalam

kehidupan kita.

c. Timing juga berpengaruh terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan kita, dimana apabila kita sudah merencanakan sesuatu yang besar dalam kehidupan

kita dan timing-nya meleset dari rencana semula, juga dapat menimbulkan stres.

d. Ambiguity, yaitu ketidakjelasan akan situasi yang terjadi

(6)

f. Controllability, yaitu apakah seseorang mempunyai kemampuan untuk merubah atau menghilangkan stressor. Seseorang cenderung menilai suatu situasi yang tidak terkontrol sebagai suatu keadaan yang lebih stressful,

daripada situasi yang terkontrol. Ancaman merupakan konsep kunci dalam

memahami stress. Lazarus (1986) mengungkapkan bahwa individu yang tidak

akan merasakan suatu kejadian sebagai suatu gangguan bila stressor tersebut

diinterpretasikan sebagai hal yang wajar. Ancaman adalah suatu penilaian

subjektif dari pengaruh negatif yang potensial dari stressor. Transactions yang mengarah pada kondisi stres umumnya melibatkan proses assesment yang disebut sebagai cognitive appraisals (Lazarus & Folkman, 1986). Cognitive appraisals adalah suatu proses mental, dimana ada dua factor yang dinilai oleh seseorang: (1) apakah sebuah tuntutan mengancam kesejahteraannya dan (2)

resources yang tersedia untuk memenuhi tuntutan tersebut. Menurut Lazarus (1986) ada dua macam penilaian yang dilakukan individu untuk menilai

apakah suatu kejadian yang dapat atau tidak menimbulkan stress bagi

individu, yaitu:

a) Primary appraisals yaitu penilaian pada waktu kita mendeteksi suatu kejadian yang potensial untuk menyebabkan stress. Peristiwa yang

diterima sebagai keadaan stress selanjutnya akan dinilai menjadi 3

akibat yaitu harmloss (tidak berbahaya), threat (ancaman) dan

challenge (tantangan)

(7)

 

2.1.2. Reaksi terhadap Stres

a. Aspek Fisiologis Walter Canon (dalam sarafino, 1994) memberikan deskripsi

mengenai bagaiman reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa yang mengancam.

Ia menyebutkan reaksi tersebut sebagai fight-or-fight response karena respon fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau menghindari

situasi yang mengancam tersebut. Fight-or-fight response menyebabkan individu dapat berespon dengan cepat terhadap situasi yang mengancam. Akan

tetapi bila arousal yang tinggi terus menerus muncul dapat membahayakan kesehatan individu. Selye (dalam Sarafino, 1994) mempelajari akibat yang

diperoleh bila stressor terus menerus muncul. Ia mengembangkan istilah

General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu:

1. Fase reaksi yang mengejutkan ( alarm reaction ) Pada fase ini individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan seperti jantungnya

berdegup, keluar keringat dingin, muka pucat, leher tegang, nadi

bergerak cepat dan sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal

orang terkena stres.

2. Fase perlawanan (Stage of Resistence ) Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab pada tingkat tertentu, stres

akan membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi, bila stres

dibiarkan berlarut-larut. Selama masa perlawanan tersebut, tubuh harus

cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang, karena tubuh sedang

(8)

3. Fase keletihan ( Stage of Exhaustion ) Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan. Akibat yang parah bila seseorang

sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat menyerang bagian –

bagian tubuh yang lemah.

b. Aspek psikologis Reaksi psikologis terhadap stressor meliputi:

1. Kognisi Cohen menyatakan bahwa stres dapat melemahkan ingatan dan

perhatian dalam aktifitas kognitif.

2. Emosi cenderung terkait stres.individu sering menggunakan keadaan

emosionalnya untuk mengevaluasi stres dan pengalaman emosional

(Maslach, Schachter & Singer, dalam Sarafino, 1994). Reaksi emosional

terhadap stres yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan

sedih dan marah.

3. Perilaku sosial stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang

lain. Individu dapat berperilaku menjadi positif dan negatif (dalam

Sarafino, 1994). Stres yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan

perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat

menimbulkan perilaku agresif (Donnerstein & Wilson, dalam Sarafino,

1994).

Morris (1998) mengklasifikasikan stressor ke dalam lima kategori, yaitu:

1. Frustasi (Frustration) terjadi ketika kebutuhan pribadi terhalangi dan seseorang gagal dalam mencapai tujuan yang diinginkannya. frustrasi dapat

terjadi sebagai akibat dari keterlambatan, kegagalan, kehilangan, kurangnya

(9)

 

2. Konflik (Conflicts), jenis sumber stres yang kedua ini hadir ketika pengalaman seseorang dihadapi oleh dua atau lebih motif secara bersamaan.

Morris (1998) mengidentifikasi empat jenis konflik yaitu,: approach-approach, avoidence-avoidence, approach-avoidence, dan multiple approach-avoidance conflict.

3. Tekanan (Pressure), jenis dari sumber stress yang ketiga yang diakui oleh Morris, tekanan didefinisikan sebagai stimulus yang menempatkan individu

dalam posisi untuk mempercepat, meningkatkan kinerjanya, atau mengubah

perilakunya.

4. Mengidentifikasi perubahan (Changes), tipe sumber stres yang keempat ini seperti halnya yang ada di seluruh tahap kehidupan, tetapi tidak dianggap

penuh tekanan sampai mengganggu kehidupan seseorang baik secara positif

maupun negative

5. Self-Imposed merupakan sumber stres yang berasal dalam sistem keyakinan pribadi pada seseorang, bukan dari lingkungan. Ini akan dialami oleh

seseorang ketika ada tidaknya stres eksternal yang nyata. Morris (1998) juga

mengidentifikasikan empat reaksi terhadap stres:

1) Reaksi dari fisiologis terhadap stres menekankan hubungan antara

pikiran dan fisik.

2) Reaksi dari emosional yang diamati dalam reaksi emosional terhadap

stres ini adalah melalui emosi seperti rasa ketakutan, kecemasan, rasa

(10)

3) Reaksi dari kognitif mengacu pada pengalaman individu terhadap stres

dan penilaian kognitif yang terjadi dengan penilaiannya mengenai

peristiwa stres dan kemudian apa strategi koping yang mungkin paling

tepat untuk mengelola stres.

4) Reaksi dari perilaku yang berkaitan dengan reaksi emosional seseorang

terhadap stres yang dapat memberikan reaksi menangis, menjadi kasar

kepada orang lain atau diri sendiri dan, penggunaan mekanisme

pertahanan seperti rasionalisasi.

2.1.3. Sumber-sumber Stres

Sumber stres dapat berubah seiring dengan berkembangnya individu, tetapi

kondisi stres dapat terjadi setiap saat selama hidup berlangsung. Menurut

Sarafino (1994) sumber datangnya stres ada tiga yaitu:

1) Diri individu

Hal ini berkaitan dengan adanya konflik. Menurut Miller dalam Sarafino

(2008), pendorong dan penarik dari konflik menghasilkan dua kecenderungan

yang berkebalikan, yaitu approach dan avoidance. Kecenderungan ini menghasilkan tipe dasar konflik (Sarafino, 1994), yaitu :

a. Approach-approach Conflict

Muncul ketika kita tertarik terhadap dua tujuan yang sama-sama baik.

Contohnya, individu yang mencoba untuk menurunkan berat badan untuk

meningkatkan kesehatan maupun untuk penampilan, namun konflik sering terjadi

(11)

 

b. Avoidance-avoidance Conflict

Muncul ketika kita dihadapkan pada satu pilihan antara dua situasi yang tidak

menyenangkan. Contohnya, pasien dengan penyakit serius mungkin akan

dihadapkan dengan pilihan antara dua perlakuan yang akan mengontrol atau

menyembuhkan penyakit, namun memiliki efek samping yang sangat tidak

diinginkan. Sarafino (2008) menjelaskan bahwa orang-orang dalam menghindari

konflik ini biasanya mencoba untuk menunda atau menghindar dari keputusan

tersebut. Oleh karena itu, biasanya avoidance-avoidance conflict ini sangat sulit untuk diselesaikan.

c. Approach-avoidance Conflict

Muncul ketika kita melihat kondisi yang menarik dan tidak menarik dalam

satu tujuan atau situasi. Contohnya, seseorang yang merokok dan ingin berhenti,

namun mereka mungkin terbelah antara ingin meningkatkan kesehatan dan ingin

menghindari kenaikan berat badan serta keinginan mereka untuk percaya terjadi

jika mereka ingin berhenti.

