BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Apabila ditelusuri kembali mengenai sejarah kepailitan, diketahui bahwa
hukum kepailitan itu sudah ada sejak zaman Romawi tepatnya pada abad ke-19.
Kata bankrut, yang dalam bahasa Inggris disebut bankrupt berasal dari
Undang-Undang (yang selanjutnya disebut UU) di Itali disebut dengan banca rupta. Di
Eropa, pada abad pertengahan terjadi praktek kebangkrutan, yang dalam hal ini
dilakukan penghancuran bangku-bangku dari para bankir atau pedagang yang
melarikan diri secara diam-diam dengan membawa harta para krediturnya.1
Peraturan pada masa awal dikenalnya hukum pailit di Inggris, banyak
peraturan yang mengatur mengenai larangan properti tidak dengan itikad baik
(fraudulent conveyance statute) atau yang sedang populer sekarang disebut
dengan actio pauliana.2 Di samping itu, dalam UU lama di Inggris tersebut juga
di atur antara lain tentang hal-hal sebagai berikut:3
1. Usaha menjangkau bagian harta debitur yang tidak diketahui (to part
unknown);
1
Sunarmi, “Perbandingan Sistem Hukum Kepailitan Antara Indonesia (civil law system) dengan Amerika Serikat (common law system)” jurnal, Tahun 2004, hlm. 10.
2. Usaha menjangkau debitur nakal yang mengurung diri di rumah
(keeping house) karena dalam hukum Inggris lama, seseorang sulit dijangkau oleh hukum jika dia berada dalam rumahnya berdasarkan
asas man’s home is his castle;
3. Usaha untuk menjangkau debitur nakal yang berusaha untuk tinggal di
tempat-tempat tertentu yang kebal hukum, tempat mana sering disebut
dengan istilah sanctuary. Mirip dengan kekebalan hukum bagi
wilayah kedutaan asing dalam hukum modern;
4. Usaha untuk menjangkau debitur nakal yang berusaha untuk
menjalankan sendiri secara sukarela terhadap putusan atau hukuman
tertentu, yang diajukan oleh temannya sendiri. Biasa untuk maksud ini
terlebih dahulu dilakukan rekayasa tagihan dari temannya untuk
mencegah para krediturnya mengambil aset-aset tersebut.
Di Indonesia sendiri, kepailitan sudah berkembang sejak jaman
penjajahan kolonial Belanda, seperti Wet Book Van Koophandel (selanjutnya
disebut WVK) buku ketiga yang berjudul Van de voorzieningen in geval van
onvormogen van kooplieden atau peraturan tentang ketidakmampuan pedagang,
yang mengatur tentang kepailitan untuk pedagang, juga Reglement op de
Rechtvoordering (selanjutnya disebut RV) Stb 1847-52 jo 1849-63, buku ketiga
bab ketujuh dengan judul Van de staat van kenneljk onvermogen atau tentang
keadaan nyata-nyata tidak mampu.4
4
Sunarmi, Hukum Kepailitan, edisikedua, (Medan: Softmedia, 2010), hlm. .
Dikarenakan kepailitan pada saat itu dipandang sangat sulit untuk
dipelejari, rumit dan berbelit-belit maka bagi sarjana hukum Indonesia, kepailitan
kurang dikenal bahkan tidak popular dan hampir diabaikan. Hal ini dipandang
karena kepailitan pada saat itu tidak menguntungkan bagi perkembangan dunia
ilmu hukum dan praktek hukum.5
Dalam jangka waktu yang cukup panjang, pemerintah Indonesia
memandang bahwa dalam dunia perekonomian, masalah utang piutang harus
diatur penyelesaiannya melalui peraturan-peraturan tertentu sebagai bentuk
jaminan kepastian hukum. Pada tanggal 22 April 1998, pemerintah Indonesia
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (selanjutnya
disebut Perpu) yaitu Perpu Nomor 1 Tahun 1998 yang berlaku pada tanggal 20
Agustus 1998 dan selanjutnya dikuatkan menjadi Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1998 dan yang terakhir adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Membayar Utang yang hingga saat
ini masih dipergunakan
6
Kepailitan menurut Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Membayar Utang (yang selanjutnya disebut
UUK dan PKPU), adalah sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Dalam hal ini
kepailitan berfungsi sebagai emergency window, yaitu pintu keluar darurat, yang
5Ibid
.
6Ibid
berarti bahwa kepailitan tersebut sebisa mungkin diambil sebagai jalan terakhir
ketika situasi lain sudah tidak memungkinkan.
Menurut Penjelasan UUK dan PKPU, beberapa faktor perlunya
pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang
adalah:
1. untuk menghindari perebutan harta Debitur apabila dalam waktu yang
sama ada beberapa Kreditur yang menagih piutangnya dari Debitur;
2. untuk menghindari adanya Kreditur pemegang hak jaminan
kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik
Debitur tanpa memperhatikan kepentingan Debitur atau Kreditur
lainnya;
3. untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan
salah seorang Kreditur atau Debitur sendiri.
Dengan adanya kepailitan, maka diharapkan penyelesaian utang-piutang
dapat diselesaikan dengan secepat mungkin, sehingga akan mengembalikan
hak-hak dari kreditur. Utang yang timbul pada debitur pada dasarnya bukan hanya
muncul dikarenakan adanya hubungan perjanjian, akan tetapi dapat timbul dari
undang-undang dan contoh yang paling jelas dalam hal ini adalah utang pajak.
Utang pajak yang telah tertunggak baik itu utang pajak penghasilan, merupakan
kewajiban yang juga harus dibayarkan.
