• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KEPEMIMPINAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KEPEMIMPINAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

KEPEMIMPINAN, KEKUASAAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN Friday, 18 March 2011 15:56 | Written by Sugianto | | Menakar Arah dan Gaya Kepemimpinan

Catatan awal

Mengenai pentingnya kepemimpinan pada sebuah komunitas atau organisasi sudah terang bagi semua. Jangan komunitas manusia, komunitas gajah, babi hutan, kerbau hutan memiliki dan membutuhkan pemimpin. Mengapa komunitas atau organisasi membutuhkan pemimpin? Jawabnya jelas: Supaya ada yang memimpin. Maka kita perlu mengerti apa sebenarnya peran dan fungsi pemimpin yang hakiki bagi komunitas atau organisasi?

Dari hasil penelitian para ahli manajemen, organisasi, antropologi-sosiologi, politik ditemukan pemahaman mengenai peran dan fungsi pemimpin yang hakiki ada 3, yakni:

Memberi dan menjaga arah. Menggerakkan.

Mempersatukan.

Jika Majelis Jemaat dipahami sebagai pemimpin jemaat, maka anggota jemaat berharap bahwa Majelis Jemaat, baik sebagai entitas institusi maupun dalam entitas individu anggota majelis, agar menghadirkan tiga peran diatas. Jika seorang pendeta dipahami sebagai pemimpin jemaat, maka warga jemaat menaruh harapan bahwa seorang pendeta memerankan tiga hal diatas secara efektif. Jika Majelis Pekerja Klasis, jika Majelis Pekerja Sinode adalah pemimpin klasis atau pemimpin Sinode, maka seluruh warga GKSBS mengharapkan bahwa MPK/MPS mampu berperan dan berfungsi secara efektif dalam memberi dan menjaga arah bergereja, menggerakkan umat dan menjaga kesatuan umat.

Makna kekuasaan

Setiap pemimpin, entah person maupun kolektif, pada dirinya memiliki kekuasaan. Kekuasaan adalah konsep yang rumit. Paling tidak kekuasaan adalah kombinasi antara wewenang dengan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok pemimpin.

Wewenang seseorang atau sekelompok pemimpin – dari mana pun asalnya – pada akhirnya diberikan oleh orang-orang yang dipimpinnya. Maka wewenang bisa goyah atau berkurang manakala orang-orang yang memberinya mengambil balik wewenang itu.

Bagi pemimpin, kekuasaan yang dimilikinya – yang diberikan oleh orang-orang yang dipimpinnya – dimaksudkan agar peran dan fungsi kepemimpinan bisa efektif.

Tetapi kekuasaan pada hakikatnya selalu seperti pedang bermata dua. Pada satu sisi merupakan berkat. Tapi pada sisi lain merupakan laknat. Padahal tidak pernah ada orang yang tahu dengan pasti mana sisi tajam yang berupa berkat dan mana sisi tajam yang berupa laknat. Tetapi semua orang tahu bahwa pada saat kekuasaan diarahkan untuk memberi dan menjaga arah perjalanan, memberdayakan dan mempersatukan, maka pedang itu akan menjadi berkat. Tetapi manakala pedang itu tidak digunakan untuk mendukung efektivitas peran dan fungsi kepemimpinan, maka pedang itu telah menjadi laknat.

Pengambilan keputusan

(2)

statusnya untuk memiliki kemampuan yang baik dalam pengambilan keputusan. Kemampuan yang baik dalam pengambilan keputusan harus tercermin pada tiga hal: cara, hasil keputusannya dan kemampuan menyampaikan hasil keputusan.

Hal mengambil keputusan memang hak prerogatif pemimpin. Tetapi hal keputusan itu dapat diterima oleh orang-orang yang dipimpin sangat dipengaruhi oleh cara atau proses mengenai bagaimana keputusan itu diambil. Karena kewenangan yang dimiliki oleh pemimpin itu merupakan kewenangan yang diberikan oleh orang-orang yang dipimpin, maka proses pengambilan keputusan harus bisa dikontrol dan dipertanggung-jawabkan kepada yang memberi wewenang. Mengapa orang-orang yang dipimpin perlu mengontrol dan meminta pertanggung-jawaban? Karena pada dasarnya semua orang ingin terlibat dan memberikan kontribusi dalam kehidupan bersama. Pemberian wewenang adalah wujud dari keinginan berkontribusi. Pun demikian hal mengontrol dan meminta pertanggung-jawaban. Maka merupakan konsekuensi logis jika harapan dan ruang untuk mengontrol dan meminta pertanggung-jawaban menyempit, akan mengakibatkan orang-orang yang dipimpin juga akan mengurangi kontribusinya dalam memberikan wewenang. Kontribusi yang diberikan kepada pemimpin tujuan akhirnya bukan kepada pemimpin itu sendiri, melainkan kontribusi terhadap usaha mewujudkan nilai-nilai dan cita-cita organisasi atau komunitas. Oleh karena itu proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin harus dipastikan selaras dengan nilai-nilai dan cita-cita organisasi atau komunitas. Maka menjadi jelas bahwa proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin harus transparan dan dapat diukur. Proses pengambilan keputusan yang tidak transparan dan tidak terukur secara hakiki menjadi proses pembusukan sebuah organisasi atau sebuah komunitas. Dan secara khusus akan menjadi proses pengeroposan kepemimpinan itu sendiri. Pengeroposan ini akan menjadikan kepemimpinan kehilangan legitimasi. Dan ketika kepemimpinan kehilangan legitimasi, maka kecenderungannya adalah – gaya kepemimpinan – semakin otoriter.

Untuk menghasilkan proses pengambilan keputusan yang baik, yang transparan dan terukur, pemimpin harus menetapkan mekanisme dan nilai-nilai acuan pengambilan yang dapat diakses oleh orang-orang yang dipimpin. Akses terhadap mekanisme dan nilai-nilai yang menjadi acuan dalam pengambilan keputusan ini akan memungkinkan terjadinya kontribusi dan partisipasi yang lebih intens. Kontribusi dan partisipasi yang lebih intens ini akan semakin memperkokoh legitimasi pemimpin dan kualitas keputusan-keputusan yang dihasilkannya.

Apakah proses pengambilan keputusan yang baik seperti diatas dijamin menghasilkan keputusan-keputusan yang baik juga? Belum tentu. Hasil keputusan bisa bias oleh dua hal. Pertama, informasi yang tidak akurat. Oleh karena itu seorang atau sekelompok pemimpin harus memiliki kemampuan menghimpun dan menyeleksi informasi/data dengan baik. Kedua, motivasi dan kepentingan. Data yang baik, akurat, lengkap dan up to date bisa menghasilkan keputusan melenceng manakala ada motivasi, kepentingan dan niatan yang salah dari pemimpin. Siapa yang bisa mengontrol motivasi dan naiatan seseorang? Tentu tidak ada. Maka, setelah proses pengambilan keputusan, produk keputusan pemimpin harus juga bisa dikontrol. Alat kontrol produk keputusan pemimpin adalah: Pertama, seberapa sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam keputusan dengan nilai-nilai organisasi atau komunitas. Kedua, seberapa relevan keputusan itu dengan program, tema dan arah organisasi. Ketiga, seberapa keputusan itu memiliki daya terap (dapat dilaksanakan) bagi organisasi atau komunitas.

(3)

masih terbuka terhadap control mereka yang dipimpin, maka sudah dengan sendirinya produk keputusan pemimpin sudah dipahami oleh mereka yang dipimpin. Tetapi sayangnya banyak pemimpin yang karena sejak proses pengambilan keputusan tidak transparan dan terukur, serta tidak ada ruang partisipasi, maka hal mengkomunikasikan keputusan menjadi pekerjaan yang berat. Dan ketika orang-orang yang dipimpin tidak bisa mengerti produk-produk keputusannya, maka dengan mudah alamat kesalahan diarahkan kepada mereka yang dipimpin. Ketika terjadi situasi demikian, maka peluang berkembangnya gaya kepemimpinan yang otoriter semakin besar.

Catatan akhir

Menjadi jelas bahwa gaya kepemimpinan yang otoriter mendapatkan lahan yang subur, manakala budaya dan sistem pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi atau komunitas semakin tidak transparan dan tidak terukur.

Mungkin budaya pengambilan keputusan seperti diatas tidak pernah dianggap sebagai masalah, sebab hal mengambil keputusan adalah merupakan hak prerogatif pemimpin. Tetapi ketika hak atau wewenang ini dipahami secara keliru, maka kemungkinan yang akan berkembang adalah produk-produk keputusan pemimpin akan kehilangan legitimasi. Dan ketika hal ini terjadi, maka pada gilirannya krisis kepemimpinan akan mengikutinya. Pada akhirnya keberadaan organisasi atau kemunitas akan terancam.