2) Keluarga

Sarafino (2008) menjelaskan bahwa perilaku, kebutuhan, dan kepribadian dari

setiap anggota keluarga berdampak pada interaksi dengan orang-orang dari

anggota lain dalam keluarga yang kadang-kadang menghasilkan stres. Menurut

Sarafino (2008) faktor dari keluarga yang cenderung memungkinkan munculnya

stres adalah hadirnya anggota baru, perceraian dan adanya keluarga yang sakit,

(12)

3) Komunitas dan Masyarakat

Kontak dengan orang di luar keluarga menyediakan banyak sumber stres.

Misalnya, pengalaman anak di sekolah dan persaingan. Adanya

pengalaman-pengalaman seputar dengan pekerjaan dan juga dengan lingkungan dapat

menyebabkan seseorang menjadi stres. (Sarafino, 1994)

2.1.4. Gejala Stres

Stres dapat berpengaruh pada kesehatan dengan dua cara. Pertama,

perubahan yang diakibatkan oleh stres secara langsung mempengaruhi fisik sistem

tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan. Kedua, secara tidak langsung stres

mempengaruhi perilaku individu sehinggga menyebabkan timbulnya penyakit

atau memperburuk kondisi yang sudah ada (Safarino, 1994). Kondisi dari stres

memiliki dua aspek : fisik/biologis (melibatkan materi atau tantangan yang

menggunakan fisik) dan psikologis (melibatkan bagaimana individu memandang

situasi dalam hidup mereka) dalam Sarafino, 1994.

a) Aspek Biologis

Ada beberapa gejala fisik yang dirasakan ketika seseorang sedang mengalami

stres, diantaranya adalah sakit kepala yang berlebihan, tidur menjadi tidak

nyenyak, gangguan pencernaan, hilangnya nafsu makan, gangguan kulit, dan

produksi keringat yang berlebihan di seluruh tubuh (Sarafino, 1994).

(13)

 

Ada 3 gejala psikologis yang dirasakan ketika seseorang sedang mengalami

stres. Ketika gejala tersebut adalah gejala kognisi, gejala emosi, dan gejala

tingkah laku (Sarafino, 1994):

1. Gejala kognisi

Gangguan daya ingat (menurunnya daya ingat, mudah lupa dengan suatu hal),

perhatian dan konsentrasi yang berkurang sehingga seseorang tidak fokus dalam

melakukan suatu hal, merupakan gejala-gejala yang muncul pada aspek gejala

kognisi

2. Gejala emosi

Mudah marah, kecemasan yang berlebihan terhadap segala sesuatu, merasa

sedih dan depresi merupakan gejala-gejala yang muncul pada aspek gejala emosi

3. Gejala tingkah laku

Tingkah laku negatif yang muncul ketika seseorang mengalami stres pada

aspek gejala tingkah laku adalah mudah menyalahkan orang lain dan mencari

kesalahan orang lain, suka melanggar norma karena dia tidak bisa mengontrol

perbuatannya dan bersikap tak acuh pada lingkungan, dan suka melakukan

penundaan pekerjaan.

2.1.5. Penilaian Kognitif (Cognitive Appraisal)

Setiap orang memiliki perbedaan dalam menghadapi stres. Menurut Lazarus

(14)

yang spesifik atau serangkaian transaksi antara individu dengan lingkungan yang

menimbulkan stres. Selain itu kognitif dapat diartikan sebagai suatu proses

pengkategorian terhadap stimulus atau situasi yang dihadapi, dengan perhitungan

makna serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan seseorang. Penilaian kognitif

dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman (1984: 31) terdiri dari penilaian primer

(primary appraisal) dan penilaian sekunder (secondary appraisal). Kedua jenis penilaian ini tidak dapat dipandang sebagai proses yang terpisah karena keduanya

saling bergantung dan saling mempengaruhi satu sama lain. Penilaian primer dan

sekunder berinteraksi satu sama lain membentuk derajat stres serta kualitas atau

kekuatan reaksi emosional sehingga akan membuat situasi semakin kompleks.

1. Penilaian Primer (Primary Appraisal)

Proses ini merupakan suatu proses mental yang berkaitan dengan evaluasi

terhadap suatu situasi. Proses ini terjadi untuk menentukan apakah suatu stimulus

atau situasi yang dihadapi berada dalam derajat penghayatan tertentu.

2. Penilaian Sekunder (Secondary Appraisal)

Penilaian sekunder adalah keputusan tentang apa yang mungkin dapat

dilakukan meliputi evaluasi tentang pilihan strategi pengelolaan yang sesuai dan

evaluatif tentang konsekuensi yang akan muncul dalam konteks tuntutan dan

hambatan baik yang berasal dari internal maupun eksternal.

(15)

 

Penilaian kembali menunjukkan pada perubahan penilaian yang terjadi karena

didasari oleh masuknya informasi baru, baik informasi yang berasal dari

lingkungan maupun informasi yang berasal dari reaksi siswa. Proses penilaian

kembali merubah bentuk penilaian yang didasarkan pada informasi baru dari

lingkungan atau diperoleh siswa berdasarkan pengalamannya. Beberapa hal yang

mendasari pentingnya konsep penilaian kognitif menurut Lazarus dan Folkman

(1986: 55) sebagai berikut:

a) Faktor Personal

Ada dua karakteristik individu yang berpengaruh atau menentukan suatu

penilaian kognitif yaitu komitmen (commitment) dan keyakinan (belief).

b) Faktor Situasional Faktor situasional

Faktor situasional yang mempengaruhi penilaian kognitif terbagi menjadi dua

faktor yaitu faktor situasional yang potensial dan temporal (Lazarus & Folkman,

1986: 83).

Stress adalah suatu kejadian atau rangsangan (stimulus) dari luar (stressor)

yang menyebabkan individu akan merasa tegang. Gejala stress dapat berupa aspek

biologis yaitu sakit kepala yang berlebihan, tidur menjadi tidak nyenyak,

gangguan pencernaan, hilangnya nafsu makan, gangguan kulit dan produksi

keringat yang berlebihan serta aspek psikologis yaitu gejala kognisi, gejala emosi

dan gejala tingkah laku..

Ahli saraf Walter Cannon menciptakan istilah homeostasis untuk lebih menentukan keseimbangan dinamis yang telah dijelaskan Bernard. Dia

(16)

eksperimen, dia menunjukkan respons "fight or flight" yang timbul pada manusia dan binatang ketika terancam. Selanjutnya, Cannon juga mengatakan bahawa

reaksi ini juga disebabkan oleh pelepasan neurotransmitters (neurotransmiter

adalah bahan kimia dalam tubuh yang membawa pesan ke dan dari saraf) dari

kelenjar adrenal, medula. Medula adrenal mengeluarkan dua jenis

neurotransmiter, yaitu epinefrin atau disebut sebagai adrenalin dan norepinefrin

(noradrenalin), dalam respon terhadap stres. Pelepasan neurotransmiter

menyebabkan efek fisiologis terlihat pada respon "fight or flight", misalnya, denyut jantung yang cepat, peningkatan kewaspadaan, dan lain-lain. (Nasution I.

K., 2007).

Hans Selye, mengatakan bahwa selain daripada respons tubuh, semasa stres

kelenjar pituitary juga memainkan peranan. Dia menggambarkan kontrol oleh

kelenjar sekresi hormon (misalnya, kortisol) yang penting dalam respon fisiologis

terhadap stres dengan bagian lain dari kelenjar adrenal yang dikenal sebagai

korteks. Selain itu, Selye sebenarnya memperkenalkan istilah tegangan dari fisika

dan rekayasa dan didefinisikan sebagai "respons bersama yang terjadi di setiap

bagian tubuh, fisik atau psikologis." (Nasution I. K., 2007). Dalam

eksperimennya, Selye menginduksi stres pada tikus dalam berbagai cara. Pada

tikus yang terkena tegangan konstan, berlakunya pembesaran kelenjar adrenal,

ulkus gastrointestinal dan atrofi sistem imun. (Nasution I. K., 2007)

Stres menyebabkan kelenjar hipotalamus melepaskan hormon adrenalin dan

kortisol melalui kelenjar adrenal. Hormon-hormon ini menyebabkan reaksi

(17)

 

yang penuh tekanan dan tantangan. Reaksi ini meliputi peningkatan denyut

jantung, peningkatan tekanan darah, dan peningkatan produksi glukosa untuk

meningkatkan pasokan energi serta menonaktifkan sementara sistem kekebalan

tubuh dan sistem pencernaan. Ini yang mungkin terjadi pada kelompok kontrol

apabila tidak penderita tidak diberikan psikoterapi apapun selama dirawat.