Sebagaimana diketahui, Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang
pajak atas barang-barang milik penanggung pajak. Hak mendahulu adalah hak
penanggung pajak untuk pelunasan utang kepada kreditur. Jika penanggung pajak
tersebut mempunyai tunggakan berupa utang pajak, maka dengan hak mendahului
ini negara mempunyai hak atas barang-barang milik penanggung pajak yang akan
dilelang di muka umum. Hak mendahulu tidak mensyaratkan bahwa barang milik
penanggung pajak yang dilelang di muka umum tersebut telah dilakukan
penyitaan dalam rangka penagihan pajak.7 Jadi, dalam hal terjadi lelang barang
milik penanggung pajak, maka pihak yang melakukan pelelangan wajib
mendahulukan hasil lelang tersebut untuk pelunasan utang pajak dan biaya-biaya
penagihan pajak terlebih dahulu. Pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan
setelah utang pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan dan
biaya-biaya penagihan dilunasi.8
1. Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk
melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak; Dasar hukum yang digunakan dalam hal ini sebagaimana telah dijelaskan
di atas, diatur dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (yang selanjutnya disebut UU
KUP), bahwa hak mendahului untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu
lainnya, kecuali terhadap:
2. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;
dan/atau
7
Irwan Ariwibowo, “Kreditur Preferen Dalam Pajak, Apakah Sama Dalam Versi
Kepailitan?”, dalam
Desember 2014
3. Biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan
penyelesaian suatu warisan".
Berdasarkan ketentuan di atas maka kedudukan utang pajak merupakan
sesuatu yang istimewa, yang mana sesuatu tersebut merupakan hak yang hanya
dimiliki oleh Negara. Dengan hak tersebut negara mempunyai hak mendahulu
atas barang-barang milik wajib pajak/penanggung pajak.9
Selanjutnya di dalam Pasal 21 Ayat (1) UU KUP disebutkan mengenai
posisi negara terkait utang pajak, yaitu “Menetapkan kedudukan negara sebagai
kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang
milik penanggung pajak yang akan dilelang di muka umum. Pembayaran kepada
kreditur lain diselesaikan setelah utang pajak dilunasi".
10
9Ibid.
10
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Posisi tersebut juga
dipertegas didalam Pasal 21 Ayat (4) UU KUP, yakni: "Dalam hal wajib pajak
dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau
badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta
wajib pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau
kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang
pajak wajib pajak tersebut." Termasuk dalam hal ini penjelasan yang ada di dalam
Pasal 19 ayat (6) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa (yang selanjutnya disebut UU PPSP) yang menyatakan
sebagai berikut: "Menetapkan kedudukan Negara sebagai kreditur preferen yang
dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik penanggung
disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan
atau barang tidak bergerak, biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan
barang dimaksud, atau biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh
pelelangan dan penyelesaian suatu warisan. Hasil penjualan barang-barang milik
penanggung pajak terlebih dahulu untuk membayar biaya-biaya tersebut di atas
dan sisanya dipergunakan untuk melunasi utang pajak".11
Tindakan kurator yang tidak menempatkan dirjen pajak sebagai
perwakilan Negara dalam hal ini dapat dilakukan pengajuan permohonan
keberatan seperti halnya yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Bojonegara (yang selanjutnya disebut KPP Pratama Bandung
Bojonegara) kepada Kurator PT. Metrocorp Indonusa, yaitu Saudara Drs.
Bakhtiar, Msi, SPA. Lewat renvoi, KPP Pratama Bandung Bojonagara berharap
mendapatkan Rp.5.686.507.726,00 (lima milyar enam ratus delapan puluh enam
juta lima ratus tujuh ribu tujuh ratus dua puluh enam Rupiah) dari aset-aset PT.
Metrocorp Indonusa yang pembayarannya harus didahulukan, namun dalam daftar
pembagian harta pailit yang dibuat dan diumumkan oleh kurator hanya sebesar
Rp. 27.092.286,- (dua puluh juta sembilan puluh dua ribu dua ratus delapan puluh
enam Rupiah). Jumlah tersebut sangat jauh perbandingannya dilihat berdasarkan
jumlah yang dikeluarkan oleh pihak KPP Pratama Bandung Bojonagara dengan
hasil perhitungan dari kurator PT. Metrocorp Indonusa.12
Tindakan yang dirasa tidak adil tersebut menjadi alasan dari KPP
Pratama Bandung Bojonagara melakukan keberatan hingga pada tahap kasasi.
11
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
12
Akan tetapi hingga pada tahap kasasi pun, pihak KPP Pratama Bandung
Bojonagara tetap tidak mendapatkan utang pajak dari PT. Metrocorp Indonusa
sebesar Rp.5.686.507.726,00 (lima milyar enam ratus delapan puluh enam juta
lima ratus tujuh ribu tujuh ratus dua puluh enam Rupiah).13
Ditolaknya keberatan yang dilakukan oleh judex factie dan judex juris
tentunya sangat beralasan, dan pastinya putusan yang dibuat memiliki legal
reasoning untuk menolak keberatan KPP Pratama Bandung Bojonagara terkait
jumlah pembagian harta pailit PT. Metrocorp Indonusa.14
1. Bagaimanakah pembagian harta pailit oleh kurator dalam kepailitan wajib
pajak menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004?
Berdasarkan latar belakang di atas, maka sangat menarik untuk
membahas mengenai kedudukan kantor pelayanan pajak sebagai kreditur
istimewa dalam mengajukan permohonan keberatan atas pembagian harta pailit
yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak, dan juga akan ditelaah lebih lanjut
mengenai aturan-aturan yang digunakan dalam prosedur keberatan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan diatas,
maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
2. Bagaimanakah pengajuan keberatan atas pembagian harta pailit oleh kurator?
3. Bagaimana kedudukan kantor pelayanan pajak sebagai kreditur istimewa dalam
mengajukan keberatan atas pembagian harta pailit (Studi terhadap Putusan MA
No. 963K/Pdt.Sus/2010) di Indonesia?
13
Putusan Mahkamah Agung Nomor 963 K/Pdt.Sus/2010.
14
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. TujuanPenelitian
Berdasarkan pokok permasalahan diatas, ada beberapa tujuan yang
melandasi penelitian ini, yaitu:
a. Untuk mengetahui pengaturan kepailitan dalam UUK dan PKPU;
b. Untuk mengetahui proses pengajuan permohonan keberatan atas
pembagian harta pailit yang dilakukan kurator;
c. Untuk mengetahui kedudukan kantor pelayanan pajak sebagai kreditur
istimewa dalam mengajukan mengajukan permohonan keberatan atas
pembagian harta pailit yang dilakukan oleh kurator.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
a. Manfaat teoritis
1) Memberikan pengetahuan yang benar bagi penulis sendiri tentang
kedudukan kantor pelayanan pajak dalam mengajukan permohonan
pailit ditinjau dari undang-undang kepailitan.