(4)

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM

KEPEMIMPINAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan Hidayah-Nya makalah ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “Pengambilan Keputusan Pemerintah dalam Kepemimpinan” ini disajikan berdasarkan pengetahuan dan referensi dari beberapa sumber yang ada. Ucapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada dosen pengajar.dan semua pihak yang telah membantu demi selesainya makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun penulis perlukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan pembuatan makalah dimasa yang akan datang. Penulis berharap, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca dan juga pada penulis sendiri.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar……….….…….. i

Daftar Isi………...……… ii

BAB I

(5)

1.3. Tujuan Penulisan………...…... 3

BAB II

2.1. Definisi Pemimpin Menurut Para Ahli………... ………….. 5

2.2. Peran Kepemimpinan Dalam Mengendalikan Konfik……….………... ………. 6

2.3. Peran Kepemimpinan dalam Membangun

Tim………...…7-8

BAB III

3.1. Kesimpulan………....… 9 3.2 Saran……….…... 9 Daftar Pustaka………..….……... 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah

Dalam sebuah organisasi, kita mengenal dua peranan yang masing-masing berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Peran yang pertama kita kenal dengan istilah peranan kepemimpinan mengerjakan halyang benar, dan yang kedua kita menyebutnya dengan istilah peranan manajemen mengerjakan hal secara benar atau pelaksanaan.

Perbedaan yang signifikan antara kedua peranan di atas adalah jika dikaitkan dengan otak kanan dan otak kiri. Peranan kepemimpinan umumnya diatur oleh otak kanan, adapun peranan manajemen diatur oleh otak kiri. Sedangkan dalam hubungannya dengan dinamika organisasi, maka peran kepemimpinan tidak terlepas dari pembagiannya serta keterkaitannya dengan aspek mengambil keputusan, mengelola konfik dan membangun tim. Dalam makalah ini kita akan membahas tiga

pembagian peran kepemimpinan dalam organisasi

tersebut. Kepemimpinan adalah adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ocial pencapaian tujuan. Dalam pengertian lain kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi orang lain, terutama bawahannya, untuk berfikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.

(6)

2.

Bagaimana pengertian pemimpin itu menurut para ahli?

3.

Apa saja pengertian kepemimpinan itu?

4.

Apa saja teori kelahiran pemimpinan itu?

5.

Apa saja teori-teori kepemimpinan itu?

6.

Bagaimana tipe dan gaya kepemimpinan?

7.

Peran pemimpin dalam menghadapi konfik?

8.

Bagaimana ciri-ciri kepemimpinan yang baik?

1.3.

Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para pembaca tentang kepemimpinan baik itu pengertian kepemimpinan, teori-teori kepemimpinan, tipe dan gaya kepemimpinan, syarat-syarat kepemimpinan dan ciri-ciri kepemimpinan yang baik itu seperti apa. Di samping itu makalah ini juga bertujuan untuk melatihan dasar kepemimpinan Mahasiswa.

BAB II

KEPEMIMPINAN

2.1. Definisi Pemimpin Menurut Para Ahli

Ahmad Rusli dalam kertas kerjanya Pemimpin Dalam Kepimpinan Pendidikan (1999). Menyatakan pemimpin adalah individu manusia yang diamanahkan memimpin subordinat (pengikutnya) ke arah mencapai matlamat yang ditetapkan.

Miftha Thoha dalam bukunya Prilaku Organisasi (1983: 255). Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya.

Kartini Kartono (1994 : 33). Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.

Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi sangat besar perannya dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga membuat keputusan dan mengambil tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas pemimpin. Sehingga jika seorang pemimpin tidak mampu membuat keputusan, seharusnya dia tidak dapat menjadi pemimpin.

(7)

prosesnya. Kegiatan pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk kepemimpinan, sehingga :

a. Teori keputusan meupakan metodologi untuk menstrukturkan dan menganalisis situasi yang tidak pasti atau berisiko, dalam konteks ini keputusan lebih bersifat perspektif daripada deskriptif

b. Pengambilan keputusan adalah proses mental dimana seorang manajer memperoleh dan menggunakan data dengan menanyakan hal lainnya, menggeser jawaban untuk menemukan informasi yang relevan dan menganalisis data; manajer, secara individual dan dalam tim, mengatur dan mengawasi informasi terutama informasi bisnisnya

c. Pengambilan keputusan adalah proses memlih di antara tindakan untuk mengatasi masalah. Prosesnya dilakukan melalui beberapa tahapan seperti, Identifikasi masalah, mendefinisikan masalah, memformulasikan dan mengembangkan alternative, implementasi keputusan, serta evaluasi keputusan.

2.2. Peran Kepemimpinan Dalam Mengendalikan

Konfik

Berkaitan dengan dunia organisasi, konfik pun kerap kali terjadi misalnya saja konfik antara pemimpin dengan yang dipimpinnya atau antara kelompok kerja yang satu dengan yang lain. Konfik terjadi disebabkan oleh berbedanya kepribadian, kepentingan, latar belakang, budaya, agama dan sebagainya antara masing-masimg indivdu dalam organisasi tersebut. Konfik tidak dicegah melainkan hanya dikendalikan, dikelola, bahkan disinergikan menjadi sesuatu yang sangat dinamis dan harmonis. Dan ini adalah tugas dari seorang pemimpin.dalam kepemimpinannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa efektifitas kepemimpinan seorang pemimpin adalah dapat dinilai dari bagaimana ia mampu mengendalikan dan mengelola konfik begitu juga sebaliknya.

Proses pengendalian konfik

Proses ini bermula dari persepsi konfik itu sendiri, apa komponennya dan dari mana sumbernya, kemudian menuju ke tahap realisasi, penghindaran, intervensi, pemilihan strategi dan implementasi, serta evaluasi dampak yang ditimbulkan dari konfik tersebut.

Cara mengendalikan konfik

Dalam mengendalikan konfik, cara-cara yang dapat dipakai adalah :

 Memberikan kesempatan kepada semua anggota kelompok untuk mengemukakan pendapatnya tentang kondisi-kondisi penting yang diinginkan

 Meminta satu pihak menempatkan diri pada posisi orang lain, dan memberikan argumentasi yang kuat mengenai posisi tersebut

 Kewenangan pimpinan sebagai sumber kekuatan kelompok dalam pengambilan keputusan atau memecahkan masalah secara efektif.

2.3.

Peran Kepemimpinan dalam Membangun Tim

(8)

kerja yang solider yang mempunyai identifikasi keanggotaan maupun kerja sama yang kuat.

Proses pembentukan

Ruang lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin meliputi peran pemimpin dalam pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja, pengelolaan tata kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi. Pedoman umum dalam membentuk atau membangun tim, yaitu:

a. Menanamkan pada kepentingan bersama b. Berusaha mempertahankan komitmen

c. Menggunakan simbol-simbol untuk mengembangkan identifikasi dengan unit kerja

d. Mendorong dan memudahkan interaksi yang memuaskan e. Mengadakan pertemuan-pertemuan membangun tim f. Menggunakan jasa konsultan bila diperlukan.

Anggota tim

Keberhasilan tugas dalam tim akan tercapai jika setiap orang bersedia untuk bekerja dan memberikan yang terbaik. Anggota tim yang baik harus:

a. Mengerti tujuan yang baik

b. Memiliki rasa saling ketergantungan dan saling memiliki c. Menerapkan bakat dan pengetahuannya untuk sasaran tim d. Dapat bekerja secara terbuka

e. Dapat mengekspresikan gagasan, opini, dan ketidaksepakatan f. Mengerti sudut pandang satu dengan yang lain.

g. Mengembangkan keterampilan dan menerapkanya pada pekerjaan. h. Mengakui bahwa konfik adalah hal yang normal.

i. Berpartisipasi dalam keputusan tim.

Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses untuk memberikan pengarahan dan pengaruh pada kegiatan yang berhubungan dengan tugas sekelompok anggotanya. Mereka yakin bahwa tim tidak akan sukses tanpa mengkombinasikan kontribusi setiap anggotanya untuk mencapai tujuan akhir yang sama.