Tabel 2.1. Tahapan Stres dan Gejala

Dr. Robert J. Van Amberg (1979, cit. Hawari, 2001) membagi stres atas enam tahap. yaitu :

NO TAHAPAN STRESS TANDA DAN GEJALA

1 Stres tahap – I

Merupakan tahapan stres yang paling ringan

 semangat kerja yang berlebihan (overacting)

 penglihatan "tajam" tidak sebagaimana biasanya

 merasa senang dengan suatu pekerjaan dan semakin semangat

 mengerjakannya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis bahkan dihabiskan (all out)

 rasa gugup yang berlebihan

2 Stres tahap – II

Pada tahap ini dampak stres yang semula menyenangkan mulai menghilang dan mulai timbul keluhan-keluhan karena kekurangan energi yang disebabkan waktu istirahat yang kurang.

 merasa letih saat bangun pagi dimana seharusnya pada saat bangun pagi orang merasa segar.

 merasa lelah sesudah makan siang

 lekas capai menjelang sore hari

 jantung berdebar-debar

 sering mengalami keluhan pada lambung atau perut (bowel discomfort) otot punggung dan tengkuk terasa tegang

 tidak bisa santai 3 Stres tahap – III

Pada tahap ini keluhan yang terjadi semakin nyata dan mengganggu, hal ini diakibatkan karena keluhan yang terjadi pada stres tahap II diabaikan dan orang tetap memaksakan dirinya untuk bekerja.

 gangguan pada lambung dan usus (gastritis dan diare)

 ketegangan otot semakin terasa

 ketegangan emosional dan rasa tidak tenang semakin meningkat

 gangguan tidur (insomnia)

(18)

beban stres serta memberi kesempatan tubuh untuk istin menambah suplai energi yang sudah mengalami defisit. 4 Stres tahap – IV

Bila individu yang mengalami stres tahap III dinyatakan sehat oleh dokter yang memeriksanya sehingga individu tersebut terus memaksakan dirinya bekerja tanpa istirahat maka akan timbul gejala stres tahap IV.

 Terasa sulit untuk bertahan sepanjang hari

 Aktivitas pekerjaan yang semula terasa menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi terasa membosankan dan lebih sulit

 Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara ade kuat

 Tidak mampu melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari

 Gangguan pola tidur disertai mimpi yang menegangkan

 Seringkali menolak ajakan karena tidak ada semangat dan gairah

 Daya konsentrasi dan daya ingat menurun

 Timbul rasa ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya

5 Stres tahap – V

Bila keadaan stres terus berlanjut maka individu akan mengalami stres tahap V

 Kelelahan fisik dan mental semakin mendalam

 Tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang walaupun ringan dan sederhana

 Gangguan sistem pencemaan semakin parah (gastro-intestinal disorder)

 Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat mudah bingung dan panic

6 Stres tahap – VI

Merupakan tahap klimaks dimana individu mengalami panic attack dan perasaan takut mati. Tidak jarang individu yang mengalami stres tahap ini seringkali dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) meskipun pada akhirnya individu tersebut dipulangkan kembali karena tidak ditemukan kelainan fisik dan organ tubuh.

 Jantung berdebar sangat keras

 Susah bernapas (sesak dan megap-megap)

 Sekujur badan terasa gemetar, dingin, dan keringat bercucuran

 Tidak ada tenaga untuk melakukan hal-hal yang ringan sekalipun

 Pingsan dan kolaps

2.2. Reminiscence Therapy

(19)

 

Menurut Asosiasi Psikologi Amerika adalah suatu penggunaan riwayat hidup

baik melalui tulisan, ucapan/lisan ataupun keduanya yang bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan dan kenyamanan. Reminiscence therapy pertama kali diperkenalkan oleh seorang psikiatrik ternama yaitu Robert Butler pada tahun

1960. Reminiscence therapy digunakan dengan tepat seperti menggunakan photo, music atau benda-benda yang sangat familiar pada masa lalunya, untuk

mendorong pasien untuk berbicara mengenai memori mereka sebelumnya. Terapi

ini lebih disarankan kepada orang dewasa yang mempunyai masalah mood atau masalah memori atau kepada orang yang membutuhkan kesulitan seseorang dalam

kesiapan memasuki usia tua.

Menurut Bluck dan Levine (1998, dalam Collings, 2006) reminiscence

adalah proses yang dikehendaki atau tidak dikehendaki untuk mengumpulkan

kembali memori-memori seseorang pada masa lalu. Memori tersebut dapat

merupakan suatu peristiwa yang mungkin tidak bisa dilupakan atau peristiwa yang

sudah terlupakan yang dialami langsung oleh individu. Kemudian memori

tersebut dapat sebagai kumpulan pengalaman pribadi atau “disharingkan” dengan orang lain. Johnson (2005) mendefenisikan reminiscence adalah proses mengingat kembali kejadian dan pengalaman masa lalu, dan telah dibentuk sebagai suatu

topik utama baik dalam teori maupun aplikasi pada psikogerontologi. Menurut

Fontaine dan Fletcher (2003) reminiscence atau kenangan adalah suatu kemampuan pada lansia yang dipandu untuk mengingat memori masa lalu dan

(20)

adalah suatu terapi pada orang yang didorong (dimotivasi) untuk mendiskusikan

kejadian-kejadian masa lalu untuk mengidentifikasi keterampilan penyelesaian

masa lalu yang telah dilakukan mereka pada masa lalu. Berdasarkan beberapa

pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa terapi kelompok reminiscence

adalah suatu terapi yang dilakukan pada penderita secara berkelompok dengan

cara memotivasi penderita untuk mengingat kembali kejadian dan pengalaman

masa lalu serta kemampuan penyelesaian masalahnya kemudian disampaikan

dengan keluarga, teman, kelompok atau staf.

Therapy reminiscence adalah suatu terapi yang ditujukan untuk memulihkan depresi perasaan stress pada pasien. Dalam kegiatan terapi ini, terapis akan

membantu pasien yang mengalami stress pada gagal jantung untuk mengingat

kembali aspek positif dan hal-hal yang berarti bagi penderita pada masa lalunya.

Kemudian terapis juga membantu pasien untuk mengintegrasikan hal positif

tersebut dalam kehidupan sehari-hari pada saat ini. Proses ini diharapkan dapat

membantu penderita untuk menilai kehidupan yang telah dilaluinya sehingga

penderita dapat merasakan kepuasan atas kehidupannya tersebut. Therapy reminiscence merupakan hasil langsung dari hipotesis teori life review (Butler, 1963). Terapi ini pada dasarnya menekankan individu untuk merefleksikan

kehidupan mereka kembali atau mengulang kembali memori masa lalu. Melalui

refleksi ini individu untuk menyelesaikan konflik, mengatasi pengalaman masa

lalu yang menyakitkan sehingga individu tersebut mampu menyelesaikan masalah

(21)

 

Reminiscence melibatkan pertukaran memori antara orang tua dengan orang muda, teman dengan keluarga, caregivers dengan professional, melalui informasi, kebijaksanaan dan keterampilan. Pada intinya memberikan suatu nilai,

kepentingan, kebersamaan, kekuatan dan damai kepada penderita Alzheimer’s. Aktivitas therapy reminiscence biasanya digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari. Therapy reminiscence ini kita gunakan untuk mengatasi stress seperti dalam situasi berduka. Terapi ini membantu mengurangi gambaran diri yang buruk,

menciptakan perasaan intim serta memberikan arti yang special ketika berinteraksi

dengan orang lain.

Media yang dapat digunakan dalam therapy reminiscence adalah :

1. Secara visual; foto, lukisan yang mengingatkan kejadian masa lalu yang

menyenangkan

2. Musik; menggunakan lagu-lagu yang familiar dari radio, CD, atau

menciptakan musik menggunakan berbagai macam alat musik

3. Melalui indera pengecapan dan penghiduan; menggunakan parfum, makanan

4. Melalui indera peraba; memegang objek tertentu, merasakan tekstur, melukis

dan puisi.