2) Memberikan pembangunan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu
hukum ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan kedudukan
kantor pelayanan pajak dalam mengajukan permohonan keberatan
atas pembagian harta pailit ditinjau dari UUK.
1) Memberikan kontribusi terhadap masyarakat untuk dapat
mengetahui kedudukan kantor pelayanan pajak sebagai kreditur
istimewa dalam mengajukan permohonan keberatan atas
pembagian boedel pailit ditinjau dari UUK;
2) Memberikan pemahaman pada pihak terkait seperti: praktisi
hukum, praktisi legal corporate, dan juga mahasiswa khususnya
dalam pengajuan keberatan atas pembagian boedel pailit yang
dilakukan oleh kurator.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan dan hasil penelitian yang ada, penelitian
mengenai “Kedudukan Kantor Pelayanan Pajak Dalam Mengajukan Permohonan
Pailit Ditinjau dari Undang-Undang Kepailitan Berdasarkan Putusan Mahkamah
Agung Nomor 963 K/Pdt.Sus/2010”, belum pernah di tulis oleh mahasiswa lain
di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan disusun oleh penulis sendiri, bukan
plagiat atau diambil dari penelitian orang lain. Hal tersebut didasarkan pada
pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera
Utara, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah
dan terbuka atas segala kritikan dan masukan yang sifatnya membangun guna
penyempurnaan hasil penelitian.
Adapun beberapa judul yang memiliki kemiripan judul dalam hal
1. “Tinjauan Yuridis Akibat Hukum Kepailitan Suami/Istri Terhadap
Perjanjian Kredit Bank” yang ditulis oleh Mellisa Yanwar pada Tahun
2011.
2. “Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari
Undang-Undang Nomor Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang” yang
ditulis oleh F. Lubis pada Tahun 2011.
3. “Analisis Yuridis Putusan Pailit Terhadap PT. Telkomsel Tbk.”
Yang ditulis oleh A. Samosir pada tahun 2013.
Beberapa judul skripsi yang telah disebutkan sebelumnya memiliki
perbedaan dalam judul maupun permasalahan, dengan demikian penelitian ini
dapat dilanjutkan sesuai dengan judul dan permasalahan yang ada.
E. Tinjauan Pustaka 1. Kepailitan
Kepailitan berasal dari kata “pailit” yang dijumpai dalam perbendaharaan
bahasa Belanda, Prancis, Latin dan Inggris. Dalam bahasa Prancis, “failite” berarti
pemogokan atau kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Belanda, digunakan
istilah “failliet” yang mempunyai arti ganda, yaitu sebagai kata benda dan kata
sifat. Sedangkan, dalam bahasa Latin digunakan istilah failure dan dalam bahasa
Inggris, digunakan istilah to fail.
Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang
mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh
debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan
pemerintah.15
Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk
keluar dari persoalan utang piutang yang rnenghimpit seorang debitur, di mana
debitur tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar
utang-utang tersebut kepada para krediturnya. Sehingga, bila keadaan ketidakmampuan
untuk membayar kewajiban yang telah jatuh tempo tersebut disadari oleh debitur.
Maka langkah untuk mengajukan permohonan penetapan status pailit terhadap
dirinya (voluntary petition for self bankruptcy) menjadi suatu langkah yang
memungkinkan, atau penetapan status pailit oleh pengadilan terhadap debitur
tersebut bila kemudian ditemukan bukti bahwa debitur tersebut memang telah
tidak mampu lagi membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih
(involuntary petition for bankcruptcy).16
Menurut Poerwadarminta17 “pailit” artinya bankrupt, dan bangkrut
artinya menderita kerugian besar hingga jatuh (perusahaan, toko, dan sebagainya).
Menurut Jhon M. Echlos dan Hasan Sadily,18 bankrupt artinya bangkrut, pailit
dan bangkrut, pailit dan bankruptcy artinya kebangkrutan, kepailitan. Menurut
Imran Nating,19
15
J. Djohansah, Penyelesaian Utang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2001), hlm. 23.
16
Ricardo Simanjuntak, Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 2005), hlm. 55-56.
17
Jono, Perbandingan Hukum Kepailitan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2008), hlm 21.
18Ibid. 19Ibid.
kepailitan diartikan sebagai suatu proses dimana seorang debitur
yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit
tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada
para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah. dalam ensiklopedia ekonomi
keuangan perdagangan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pailit adalah
seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt, dan yang aktivitasnya
atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya.
Di dalam Black`s Law Dictionary,20
Kepailitan pada prinsipnya merupakan suatu sita umum berdasarkan
undang-undang atas harta kekayaan debitur. Adapun tujuan-tujuan yang ingin
dicapai dari kepailitan adalah:
pailit atau bankrupt adalah “The
state or condition of a person (individual, pernersih, corporation, municipality) who is unable to pay is debt as they are, or become due”. the term includes a person againt whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt.
Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 UUK dan PKPU, kepailitan adalah sita
umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur
dalam UU ini.
21
1. Melindungi para kreditur konkuren untuk memperoleh hak mereka
sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa “ Semua harta
kekayaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak,
baik yang telah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,
menjadi jaminan bagi perikatan debitur”, yaitu dengan cara
20Ibid
21
memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi
tagihan-tagihannya terhadap debitur, asas tersebut dijamin oleh Pasal
1131 KUH Perdata.
2. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitur di antara para
kreditur sesuai dengan asas pari passu (membagi secara proporsional
harta kekayaan debitur kepada para kreditur konkuren atau unscured
creditors berdasarkan perimbangan besarnya masing-masing kreditur tersebut.) Asas tersebut dijamin oleh Pasal 1132 KUH Perdata.
3. Mencegah agar debitur tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang
dapat merugikan kepentingan para kreditur. Dengan dinyatakan pailit
maka debitur tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan
memindahkan harta kekayaannya yang status hukumnya sudah
berubah menjadi harta pailit.
