• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengantar Ilmu EKonomi Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengantar Ilmu EKonomi Islam"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGANTAR EKONOMI ISLAM

Pendahuluan

Persoalan ekonomi mendasar yang dihadapi umat manusia sekarang adalah munculnya suatu pandangan yang menempatkan aspek material yang bebas dari dimensi nilai pada posisi yang dominan. Pandangan hidup yang berpijak pada ideologi materialisme inilah yang kemudian mendorong perilaku manusia menjadi pelaku ekonomi yang hedonistik, sekularistik dan materialistik.1 Dampak yang ditimbulkan dari cara pandang inilah yang kemudian membawa malapetaka dan

bencana dalam kehidupan sosial masyarakat seperti eksploitasi dan perusakan lingkungan hidup, disparitas pendapatan dan kekayaan antar golongan dalam masyarakat dan antar negara di dunia, lunturnya sikap kebersamaan dan persaudaraan, timbulnya penyakit-penyakit sosial (social disease) seperti pelacuran,

penyalahgunaan wewenang (KKN), anarkisme, perjudian, minuman keras dsb. Fenomena sosial ini muncul disebabkan adanya beberapa kemungkinan.2 Pertama, karena perilaku manusia didasarkan pada paradigma ilmu ekonomi yang

cenderung berbicara dalam dataran ekonomi positif (positive economics) yang menekankan aspek efisiensi alokasi sumber daya ekonomi dengan maksud untuk tetap menjaga objektifitas ilmu. Kedua, model masyarakat yang dikembangkan dalam ilmu ekonomi modern beranjak dari tradisi masyarakat barat yang sekuler sehingga contoh, model dan rumusan teori ekonominya diilhami dari latar belakang masyarakat barat. Ketiga, tradisi pemikiran Neo-Klasik menempatkan aspek individualisme, naturalisme dan utilitarianisme dalam posisi yang sentral dalam membangun paradigma ilmu ekonomi, sehingga teori dan model yang dikembangkan adalah merupakan rumusan yang diorientasikan pada aspek-aspek material seperti maksimisasi keuntungan dan kepuasan, bekerjanya mekanisme harga melalui invisible hand untuk mencapai keseimbangan pasar (equilibrium) dengan tingkat pengerjaan penuh (full employment). Kondisi tersebut akan dapat

1 Budaya material merupakan bukti penting yang terdapat di luar ilmu sosial dan humaniora. Secara sempit budaya material diterjemahkan sebagai kajian mengenai produk-produk material buatan manusia atau seperti yang dinyatakan George Kubler (1962) sebagai „sejarah benda-benda‟. Selanjutnya lihat dalam Adam Kupeer and Jessica Kuper, The Social Science Encyclopedia, hal. 628

2 Muhammad Umer Chapra, 2000, The Future of Economics An Islamic Perspective, The Islamic Foundation, UK, p. 1

Bahan Ajar Ekonomi Islam

Dr. Imamudin Yuliadi Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan

(2)

tercapai manakala terpenuhinya asumsi asimetrik information dimana para pelaku ekonomi dapat mengambil pilihan terbaik berdasarkan semua kemungkinan terbaik

yang tersedia. Namun dalam kenyataan kondisi tersebut sulit terpenuhi sehingga menimbulkan distorsi di pasar yang berakibat tidak tercapainya kondisi keseimbangan (equilibrium) dalam pengerjaan penuh (full employment).

Berpijak pada kerangka paradigma ekonomi neo klasik inilah kemudian melahirkan sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme yang kedua-duanya lahir dari pemikiran materialisme. Dari aspek positive economics ada prinsip-prinsip ekonomi neo klasik yang sejalan dengan prinsip ekonomi Islam yaitu pentingnya peranan mekanisme pasar (market mechanism) dalam mendorong tercapainya efisiensi ekonomi dalam pengaturan alokasi sumber daya ekonomi yang jumlahnya terbatas (scarcity) untuk memenuhi kebutuhan manusia yang cenderung terus meningkat. Karena salah satu prinsip Islam dalamkegiatan ekonomi bahwa penggunaan sumber daya ekonomi yang dianugerahkan Allah SWT harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan seadil mungkin bagi kemaslahatan umat manusia. Karena memang bumi dan seisinya ini diciptakan Allah untuk kepentingan hidup umat manusia agar manusia dapat membangun kehidupan yang penuh rmartabat sebagai manifestasi ketundukan dan ketaatan kepada Allah SWT. Hal ini telah diungkapkan Allah dalam firman-Nya :

“ Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. dan dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (QS : Al-Hajj : 65)

