TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kelapa Sawit
Sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai
kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan
diameter 20-75 cm. Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara 15–18
m, sedangkan yang di alam mencapai 30 m (Fauzi dkk., 2002).
Sawit umumnya tumbuh dan ditanam disekitar 15°LU-15°LS pada lahan
yang datar, bergelombang sampai berbukit (kemiringan 0-30%). Curah hujan yang
optimum untuk tanaman sawit adalah 2.000-2.500 mm/tahun, tidak memiliki
defisit air, serta penyebarannya merata sepanjang tahun. Sawit merupakan
tanaman tropis sehingga menghendaki temperatur yang hangat sepanjang tahun
dengan kisaran optimal 24-28°C, temperatur minimum 18°C, temperatur
maksimum 32°C, kelembaban udara 80%, dan penyinaran matahari 5-7 jam/hari
(Latif, 2006).
Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Familia : Arecaceae
Genus : Elaeis
Sifat Fisis dan Mekanis Batang Kelapa Sawit
Batang kelapa sawit yang sudah tua dan tidak produktif lagi, dapat
dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Batang kelapa sawit tersebut
dapat dibuat sebagai bahan perabot rumah tangga seperti meubel, furniture, atau
sebagai papan partikel. Sifat-sifat yang dimiliki batang kelapa sawit tidak berbeda
jauh dengan batang kayu yang biasa digunakan untuk perabot rumah tangga
sehingga berpeluang untuk dimanfaatkan secara luas (Fauzi dkk., 2002).
Kadar air (KA) batang kelapa sawit bervariasi antara 100%-500%.
Kenaikan KA yang bertahap ini diindikasikan terhadap ketinggian dan kedalaman
posisi batang. Bagian terendah dan terluar batang memiliki nilai KA yang kecil
yang sangat jauh berbeda dengan dua bagian batang lainnya. Kecenderungan
kenaikan KA ini dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan distribusi jaringan
parenkim yang berfungsi menyimpan atau menahan lebih banyak air daripada
jaringan pembuluh. Ketersediaan jaringan parenkim ini akan semakin melimpah
pada bagian puncak batang dan juga semakin berlimpah pada bagian dalam
(pusat) batang (Choon dkk.,1991).
Bakar (2003) mengemukakan bahwa berat jenis, kadar air, modulus patah
(MOE), modulus elastisitas (MOR), susut volume dan kelas kuat pada batang
kelapa sawit sangat bervariasi, tergantung pada bagian batang. Umumnya bagian
tepi batang kelapa sawit lebih baik kualitasnya daripada bagian tengah dan pusat.
Tabel 1. Sifat-sifat dasar batang sawit
Sifat-sifat dasar Bagian dalam batang
Tepi Tengah Pusat
Berat jenis 0,35 0,28 0,20
Kadar air, % 156 257 365
Kekuatan lentur, Kg/cm2 29996 11421 6980
Keteguhan lentur, Kg/cm2 295 129 67
sifat-sifat batang kelapa sawit dan dibandingkan dengan batang kelapa, kayu
cengal, kayu kapur, dan kayu karet. Secara umum, batang kelapa sawit memiliki
sifat-sifat yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis-jenis yang lainnya.
Tabel 2 membandingkan beberapa sifat mekanis batang sawit dengan beberapa
jenis kayu.
Tabel 2. Perbandingan sifat batang sawit dengan beberapa jenis kayu
Spesies Kerapatan
(Havea brasiliensis)
530 8.800 58 26 4.320
Sumber: Killmann dan Lim (1985)
Menurut Balfas (2003), secara umum terdapat beberapa hal yang kurang
menguntungkan dari batang sawit dibandingkan dengan kayu biasa, diantaranya
1. Kandungan air pada kayu segar sangat tinggi (dapat mencapai 500%).
2. Kandungan zat pati sangat tinggi (pada jaringan parenkim dapat mencapai
45%).
3. Keawetan alami sangat rendah.
4. Kadar air keseimbangan relatif lebih tinggi.
5. Dalam pengolahan mekanik batang sawit lebih cepat menumpulkan pisau,
gergaji, dan amplas.
6. Kualitas permukaan kayu setelah pengolahan relatif sangat rendah.
7. Dalam proses pengerjaan akhir (finishing) memerlukan bahan lebih
banyak.
Perekat Phenol Formaldehida (PF)
Perekat PF merupakan hasil kondensasi formaldehida dengan monohidrik
phenol, termasuk phenol itu sendiri, kreosol, dan xylenol. Phenol formaldehida ini
dapat dibagi menjadi dua kelas yaitu resol yang bersifat thermosetting dan
novolak yang bersifat thermoplastik. Perbedaan kedua ini disebabkan oleh
perbandingan molar phenol dan formaldehida, serta katalis atau kondisi yang
terjadi selama berlangsungnya reaksi (Ruhendi dkk., 2007).