Tipe terapi dan aktivitas reminiscence dapat digunakan oleh individu, kelompok dan keluarga. Kategori therapy reminiscence dibagi menjadi 3 kategori utama yaitu:

1. Simple reminiscence.

Terapi ini merupakan refleksi informasi masa lalu dengan cara yang

(22)

2. Evaluative reminiscence adalah evaluasi masa lalu dan digunakan sebagai pendekatan pemecahan konflik

3. Offensive-defensive reminiscence merupakan kegiatan pengulangan informasi yang tidak menyenangkan dan meningkatkan stress. Keluarga dan teman

terdekat dapat memberikan informasi dan subjek penting yang menyedihkan

bagi lanjut usia sehingga membutuhkan dukungan yang penuh dari perawat.

Berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti dinyatakan bahwa reminiscence therapy dapat memberikan kemudahan untuk memperbaiki perasaan depresi dan perasaan kesepian dan meningkatkan kenyamanan psikologi. Penelitian juga

menyokong pandangan bahwa reminiscence therapy termasuk riwayat pekerjaan dapat meningkatkan hubungan antara orang yang mengalami dementia dan karir

mereka dengan cara memberikan keuntungan pada keduanya. Keuntungan lain

dilaporkan termasuk peningkatan kesempatan untuk memberikan perawatan

secara personal dan individual dan membantu individu untuk bergerak antara

perbedaan lingkungan perawatan seperti perawatan dirumah atau diantara

perawatan dirumah.

Reminiscence therapy dapat diselenggarakan secara formal atau informal secara individu, keluarga atau group. Reminiscence therapy menyajikan perbedaan fungsi psikologi termasuk taxonomy yang diperkenalkan oleh Webster. Skala fungsi reminiscence yang dibuat Webster’s termasuk delapan alasan kenapa orang mengingat : penurunan rasa bosan, peningkatan kebencian, persiapan

kematian, percakapan, identitas, mempertahankan keintiman, pemecahan masalah,

(23)

 

reminiscence untuk meningkatkan efek dan kemampuan koping, walaupun keefektifan terapi ini masih diperdebatkan.

Therapy reminiscence merupakan salah satu terapi modalitas yang dapat menurunkan beberapa gangguan kesehatan yang dialami lansia, antara lain lupa

ingatan, dimensia, depresi dan kecemasan (Winslow, 2009). Menurut Coaten

(2001) therapy reminiscence atau mengenang suatu kejadian di masa lalu dapat memberikan rasa nyaman dan tenang tentang apa yang telah terjadi sebelumnya di

masa lalu. Pasien diharapkan dapat terlibat aktif dalam berbagi cerita masa lalu

pada suatu kelompok. Selain itu, therapy reminiscence dapat meningkatkan interaksi sosial penderita dengan orang lain yang menjadi lawan bicaranya.

Reminiscence therapy terdiri dari berbicara, komunikasi dan inklusi pada seorang pasien dengan pasangannya atau group. Terapi ini berguna dalam

hubungannya antara 2 (dua) orang atau lebih untuk menstimulus memori manusia

yang mempunyai dementia dengan menggunakan isi seperti gambar-gambar dan

hal-hal fisik sebagai katalisator dalam merangsang memori. Hal tersebut akan

mengirimkan sinyal kepusat informasi, pada pusat perawatan dirumah. Satu

keuntungan utama dari reminiscence therapy adalah bahwa ini adalah merupakan proses yang informal yang memerlukan latihan yang panjang maupun kualifikasi

untuk mengaturnya. Hal ini dapat digunakan pada hal dasar dan dapat juga

dikombinasikan dengan terapi yang lain secara personal ataupun sesi grup.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan reminiscence therapy juga menciptakan ikatan yang lebih kuat antara karir dan tempat tinggal dengan

(24)

memahami tentang individu dengan latar belakang demensia. Ini memberikan

transisi yang lebih lembut dan lebih cepat dalam menseting perawatan dirumah dan dapat juga menolong provider dalam memberikan perawatan dirumah dengan pendekatan langsung pada pasien.

Reminiscence menunjukkan memori panjang pada masa lampau. Hal ini sangat familiar pada kita dan dapat dimanfaatkan untuk keuntungan yang lainnya. Untuk orang dengan penyakit alzheimer akan memberi harapan untuk melakukan

reminiscence yang sangat bermanfaat pada diri mereka sendiri dan kemampuan interpersonal. Reminiscence mempengaruhi perubahan memori pada orang tua dan muda, teman dan keluarga, dengan caregiver dan profesional, menyampaikan informasi, kebijaksanaan dan keahlian. Ini adalah suatu hal yang memberikan

orang dengan penyakit alzheimer akan mempunyai nilai, kepentingan, kasih sayang, kekuatan dan kedamaian.

Kegiatan reminiscence therapy digunakan secara berkesinambungan pada kehidupan sehari-hari pada waktu stress seperti saat berkabung, ini juga dapat

menurunkan kejadian kecelakaan pada gambaran diri dan dapat mengkreasikan

perasaan yang intim dan memberikan arti spesial untuk bersosialisasi dengan

orang lain. Inti kegiatan therapy reminiscence yang berfokus pada eksplorasi keberhasilan yang pernah dicapai penderita akan sangat mendukung pemulihan

stress pada penderita gagal jantung. Dalam proses kegiatan terapi ini tentunya

terapi dapat memotivasi dan memfasilitasi penderita untuk mengingat kembali

pengalaman keberhasilan atau suka cita yang pernah dialami penderita sehingga

(25)

 

berlangsung. Perasaan bahagia dan bangga ini kemudian diintegrasikan dengan

kemampuan dan keberhasilan penderita saat ini. Dengan demikian melalui

kegiatan therapy reminiscence ini penderita masih dapat memotivasi dirinya untuk menimbulkan perasaan bahagia dan bangga dengan diri sendiri sehingga

perasaan-perasaan negatif dan kesedihan yang dirasakan dapat menjadi berkurang atau

bahkan hilang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chiang, et al., (2009) bahwa

therapy reminiscence dapat menurunkan stress dan perasaan-perasaan negatif pada penderita gagal jantung. Frazer, Christensen dan Griffiths (2005) dalam

penelitian pada 23 orang lansia menyimpulkan therapy reminiscene efektif untuk menurunkan depresi. Timbulnya perasaan senang dan bangga merupakan upaya

untuk meminimalkan tanda dan gejala stress dan depresi. Bohlmeijer (2003;

Haight & Burnside, 1993, dalam Ebersole, et al., 2005) menyatakan bahwa

therapy reminiscence dapat menjadi suatu terapi yang efektif untuk gejala stress dan depresi. Menurut pernyataan Stuart (2009) bahwa therapy reminiscence

digunakan untuk membantu individu mencapai perasaan integritasi, meningkatkan

harga diri dan menstimulasi individu untuk berpikir tentang dirinya sendiri dan

perawat mempunyai kesempatan untuk memfokuskan, memberikan refleksi dan

penguatan atas perasaan individu terhadap nilai dirinya sendiri. Pada therapy reminiscence penderita mendapat kesempatan untuk menyampaikan kemampuan positif yang telah dialaminya. Kemampuan positif tersebut dapat berkaitan dengan

kegiatan fisik seperti pengalaman bermain pada masa anak-anak, pengalaman

rekreasi pada masa remaja dan pengalaman pekerjaan pada masa dewasa. Topik

(26)

dan barangkali masah ada sebagian kemampuan tersebut yang masih dimiliki

penderita sampai saat ini. Selanjutnya dalam proses terapi, terapi dapat

menerapkan konsep caring terhadap penderita. Terapi dapat membantu penderita untuk menemukan kembali kemampuan-kemampuan yang masih dimiliki oleh

penderita. Hal ini dapat menjadikan therapy reminiscence dapat memulihkan perasaan ketidakberdayaan dan stress pada penderita gagal jantung. Sesuai

dengan pernyataan Fontaine dan Fletcher (2003) diri dan memahami diri serta

beradaptasi terhadap stress.