(9)

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kepemimpinan merupakan sub sistem dari pada manajemen, karena mengingat peranan vital seorang pemimpin dalam menggerakan bawahan, maka timbul pemikiran di antara para ahli untuk bisa jauh lebih mengungkapakan peranan apa saja yang menjadi beban dan tanggung jawab pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya. Kepemimpinan merupakan suatu masalah yang kompleks dan sulit, karena sifat dasar kepemimpinan itu sendiri memang sangat kompleks. Akan tetapi, perkembangan ilmu saat ini telah membawa banyak kemajuan sehingga pemahaman tentang kepemimpinan menjadi lebih sistematis dan objektif. Salah satu peran kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin adalah peran membangkitkan semangat kerja. Peran ini dapat dijalankan dengan cara memberikan pujian dan dukungan. Pujian dapat diberikan dalam bentuk penghargaan dan insentif. Sebagai sumber inspirasi, seorang pemimpin tidak hanya menunjukkan dalam kata dan ucapan saja, melainkan juga tindakan dan perilaku sehari-hari. Orang berharap seorang pemimpin yang menunjukkan optimisme, segar, antusias, energik, dan berpikir positif pada masa depan. Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi sangat besar perannya dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga membuat keputusan dan mengambil tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas pemimpin.

3.2 Saran

Mengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh penulis, maka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendasar lagi, disarankan kepada pembaca untuk membaca literatur-literatur yang telah dilampirkan pada makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1.] Handoko T. Hani , Manajemen Edisi 2, BPFE – Yogyakarta, 1984. [2.] James K. Van Fleet, 1973, 22 manajemen kepemimpinan, Jakarta:Mitra

[3.] Purwnto, yadi, 2001, makalah: manajemen PT.Cendekia Informatika,

Jakarta

(10)

[5.] w. Brown steven, 1998, manajemen kepemimpinan, Jakarta: Profesional books

[6.] Aynul. 2009. "Leadership: Definisi Pemimpin". (Online). (Http://referensikepemimpinan.blogspot.com/2009/03/definisi-pemimpin.html, diakses 11 November 2011).

D a n d o R i d w a n t o K a m i s , 1 8 A p r i l 2 0 1 3 1 k o m e n t a r

MAKALAH

Kepemimpinan Pendidikan Islam

Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan, Mengendalikan Konflik dan Membangun Tim

Dosen Pembimbing:

Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al Hakim

Pondok Pesantren Hidayatullah

A. Peran Kepemimpinan dalam Mengambil Keputusan B. Peran Kepemimpinan dalam Mengendalikan Konflik C. Peran Kepemimpinan dalam Membangun Tim D. Proses Pengaruh Timbal Balik didalam Kepemimpinan

3. BAB II TINJAUAN TEORITIK

A. Keberhasilan Kepemimpinan

B. Memperbaiki Kepemimpinan

4. SIMPULAN

Pendahuluan

Dalam kerangka manajemen, kepemimpinan merupakan sub sistem dari pada manajemen. Karena mengingat peranan vital seorang pemimpin dalam menggerakan bawahan, maka timbul pemikiran di antara para ahli untuk bisa jauh lebih mengungkapakan peranan apa saja yang menjadi beban dan tanggung jawab pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya. Bicara tentang kepemimpinan banyak para ahli memberikan definisi tentangnya. Sehingga, salah seorang ahli menyimpulkan bahwa “Kepemimpinan merupakan salah satu fenomena yang

(11)

pasti atau berisiko, dalam konteks ini keputusan lebih bersifat perspektif daripada deskriptif • Pengambilan keputusan adalah proses mental dimana seorang manajermemperoleh dan menggunakan data dengan menanyakan hal lainnya, menggeser jawaban untuk menemukan informasi yang relevan dan menganalisis data; manajer, secara individual dan dalam tim, mengatur dan mengawasi informasi terutama informasi bisnisnya • Pengambilan keputusan adalah proses memilih di antara alternatif-alternatif tindakan untuk

mengatasi masalah.

Dalam pelaksanaannya, pengambilan keputusan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: proses dan

gaya pengambilan keputusan

Selain proses pengambilan keputusan, terdapat juga gaya pengambilan keputusan. Gaya adalah lear

habit atau kebiasaan yang dipelajari.

Gaya pengambilan keputusan merupakan kuadran yang dibatasi oleh dimensi:

1. Cara berpikir, terdiri dari:

a. Logis dan rasional; mengolah informasi secara serial b. Intuitif dan kreatif; memahami sesuatu secara keseluruhan.

2. Toleransi terhadap ambiguitas

a. Kebutuhan yang tinggi untuk menstruktur informasi dengan cara meminimalkan ambiguitas b. Kebutuhan yang rendah untuk menstruktur informasi, sehingga dapat memproses banyak pemikiran

pada saat yang sama.

Kombinasi dari kedua dimensi diatas menghasilkan gaya pengambilan keputusan seperti: 1. Direktif = toleransi ambiguitas rendah dan mencari rasionalitas. Efisien, mengambil keputusan secara cepat dan berorientasi jangka pendek 2. Analitik = toleransi ambiguitas tinggi dan mencari rasionalitas. Pengambil keputusan yang cermat, mampu menyesuaikan diri dengan situasi baru 3. Konseptual = toleransi ambiguitas tinggi dan intuitif. Berorientasi jangka panjang, seringkali menekan

solusi kreatif atas masalah

4. Behavioral = toleransi ambiguitas rendah dan intuitif. Mencoba menghindari konflik dan

mengupayakan penerimaan.

F. Peran Kepemimpinan dalam Mengendalikan Konflik Menurut bahasa, konflik dapat diartikan dengan perbedaan , pertentangan dan perselisihan. Konflik adalah pertentangan dalam hubungan kemanusiaan ( intrapersonal dan interpersonal ) antara satu pihak dengan pihak yang lain dalm mencapai suatu tujuan, yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan, emosi/ psikologi, dan nilai.

Komponen Konflik

Secara umum konflik itu terdiri atas 3 komponen, yaitu : • Interest ( kepentingan ), yakni sesuatu yang memotivasi orang untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu.

• Emotion ( emosi ), yang sering diwujudkan melalui perasaan yang menyertai sebagian besar interaksi manusia seperti marah, kebencian, takut, dan penolakan. • Values ( nilai ), yakni komponen konflik yang paling sulit dipecahkan karena nilsi itu merupakan hal yang tidak bisa diraba dan dnyatakan secara nyata. Nilai berada pada kedalaman akar pemikiran dan perasaan tentang benar dan salah, baik dan buruk yang mengarahkan dan memelihara perilaku manusia.

Sumber Konflik

Sumber- sumber konflik dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu : • Biososial, para pakar manajemen menempatkan frustasi agresi sebagai sumber konflik. • Kepribadian dan Interaksi, termasuk didalamnya kepribadian yang abrasive ( suka menghasut ), gangguan psikologi, kemiskinan, interpersonal, kejengkelan, persaingan ( rivalitas ), perbedaan gaya

interaksi, ketidaksederajatan hubungan.

• Struktural, banyak konflik yang melekat pada struktur organisasi dan masyarakat. Kekuasaan, status dan kelas merupakan hal- hal yang berpotensi menjadi konflik, seperti tentang hak asasi

manusia, gender dan sebagainya.

• Budaya dan Ideologi, intensitas konflik dari sumber ini sering dihasilkan sdari perbedaan politik, sosial, agama dan budaya. Konflik ini juga timbul dikalangan masyarakat karena perbedaan system nilai

• Konvergensi ( gabungan ), dalam situasi tertentu sumber- sumber konflik itu menjadi satu, sehingga menimbulkan kompleksitas konflik itu sendiri.

Mengendalikan Konflik

Untuk dapat mengatasi konflik-konflik yang ada pemimpin dapat memberikan kesempatan kepada semua anggota kelompok untuk mengemukakan pendapatnya tentang kondisi - kondisi penting yang diinginkan, yang menurut persepsi masing - masing harus dipenuhi dengan pemanfaatan berbagai

sumber daya dan dana yang tersedia

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pemimpin untuk dalam kepemimpinannya untuk mengatasi atau mengendalikan konflik. Disini kami kami menghadirkan beberapa cara yang dikutip dari Nader and Todd, dalam salah satu bukunya, The Disputing Process Law In Ten Societies, yaitu : • Bersabar ( Lumping ), yaitu suatu tindakan yang merujuk pada sikap yang mengabaikan konflik begitu

• Penghindaran ( Avoidance ), yaitu suatu tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri hubungannya

dengan cara meninggalkan konflik.

(12)

• Negosiasi ( Negotation ) ialah tindakan yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan oleh orang- orang yang berkonflik secara bersama – sama tanpa melibatkan pihak ketiga. Kelompok tidak mencari pencapaian solusi dan term satu aturan, tetapi membuat aturan yang dapat mengorganisasikan hubungannya dengan pihak lain. • Konsiliasi ( Conciliation ), yaitu tindakan untuk membawa semua yang berkonflik kemeja perundingan.

• Mediasi ( Mediation ), hal ini menyangkut pihak ketiga yang menangani/ membantu menyelesaikan

konflik agar tercapai persetujuan.