Menurut Achmadi (1990), perekat PF dapat berekasi secara kimia dengan
struktur fenolik pada lignin. Viskositas perekat PF cukup rendah sehingga
memungkinkan untuk berpenetrasi ke dalam pori-pori kayu dan berfungsi sebagai
jangkar mekanis dalam perekatan. Akhirnya, kekuatan kohesif dari resin melebihi
kekuatan kohesif kayu. Semua faktor ini memberikan sumbangan bagi kekuatan
Kualitas rekat dari PF sangat baik. Perekatan yang tepat memberikan
kekuatan yang tinggi dan daya tahan di bawah kondisi yang sulit saat pemakaian.
Bidang rekat tahan terhadap air dingin dan air mendidih, tidak diserang oleh
jamur, serangga, dan tahan terhadap bahan kimia, juga tahan terhadap suhu tinggi
yang menyebabkan karbonisasi kayu. Kekurangan perekat phenol formaldehida
adalah garis rekatnya gelap, venir berwarna terang akan mengalami perubahan
warna, dan memerlukan perhatian yang lebih jika dibandingkan dengan perekat
sintesis lainnya. Di samping itu, pekerja dapat mengalami iritasi kulit jika tidak
menggunakan perlengkapan keamanan, dan formulasi perekat akan mengeluarkan
bau yang tidak sedap bahkan setelah pengerasan (Tsoumis, 1991).
Papan Partikel
Papan partikel adalah salah satu jenis produk panel yang terbuat dari
partikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat
dengan perekat atau bahan pengikat lain kemudian dikempa panas. Menurut
Haygreen dkk. (2003) dan Tsoumis (1991) papan partikel ialah produk panel yang
dihasilkan dengan memanfaatkan partikel-partikel kayu dan sekaligus
mengikatnya dengan suatu perekat. Papan partikel adalah produk panel yang
dibuat dengan melekatkan partikel-partikel secara bersama-sama (seperti
bagian-bagian kecil dari kayu atau material lignoselulosa lainnya), dengan kayu sebagai
sumber utama.
Menurut Haygreen dkk. (2003), tipe-tipe partikel yang digunakan untuk
bahan baku pembuatan papan partikel adalah :
1. Pasahan (shaving), partikel kayu kecil berdimensi tidak menentu yang
2. Serpih (flake), partikel kayu kecil dengan dimensi yang telah ditentukan
sebelumnya yang dihasilkan dalam peralatan yang telah dikhususkan.
3. Biskit (wafer), bentuknya berupa serpih tetapi lebih besar. Tebalnya lebih
dari 0,025 inci dan panjangnya 1 inci.
4. Tatal (chips), sekeping kayu yang dipotong dari suatu blok dengan pisau
yang besar atau pemukul, seperti dengan mesin pembuat tatal kayu pulp.
5. Serbuk gergaji (sawdust), dihasilkan oleh pemotongan kayu dengan
gergaji.
6. Unting (strand), pasahan panjang, tetapi pipih dengan permukaan yang
sejajar.
7. Keratan (sliver), hampir persegi potongan melintangnya, dengan panjang
paling sedikit empat kali ketebalannya.
Menurut Sutigno (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi mutu papan
partikel, yaitu :
1. Berat jenis kayu
Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan partikel dengan berat
jenis kayu harus lebih besar dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar mutu papan
partikelnya baik. Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan
optimal sehingga kontak antar partikel baik.
2. Zat ekstraktif kayu
Kayu yang berminyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baik
dibandingkan dengan papan partikel dari kayu yang tidak berminyak. Zat
3. Jenis kayu
Jenis kayu (misalnya meranti kuning) yang kalau dibuat menjadi papan
partikel emisi formaldehidanya lebih tinggi dari jenis lain (misalnya
meranti merah). Masih diperdebatkan apakah karena pengaruh warna dan
pengaruh zat ekstraktif atau pengaruh keduanya.
4. Campuran jenis kayu
Keteguhan lentur papan partikel dari campuran jenis kayu ada di antara
keteguhan lentur papan partikel dari jenis tunggalnya, karena itu papan
partikel struktural lebih baik dibuat dari satu jenis kayu daripada dari
campuran jenis kayu.
5. Ukuran partikel
Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik daripada yang dibuat
dari serbuk karena ukuran tatal lebih besar daripada serbuk. Karena itu,
papan partikel struktural dibuat dari partikel yang relatif panjang dan
relatif lebar.
6. Kulit kayu
Makin banyak kulit kayu dalam partikel kayu sifat papan partikelnya
makin kurang baik karena kulit kayu akan mengganggu proses perekatan
antar partikel. Banyaknya kulit kayu maksimum 10%.
7. Perekat
Jenis perekat yang dipakai mempengaruhi sifat papan partikel.
Penggunaan perekat eksterior akan menghasilkan papan partikel eksterior
sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan partikel
misalnya karena ada perbedaan dalam komposisi perekat dan terdapat
banyak sifat papan partikel. Sebagai contoh, penggunaan perekat urea
formaldehida yang kadar formaldehidanya tinggi akan menghasilkan
papan partikel yang keteguhan lentur dan keteguhan rekat internalnya
lebih baik tetapi emisi formaldehidanya lebih besar.
Menurut Maloney (1993), papan partikel dibagi atas tiga macam
berdasarkan kerapatannya, yaitu:
1. Papan partikel berkerapatan rendah (low density particleboard) yaitu
papan yang mempunyai kerapatan <0,4 g/cm3.