Frisch dan Frisch (2006) menegaskan bahwa therapy reminiscence dilakukan untuk meningkatkan fungsi kognitif. Peningkatan fungsi kognitif diharapkan

dapat meningkatkan kemampuan penderita untuk menilai kehidupan yang telah

dilaluinya khususnya yang berkaitan dengan pengalaman positif sehingga

penderita dapat mencapai kepuasan pada hidupnya. Stuart (2009) juga

menegaskan bahwa therapy reminiscence berguna untuk membantu penderita menstimulasi pikirannya tentang diri sendiri. Dalam proses kegiatan therapy reminiscence terapi memberikan kesempatan pada penderita untuk melakukan hubungan dan komunikasi dengan orang lain sesama anggota kelompok. Kegiatan

ini tentunya dapat memberikan dampak positif pada kemampuan penderita dalam

menciptakan hubungan antara interaksi dengan orang lain. Boyd dan Nihart

(1998) menyatakan bahwa therapy reminiscence bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi dan hubungan dengan orang lain dan juga meningkatkan

(27)

 

terapi yang memberikan perhatian terhadap kenangan terapeutik pada manusia

(Webster, 1999), dalam Collins 2006). Dalam kegiatan terapi ini, terapi akan

memfasilitasi penderita untuk mengumpulkan kembali memori-memori masa lalu

sejak masa anak, remaja dan dewasa serta hubungan penderita dengan keluarga

kemudian dilakukan sharing dengan penderita lain. Melalui terapi ini diharapkan penderita akan mengenang kembali masa lalunya yang menyenangkan.

Eriskson (1963, dalam Johnson, 2005) mendefenisikan bahwa kenangan

masa lalu akan meningkatkan integritias penerimaan diri dan siklus hidup sebagai

sesuatu yang telah terjadi dan apa adanya oleh karena kebutuhan, dikehendaki

tanpa ada penggantian. Therapy reminiscence ini memberikan manfaat untuk memelihara identitas individu karena penderita akan menggunakan pengalaman

masa lalunya untuk mempertahankan pendapatnya dari kritik (Lewis, 1971, dalam

Johnson, 2005). Berdasarkan yang telah dilakukan oleh Lewis ini, intervensi

therapy reminscence pada penderita gagal jantung dapat meningkatkan integritas dirinya yang tentunya juga akan meningkatkan harga diri. Peningkatan harga diri

pada pasien berarti telah mengeliminasi perasaan tidak berharga dan tidak berguna

yang dialaminya.

Life review menurut Butler (1963, dlam Wheeler, 2008) adalah suatu proses “melihat masa lalu” individu dan diobservasi nilai terapeutiknya yang

direfleksikan dengan segera pada saat itu juga dan dijadikan sebagai cara

penyelesaian masalah saat ini. Wheeler (2008) secara terperinci memberikan

(28)

Tabel 2.2. Perbedaan therapy reminiscence dan life riview

No Kriteria Reminiscence Life Review

1 Sifat  Interaksi verbal antara 2 orang atau lebih yang menimbulkan memori  Melibatkan ingatan secara

cepat (kilat) dan interaksi yang spontan atau diksusi kelompok dengan tema yang telah difokuskan

 Tidak ada evaluasi kehidupan berfokus pada

memori yang menyenangkan

 Berfokus pada kejadian-kejadian atau pengalaman-pengalaman masa lalu buka kejadian-kejadian sekarang

 Dilakukan antara terapi dan penderita yaitu 1 : 1

 Proses mengingat kembali seluruh kejadian semasa hidup secara berurutan

 Daya ingat (recall) harus berisi suatu evaluasi atau analisa komponen untuk persiapan waktu yang akan datang

 Mengingat kembali kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman masa lalu atau sekarang

2 Kejadian yang diingat kembali

 Kedua; waktu bahagia dan sedih

 Keduanya; waktu bahagia dan sedih

3 Batasan waktu  Tdak ada alokasi waktu yang spesifik

 Biasanya menggunakan 4-6 minggu

4 Tujuan  Menurunkan isolasi

 Meningkatakan sosialisasi, hubungan dan persahabatan  Meningkatkan harga diri  Meningkatan kepuasan

hidup

 Integritas

 Meningkatkan harga diri  Menurunkan depresi

 Meningkatkan kepuasan hidup  Kedamaian

5 Karakteristik pasien

 Lansia dengan kognitif yang baik dan kerusakan kognitif tingkat ringan dan sedang

 Dapat berfokus pada diri sendiri dan pada orang lain dalam kelompok

 Mungkin lebih sulit dalam kelompok reminiscence jika pasien mempunyai banyak kejadian traumatik atau berhati-hati

 Kognitif yang baik dan kerusakan kognitif ringan

 Berfokus pada diri sendiri  Biasanya pengalaman yang

mencetuskan kejadian dalam hidup

Dari perbedaan yang dikemukan Wheeler diatas, life review hanya dapat dilakukan secara individu, penderita harus mempunyai kemampuan untuk menilai

(29)

 

harga diri dan menurunkan depresi dan stress. Secara khusus terapi ini belum

memberikan kesempatan pada penderita untuk meningkatkan interaksi dengan

orang lain, sehingga penyelesaian masalah isolasi sosial belum tentu dapat

tercapai secara optimal. Untuk membedakan terapi ini dari reminiscence, Butler (1963, dalam Wheeler, 2008) juga mengatakan bahwa life review merupakan suatu tipe dari therapy reminiscence. Frazer, Christensen dan Griffiths (2005) menyatakan bahwa life review serupa dengan reminiscence. Reminiscence lebih mengarah pada kegiatan mengingat kembali kejadian spontan pada masa lalu yang

menyenangkan sedangkan therapy life review lebih terstruktur dan melibatkan evaluasi tentang kehidupan individu.

Therapy reminiscence merupakan salah satu intervensi keperawatan spesialis yang dapat dilaksanakan secara individu maupun kelompok. Terapi ini lebih

utama ditujukan pada penderita yang mengalami depresi. Therapy reminiscence

yang dilakukan secara kelompok akan lebih memberikan kesempatan kepada

sesama pasien untuk saling berbagi pengalaman masa lalu untuk mencapai

integritas diri.

2.2.2. Manfaat Therapy Reminiscence

Menurut Fontaine dan Fletcher (2003) therapy reminiscence bertujuan untuk meningkatkan harga diri dan membantu individu mencapai kesadaran diri dan

memahami diri, beradaptasi terhadap stress dan melihat bagian dirinya dalam

konteks sejarah dan budaya. Sedangkan menurut Nussbaum, Pecchioni, Robinson

(30)

bertujuan untuk menciptakan kebersamaan kelompok dan meningkatkan

keintiman sosial.

Frisch dan Frisch (2006) juga menyatakan bahwa therapy reminiscence

bertujuan untuk meningkatkan harga diri dan sosialisasi. Tujuan lain dilakukannya

therapy reminiscence adalah untuk meningkatkan fungsi kognitif, kemampuan berkomunikasi dan fungsi perilaku (RIPFA, 2006). Boyd dan Nihart (1998) dan

Bohlmeijer (2003; Haight & Burnside, 1993, dalam Ebersole, et all., 2005)

menyatakan bahwa therapy reminiscence bertujuan tidak hanya untuk memberikan pengalaman yang menyenangkan untuk meningkatkan kualitas

hidup, tetapi juga meningkatkan sosialisasi dan hubungan dengan orang lain,

memberikan stimulasi kognitif, meningkatkan komunikasi dan dapat menjadi

suatu terapi yang efektif untuk gejala depresi. Terapi kelompok reminiscence

mempunyai potensi untuk menurunkan isolasi sosial, memperbaiki fungsi kognitif

dan depresi dan meningkatkan harga diri, perasaan berharga, keterampilan sosial

dan kepuasan hidup (Chao, et al., 2006; Lin, et al., 2003), dalam Parese, Simon &

Ryan, 2008).

Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa therapy reminiscence yang diberikan pada penderita gagal jantung berguna untuk memotivasi diri penderita

dan perasaan yang tidak mempunyai harapan, membantu penderita untuk

mencapai kesadaran diri, meningkatkan kemampuan beradaptasi terhadap stress

dengan mengadopsi keterampilan penyelesaian maalah dimasa lalu serta

meningkatkan hubungan sosial penderita. Hal ini berarti therapy reminiscence

(31)

 

dan keputusasaan serta meningkatkan kemampuan sosial penderita dengan orang

lain sehingga perasaan ketidakberdayaan, keputusasaan dan isolasi sosial pada

penderita gagal jantung dengan stress diharapkan dapat teratasi.