• Arbritasi ( Arbritation ), kedua belah pihak yang berkonflik setuju pada keterlibatan pihak ketiga yang memiliki otoritas hokum dan mereka sebelumnya harus setuju untuk menerima keputusannya. • Peradilan ( Adjudication ), hal ini merujuk pada intervensi pihak ketiga yang berwenang untuk campur tangan dalam penyelesaian konflik, apakah pihak- pihak yang berkonfllik itu menginginkan atau tidak.

G. Peran Kepemimpinan dalam Membangun Tim Tim adalah kelompok kerja yang dibentuk dengan tujuan untuk menyukseskan tujuan bersama sebuah kelompok organisasi atau masyarakat. Tujuan dari pembentukan tim di sini adalah membangun unit kerja yang solider yang mempunyai identifikasi keanggotaan maupun kerja sama yang kuat. d. Mendorong dan memudahkan interaksi sosial yang memuaskan e. Mengadakan pertemuan-pertemuan membangun tim f. Menggunakan jasa konsultan bila diperlukan.

2. Anggota tim

Keberhasilan tugas dalam tim akan tercapai jika setiap orang bersedia untuk bekerja dan memberikan yang terbaik. Anggota tim yang baik harus:

a. Mengerti tujuan yang baik

b. Memiliki rasa saling ketergantungan dan saling memiliki c. Menerapkan bakat dan pengetahuannya untuk sasaran tim

d. Dapat bekerja secara terbuka

e. Dapat mengekspresikan gagasan, opini, dan ketidaksepakatan f. Mengerti sudut pandang satu dengan yang lain. g. Mengembangkan keterampilan dan menerapkanya pada pekerjaan. h. Mengakui bahwa konflik adalah hal yang normal.

i. Berpartisipasi dalam keputusan tim.

3. Peranan kepemimpinan dalam tim

Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses untuk memberikan pengarahan dan pengaruh pada kegiatan yang berhubungan dengan tugas sekelompok anggotanya. Mereka yakin bahwa tim tidak akan sukses tanpa mengkombinasikan kontribusi setiap anggotanya untuk mencapai tujuan akhir yang sama.

Adapun peranan pemimpin dalam tim adalah sebagai berikut:

a. Memperlihatkan gaya pribadi

b. Proaktif dalam sebagian hubungan

c. Mengilhami kerja tim

d. Memberikan dukungan timbal balik

e. Membuat orang terlibat dan terikat

f. Memudahkan orang lain melihat peluang dan prestasi g. Mencari orang yang ingin unggul dan dapat bekerja secara kontruktif h. Mendorong dan memudahkan anggota untuk bekerja

i. Mengakui prestasi anggota tim

j. Berusaha mempertahankan komitmen

k. Menempatkan nilai tinggi pada kerja tim.

BAB II

TINJAUAN TEORITIK

C. Proses Pengaruh Timbal Balik didalam Kepemimpinan Inti dari sebuah kepemimpinan adalah memengaruhi orang lain atau bawahan, sedangkan tanpa bawahan pemimpin tidak akan ada. Tetapi proses pengaruh antara pemimpin dan bawahan tidak searah.

Ada beberapa sumber pengaruh dari beberapa pemimpin dan sumber pengaruh bawahan. Menurut Frinch dan Rave secara singkat menjelaskan bahwa pengaruh pemimpin terhadap bawahan pada dasarnya bersumber pada bawahan dan atau keperibadian pemimpin. Pengaruh bawahan terhadap pemimpin disebut kewibawaan tandinan (counter power). Sebenarnya sumber utama counter power bawahan adalah ketergantungan pemimpin terhadap bawahan itu sendiri. Para pemimpin diberikan kesempatan untuk melaksanakan pengaruhnya sesuai keahliannya, daya tarik dan setatus yang linguistik. Akan tetapi kewibawan pemimpin akan segera lenyap jika pemimpin gagal dalam memberikan keputusan yang tidak sesuai dengan harapankepuasan dan kebutuhan bawahan.

Dalam timbal balik sebuah kepemimpinan, James A. Lee, membedakan kewibawaan dan pengaruh bawahan dalam tiga kategori , yaitu; Kewibawaan Kolektif (collective power), Kewibawaan Legal (legal

(13)

D. Keberhasilan Kepemimpinan

Konsep keberhasilan kepemimpinan sama halanya dengan. Keberhasial pemimpin pada hakikatnya berkaitan dengan tingkat kepedulian seorang pemimpin terlibat pada kedua organisasi yaitu apa yang telah dicapai organisasi organizational achievement) dan pembinaan terhadab organisasi

(0rganizational maintenance).

a. Organizational achievement

Dengan pendekatan ini keberhasilan pemimpin dapat di kaji dengan langkah-langkah berikut; • Pengamatan terhadap produk yang dihasilkan oleh proses transformasi kepemimpinan, seperti;

-penampilan kelimpok,

b. Organizational maintenance

Dengan pendekatan ini dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap sikap bawahan dan orientasi

pemimpin terhadap bawahan.

• Sikap bawahan terhadap pemimpin

• Ukuran sikap bawahan pada pemimpin

• Orientasi pemimpin pada bawahan

E. Memperbaiki Kepemimpinan

Ada tiga macam pendekatan untuk memperbaiki mepemimpinan, yang masing-masing yaitu;

a. Seleksi

Seleksi untuk memperbaiki kepemimpinan erat kaitannya dengan pendekatan sifat dan pemanfaatan hasil-hasil dari studi sifat. Apabila terjadi kepemimpinan yang kosong, perlu dilakukan seleksi orang untuk mengisi jabatan. Utuk mengisi jabatn yang kosong perlu dilakukan kualifikasi kepemimpinan

dalam jabatan kepemimpinan.

Proses seleksi seharusnya dilakukan oleh unit yang bertanggung jawab di bidang sumber daya manusia yang mempuyai tugas untuk mengadakan identifikasi orang-orang yang memiliki potensi tinggi

sebagai calon seorang pemimpin.

b. Pelatihan

Pelatihan merupakan metode yang paling banyak dipakai untuk memperbaiki Kepemimpinan. Ada tiga kategori keterampilan yang paling mudah diperbaiki melalui pelatihan, yaitu;

• Keterampilan mengelola

• Pengetahuan teknis

• Keterampilan konseptual

c. Rekayasa Situasi

Pendekatan ketiga untuk memperbaiki kepemimpinan, dalam pendekatan ini situasi diubah untuk dapat bersaing dengan pemimpin. Contoh, misalnya perubahan yang terdapat dalam organisasi unit kerja, seperti;

• Peningkatan atau merosotnya otoritas pemimpin, • Peningkatan atau merosotnya tentang kendali pemimpin. Perubahan-perubahan semacam ini biasanya dibuat oleh pemimpin tingkat atas suatu organisasi. Jadi dengan memodifikasi aspek-aspek tertentu dari tugas kepemimpinan dalam situasi organisasidapat dijadikan salah satu pilihan untuk meningkatan performance kepemimpinan seseorang.

SIMPULAN

(14)

KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN TRANSFORMASIONAL

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Beberapa tahun terakhir, upaya pembenahan dan penyempurnaan kinerja organisasi khususnya organisasi sekolah menjadi sesuatu hal yang sangat penting untuk segera dilakukan. Hal ini disebabkan karena adanya tuntutan terhadap mutu pendidikan sebagai konsekuensi langsung dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat. Dalam sistem persekolahan, lulusan merupakan fokus tujuan, lulusan berkualitas tidak mungkin terwujud tanpa proses pendidikan yang bermutu. Proses pendidikan yang bermutu tidak mungkin tercapai tanpa adanya organisasi persekolahan yang tepat.[1]

Untuk mewujudkan kinerja organisasi yang tepat dan bermutu maka diperlukan adanya kepemimpinan yang memadai. Kepemimpinan tersebut harus mampu memotivasi atau memberi semangat kepada para stafnya dengan jalan memberikan inspirasi atau mengilhami kreativitas mereka dalam bekerja. Kepemimpinan transaksional dan transformasional inilah yang secara akademis cukup diyakini akan mampu menjawab tantangan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah.

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai diantaranya: 1. Apa pengertian dan ciri-ciri kepemimpinan transaksional? 2. Apa pengertian dan ciri-ciri kepemimpinan transformasional?

3. Apa perbedaan antara kepemimpinan transaksional dengan kepemimpinan transformasional?

PEMBAHASAN

A. KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL 1. Pengertian Kepemimpinan transaksional

Burns mendefinisikan kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang memotivasi bawahan atau pengikut dengan minat-minat pribadinya. Kepemimpinan transaksional juga melibatkan nilai-nilai akan tetapi nilai-nilai itu relevan sebatas proses pertukaran (exchange process), tidak langsung menyentuh substansi perubahan yang dikehendaki. Kudisch, mengemukakan kepemimpinan transaksional dapat digambarkan sebagai :

a. Mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang lain antara pemimpin dan bawahannya.

b. Intervensi yang dilakukan sebagai proses organisasional untuk mengendalikan dan memperbaiki kesalahan.

c. Reaksi atas tidak tercapainya standar yang telah ditentukan.