4. Pada hukum kepailitan Amerika Serikat, hukum kepailitan
memberikan perlindungan kepada debitur yang beritikad baik dari
para krediturnya dengan cara pembebasan utang.
Sedangkan tujuan dari kepailitan lainnya adalah untuk melakukan
pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah
kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak
masing-masing.22
Lembaga kepailitan pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang
memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan
berhenti membayar. Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai 2 (dua) fungsi
sekaligus, yaitu:23
1. Kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditur bahwa
debitur tidak akan berbuat curang dan tetap bertanggung jawab
terhadap semua utang-utangnya kepada semua kreditur.
2. Kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada
debitur terhadap kemungkinan eksekusi, misal oleh
kreditur-krediturnya. Dengan demikian keberadaan ketentuan tentang
kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai suatu upaya
hukum harus khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas
sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan
1132 KUHPerdata
Sementara itu, kepailitan juga didasarkan pada asas-asas, antara lain asas
keseimbangan, asas kelangsungan usaha, asas keadilan dan asas integritas. Berikut
akan dijelaskan mengenai asas-asas tersebut:24
22
Elvira Dewi Ginting, Analisa Hukum Mengenai Pengaturan Reorganisasi Perusahaan dalam Kepailitan, (Medan: USU Press, 2010), hlm. 11.
23
Sri Redjeki Hartono, “Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern”, Majalah Huukum Nasional Nomor 2, hlm. 37.
24
1. Asas keseimbangan adalah di satu pihak terdapat ketentuan yang
dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga
kepailitan oleh debitur yang tidak jujur, sedangkan pihak lain dapat
mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan
oleh kreditur yang tidak beritikad baik.
2. Asas kelangsungan usah adalah terdapat ketentuan yang
memungkinkan perusahaan debitur yang prospektif tetap
dilangsungkan.
3. Asas keadilan adalah untuk mencegah terjadinya
kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas
tiap-tiap tagihan terhadap debitur dengan tidak memperdulikan kreditur
lainnya.
4. Asas integritas adalah sistem hukum formil dan hukum materiilnya
merupakan satu kesatuan yang utuh dari sitem hukum perdata dan
hukum acara perdata nasional.
Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap
debitur dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, yaitu:25
25
http://click-gtg.blogspot.com/2008_06_01_archive.html (diakses tanggal 31 Maret 2015).
“Debitur yang
mempunyai dua atau lebih kreditur yang tidak membayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau
Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit sebagaimana yang
terdapat didalam Pasal 2 UUK dan PKPU adalah:
a. Debitur sendiri
Debitur dapat mengajukan permohonan pailit untuk dirinya sendiri
(voluntary petition), yang biasanya dilakukan dengan alasan bahwa dirinya maupun kegiatan usaha yang dijalankannya tidak mampu lagi untuk
melaksanakan seluruh kewajibannya, terutama dalam melakukan
pembayaran utang-utangnya terhadap krediturnya.
b. Seorang atau beberapa kreditur (Pasal 2 ayat (1))
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan
Menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UUK dan PKPU lama),
permohonan pailit pada umumnya diajukan oleh kreditur, baik kreditur
yang merupakan perusahaan maupun kreditur perorangan.
c. Kejaksaan demi kepentingan umum (Pasal 2 ayat (2))
Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan
bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.
d. Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan bank (Pasal 2 ayat (3))
Pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap suatu bank
sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia yang merupakan
e. Badan Pengawas Pasar Modal (Pasal 2 ayat (4)) (selanjutnya disebut
BAPEPAM)
Berdasarkan UUK dan PKPU pengajuan permohonan pailit
terhadap perusahaan efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian hanya dapat dilakukan oleh badan
pengawas pasar modal, namun setelah dibentuknya lembaga otoritas jasa
keuangan melalui Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK), kewenangan BAPEPAM
untuk mengajukan permohonan pailit terhadap perusahaan efek, lembaga
kliring dan penjaminan, serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian
digantikan oleh otoritas jasa keuangan.
f. Menteri Keuangan dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi,
perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau badan usaha milik negara
yang bergerak di bidang kepentingan publik (Pasal 2 ayat (5)).
2. Kreditur26
Pasal 1 angka 2 UUK dan PKPU menyebutkan bahwa, “Kreditur adalah
orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau UU yang dapat ditagih di
muka pengadilan. Pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) dikenal 3 (tiga) jenis kreditur
yaitu kreditur konkuren, kreditur separatis dan kreditur preferen. Khusus
mengenai kreditur separatis dan kreditur preferen, dapat mengajukan permohonan
pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki
terhadap harta debitur dan haknya untuk didahulukan.
26
Pembagian kreditur dalam kepailitan sesuai dengan prinsip structured creditors atau prinsip structured prorata yang diartikan sebagai prinsip yang mengklasifikasikan atau mengelompokkan berbagai macam kreditur sesuai
dengan kelasnya masing-masing antara lain kreditur separatis, preferen, dan
konkruen. Pembagian hasil penjualan harta pailit, dilakukan berdasarkan urutan
prioritas di mana kreditur yang kedudukannnya lebih tinggi mendapatkan
pembagian lebih dahulu dari kreditur lain yang kedudukannya lebih rendah, dan
antara kreditur yang memiliki tingkatan yang sama memperoleh pembayaran
dengan asas prorata (pari passu prorata parte).
Kreditur separatis adalah kreditur pemegang hak jaminan terhadap
hipotek, gadai, hak tanggungan, dan jaminan fidusia.
Kreditur preferen adalah kreditur yang mempunyai hak mendahului karena
sifat piutangnya oleh undang-undang diberi kedudukan istimewa. Kreditur
preferen terdiri dari kreditur preferen khusus sebagaimana diatur dalam Pasal
1139 KUHPerdata, dan kreditur preferen umum sebagaimana diatur dalam Pasal
1149 KUHPerdata.
Kreditur konkuren adalah kreditur yang mempunyai hak mendapatkan
pelunasan secara bersama-sama tanpa hak yang didahulukan, dihitung besarnya
piutang masing-masing terhadap piutang secara keseluruhan dari seluruh harta
kekayaan debitur. Kreditur konkruen merupakan kreditur yang biasa yang tidak
dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hipotik, dan hak tanggungan dan
pembayarannya dilakukan secara berimbang. Kreditur inilah yang umum
tanpa hak yang didahulukan, dihitung besarnya piutang masing-masing terhadap
piutang secara keseluruhan dari seluruh kekayaan debitur.