2.2.3. Tipe Therapy Reminiscence

Kennard (2006) mengkategorikan ada 3 tipe utama therapy reminiscence, yaitu :

a. Simple atau Posittive Reminiscence

Tipe ini untuk merefleksikan informasi dan pengalaman serta perasaan yang

menyenangkan pada masa lalu. Cara menggali pengalaman tersebut dengan

menggunakan pertanyaan langsung yang tampak seperti interaksi sosial

antara penderita dan terapi. Simple reminiscence ini bertujuan untuk membantu beradaptasi terhadap kehilangan dan memelihara harga diri

b. Evaluative Reminiscence

Tipe ini lebih tinggi dari tingkatan pertama, seperti pada therapy life review

atau pendekatan dalam menyelesaikan konflik

c. Offensive Defensive Reminiscence

Tipe ini dikatakan juga berkala, tidak menyenangkan dan informasi yang

tidak menyenangkan. Pada tipe ini dapat menyebabkan atau menghasilkan

perilaku dan emosi. Tipe ini juga dapat menimbulkan resolusi terhadap

informasi yang penuh konflik dan tidak menyenangkan.

(32)

2.2.4. Media Dalam Therapy Reminiscence

Media yang digunakan dalam kegiatan therapy reminiscence adalah benda-benda yang berhubungan dengan masa lalu penderita. Menurut Collins (2006)

media yang dapat digunakan dalam kegiatan therapy reminiscence adalah

reminiscence kit (kotak yang diisi dengan berbagai barang-barang pada masa lalu, majalah, alat untuk memasak, dan membersihkan), foto pribadi masing-masing

anggota, alat untuk memutar musik dan video, video dan kaset, buku, pulpen,

stimulus bau yang berbeda (seperti coffee, keju, cuka), rasa (seperti coklat, jeruk,

kulit pie dan lain-lain), dan bahan-bahan lain untuk menstimulasi sensori sentuhan

(seperti bulu binatang, wol dan flanel, pasir, lumpur dan lain-lain). Media ini

dapat pula digunakan untuk kegiatan therapy reminiscence yang dilakukan secara berkelompok.

Benda-benda masa lalu ini digunakan sebagai media untuk membantu

penderita mengingat kembali masa lalunya berkaitan dengan benda tersebut.

Media ini diharapkan akan mempercepat daya ingat penderita untuk mengingat

kembali pengalaman masa lalunya yang berkaitan dengan benda tersebut dan akan

diceritakan pada orang lain sehingga proses dan tujuan terapi dapat tercapai.

2.2.5. Penatalaksanaan Therapy Reminiscence

Menurut Kennard (2006) dan Ebersole, et al., (2006) therapy reminiscence

dapat diberikan pada penderita secara individu, keluarga maupun kelompok.

(33)

 

dicapai apabila terapi ini dilaksanakan secara kelompok adalah penderita akan

mempunyai kesempatan untuk berbagi (sharing) pengalaman dengan anggota kelompok, meningkatkan kemampuan komunikasi dan sosialisasi penderita serta

efisiensi biaya dan efektifitas waktu.

Selain media yang berkaitan dengan benda masa lalu penderita, perawat juga

memerlukan item pertanyaan yang berkaitan dengan masa lalu penderita sesuai

dengan topik pada setiap pelaksanaan terapi. Beberapa pertanyaan yang diajukan

perawatan untuk review kehidupan dan pengalaman penderita menurut Haights (1989, dalam Collins, 2006) adalah sebagai berikut :

a. Masa anak-anak

1. Hal apa yang pertama kali yang paling diingat selama hidup saudara ?

Coba ingat jauh kebelakang semampu saudara

2. Hal apa lagi yang dapat diingat tentang masa kecil saudara ?

3. Masa kecil yang seperti apa yang saudara alami ?

4. Seperti apakah orang tua Saudara ? Apakah mereka orang tua yang

keras atau lemah ?

5. Apakah saudara mempunyai kakak atau adik ? ceritakan tentang

mereka satu persatu

6. Apakah seseorang yang dekat dengan saudara meninggal ketika

saudara sedang tumbuh ?

7. Apakah orang yang penting bagi saudara telah pergi ?

8. Apakah saudara ingat suatu peristiwa yang membuat saudara

(34)

9. Apakah saudarah ingat pernah mendapat suatu kecelakaan ?

10.Apakah saudara ingat pernah berada pada situasi yang sangat

berbahaya ?

11.Adakah sesuatu yang dulunya sangat penting tapi telah hilang, musnah

atau rusak ?

12.Apakah tempat ibadah termasuk hal penting dalam hidup saudara ?

13.Apakah saudara senang sebagai laki-laki atau perempuan ?

b. Masa Remaja

1. Apa yang saudara pikirkan tentang diri dan hidup saudara sebagai

remaja, apa yang saudara ingat pertama kali masa ini ?

2. Hal apa saja yang paling berkesan yang terekam dimemori saudara

sebagai seorang remaja ?

3. Siapa orang yang penting bagi saudara saat ini ? Ceritakan pada saya

tentang mereka

4. Apakah saudara menghadiri tempat ibadah dan bagaimana dengan

grup saudara ?

5. Apakah saudara pergi ke sekolah ? Apa arti sekolah bagi saudara ?

6. Apakah saudara bekerja selama tahun ini ?

7. Ceritakan pada saya pengalaman-pengalaman tersulit selama masa

remaja?

8. Ingatkah saudara bagaimana perasaan saudara dimana tidak cukup

tersedianya makanan atau kebutuhan penting lainnya dalam hidup

(35)

 

9. Ingatkah bagaimana perasaan saudara saat sendirian, merasa terbuang,

tidak mendapatkan cukup cinta dan kasih sayang selama masa

anak-anak atau remaja ?

10. Bagian apa dari masa remaja saudara yang menyenangkan ?

11. Bagian apa dari masa remaja saudara yang tidak menyenangkan ?

12. dari beberapa yang saudara ingat, apakah dapat dikatakan saudara

bahagia atau tidak sebagai remaja ?

13. Ingatkah pertama kalinya saudara tampil menarik perhatian dihadapan

banyak orang ?

14. Bagaimana perasaan saudara tentang aktivitas seksual dan bagaimana

identitas seksual saudara sendiri ?

c. Keluarga dan Rumah

1. Bagaimana selama ini orang tua saudara menjalani kehidupan

perkawinan?

2. Bagaimana orang lain dalam kehidupan keluarga saudara selama ini ?

3. Bagaimana suasana didalam keluarga saudara sejak dahulu hingga

kini ?

4. Pernahkah saudara mendapat hukuman saat kecil ? untuk apa ? siapa

yang memberikan hukuman ? siapa yang menjadi “Boss” pada saat itu?

5. Ketika saudara menginginkan sesuatu dari orang tua, bagaimana

(36)

6. Orang yang seperti apa yang disukai oleh orang tua saudara ? yang

terakhir?

7. Siapa orang terdekat dikeluarga saudara ?

8. Siapa dikeluarga saudara yang paling saudara sukai ? Dalam hal apa ?

d. Masa Dewasa

1. Tempat apa yang menurut saudara adalah tempat yang religius

sepanjang hidup saudara

2. Sekarang saya ingin berbicara tentang hidup saudara sebagai orang

dewasa, dimulai pada saat usia saudara 20 tahunan. Ceritakan pada saya

tentang kejadian-kejadian penting yang terjadi selama usia dewasa

saudara

3. Kehidupan mana yang saudara sukai, ketika saudara usia 20 tahunan

atau 30 tahunan ?

4. Orang seperti apakah diri saudara sekarang ini ? Apakah saudara

menikmatinya ?

5. Ceritakan tentang pekerjaan saudara ? Apakah saudara menikmati

pekerjaan saudara ? Apakah gaji yang saudara dapatkan cukup untuk

hidup ?

6. Apakah hubungan saudara dengan orang lain berjalan baik ?

7. Apakah saudara menikah ? (jika ya), Seperti apakah istri / suami

saudara? (Jika belum) Mengapa belum menikah ?

8. Apakah saudara pikir menikah lebih baik atau bahkan lebih buruk ?

(37)

 

9. Secara keseluruhan apakah saudara mendapatkan kebahagiaan atau tidak

dari perkawinan saudara ?

10.Menurut saudara apakah seks itu penting ?