(15)

yang konstruktif untuk mempertahankan bawahan pada tugasnya. Pada hubungan transaksional, pemimpin menjanjikan dan memberikan penghargaan kepada bawahannya yang berkinerja baik, serta mengancam dan mendisiplinkan bawahannya yang berkinerja buruk.

Bernard M. Bass mengemukakan kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan di mana pemimpin menentukan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan agar mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri atau organisasi dan membantu karyawan agar memperoleh kepercayaan dalam mengerjakan tugas tersebut.

Jadi kepemimpinan transaksional merupakan sebuah kepemimpinan dimana seorang pemimpin mendorong bawahannya untuk bekerja dengan menyediakan sumberdaya dan penghargaan sebagai imbalan untuk motivasi, produktivitas dan pencapaian tugas yang efektif.

2. Ciri-ciri Kepemimpinan transaksional

Kepemimpinan transaksional sangat memperhatikan nilai moral seperti kejujuran, keadilan, kesetiaan dan dan tanggung. Kepemimpinan ini membantu orang ke dalam kesepakatan yang jelas, tulus hati, dan memperhitungkan hak-hak serta kebutuhan orang lain. Inilah kepemimpinan kepala sekolah dengan mendengarkan keluhan dan perhatian berbagai partisipan, memutuskan perdebatan dengan adil, membuat orang bertanggungjawab atas target kerja mereka, menyediakan sumberdaya yang diperlukan demi pencapaian tujuan.

Kepemimpinan transaksional kepala sekolah mengandaikan adanya tawar menawar antara berbagai kepentingan individual dari guru dan staf sebagai imbalan atas kerjasama mereka dalam agenda kepala sekolah. Kepala sekolah sebagai pimpinan akan terus mengupayakan perbaikan-perbaikan evaluasi program, jalinan komunikasi, koordinasi, strategi mengatur target khusus dan kegiatan tugas-tugas untuk pemecahan masalah.

Kepala sekolah transaksional belajar tentang cara belajar (learning how to learn). Kepala sekolah belajar dari aneka pengalaman dan mempertahankan keyakinan atas nilai-nilai mereka. Kepala sekolah transaksional juga memiliki kemampuan motivasi dan memberdayakan guru dan stafnya. Dampaknya adalah terwujudnya perilaku organisasi sekolah (school organization behavior).[2]

Kepemimpinan transaksional menurut Bass memiliki karakteristik sebagai berikut :[3]

a. Contingent reward

Kontrak pertukaran penghargaan untuk usaha, penghargaan yang dijanjikan untuk kinerja yang baik, mengakui pencapaian.

b. Active management by exception

Melihat dan mencari penyimpangan dari aturan atau standar, mengambil tindakan perbaikan.

c. Pasive management by exception

(16)

Melepaskan tanggung jawab, menghindari pengambilan keputusan.

B. KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL 1. Pengertian Kepemimpinan Transformasional

Istilah kepemimpinan transformasional terdiri dari dua kata yaitu kepemimpinan (leadership) dan transformasional (transformational). Kepemimpinan adalah setiap tindakan yang yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu ataukelompok lain lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.[4]

McFarlan (1978) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Pfiiner (1980) kepemimpinan adalah seni mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Istilah transformasional berinduk dari kata to transform, yang bermakna mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda. Misalnya, mengubah energi potensial menjadi energi aktual atau motif berprestasi menjadi prestasi riil. Jadi, seorang kepala sekolah bisa disebut menerapkan kaidah kepemimpinan transformasional, jika dia mampu mengubah sumber daya baik manusia, instrumen, maupun situasi untuk mencapai tujuan-tujuan reformasi sekolah.

Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan dan atau melalui orang lain untuk mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan.[5] Sumber daya yang dimaksud yaitu sumber daya manusia seperti pimpinan, staf, bawahan, tenaga ahli, guru, dosen, peneliti, dan lain-lain.

Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional ini, Leithwood, dkk (1999) mengemukakan :[6]

Transformational leadership is seen to be sensitive to organization building, developing shared vision, distributing leadership and building school culture necessary to current restructuring eforts in schools.

Kepemimpinan transformasional menggiring SDM yang dipimpin ke arah tumbuhnya sensitivitas pembinaan dan pengembangan organisasi, pengembangam visi secara bersama, pendistribusian kewenangan kepemimpinan, dan membangun kultur organisasi sekolah yang menjadi keharusan dalam skema restrukturisasi sekolah.

2. Ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional diprediksikan mampu mendorong terciptanya efektifitas institusi pendidikan. Jenis kepemimpinan ini menggambarkan adanya tingkat kemampuan pemimpin untuk mengubah mentalitas dan perilaku pengikut menjadi lebih baik.

(17)

kreativitas dalam meningkatkan mutu dan eksistensi institusi pendidikan. Hal ini penting karena warga institusi pendidikan terutama peserta didik berharap banyak untuk terciptanya institusi pendidikan yang berkualitas, produktif serta profesional dalam menapaki masa depan dan segala tantangan yang ada.

Ciri pemimpin transformasional diantaranya:[7]

a. Mampu mendorong pengikut untuk menyadari pentingnya hasil pekerjaan.

b. Mendorong pengikut untuk lebih mendahulukan kepentingan organisasi c. Mendorong untuk mencapai kebutuhan yang lebih tinggi.

Kepemimpinan transformasional menurut Bernard M. Bass memiliki karakteristik yang membedakan dengan gaya kepemimpinan yang lainnya diantaranya:[8]

a. Charisma

Memberikan visi dan misi yang masuk akal, menimbulkan kebanggaan, menimbulkan rasa hormat dan percaya.

b. Inspiration

Mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya, mengekspresikan tujuan penting dengan cara yang sederhana.

c. Intellectual stimulation

Meningkatkan intelegensi, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara teliti.

d. Individualized consideration

Memberikan perhatian pribadi, melakukan pelatihan dan konsultasi kepada setiap bawahan secara individual.

C. PERBEDAAN KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DENGAN TRANSFORMASIONAL

Kepemimpinan transaksional dan transformasional memiliki perbedaan esensial dalam konstruksi perilaku kepemimpinan tetapi sifatnya saling melengkapi dan tidak saling meniadakan. Seberapa besar kombinasinya tergantung dari situasi masing-masing.

Menurut pemikiran Bass (2007), kepala sekolah transaksional bekerja di dalam budaya organisasi sekolah seperti yang ada, sedangkan kepala sekolah transformasional mengubah budaya organisasi sekolah. Perbedaan esensial antara pemimpin transaksional dan transformasional berikut ini :[9]

1. Kepemimpinan Transaksional

a. Pemimpin menyadari hubungan antara usaha dan imbalan

b. Kepemimpinan adalah responsif dan orientasi dasarnya adalah berurusan dengan masalah sekarang.

(18)

d. Pemimpin memotivasi pengikutnya dengan menetapkan tujuan dan menjanjikan imbalan bagi kinerja yang dikehendaki.

e. Kepemimpinan tergantung pada kekuatan pemimpin memperkuat bawahan untuk berhasil tawar-menawar.

2. Kepemimpinan Transformasional

a. Pemimpin membangkitkan emosi pengikut dan memotivasi mereka bertindak di luar kerangka dari apa yang digambarkan sebagai hubungan pertukaran.

b. Kepemimpinan adalah bentuk proaktif dan harapan-harapan baru pengikut.

c. Pemimpin dapat dibedakan oleh kapasitas mereka mengilhami dan memberikan pertimbangan individual (bentuk perhatian, dukungan, dan pengembangan bagi pengikut), stimulasi intelektual (upaya pemimpin untuk meningkatkan kesadaran terhadap permasalahan organisasional dengan sudut pandang yang baru) dan pengaruh ideal (membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat terhadap visi organisasi) untuk pengikut. d. Pemimpin menciptakan kesempatan belajar bagi pengikut mereka dan

merangsang pengikutnya untuk memecahkan masalah.

e. Pemimpin memiliki visi yang baik, retoris dan keterampilan manajemen untuk mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan pengikutnya. f. Pemimpin memotivasi pengikutnya bekerja untuk tujuan yang

melampaui kepentingan pribadi.

KESIMPULAN

Kepemimpinan transaksional merupakan sebuah kepemimpinan dimana seorang pemimpin mendorong bawahannya untuk bekerja dengan menyediakan sumberdaya dan penghargaan sebagai imbalan untuk motivasi, produktivitas dan pencapaian tugas yang efektif.