3. Kurator
Pasal 1 angka 5 UUK dan PKPU menyebutkan bahwa Kurator adalah
Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan
untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah pengawasan
hakim pengawas sesuai dengan UU ini. Apabila debitur atau kreditur tidak
mengajukan usul pengangkatan kurator, maka Balai Harta Peninggalan (yang
selanjutnya disebut BHP) akan bertindak sebagai kurator. Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 15 UUK dan PKPU, yang menyatakan bahwa :27
1. Dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat kurator dan seorang
hakim pengawas yang ditunjuk oleh hakim pengadilan;
2. Dalam hal debitur, kreditur, atau pihak yang berwenang mengajukan
permohonan pernyataan pailit tidak mengajukan usul pengangkatan
kurator kepada pengadilan, maka BHP diangkat selaku kurator;
3. Kurator yang diangkat harus independen, tidak mempunyai benturan
kepentingan dengan debitur atau kreditur, dan tidak sedang menangani
perkara Kepailitan dan PKPU, lebih dari 3 (tiga) perkara;
4. Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah tanggal
putusan pernyataan pailit diterima oleh kurator dan hakim pengawas,
kurator mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan
paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim
27
pengawas, mengenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat
hal-hal sebagai berikut:
a. Nama, alamat, dan pekerjaan debitur;
b. Nama hakim pengawas;
c. Nama, alamat, dan pekerjaan kurator;
d. Nama, alamat, dan pekerjaan anggota panitia kreditur
sementara apabila telah ditunjuk;dan
e. Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama.
Kurator mulai bertugas sejak diangkat dalam putusan pernyataan pailit.
Sejak mulai pengangkatannya, kurator harus melaksanakan semua upaya untuk
mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang perhiasan,
efek dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima (Pasal 98 UUK
dan PKPU).
Yang dimaksud dengan “pemberesan” dalam ketentuan ini adalah
pengurangan aktiva untuk membayar atau melunasi utang, sedangkan yang
dimaksud dengan “segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator” adalah
meliputi semua perbuatan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Pengertian
“tetap sah dan mengikat debitur” adalah bahwa perbuatan kurator tidak dapat
digugat di pengadilan manapun.28
Dalam melaksanakan tugasnya, kurator :29
a. Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan
pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ
28
Lihat penjelasan pasal 16 UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
29
debitur, meskipun dalam keadaan diluar kepailitan, persetujuan atau
pemberitahuan demikian dipersyaratkan;
b. Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka
meningkatkan nilai harta pailit;
c. Apabila dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga, kurator perlu
membebani harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, maka pinjaman
tersebut harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan hakim
pengawas.
d. Pembebanan harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya hanya
dapat dilakukan terhadap bagian harta pailit yang belum dijadikan
jaminan utang;
e. Untuk menghadap di sidang pengadilan, kurator harus terlebih dahulu
mendapat izin dari hakim pengawas, kecuali menyangkut sengketa
pencocokan piutang.
Tindakan pengurusan dan pemberesan yang dilakukan Kurator dalam
suatu kepailitan dapat diperinci atas:30
1. Tahap Pengurusan:
a. Mengumumkan ikhwal kepailitan.
Dalam jangka waktu paling lambat 5 ( lima) hari setelah tanggal
putusan pernyataan pailit diterima oleh kurator dan hakim pengawas,
30
kurator mengumumkan dalam Berita Negara Repunlik Indonesia dan
paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim
Pengawas, megenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat
hal-hal sebagai berikut:
1) Nama, alamat, dan pekerjaan debitur;
2) Nama hakim pengawas;
3) Nama, alamat, dan pekerjaan kurator;
4) Nama, alamat, dan pekerjaan anggota panitia kreditur
sementara apabila telah ditunjuk;dan
5) Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur.
b. Melakukan penyegelan harta pailit.
Kurator dapat meminta penyegelan harta pailit kepada
pengadilan, berdasarkan alasan untuk mengamankan harta pailit,
melalui hakim pengawas. Penyegelan dilakukan oleh jurusitadi tempat
harta tersebut berada dengan dihadiri oleh 2 (dua) saksi yang salah
satu diantaranya adalah wakil dari pemerintah daerah setempat (Pasal
99 UUK dan PKPU). Yang dimaksud dengan “wakil dari pemerintah
daerah setempat” adalah lurah atau kepala desa, atau yang disebut
dengan nama lain (Penejelasan Pasal 99 ayat (2) UUK dan PKPU).
c. Pencatatan/pendaftaran harta pailit.
Kurator harus mebuat pencatatan harta pailit paling lambat 2
(dua) hari setelah menerima surat putusan pengangkatannya sebagai
dengan persetujuan hakim pengawas. Anggota panitia kreditur
sementara berhak menghadiri pembuatan pencatatan tersebut (Pasal
100 UUK dan PKPU). Mengingat bahwa debitur lebih mengetahui
tentang seluruh harta kekayaannya, maka dalam prakteknya kehadiran
debitur akan sangat membantu pelaksanaan pendaftaran harta kekayan
ini. Untuk itu kurator perlu memanggil debitur pailit untuk
memberikan keterangan-keterangan dan melibatkannya memberikan
petunjuk dalam pendaftaran harta tersebut. Bahwa informasi pertama
yang akan diperoleh tentang harta kekayaan debitur adalah dari
putusan/penetapan Pengadilan Niaga, karena dalam pertimbangan
hukumnya Pengadilan Niaga akan menyebutkan, baik harta kekayaan
maupun utang debitur dan siapa-siapa yang menjadi krediturnya.
Selain itu, informasi tentang harta kekayaan debitur dapat juga
diketahui dari kantor Badan Pertahanan Nasional, kantor-kantor bank,
baik bank pemerintah maupun bank swasta untuk mengetahui adanya
simpanan debitur.