Namun dalam dimensi normative economics Islam memiliki pandangan yang

(3)

manusia yang terus meningkat, faktor budaya, informasi, dsb. Dalam perspektif ekonomi Islam bahwa aktivitas ekonomi tidak hanya sekedar untuk memenuhi naluri dan hasrat kebutuhan material namun terkait dengan motif dan orientasi nilai (value) yang terkandung dalam semua proses kegiatan ekonomi yaitu bahwa semua

aktivitas hidup seorang muslim - termasuk aktivitas ekonomi - adalah manifestasi ketundukan dan ketaatan kepada semua aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur‟an dan telah dicontohkan oleh Rosululloh SAW dalam sunnahnya.

Ekonomi Islam dan Pembinaan Kepribadian Muslim

Aktivitas dan perilaku ekonomi tidak terlepas dari karakteristik manusianya. Pola perilaku, bentuk aktivitas, dan pola kecenderungan terkait dengan pemahaman manusia terhadap makna kehidupan itu sendiri. Dalam pandangan Islam bahwa kehidupan manusia di dunia merupakan rangkaian kehidupan yang telah ditetapkan Allah kepada setiap makhluk-Nya tersebut untuk nanti dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Telah menjadi suatu ketetapan (qodrat) dan kehendak (irodat) Allah bahwa manusia diciptakan juga sekaligus diberikan tuntunan hidup agar dapat menjalani kehidupan di dunia sebagai hamba Allah untuk memakmurkan kehidupan di dunia ini sesuai dengan kehendak-Nya. Agama Islam yang diturunkan oleh Allah melalui para Nabi dan Rosul-Nya dan disempurnakan ajarannya melalui Nabi terakhir yaitu Muhammad SAW adalah merupakan suatu

sistem kehidupan yang bersifat integral dan komprehensif mengatur semua aspek kehidupan manusia agar mencapai kehidupan yang sejahtera baik di dunia maupun

di akhirat, sebagaimana firman Allah SWT :

“ Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS : Al-Baqarah : 132)

(4)

(syakhsiyah Islamiyah) agar benar-benar memahami secara benar tentang nilai-nilai Islam kemudian dapat memberikan warna dan pengaruh perubahan terhadap

lingkungan di sekitarnya.3

Pembentukan kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah) pada diri seseorang ditempuh melalui dua tahap yaitu, Pertama, mengintroduksikan aqidah Islamiyah pada diri seseorang agar dia jadikan aqidah atau pandangan hidupnya. Kedua,

seorang muslim yang telah memiliki aqidah Islamiyah itu bertekad menjadikan aqidah Islamiyah sebagai landasan dalam melakukan proses berfikir yang Islami

(„aqliyah Islamiyah) dan sekaligus menjadikan aqidah Islamiyah dalam mengatur dan mengendalikan tingkah lakunya (nafsiyah Islamiyah). Untuk dapat memiliki kualitas berfikir yang berlandaskan aqidah Islamiyah atas berbagai fenomena kehidupan ini, maka seorang muslim harus mencurahkan kemampuannya untuk mempelajar ilmu-ilmu ke-Islaman (tsaqofah Islamiyah) baik ilmu tentang aqidah Islamiyah (ilmu tawhid), ilmu Al-Qur‟an dan tafsirnya („ulumul Qur‟an), Ilmu Hadist, Fikih dan Ushul Fiqih, ilmu bahasa Arab dsb. Jadi seorang muslim harus meningkatkan kualitas fikirnya melalui penguasaan terhadap informasi-informasi Islam yang bersumber pada Al-Qur‟an dan Assunnah.4 Disamping itu juga harus dibarengi dengan keseriusan dalam memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kontemporer seperti ilmu ekonomi, ilmu politik, ilmu pengetahuan alam, ilmu budaya, ilmu hukum, ilmu filsafat dsb. Keseimbangan dalam penguasaan ilmu baik ilmu-ilmu ke-Islaman (tsaqofah Islamiyah) dan ilmu pengetahuan kontemporer akan melahirkan sosok seorang muslim yang cerdas, bijaksana dan santun dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Namun aspek olah fikir (kognitif) dan olah rasa (afeksi) saja tidak cukup untuk melahirkan seseorang memiliki kepribadian Islam

tetapi perlu ditunjang dengan pembinaan aspek perilaku kehidupan sehari-hari (psikomotorik).