Kepemimpinan transaksional menurut Bass memiliki karakteristik yaitu Contingent reward (kontrak pertukaran penghargaan untuk usaha, penghargaan yang dijanjikan untuk kinerja yang baik, mengakui pencapaian), Active management by exception (melihat dan mencari penyimpangan dari aturan atau standar, mengambil tindakan perbaikan), Pasive management by exception (intervensi hanya jika standar tidak tercapai), Laissez-faire (melepaskan tanggung jawab, menghindari pengambilan keputusan).

Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan dan atau melalui orang lain untuk mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan.

(19)

percaya), Inspiration (mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya, mengekspresikan tujuan penting dengan cara yang sederhana), Intellectual stimulation(meningkatkan intelegensi, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara teliti), Individualized consideration (memberikan perhatian pribadi, melakukan pelatihan dan konsultasi kepada setiap bawahan secara individual).

Perbedaan kepemimpinan transaksional dengan kepemimpinan transformasional yaitu kepala sekolah transaksional bekerja di dalam budaya organisasi sekolah seperti yang ada, sedangkan kepala sekolah transformasional mengubah budaya organisasi sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Bustari, Meilina. Kepemimpinan Transformasional kepala Sekolah dalam

Meningkatkan Kinerja

Organisasi, http://eprints.uny.ac.id/76/1/5._KEPEMIMPINAN__TRANSF ORMASIONAL__KEPALA_SEKOLAH__DALAM_MENINGKATKAN_KINERJA_ORG ANISASI.pdf diakses pada tanggal 29 November 2012 pukul 14.47

Danim, Sudarwan. 2010. Kepemimpinan Pendidikan (Kepemimpinan Jenius (IQ+EQ), Etika, Perilaku Motivational dan Mitos).Bandung: Alfabeta.

Danim, Sudarwan. 2003. Menjadi Komunitas Pembelajar ( Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran). Jakarta: Bumi Aksara.

Mulyono. 2009. Educational Leadership (Mewujudkan Efektivitas Kepemimpinan Pendidikan). Malang: UIN Malang Press.

Widodo, Joko. Kepemimpinan Pendidikan Transaksional dan Transformasional di

SMK Non Teknik. Fakultas Ekonomi

UNNES.http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/DP/article/downloa

d/437/390 diakses pada tanggal 29 November 2012 pukul 14.44

[1] Meilina Bustari, Kepemimpinan Transformasional kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kinerja Organisasi, hal.176.

[2] Sudarwan Danim, Kepemimpinan Pendidikan (Kepemimpinan Jenius (IQ+EQ), Etika, Perilaku Motivational dan Mitos), (Bandung: Alfabeta, 2010), hal.141.

[3] Djoko Widodo, Kepemimpinan Pendidikan Transaksional dan Transformasional di SMK Non Teknik, Fakultas Ekonomi UNNES, hal. 132.

[4] Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar ( Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran), (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 53.

[5] Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar ( Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran), hal.53

(20)

[7] Mulyono, Educational Leadership (Mewujudkan Efektivitas Kepemimpinan Pendidikan). (Malang: UIN Malang Press, 2009), hal. 135-136

[8] Joko Widodo, Kepemimpinan Pendidikan Transaksional dan Transformasional di SMK Non Teknik, Fakultas Ekonomi UNNES hal. 133.

[9] Sudarwan Danim, Kepemimpinan Pendidikan (Kepemimpinan Jenius (IQ+EQ), Etika, Perilaku Motivational dan Mitos), hal.144.

Diposkan oleh innurmadi 23.03

kepemimpinan transformasional dan

kepemimpinan transaksional

by narechich

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut James M. Black dalam bukunya Management, A Guide to Executive Command, kepemimpinan adalah kemampuan untuk meyakinkan orang lain supaya bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai suatu team untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Sedangkan Artitonang (2007) menyebutkan pengertian kepemimpinan adalah pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang, oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan pemimpin.

Jika kita melihat dengan kasat mata kepemimpinan di Indonesia saat sekarang ini, masih bisa dikatakan serba terbelakang dan miskin prestasi,membuat Indonesia harus mampu untuk mencari sosok pemimpin yang ideal, karena sulitnya Indonesia mencari pemimpin yang ideal, sehingga Indonesia dikategorikan negara dengan krisis kepemimpinan.

(21)

jenis kepemimpinan ini memotivasi para pengikut dengan mengarahkannya pada kepentingan diri pemimpin sendiri, misalnya para pemimpin politik melakukan upaya-upaya untuk memperoleh suara.

Jenis pemimpin transaksional ini sangat banyak di Indonesia, hal ini bisa kita perhatikan pada saat menjelang PEMILU dimana rakyat dicekoki dengan berbagai janji setinggi langit agar pemimpin tersebut dipilih oleh rakyat, bahkan ada yang disertai dengan imabalan tertentu (money politic).

Untuk itu pada makalah ini saya akan membahas perbedaan antara kepemimpinan transaksional dan transformasional. Sehingga kita bisa

mengetahui gaya kepemimpinan yang khas dari mereka. Dan diharapkan kita akan mampu untuk mengetahui gaya kepemimpinn apakah yang sekarang dibutuhkan di Indonesia agar Indonesia berani tampil dan bersaing dengan negara lain, sehingga keberadaannya akan diakui dan dihormati.

B. RUMUSAN MASALAH

Beberapa rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini antara lain sebagai berikut:

a. Pengertian kepemimpinan transaksional b. Pengertian kepemimpinan transformasional

c. Hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja

C. TUJUAN

Beberapa tujuan dari penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut: a. Untuk mengetahui pengertian kepemimpinan transaksional

b. Untuk mengetahui pengertian kepemimpinan transformasional c. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional, pemimpin yang memandu atau memotivasi

pengikut mereka dalam arah tujuan yang di tegakkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas.Kepemimpinan transaksional merupakan salah satu gaya kepemimpinan yang intinya menekankan transaksi di antara pemimpin dan bawahan. Kepemimpinan transaksional memungkinkan pemimpin memotivasi dan mempengaruhi bawahan dengan cara mempertukarkan reward dengan kinerja tertentu. Artinya, dalam sebuah transaksi bawahan dijanjikan untuk diberi reward bila bawahan mampu menyelesaikan tugasnya sesuai dengan

kesepakatan yang telah dibuat bersama.

Alasan ini mendorong Burns untuk mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu jika bawahan mampu menyelesaikan dengan baik tugas tersebut. Jadi, kepemimpinan transaksional menekankan proses hubungan pertukaran yang bernilai ekonomis untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai dengan kontrak yang telah mereka setujui bersama.

Menurut Bass (1985), sejumlah langkah dalam proses transaksional yakni pemimpin transaksional memperkenalkan apa yang diinginkan bawahan dari pekerjaannya dan mencoba memikirkan apa yang akan bawahan peroleh jika hasil kerjanya sesuai dengan transaksi. Pemimpin menjanjikan imbalan bagi usaha yang dicapai, dan pemimpin tanggap terhadap minat pribadi bawahan bila ia merasa puas dengan kinerjanya.

Kepemimpinan Transaksional mendasarkan pada asumsi bahwa kepemimpinan merupakan kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya. Pemimpin dan para pengikutnya merupakan pihak-pihak yang independen yang masing-masing mempunyai tujuan, kebutuhan dan kepentingan sendiri. Sering tujuan, kebutuhan dan kepentingan tersebut saling bertentangan sehingga mengarah ke situasi konfik. Misalnya, di perusahaan sering tujuan pemimpin perusahaan dan tujuan karyawan bertentangan sehingga terjadi peerselisihan industrial.

Dalam teori kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dan para pengikutnya merupakan hubungan transaksi yang sering didahului dengan negosiasi tawar menawar. Jika para pengikut memberikan sesuatu atau melakukan sesuatu untuk pemimpinnya, pemimpin juga akan memberikan sesuatu kepada para

pengikutnya. Jadi seperti ikan lumba-lumba di Ancol yang akan meloncat jika pelatihnya memberikan ikan. Jika pelatihnya tidak memberikan ikan, lumba-lumba tidak akan meloncat.

(22)

(1) Kepemimpinan merupakan pertukaran sosial antara pemimpin dan para pengikutnya.

(2) Pertukaran tersebut meliputi pemimpin dan pengikut serta situasi ketika terjadi pertukaran.

(3) Kepercayaan dan persepsi keadilan sangat esensial bagi hubungan pemimpin dan para pengikutnya.

(4) Pengurangan ketidak pastian merupakan benefit penting yang disediakan oleh pemimpin.

(5) Keuntungan dari pertukaran sosial sangat penting untuk mempertahankan suatu hubungan sosial.