Setelah pencatatan harta pailit, kurator harus membuat daftar
yang menyatakan sifat, jumlah piutang dan utang harta pailit, nama
dan tempat tinggal kreditur beserta jumlah piutang masing-masing
kreditur. Pencatatan dan pendaftaran tersebut diletakkan di
kepaniteraan pengadilan untuk dilihat oleh setiap orang dengan
d. Melanjutkan usaha debitur.
Melanjutkan usaha debitur pailit atas persetujuan panitia kreditur
sementara walaupun ada kasasi atau peninjauan kembali. Bila tidak
ada panitia kreditur sementara maka diperlukan izin dari hakim
pengawas (Pasal 104 UUK dan PKPU).
e. Membuka surat-surat dan telegram debitur pailit.
Kurator berwenang untuk membuka surat dan telegram yang
dialamatkan kepada debitur pailit. Surat dan telegram yang tidak
berkaitan dengan harta pailit, harus segera diserahkan kepada debitur
pailit. Perusahaan pengirim surat dan telegram memberikan kepada
kurator, surat dan telegram yang dialamatkan kepada debitur pailit.
Semua surat pengaduan dan keberatan yang berkaitan dengan harta
pailit ditujukan kepada kurator (Pasal 105 UUK dan PKPU).
Berdasarkan Pasal 24 dan Pasal 69 UUK dan PKPU, sejak
putusan pailit diucapkan semua wewenang debitur untuk menguasai
dan mengurus harta pailit termasuk memperoleh keterangan mengenai
pembukuan, catatan, rekening bank, dan simpanan debitur dari bank
yang bersangkutan beralih kepada kurator (Penjelasan Pasal 105 UUK
dan PKPU).
f. Mengalihkan harta pailit.
Pengalihan harta pailit dapat dilakukan sepanjang itu diperlukan
mengakibatkan kerugian kepada harta pailit meskipun ada kasasi dan
peninjauan kembali.
g. Melakukan penyimpanan.
Uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya wajib
disimpan oleh kurator kecuali ditentukan lain oleh hakim pengawas.
Uang tunai wajib disimpan di bank (Pasal 108 UUK dan PKPU).
Yang dimaksud dengan “disimpan oleh kurator sendiri” adalah dalam
pengertian tidak mengurangi kemungkinan efek atau surat berharga
tersebut disimpan oleh kustodian, tetapi tanggung jawab tetap atas
nama debitur pailit. isalnya, deposito atas nama kurator, qq debitur
pailit (Penjelasan Pasal 108 UUK dan PKPU).
h. Mengadakan perdamaian guna mengakhiri suatu perkara yang
sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara (Pasal 109
UUK dan PKPU). Yang dimaksud dengan “perdamaian” dalam
Pasal ini adalah perkara yang sedang berjalan di pengadilan.
i. Melakukan pemanggilan kepada kreditur.
Pemanggilan terhadap kreditur ini diperlukan untuk
memasukkan bukti-bukti tagihan kepada kurator. Dalam hal ini hakim
pengawas akan menentukan batas ajhir pengajuan tagihan, batas akhir
verifikasi pajak, hari, tanggal, waktu, dan temapat rapat kreditur untuk
mengadakan pencocokan piutang. Pemanggilan tersebut dapat
dilakukan dengan surat kabar umum sebagaimana dimaksud dalam
pengajuan rapat pencocokan piutang harus ada selisihnya paling
sedikit 14 (empat belas) hari (Pasal 113 dan Pasal 114 UUK dan
PKPU).
j. Mendaftarkan tagihan para kreditur.
Setelah para kreditur memasukkan tagihan-tagihannya, maka
kurator akan mencocokkan dengan catatan yang telah dibuat
sebelumnya dan keterangan debitur pailit, dan kemudian berunding
dengan kreditur jika terdapat keberatan terhadap penagihan yang
diterima. Tagihan-tagihan yang disetujui dimasukkan dalam sebuah
daftar yang disebut dengan “Daftar piutang yang sementara diakui”,
sedangkan untuk tagihan yang dibantah oleh kurator akan dimasukkan
kedalam daftr tersendiri disertai dengan alasan-alasannya. dalam
daftar tagihan tersebut dibubuhkan pula catatan apakah termasuk
piutang yang diistimewakan atau dijamin dengan gadai, fidusia, hak
tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya atau hak
untuk emnahan benda bagi tagihan yang bersangkutan dapat
dilaksanakan.
Daftar tagihan oleh kurator diletakkan dipapan pengumuman
selama 7 (tujuh) hari untuk dapat dilihat oleh yang berkepentingan
atau siapapun yang menghendakinya, Peletakan daftar-daftar tagihan
tersebut diberitahukan oleh kurator kepada semua kreditur yang
dikenal dan juga untuk menghadiri rapat pencocokan piutang serta
kepada kurator (Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, dan Pasal 119 UUK
dan PKPU).
k. Menghadiri rapat pencocokan piutang
Tugas kurator selanjutnya adalah menghadiri rapat pencocokan
piutang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh hakim
pengawas. Hakim pengawas hadir dalam rapat tersebut dan bertindak
selaku pemimpin rapat yang dihadiri oleh kurator, para kreditur, dan
oleh debitur. Kehadiran debitur dalam rapat pencocokam piutang
sangat penting, karena debitur dapat memberikan keterangan yang
diminta oleh hakim pengawas mengenai sebab musabab kepailitan dan
keadaaan harta pailit. Debitur lebih mengetahui dan dapat
memberikan keterangan-keterangan tentang kebenaran dari
piutang-piutang kreditur kepadanya, siap-siapa yang menjadi kreditur dalam
kepilitan dan besarnya tagihan dari masing-masing kreditur. Hakim
pengawas membacakan “daftar piutang yang diakui sementara”, dan
“daftar tagihan yang dibantah”, sedangkan kurator akan memberikan
keterangan-keterangan tentang status dari para kreditur, apakah
sebagai kreditur separatis, kreditur preferens, ataupun kreditur
konkuren. Daftar terakhir dari tagihan-tagihan ini selanjutnya harus
disetujui dan disahkan oleh hakim pengawas yang dilakukan dalam
l. Memberitahukan hasil rapat pencocokan piutang kepada kreditur.