11.Hal apa yang paling sulit saudara temukan selama masa dewasa ini :

a) Apakah seseorang yang dekat dengan saudara meninggal atau

pergi ?

b) Pernahkan saudara sakit atau mendapat kecelakaan ?

c) Apakah saudara sering pindah tempat tinggal ? sering pindah

tempat kerja ?

d) Apakah saudara pernah merasa kesepian ? Merasa terbuang ?

e) Apakah saudara pernah merasa diperlukan ?

e. Kesimpulan

1. Secara keseluruhan, saudara pikir kehidupan seperti apa yang telah

saudara dapatkan ?

2. Jika saudara akan diberikan kesempatan untuk merubah hidup, apa yang

akan saudara ubah ? Apa yang akan saudara pertahankan ?

3. Kita sudah membicarakan tentang kehidupan saudara beberapa saat tadi.

Mari kita diskusikan semua perasaan dan ide-ide saudara tentang

kehidupan saudara. Apa yang ingin saudara katakan tentang tujuan

hidup ? (Coba 3 tujuan dan mengapa ? )

4. Setiap orang pernah merasa kecewa. Hal apa yang masih membuat

(38)

5. Hal apa yang paling berat dalam hidup saudara ? coba ceritakan dengan

jelas

6. Dalam periode yang mana, kejadian yang membuat hidup saudara

bahagia ?

7. Dalam periode yang mana, kejadian yang tidak membua saudara tidak

bahagia? Mengapa hidup saudara lebih bahagia sekarang ?

8. Apa yang membuat saudara merasa bangga dalam hidup saudara ?

9. Jika saudara dapat tinggal dalam satu usia sepanjang hidup saudara, usia

yang mana yang akan saudara pilih ? Mengapa ?

10.Apakah saudara pikir saudara sudah berbuat suatu hal dalam hidup

saudara? Lebih baik atau lebih buruk dari apa yang saudara harapkan ?

11.Mari kita bicarakan tentang diri saudara sekarang ini. Hal apa yang

terbaik di usia saudara sekarang ini ?

12.Hal apa yang membuat saudara khawatir di usia sekarang ini ?

13.Hal apa yang sangat penting bagi saudara pada kehidupa saudara

sekarang ini?

14.Apa yang saudara harapkan akan terjadi pada diri saudara sepanjang

bertambahnya usia saudara ?

15.Apa yang saudara takutkan akan terjadi sepanjang bertambahnya usia

saudara?

16.Apakah kamu santai / rileks selama menjalani review hidup saudara ?

Selain media berupa benda-benda yang berhubungan dengan masa lalu

(39)

 

pada masa anak, remaja, dewasa dan pengalaman dengan keluarga dan dirumah

juga diperlukan sebagai pedoman dalam pelaksanaan therapy reminiscence.

Stinson (2009) dalam penelitiannya tentang struktur therapy kelompok reminiscence sebagai suatu intervensi keperawatan pada penderita mengemukakan pedoman (protokol) dalam pelaksanaan therapy kelompok reminiscence yang dilakukan dalam 6 minggu dan terdiri atas 12 sesi.

Parese, Simon dan Ryan (2008) dalam penelitian tentang promosi

pengalaman positif siswa klinik dengan lansia melalui penggunaan therapy kelompok reminiscence juga menyampaikan kegiatan dan sesi yang dilakukan dalam terapi tersebut. Jones (2003) dalam penelitiannya tentang therapy kelompok reminiscence pada lansia wanita dengan depresi melakukan kegiatan terapi sebanyak enam (6) sesi dengan berpedoman pada nursing intervention classification (NIC) untuk therapy kelompok reminiscence yang biasanya digunakan pada unit perawatan yang lama. Berdasarkan pada ketentuan NIC therapy kelompok reminiscence dipusatkan kepada 6 topik yang diikuti oleh partisipan untuk mengingat kejadian yang berarti dari masa lalu mereka yaitu :

1. Perkenalan Leader (pemimpin) dan semua anggota yang dikonsentrasikan pada latar belakang pribadi anggota kelompok

2. Mengingat masa lalu melalui lagu-lagu dari tahun 1920 sampai 1950

3. Mendiskusikan aktivitas (kegiatan) yang menyenangkan pada masa lalu

(40)

6. Mengingat John Glen dalam peluncuran roket yang pertama kemudian

penutup

2.2.6. Peran Perawat Dalam Therapy Reminiscence

Menurut Bornat (1994) therapy reminiscence merupakan salah satu tehnik terapi yang dilaksanakan oleh tenaga profesional dalam berbagai tempat (setting). Meiner dan Lueckenotte (2006) juga menegaskan bahwa therapy reminiscence

melibatkan seorang fasilitator dengan latar belakang sebagai perawat profesional.

Perawat spesialis jiwa baik tingkat magister maupun doktor merupakan salah satu

tenaga profesional yang bekerja disemua tempat, dari praktek pribadi, rumah

perawatan (home health care), sekolah, komunitas dan unit perawatan akut dirumah tahanan (Fontaine & Fletcher, 2003). Hal ini memberikan penguatan

bahwa therapy reminiscence dapat diberikan oleh seorang perawat spesialis jiwa atau magister keperawatan jiwa.

Peran adalah seperangkat perilaku yang diharapkan oleh orang lain. Perawat

spesialis jiwa menurut Fontaine dan Fletcher (2003) mempunyai peran yang

berfokus pada promosi kesehatan, pencegahan sakit, pendidikan dan konseling.

Perawat spesialis jiwa mempunyai peran memberikan pendidikan dalam hal terapi

individu dan kelompok. therapy reminiscence merupakan salah satu terapi yang dapat diberikan pada penderita baik bersifat individu maupun kelompok dalam

rangka upaya pencegahan depresi dan stress maupun pemulihan kondisi depresi

(41)

 

Kegiatan perawatan spesialis jiwa dalam pelaksanaan therapy kelompok reminiscence meliputi aktivitas memilihkan tempat yang nyaman, mengatur waktu yang tepat, menyediakan media seperti gambar dan benda lain yang patut

dikenang, memotivasi dan mendengarkan penderita untuk menceritakan serta

sharing pengalaman masa lalunya dengan anggota kelompok (Fontaine & Fletcher, 2003); Meiner & Lueckenooter, 2006).

Menurut Mc Closkey dan Bulechek (1994, dalam Jones, 2003) intervensi

keperawatan pada therapy reminiscence yang umumnya digunakan dalam perawatan yang lama adalah menentukan tempat yang nyaman, menetapkan

waktu yang cukup, mendorong ekspresi verbal tentang kejadian masa lalu baik

positif maupun negatif, bertanya dengan pertanyaan terbuka tentang kejadian

masa lalu, memotivasi untuk menulis kejadian masa lalu, memainkan tape

recorder sesuai dengan kenangan masa lalu penderita, meminta keluarga untuk

membawa album foto atau buku kenangan, membantu pasien untuk memulai dari

asal usul keluarga, memotivasi pasien untuk menulis teman-teman lamanya,

menggunakan keterampilan berkomunikasi seperti memfokuskan, refleksi dan

mengulang untuk mengembangkan hubungan, memberikan komentar tentang

mutu afektif dari kenangan masa lalu dengan cara empati, gunakan pertanyaan

langsung untuk memfokuskan kembali pada kejadian-kejadian dalam hidup (jika

pasien menyimpan), berikan penjelasan kepada anggota keluarga tentang manfaat

reminscence, ukur (tetapkan) lama sesi berdasarkan atas perhatian pasien, hindari menggunakan orang-orang yang menyatakan dalam keadaan generatif atau orang

(42)

sebelumnya, monitor adanya defensif tentang masa lalu dan ulangi sesi dalam

seminggu atau lebih sering dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Reminiscence therapy adalah suatu tindakan non farmasi yang diberikan kepada pasien yang mengalami depresi, kecemasan dan stress terhadap sesuatu

pada dirinya. Terapi ini lebih menekankan pada proses mengingat dengan

mengguakan benda-benda yang sangat familiar pada masa lalunya sehingga

dengan pemberian terapi mengingat ini diharapkan pasien tidak lagi mengalami

kecemasan dan stress serta pasien lebih siap dalam menghadapi permasalahan

pada dirinya. Reminiscence therapy ini dapat dilakukan 4, 6, 8 atau 12 sesi tergantung pada keadaan dan keperluan terapi diberikan.