B. Pengertian Kepemimpinan Transformasional

Pemimpin transformasional, pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang di individualkan, dan yang memiliki karisma. Kepemimpinan transformasional menunjuk pada proses membangun komitmen terhadap sasaran organisasi dan memberi kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut. Teori transformasional mempelajari juga bagaimana para pemimpin mengubah budaya dan struktur organisasi agar lebih konsisten dengan strategi-strategi manajemen untuk mencapai sasaran organisasional.

Secara konseptual, kepemimpinan transformasional di definisikan (Bass, 1985), sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, dan pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Berarti, sebuah proses transformasional terjadi dalam hubungan kepemimpinan

manakala pemimpin membangun kesadaran bawahan akan pentingnya nilai kerja, memperluas dan meningkatkan kebutuhan melampaui minat pribadi serta mendorong perubahan tersebut ke arah kepentingan bersama

termasukkepentingan organisasi (Bass,1985).

Konsep awal tentang kepemimpinan transformasional telah diformulasi oleh Burns (1978) dari penelitian deskriptif mengenai pemimpin-pemimpin politik. Burns, menjelaskan kepemimpinan transformasional sebagai proses yang

padanya para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi, seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, dan bukan di dasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan,

kecemburuansosial, atau kebencian (Burns,1997).

Kepemimpinan jenis ini didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran (exchange process) di mana para pengikut mendapat imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan perintah-perintah pemimpin. Sementara itu kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang dipertentangkan dengan kepemimpinan yang memelihara status quo.

Kepemimpinan transformasional inilah yang sungguh-sungguh diartikan sebagai kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya.

Di dalam merumuskan proses perubahan, biasanya digunakan pendekatan transformasional yang manusiawi, di mana lingkungan kerja yang partisipatif, peluang untuk mengembangkan kepribadian, dan keterbukaan dianggap sebagai kondisi yang melatarbelakangi proses tersebut, tetapi di dalam praktek, proses perubahan itu dijalankan dengan bertumpu pada pendekatan transaksional yang mekanistik dan bersifat teknikal, di mana manusia cenderung dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk dimanipulasi dengan menggunakan sistem imbalan dan umpan balik negatif, dalam rangka mencapai manfaat ekonomik yang sebesar-besarnya (Bass, 1990; Bass dan Avolio, 1990; Hater dan Bass, 1988.

Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, pertumbuhan jabatan dalam pekerjaan dapat dialami oleh seorang hanya apabila dijalani proses belajar dan

(23)

berhubungan paling erat dan searah dengan karakteristik personal tingkat pendidikan pemimpin. Walaupun tidak ada hubungan yang berarti antara dimensi kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal pemimpin pada organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, organisasi tetap harus memperhatikan hubungan dari kedua variabel ini karena karakteristik personal tidak hanya terbatas pada pengalaman (experience), tetapi juga meliputi derajat kemampuan pemimpin menghadapi kegagalan dan memiliki kekuatan pribadi (emotional coping), derajat kemampuan pemimpin mendukung perilaku yang efektif dan memelihara rasa optimis (behavioral coping), kemampuan pemimpin untuk menyalurkan dan mengevaluasi ide kritis (abstrak orientation), derajat kesediaan pemimpin untuk menerima tantangan (risk taking), kesediaan

pemimpin untuk mecoba hal baru dan menantang status quo (inovation), derajat kemampuan pemimpin menggunakan humor untuk menyenangkan bawahannya (use of humor) (Dubinsky, Yammarino, Jolson, 1995).

C. Hubungan Antara Persesi Gaya Kepemimpinan Transaksional Dan Transformasional Dengan Kepuasan Kerja

Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional dan transaksional (Bass, 1990). Gagasan awal mengenai gayakepemimpinan transformasional dan transaksional ini dikembangkan oleh James MacFregor Gurns yang menerapkannya dalam konteks politik. Gagasan ini selanjutnya disempurnakan serta diperkenalkan ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass (Berry dan Houston, 1993).

Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) mengemukakan bahwa

gayakepemimpinan transformasional dan transaksional dapat dipilah secara tegas dan keduanya merupakan gaya kepemimpinan yang saling bertentangan. Kepemimpinan transformasional dan transaksional sangat penting dan

dibutuhkan setiap organisasi.

Selanjutnya Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997; Keller, 1992)

mengembangkan konsep kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan berlandaskan pada pendapat Maslow mengenai hirarki kebutuhan manusia. Menurut Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) keterkaitan tersebut dapat dipahami dengan gagasan bahwa kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan rasa aman hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transaksional. Sebaliknya, Keller (1992) mengemukakan bahwa kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri, hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transformasional.

Sejauh mana pemimpin dikatakan sebagai pemimpin transformasional, Bass (1990) dan Koh, dkk. (1995) mengemukakan bahwa hal tersebut dapat diukur dalam hubungan dengan pengaruh pemimpin tersebut berhadapan karyawan. Oleh karena itu, Bass (1990) mengemukakan ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitudengan:

1) Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha; 2) Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan 3) Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri.

Hubungan antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Bass (dalam Howell dan Hall-Merenda, 1999) mengemukakan adanya empat karakteristik kepemimpinan

transformasional, yaitu: 1) Karisma,

2) Inspirasional,

3) Stimulasi intelektual, dan 4) Perhatian individual.

Selanjutnya, Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni:

1) Pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelasakan apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan;

2) Pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan;

3) Pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.

Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen, dan manajemen eksepsi.

Berkaitan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap perilaku karyawan, Podsakoi dkk. (1996) mengemukakan bahwa

(24)

mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, motivasi, kepuasan kerja dan mampu mengurangi sejumlah konfik yang sering terjadi dalam suatu organisasi. Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan

perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

Judgedan Locke (1993) menegaskanbahwa gaya kepemimpinan merupakan salah satu faktor penentu kepuasan kerja. Jenkins (dalam Manajemen, 1990),

mengungkapkan bahwa keluarnya karyawan lebih banyak disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap kondisi kerja karena karyawan merasa pimpinan tidak memberi kepercayaan kepada karyawan, tidak ada keterlibatan karyawan dalam pembuatan keputusan, pemimpin berlaku tidak objektif dan tidak jujur pada karyawan. Pendapat ini didukung oleh Nanus (1992) yang mengemukakan bahwa alasan utama karyawan meninggalkan organisasi disebabkan karena pemimpin gagal memahami karyawan dan pemimpin tidak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan karyawan. Dalam kaitannya dengan koperasi, Kemalawarta (2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kendala yang menghambat

perkembangan koperasi di Indonesia adalah keterbatasan tenaga kerja yang terampil dan tingginya turnover.

Pada dasarnya, kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin untuk

mempengaruhi karyawan dalam sebuah organisasi, sehingga mereka termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam memberikan penilaian terhadap

gayakepemimpinan yang diterapkan pemimpin, karyawan melakukan proses kognitif untuk menerima, mengorganisasikan, dan memberi penafsiran terhadap pemimpin (Solso, 1998).

Berbagai penelitian yang dilakukan berkaitan dengan kepuasan kerja terutama dalam hubungannya dengan gaya kepemimpinan transformasional dan

transaksional. Penelitian yang dilakukan oleh Koh dkk. (1995) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Popper dan Zakkai (1994) menunjukkan bahwa pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap organisasi sangat besar.

BAB III PENUTUP

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal berikut:

1. Kepemimpinan Transaksional mendasarkan pada asumsi bahwa kepemimpinan merupakan kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya.

2. Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang dipertentangkan dengan kepemimpinan yang memelihara status quo.

3. Mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat dipilah secara tegas dan keduanya merupakan gaya kepemimpinan yang saling bertentangan. Kepemimpinan transformasional dan transaksional sangat penting dan dibutuhkan setiap organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

http://boyzkers.blogspot.com/2010/01/makalah-kepemimpinan.html http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/pengertian-kepemimpinan-transaksional.html

Rivai, Veithzal. 2004. Kepemimpinan Perilaku Organisasi Edisi ke Dua. Jakarta. Penerbit: PT Raja Grafindo Persada

Robbins, Stephen. 2006. Perilaku Organisasi Edisi Lengkap. Jakarta. PT: Macanan Jaya Cemerlang

KEPEMIMPINAN KHARISMATIK DAN VISIONER

April 29, 2013·by velanatio· Bookmark the permalink. ·

(25)

ketika system harus menghadapi situasi dimana pengetahuan, informasi, dan prosedur

yang ada tidak mencukupi (Ian I. Mirtoff, 2004).

Sedangkan yang dimaksud dengan seorangpemimpin yang visioner adalah seorang

yang sangat responsive. Artinya dia selalutanggap terhadap setiap persoalan,

kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yangdipimpinnya. Selain itu selalu aktif

dan proaktif dalam mencari solusi dari setiappermasalahan ataupun tantangan yang

dihadapi organisasinya.