Setelah berakhirnya pencocokan piutang, kurator wajib
memberikan laporan mengenai keadaan harta pailit, dan selanjutnya
kepada kreditur, wajib diberikan semua keterangan yang diminta oleh
mereka. Laporan mengenai harta pailit beserta berita acara
pencocokan piutang wajib disediakan di kepaniteraan dan kantor
kurator agar dapat diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Tahap Pemberesan
a. Mengusulkan dan melaksanakan penjualan harta pailit.
Dengan tetap memperhatikan ketentuan pasal 15 ayat (1)
UUK dan PKPU, kurator harus memulai pemberesan dan menjual
semua harta pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan atau
bantuan debitur, apabila:
1) Usul untuk mengurus perusahaan debitur tidak diajukan dalam
jangka waktu yang telah ditentukan atau usul tersebut telah
diajukan tetapi ditolak; atau
2) Pengurusan terhadap perusahaan debitur dihentikan (Pasal 184
UUK dan PKPU).
Dalam rangka membiayai tindakan-tindakan pengurusan dan
pemberesan termasuk jasa kurator diperlukan dana, dan dana
tersebut diperoleh dari hasil penjualan harta kekayaan pailit, baik
Semua benda harus dijual dimuka umum sesuai dengan tata
cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Bila
penjualan dimuka umum tidak tercapai, maka dapat dilakukan
penjualan dibawah tangan dengan izin hakim pengawas (Pasal 185
UUK dan PKPU). Untuk semua benda yang tidak segera atau sama
sekali tidak dapat dibereskan, maka kurator yang memutuskan
tindakan yang harus dilakukan terhadap benda tersebut dengan izin
pengawas.
Dalam melaksanakan penjualan harta pailit ini, kurator harus
terlebih dahulu meminta izin dari hakim pengawas. Izin dari hakim
pengawas ini dituangkan dalam suatu penetapan. Izin penetapan ini
diperoleh setelah kurator terlebih dahulu mengajukan permohonan
untuk melakukan penjualan harta pailit dan dapat dilakukan secara
lelang didepan umum maupun secara dibawah tangan.
Sebelum berlakunya UUK dan PKPU dan UUK Lama, ketika
BHP merupakan satu-satunya kurator dalam kepailitan, BHP akan
melaksanakan penjualan harta pailit dengan cara dibawah tangan,
alasannya adalah penjualan secara lelang akan menyita
banyakwaktu dan memerlukan dana yang akan dibebankan kepada
harta pailit.
Kurator berkewajiban membayar piutang kreditur yang
mempunyai hak untuk menahan suatu benda, sehingga benda itu
b. Membuat daftar pembagian
Kurator wajib menyusun suatu daftar pembagian untuk
dimintakan persetujuan kepada hakim pengawas. Daftar pembagian
memuat rincian penerimaan dan pengeluaran termasuk di dalamnya
upah kurator, nama kreditur, jumlah yang dicocokkan dari tiap-tiap
piutang dan bagian yang wajib diterima diberikan kepada kreditur.
Daftar pembagian yang telah disetujui oleh hakim pengawas wajib
disediakan di kepaniteraan pengadilan agar dapat dilihat oleh kreditur
selama tenggang waktu yang ditetapkan oleh hakim pengawas pada
waktu daftar tersebut disetujui dan diumumkan oleh kurator dalam
surat kabar. Daftar pembagian ini dapat dilawan oleh kreditur dengan
mengajukan surat keberatan disertai alasan kepada panitera
pengadilan dengan menerima tanda bukti penerimaan. Hakim
pengawas akan menetapkan hari untuk memeriksa perlawanan di
sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Dalam sidang tersebut,
hakim pengawas memberi laporan tertulis, sedang kurator dan setiap
kreditur atau kuasanya dapat mendukung atau membantah daftar
pembagian tersebut dengan mengemukakan alasannya dan pengadilan
paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari wajib memberikan
putusan yang disertai dengan pertimbangan hukum yang cukup.
Terhadap putusan pengadilan ini dapat diajukan permohonan kasasi.
Setelah berakhirnya tenggang waktu untuk melihat daftar
diucapkan, kurator wajib segera membayar pembagian yang telah
ditetapkan. Setelah kurator selesai melaksanakan pembayaran kepada
masing- masing kreditur berdasarkan daftar pembagian, maka
berakhirlah kepailitan. Kurator melakukan pengumuman mengenai
berakhirnya kepailitan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan
surat kabar (Pasal 201 dan Pasal 202 UUK dan PKPU).
c. Membuat daftar perhitungan dan pertanggungjawaban pengurusan
dan pemberesan kepailitan kepada hakim pengawas
Kurator wajib memberikan pertanggungjawaban mengenai
pengurusan dan pemberesan yang telah dilakukannya kepada hakim
pengawas paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya
kepailitan. Semua buku dan dokumen mengenai harta pailit wajib
diserahkan kepada debitur dengan tanda bukti penerimaannya (Pasal
202 ayat (3) dan ayat (4) UUK dan PKPU).
Bila sesudah diadakan pembagian penutup, ada pembagian yang
tadinya dicadangkan jatuh kembali dalam harta pailit atau apabila
ternyata masih terdapat bagian harta pailit yang sewaktu diadakan
pemberesan tidak diketahui, maka atas peritah pengadilan, kurator
membereskan dan membaginya berdasrkan pembagian yang dahulu
(Pasal 203 UUK dan PKPU).
Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau
pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit (Pasal
72 UUK dan PKPU).
4. Pajak
Pajak didefinisikan sebagai iuran tidak mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar
pengeluaran-pengeluaran umum. Dari definisi tersebut, dapat diuraikan bebereapa
unsur pajak, antara lain:31
1. Pajak merupakan iuran dari rakyat kepada Negara. Yang berhak
memungut pajak adalah ngara, baik melalui pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Iuran dibayarkan berupa uang, bukan barang.
2. Pajak dipungut berdasarkan UU. Sifat pemungutan pajak adalah
dipaksakan berdasarkan kewenangan yang diatur oleh undang-undang
berserta aturan pelaksanaannya.