2.3. Problem Solving Therapy

Problem solving therapy (PST) adalah suatu tindakan psikologi yang diberikan secara singkat dan berfokus yang digunakan pada berbagai penderita

termasuk orang dengan depresi, penyakit kronik dan kecenderungan pikiran dan

perilaku bunuh diri.

Problem solving therapy (PST) adalah suatu tindakan psikologi atau “terapi berbicara”. Problem solving therapy (PST) biasanya diberikan secara serial antara empat sampai delapan sesi. Selama sesi ini terapi dan penderita saling

bekerjasama untuk mengidentifikasi setiap masalah yang terjadi pada kehidupan

penderita dan difokuskan pada satu masalah atau lebih sementara terapi

(43)

 

masalah meningkatkan konsentrasi penderita dalam pendekatan pemecahan

masalah.

Terapi dapat memilih untuk menggunakan problem solving therapy (PST)

secara komplit atau terstruktur pada selama terapi pada penderita mereka atau

dapat memilih untuk menambahkan problem solving therapy (PST) untuk pada program lain yang digunakan oleh mereka. Tujuan dari program traininig

diberikan adalah memberikan kedekatan antara penderita dan terapi dengan

menurunkan resiko kerugian pada diri dengan keterampilan dan pengetahuan yang

baru yang dapat ditambahkan mereka pada “toolkit” terapi mereka.

Problem solving therapy (PST) melibatkan pasien untuk belajar atau melakukan kegiatan keterampilan pemecahan masalah. Keterampilan ini dapat

digunakan kepada permasalahan kehidupan secara spesifik yang digabungkan

dengan psikologi dan gejala somatic. Problem solving therapy (PST) sangat cocok digunakan pada praktek secara umum pada kondisi pasien yang mengalami

kondisi gangguan mental secara umum dan telah diketahui sebagai perawatan

yang cukup efektif pada penderita depresi sebagai anti depresan. Problem solving therapy (PST) mempunyai langkah-langkah secara berseri. Terapis membantu pasien untuk mengembangkan keterampilan kemampuan baru dan kemudian

mendukung mereka untuk melaksanakannya melalui langkah-langkah dari terapi

untuk menentukan dan melaksanakan pemecahan masalah yang telah diseleksi

(44)

solving therapy (PST) akan mempengaruhi kemampuan dan fokus pada keterampilan mereka ini.

Problem solving therapy (PST) kadang-kadang disebutkan sebagai “pemecahan masalah secara terstruktur” merupakan satu strategi fokus psikologi

(FPS) yang didukung oleh Medicare dibawah asuhan yang lebih baik yang digunakan sewajarnya pada para praktisi umumnya. Problem solving therapy (PST) mempengaruhi pasien belajar keterampilan pemecahan masalah yang baru atau lebih aktif dari pembelajaran sebelumnya. Kemampuan ini dapat

ditambahkan kepada permasalahan kehidupan spesifik yang disatukan dengan

psikologi dan gejala somatik. Problem solving therapy (PST) telah dijelaskan sebagai suatu hal yang pragmatik, efektif dan gampang untuk dipelajari. Ini adalah

model pendekatan yang membuat perasaan pasien dan proffesional, dan tidak

memerlukan latihan yang tahunan dan sangat efektif dalam menseting perawatan

dasar. Telah dijelaskan bahwa hal ini sangat cocok digunakan para praktisi dan

hanya memerlukan 15-30 menit untuk konsultasi.

Problem solving therapy (PST) lahir dari teori dasar sosial Problem solving therapy (PST) yang mengidentifikasi tiga langkah yang jelas untuk penetapan masalah yaitu :

a. Penemuan / pendapat (menemukan masalah)

b. Perbuatan / pertunjukkan (mengidentifikasi pemecahan masalah)

c. Verifikasi (penetapan hasil)

(45)

 

penelitian yang paling banyak adalah depresi. Dalam kontrol uji coba secara acak,

Problem solving therapy (PST) telah menunjukkan lebih efektif daripada placebo dan seimbang keefeketifannya dengan pengobatan anti depresan (Tricyclic dan

serotinin inhibitor/SSRIs). Satu penelitian yang terbaru dengan menggunakan

meta analisis pada 22 pelajar dilaporkan dengan kondisi depresi, Problem solving therapy (PST) sangat efektif sebagai pengobatan dan terapi psikososial yang lain dan lebih efektif daripada tidak dirawat. Untuk pasien dengan kecemasan,

keuntungan dari Problem solving therapy (PST) adalah menurunkan kecemasan yang cenderung menetap. Problem solving therapy (PST) juga membantu sekelompok pasien untuk lebih sering dirawat oleh terapis yang meliputi dengan

permasalahan yang multiple yang diagnosis spesifiknya tidak dapat didiagnosa

pasti.

Walaupun Problem solving therapy (PST) telah menunjukkan keuntungan pada banyak pasien yang mengalami depresi, perdebatan tetap berlanjut tentang

mekanisme melalui observasi positif dari Problem solving therapy (PST) yang dapat dicapai. Dua mekanisme telah diusulkan ; pasien mengalami perbaikan

sebab mereka menerima resolusi masalah atau mereka bertambah baik oleh karena

adanya perasaan keuntungan yang meningkat dari pengembangan keterampilan

(46)

konsekuensi dari distress sebagai fokus anticipatory tentang identifikasi masalah

yang tidak terpecahkan.

Penting untuk dicatat, sementara terapi diseting mungkin ditemukan

percobaan untuk memecahkan masalah pada pasien dan mempertimbangkan pada

apa yang dipikirkan seharusnya, dan itu bukanlah Problem solving therapy (PST). Hal-hal yang perlu dalam Problem solving therapy (PST) sebagai suatu pendekatan evidence terapi, terapis menolong pasien untuk menjadi lebih baik dalam belajar untuk memecahkan masalah mereka sendiri.

Tabel 1. Langkah-langkah pemecahan masalah

a. Terapis memperkenalkan konsep Problem solving therapy (PST) dan langkah-langkahnya

b. Pasien mengidentifikasi permasalahan yang telah ditetapkan. Terapis boleh

bertanya untuk mengklarifikasi dari permasalahan yang ada

c. Pasien menentukan tujuan yang mau dicapai

d. Pasien melakukan tukar pikiran / diskusi / brainstorming yang memungkinkan pemecahan masalah yang potensial untuk mencapai tujuan /target

e. Pasien akan mendukung dan mempertimbangkan mengenai proses dan

konsultasi terhadap potensi solusi dan memilih solusi mereka sendiri

f. Pasien melaksanakan solusi yang telah mereka pilih

g. Hasil akan ditinjau kembali bersama dengan terapis dan pasien akan

mempertimbangkan tindakan yang selanjutnya jika seandainya diperlukan.

Pasien mungkin mengalami kemajuan untuk menetapkan permasalahan yang

Gambar

Tabel 2.2. Perbedaan therapy reminiscence dan life riview

Referensi

Dokumen terkait

Menurutnya, kapitalis globalisasi memiliki andil yang cukup besar terhadap terjadinya krisis ekonomi dalam masyarakat kontemporer saat ini.. Kata kunci: kapitalis

Salah satu pesawat milik Ditpoludara Baharkam Polri berjenis Cassa akan melaksanakan change crew helikopter milik Ditpoludara Baharkam Polri dibawah kendali

Agar   setiap   orang   dapat   mengetahuinya,   memerintahkan  pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota

Kesiapan Masyarakat Terhadap Pembangunan Jalan Tol Cileunyi – Sumedang – Dawuan di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Secara sederhana, perjalanan dapat didefinisikan sebagai kegiatan berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dengan suatu tujuan. Seseorang melakukan perjalanan

Kau Datang Padaku Kau Angkat Tanganku Kau Bakar Kekerasan Hati Dan Angkuhku Dan Ku Terbang Tinggi Jauh Di Angkasa Bagaikan Berdiri Di Atas Pundak Raksasa. Thats Why Aransemen Lagu

Pada sistem ini terlihat bahwa hanya terdapat pengguna sistem aplikasi (user) yang dapat menggunakan sistem. User akan memberikan sejumlah data yang dibutuhkan

Merancang Media Komunikasi Visual yang aktraktif dan beridentitas serta Menciptakan differensiasi yang jelas, mengapa merek dari usaha kuliner Jalangkote Lahalede