Gaya kepemimpinan kharismatik dan visioner dianggap penting karena para

pemimpin yang karismatik mempunyai daya tarik tersendiri sehingga dapat membuat

para bawahannya untuk mengikutinya. Sedangkan kepemimpinan yang visioner

selalu dapat mengemukakan ide ide baik dalam masa krisis ataupun ide ide yang

fleksibel yang dapat mengikuti perkembangan jaman.

cirri-ciri utama kepemimpinan visioner adalah:

o 1. Berwawasan ke masa depan, bertindak sebagai motivator, berorientasi pada the best performance

o 2. Mampu menggalang orang lain untuk kerja keras dan kerjasama dalam menggapai tujuan

o 3. Mampu merumuskan visi yang jelas, inspirasional dan menggugah, mengelola mimpi menjadi kenyataan

o 4. Mampu memberi inspirasi, memotivasi orang lain untuk bekerja lebihkreatif dan bekerja lebih keras

o 5. Mampu mengubah visi ke dalam aksi Share this:

August 21, 2012hendryLeave a commentGo to comments

Sumber Photo : soekarno.net

Charismatic Leadership

Individu seperti John F. Kennedy, Winston Churchill, Warrant Buffet, dan Soekarno memiliki daya tarik tersendiri sehingga mereka mampu melakukan sesuatu yang berbeda terhadap pengikutnya. Pemimpin seperti ini biasanya disebut sebagai pemimpin

karismatik. Max Weber menyebutkan bahwa beberapa pemimpin memiliki anugerah berupa kualitas yang luas biasa atau karisma yang membuat mereka mampu memotivasi pengikutnya untuk mencapai kinerja yang luar biasa.

Di Indonesia, tokoh Soekarno merupakah salah satu contoh pemimpin karismatik yang sulit ditemui lagi di masa sekarang. Kemampuan Soekarno menggerakkan,

mempengaruhi, dan berdiplomasi telah menyatukan berbagai suku, agama, golongan menjadi satu kesatuan yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia. Artikel ini tidak akan membahas secara spesifik mengenai Soekarno, tapi lebih menguraikan secara umum mengenai pemimpin karismatik.

(26)

Karisma berasal dari bahasa Yunani yang berarti “anugrah”. Kekuatan yang tidak bisa dijelaskan secara logika disebut kekuatan karismatik. Karisma dianggap sebagai kombinasi dari pesona dan daya tarik pribadi yang berkontribusi terhadap kemampuan luar biasa untuk membuat orang lain mendukung visi dan juga mempromosikannya dengan bersemangat (Truskie, 2002).

Pemimpin karismatik adalah pemimpin yang mewujudkan atmosfir motivasi atas dasar komitmen dan identitas emosional pada visi, filosofi, dan gaya mereka dalam diri bawahannya (Ivancevich, dkk, 2007:209).

Pemimpin karismatik mampu memainkan peran penting dalam menciptakan perubahan. Individu yang menyandang kualitas-kualitas pahlawan memiliki karisma. Sebagian yang lain memandang pemimpin karismatik adalah pahlawan.

House (1977) mengusulkan sebuah teori untuk menjelaskan kepemimpinan karismatik dalam hal sekumpulan usulan yang dapat diuji melibatkan proses yang dapat diamati. Teori itu mengenai bagaimana para pemimpin karismatik berperilaku, ciri, dan

keterampilan mereka, dan kondisi dimana mereka paling mungkin muncul. Sebuah keterbatasan teori awal adalah ambiguitas tentang proses pengaruh. Shamir, dkk (1993) telah merevisi dan memperluas teori itu dengan menggabungkan perkembangan abru dalam pemikiran tenyang motivasi manusia dan gambaran yang lebih rinci tentang pengaruh pemimpin terhadap pengikut (dalam Yukl, 2005:294).

Indikator Karisma

Bukti dari kepemimpinan karisma diberikan oleh hubungan pemimpin-pengikut. Seperti dalam teori awal oleh House (1977), seorang pemimpin yang memiliki karisma memiliki pengaruh yang dalam dan tidak biasa pada pengikut. Para pengikut merasa mereka bahwa keyakinan pemimpin adalah benar, mereka bersedia mematuhi pemimpin, mereka merasakan kasih saying terhadap pemimpin, secara emosional mereka terlibat dalam misi kelompok atau organisasi, mereka memiliki sasaran kinerja yang tinggi, dan mereka yakin bahwa mereka dapat berkontribusi terhadap keberhasilan dari misi itu (Yukl, 2005).

Ciri dan Perilaku

Ciri dan perilaku merupakan penentu penting dari kepemimpinan karismatik. Para pemimpin karismatik akan lebih besar kemungkinannya memiliki kebutuhan yang kuat akan kekuasaan, keyakinan diri yang tinnggi dan pendirian yang kuat dalam keyakinan dan idealism mereka sendiri. Perilaku kepemimpinan dan perilaku dari pengikut antara lain (Yukl, 2005:294):

1. Menyampaikan sebuah visi yang menarik

2. Menggunakan bentuk komunikasi yang kuat dan ekspresif saat mencapai visi itu 3. Mengambil resiko pribadi dan membuat pengorbanan diri untuk mencapai visi itu 4. Menyampaikan harapan yangt tinggi

5. Memperlihatkan keyakian akan pengikut

6. Pembuatan model peran dari perilaku yang konsisten dari visi tersebut 7. Mengelola kesan pengikut akan pemimpin

8. Membangun identifikasi dengan kelompok atau organisasi 9. Memberikan kewenangan kepada pengikut.

Tipe Pemimpin Karismatik

Pemimpin karismatik dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu karismatik visioner dan karismatik di masa krisis (Ivancevich, 2007:211). Pemimpin karismatik visioner mengekpresikan visi bersama mengenai masa depan. Melalui kemampuan komunikasi, pemimpin karismatik visioner mengaitkan kebutuhan dan target dari pengikutnya dengan targaet atau tugas dari organisasi. Mengaitkan para pengikut dengan target dari pengikut dengan visi, misi, dan tujuan organisasi akan lebih mudah jika mereka merasa tidak puas atau tidak tertantang dengan keadaan pada saat ini. Pemimpin karismatik visioner memiliki kemampuan untuk melihat sebuah gambar besar dan peluang yang ada para gambar besar tersebut (Barbara Mackoff dan Wenet, 2001).

Sementa tipe pemimpin karismatik di masa krisis akan menunjukkan pengaruhnya ketika system harus menghadapi situasi dimana pengetahuan, informasi, dan prosedur yang ada tidak mencukupi (Ian I. Mirtoff, 2004). Pemimpin jenis ini mengkomunikasikan dengan jelas tindakan apa yang harus dilakukan dan apa konsekuensi yang dihadapi.

Referensi :

Ivancevich, dkk. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta : Erlangga.

(27)

Rekomenasi Paper :

David A. Waldman and Francis J. Yammarino. 1999. CEO Charismatic Leadership: Levels-of-Management and Levels-of-Analysis Effects. The Academy of Management Review, Vol. 24, No. 2 (Apr., 1999), pp. 266-285.

Jay A. Conger and Rabindra N. Kanungo. 1987. Toward a Behavioral Theory of Charismatic Leadership in Organizational Settings. The Academy of Management Review, Vol. 12, No. 4 (Oct., 1987), pp. 637-647

Jay A. Conger, Rabindra N. Kanungo and Sanjay T. Menon. 2000. Charismatic Leadership and Follower Effects. Journal of Organizational Behavior, Vol. 21, No. 7 (Nov., 2000), pp. 747-767.

Referensi

Dokumen terkait

Sebaliknya atribut harga pada CSI dinilai terendah ke dua, untuk itu sebaiknya produsen Rumah Makan Bebek Belur menerapkan strategi-strategi baru seperti memberikan

Temuan-temuan ini menurut Larson et al., (2007) membuktikan bahwa masyarakat lokal juga dapat berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian hutan jika

Hal tersebut dikarenakan lomba ini unik dan dapat diterima semua kalangan, (aturannya simpel dan terjangkau biayanya), dapat mengaktualisasi nilai kejuangan pangsar

Berdasarkan uraian diatas, baik teori-teori yang menjelaskan kepemimpinan terhadap dirinya sendiri maupun dalam kelompoknya serta data masalah yang diperoleh

Hasil analisa laju pertumbuhan ikan lele (Clarias sp.) hasil silangan Sangkuriang, Masamo dan Phyton menunjukkan bahwa semua perlakuan pada awal pemeliharaan memiliki

Selama ini masalah yang terjadi di SDN 01 Tonggolobibi adalah masalah yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, khususnya pada mata pelajaran Pendidikan

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

[r]