3. Tidak ada kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah dalam
pembayaran pajak.
4. Digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara.
Pasal 23 huruf a Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 mendefinisikan, “Pajak adalah pungutan lain yang bersifat memaksa
untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang. Sedangkan dalam Pasal 1
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan keempat atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (yang selanjutnya disebut UU KUP) menyebutkan bahwa pajak
31
merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Di dalam Pasal 1 angka 2 UU KUP mendefinisikan, “Wajib pajak adalah
orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan
pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan pajak.”
Dari penjelasan tersebut, tampak bahwa pajak memiliki peranan yang
sangat penting dalam penerimaan Negara. Sesungguhnya fungsi pajak sebagai
salah satu sumber penerimaan Negara bukan merupakan satu-satunya fungsi dari
pajak. Masih ada satu lagi fungsi pajak yang tidak kalah pentingnya dari fungsi
budgetair, yaitu fungsi mengatur. Dalam fungsi mengatur, pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan Negara di bidang sosial dan
ekonomi.32
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian normatif dapat dikatakan juga dengan penelitian sistematik hukum
sehingga bertujuan mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian
pokok/dasar dalam hukum, yakni mengkaji kedudukan kantor pelayanan pajak
dalam mengajukan permohonan pailit ditinjau dari UUK berdasarkan Undang-F. Metode Penelitian
1. Jenis dan sifat penelitian
32
Undang Perbankan Indonesia.33. Metode penelitian hukum normatif adalah untuk
mengetahui atau mengenal apakah dan bagaimanakah hukum positifnya mengenai
suatu masalah yang tertentu. Penelitian ini juga dapat menjelaskan dan
menerangkan kepada orang lain dan bagaimana hukumnya mengenai peristiwa
atau masalah tertentu34
Penelitian skripsi ini bersifat deskriptif analitis yang merupakan suatu
penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganlisis suatu
peraturan hukum.35
Sumber data adalah subjek dari mana data yang diperoleh.
Penelitian akan menguji, mengkaji ketentuan-ketentuan
penerapan peraturan yang mengatur tentang kedudukan kantor pelayanan pajak
dalam mengajukan permohonan pailit ditinjau dari UUK. Jenis penelitian ini
mempergunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian yuridis normatif adalah penelitian dengan penelusuran dokumen atau
lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di
perpustakaan.
2. Data Penelitian
36
33
Soerjono Soekanto. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. cetakan ketigabela, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, . 2011), hlm.15.
34
C. F. G Sunaryati Hartono. Penelitian Hukum di IndonesiaPada Akhir abad ke-20. (Bandung: Alumni, 1994), hlm. 140.
35
Soerjono Seokanto. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: UI Press, 1986), hlm 63.
36
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik,(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.172.
Sumber
data dapat berasal dari data primer dan data sekunder. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, dimana data yang
diperoleh penulis secara tidak langsung. Berikut data sekunder yang terdapat
a. Bahan hukum Primer, diperoleh melalui Undang-Undang Nomor 37
tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Membayar
Utang, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
b. Bahan hukum sekunder, berupa karya-karya ilmiah, berita-berita serta
tulisan dan buku yang ada hubungannya dengan permasalahan yang
diajukan.
c. Bahan hukum tertier, berupa bahan-bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Bahasa Indonesia dan lain
sebagainya.
3.Alat pengumpulan data
Dalam penulisan skripsi ini metode pengumpulan data dengan studi
dokumen dengan penulusuran pustaka (library research). Library research
memiliki arti teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelahaan
terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang
ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.37
Analisis data memiliki arti sebagai upaya mengolah data menjadi
informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah
4. Analisis data
37
dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan
dengan penelitian.38
38
Pengertian analisis data “fattkhy.blogspot.com/2011/01/pengertian-analisis-data.html?m=1” diakses pada tanggal 12 Desember 2013.
Dalam penulisan skripsi ini menggunakan analisis data
kualitatif, yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk
kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas yang berhubungan dengan skripsi
ini. Dengan menghubungkan data primer, sekunder dan tertier maka akan
disimpulkan suatu hasil penelitian untuk menjawab permasalahan-permasalahan
yang berhubungan dengan kedudukan bank BUMN dalam penyelesaian kredit
macet berdasarkan Undang-Undang Perbankan Indonesia.
G.Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
Bab ini diawali dengan latar belakang penelitian, yang berisi
alasan-alasan penulis mengambil judul sebagaimana tercantum diatas.
Uraian-uraian dalam bab ini ditujukan sebagai penjelasan awal mengenai
terminologi-terminologi yang digunakan untuk mengemukakan
permasalahan dalam mengidentifikasi masalah sebagai proses
signifikasi pembahasan. Disamping itu untuk mempertegas pembahasan
dicantum pula maksud dan tujuan serta manfaat penelitian beserta
metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
Bab ini menjelaskan mengenai pembagian harta pailit oleh kurator
dalam kepailitan, syarat dan prosedur permohonan pailit, juga
pengurusan dan pemberesan harta pailit oleh kurator, serta tanggung
jawab kurator dalam melakukan pembagian harta pailit kepada para
kreditur.
BAB III PENGAJUAN KEBERATAN ATAS PEMBAGIAN HARTA PAILIT
Bab ini menjelaskan mengenai pihak-pihak yang dapat mengajukan
permohonan keberatan atas pembagian harta pailit, termasuk prosedur
pengajuan keberatan atas pembagian harta pailit, juga akibat hukumnya
berdasarkan perundang-undangan di Indonesia.
BAB IV PEMBAGIAN YANG DILAKUKAN PENGADILAN DALAM PERMOHONAN KEBERATAN ATAS PEMBAGIAN BOEDEL PAILIT YANG DILAKUKAN KURATOR BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 963 K/PDT.SUS/2010
Menjelaskan mengenai kedudukan Kantor Pelayanan Pajak dalam
mengajukan permohonan pailit ditinjau dari UUK berdasarkan putusan
Mahkamah Agung Nomor 963 K/Pdt.Sus/2010.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan bab kesimpulan dan saran yang berisi kesimpulan yang
dianalisis, dalam bab ini juga dikemukakan berbagai saran dari penulis