2. Papan partikel berkerapatan sedang (medium density particleboard) yaitu
papan yang mempunyai kerapatan antara 0,4-0,8 g/cm3.
3. Papan partikel berkerapatan tinggi (high density particleboard) yaitu
papan yang mempunyai kerapatan >0,8 g/cm3.
Pada dasarnya sifat papan partikel dipengaruhi oleh bahan baku kayu
pembentuknya, jenis perekat, dan formulasi yang digunakan serta proses
pembuatan papan partikel tersebut mulai dari persiapan bahan baku, pembentukan
partikel, pengeringan partikel, pencampuran perekat dengan partikel, proses
kempa dan finishingnya (Haygreen dkk., 2003).
Menurut Widarmana (1977) dalam Roza (2009) bahwa sifat-sifat papan partikel
dapat dipengaruhi oleh beberapa sifat yakni:
1. Kerapatan papan partikel
Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan suatu partikel dalam lembaran dan
sangat tergantung pada besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses
pembuatan lembaran. Makin tinggi kerapatan papan partikel yang akan dibuat
2. Kadar air papan partikel
Kadar air papan partikel sangat tergantung pada kondisi udara di sekelilingnya,
karena terdiri atas bahan-bahan yang mengandung lignoselulosa sehingga bersifat
higroskopis. Kadar air papan partikel akan semakin rendah dengan semakin
banyaknya perekat yang digunakan, karena kontak antara partikel akan semakin
rapat sehingga air akan sulit masuk di antara partikel kayu.
3. Penyerapan air
Papan partikel sangat mudah menyerap air pada arah tebal terutama pada keadaan
basah dan suhu udara yang lembab. Faktor yang mempengaruhi papan partikel
terhadap penyerapan air adalah volume ruang kosong yang dapat menampung air
di antara partikel, adanya saluran kapiler dan luas permukaan partikel yang tidak
dapat ditutupi oleh perekat.
4. Pengembangan tebal
Salah satu kelemahan papan partikel adalah besarnya tingkat pengembangan
dimensi tebal. Pengembangan tebal ini akan menurun dengan banyak parafin
yang ditambahkan dalam proses pembuatannya sehingga sifat kedap airnya akan
lebih sempurna.
Maloney (1993) dalam Prayitno dan Darnoko (1994) menyatakan papan
partikel memiliki beberapa kelebihan, seperti:
1. Papan partikel bebas mata kayu, pecah dan retak.
2. Ukuran dan kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Tebal dan kerapatannya seragam.
4. Mudah dikerjakan.
5. Memiliki sifat isotropis.
Umumnya papan partikel tidak cukup stabil pada arah liniernya. Pengembangan
papan partikel pada bidang liniernya dapat melebihi pengembangan normal (Haygreen
dkk., 2003). Papan partikel yang berbahan baku batang sawit memiliki kekurangan yaitu
penyerapan air yang tinggi. Hal ini dikarenakan batang sawit memiliki sifat higroskopis
yang berlebihan.
Ukuran Partikel
Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
sifat fisik dan mekanik papan partikel. Geometri partikel ini mempengaruhi
karakteristik permukaan papan, reaksinya terhadap kelembaban dan sifat-sifat
pengerjaanya seperti pemotongan, pengetaman, dan penghalusan. Penerapan
ukuran partikel yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Okuda dan Sato (2004)
dalam penelitian pembuatan papan tanpa perekat dengan menggunakan bahan
kenaf inti dan metode pengempaan panas, dengan ukuran partikel 53 μm dan
pencampuran dengan ukuran partikel 3,3 mm. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel maka akan semakin besar
kekuatan rekat internal.
Semakin mengecilnya ukuran partikel penyusun maka nilai sifat fisis
khususnya kadar air dan pengembangan tebal semakin rendah. Hasil pengujian
sifat mekanis, semakin baik pada tingkat kerapatan yang tinggi dengan ukuran
partikel yang lebih besar. Hal ini terjadi karena kekompakan partikel penyusun
lebih baik selain itu pelaburan perekat lebih merata pada partikel besar
Kadar Perekat
Kulaitas papan partikel dipengaruhi oleh perekat. Hasil penelitian
Sulastiningsih dkk (2008) menunjukkan bahwa sifat fisis dan mekanis papan
partikel bamboo sangat dipengaruhi oleh kadar perekat yang digunakan. Semakin
tinggi kadar perekat semakin baik sifat papan partikel yang dihasilkan.
Penggunaan kadar perekat minimum 11% dari berat kering partikel bamboo
menghasilkan papan partikel bamboo yang cukup kuat dan stabil serta memenuhi
persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa dengan meningkatnya kadar
perekat dalam pembuatan papan partikel bambu, terjadi peningkatan nilai
keteguhan rekat internal, modulus patah dan modulus elastisitas. Sebaliknya nilai
pengembangan tebal dan penyerapan air papan partikel bambu menurun dengan
meningkatnya kadar perekat. Hal ini berarti semakin tinggi kadar perekat yang
digunakan dalam pembuatan papan partikel bamboo semakin baik sifat papan