Agar seseorang dapat senantiasa meningkatkan ketaatan dirinya terhadap Allah SWT sebagai Dzat yang menciptakannya, maka dia harus memahami eksistensi dirinya sebagai makhluk Allah yang diberi anugerah berupa kelebihan-kelebihan baik secara fisik, mental, emosional dan intelektual dibandingkan makhluk Allah lainnya. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, harus

3 Ismail Yusanto, 1999, Islam Ideologi Refleksi Cendekiawan Muda, Al-Izzah, Bangil, hal. 5 dan juga bisa dibaca Drs. H. Moh. Rifa‟I, 1993, Pembina Pribadi Muslim, CV Wicaksana, Semarang, hal. 589

(5)

memahami bahwa dirinya memiliki berbagai macam potensi atau naluri kehidupan (ghorizah) yang meliputi naluri mempertahankan hidup (ghorizatul baqa‟), naluri melangsungkan keturunan (ghorizatun Nau‟) dan naluri beragama (ghorizatut tadayyun).5 Masing-masing naluri kehidupan tersebut kemudian akan melahirkan

berbagai macam bentuk aktivitas manusia di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bentuk-bentuk kecenderungan hidup tersebut harus senantiasa diatur dan dikendalikan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan oleh Allah SWT agar martabatnya sebagai hamba Allah tidak jatuh ke jurang kehinaan. Islam telah mengatur semua kehidupan manusia baik menyangkut persoalan ekonomi, politik, budaya, hukum, seni, baik kehidupan secara individual maupun social, permasalahan hidup di dunia maupun akhirat. Seorang muslim senantiasa berusaha untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan dan naluri tersebut berdasarkan atas aqidah Islamiyah bukan pada azas, ideologi, pandangan hidup, budaya lainnya. Jadi disiniliah letak dan hakekat kepribadian seorang muslim (syakhsiyah Islamiyah) yang ditentukan oleh sejauh mana kemampuan berfikir atas segala fenomana kehidupan ini („aqliyah Islamiyah) dan kemampuan berperilaku yang didorong oleh berbagai macam naluri dan kebutuhan yang senantiasa didasarkan atas aqidah Islamiyah (nafsiyah Islamiyah). 6

Dalam aktivitas ekonomi seorang muslim tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan fisik saja tapi juga sekaligus merupakan bagian dari ibadah

kepada Allah SWT. Sehingga dalam setiap tahap dan proses aktivitas ekonomi selalu dikaitkan dengan nilai-nilai Islam untuk mendapatkan keberkahan dalam

kehidupan di dunia dan akhirat. Motif ibadah dalam setiap aktivitas ekonomi selalu menuntun setiap langkahnya untuk selalu berada di jalan-Nya. Seorang muslim akan selalu berusaha untuk tidak melakukan kegiatan ekonomi yang tidak dibenarkan menurut syariat Islam meskipun secara fisik material mungkin menguntungkan seperti korupsi kolusi dan nepotisme (KKN), mengurangi timbangan, menipu, transaksi narkoba, prostitusi, praktek aborsi, manipulasi proyek, bisnis pornografi dan pornoaksi dsb. Seorang muslim melihat setiap persoalan dalam perspektif dan dimensi yang luas karena dia yakin kehidupan ini tidak berhenti hanya pada

5 Op-cit

(6)

kehidupan di dunia saja tetapi merupakan kontinuitas kehidupan yang akan dilanjutkan dengan kehidupan di akhirat dimana setiap individu harus berhadapan

dengan mahkamah keadilan Allah untuk mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya. Di sinilah implikasi keimanan seorang muslim terhadap hari akhir

akan berdampak pada perilaku kehidupan sehari-hari karena dia yakin bahwa Allah selalu mengawasi setiap langkah dan aktivitas hamba-Nya.

Definisi dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam7

Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi Islam sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas di dalam kerangka Syariah. Definisi lain merumuskan bahwa ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari perilaku seorang muslim dalam suatu masyarakat Islam yang dibingkai dengan syariah. Definisi yang lebih lengkap musti mengakomodasikan sejumlah prasyarat yaitu karakteristik dari pandangan hidup Islam. Syarat utama adalah memasukkan nilai-nilai syariah dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu sosial yang tentu saja tidak bebas dari nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral merupakan aspek normatif yang harus dimasukkan dalam analisis fenomena ekonomi serta dalam pengambilan keputusan yang dibingkai syariah. Jadi definisi ekonomi Islam di atas mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak kompetibel dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap dalam keputusan yang apriori (apriory judgement), benar atau salah tetap harus diterima.8

Dinamika perkembangan ilmu dan diskursus ekonomi menghasilkan

beberapa pemikiran dan rumusan mengenai definisi ekonomi Islam. Beberapa cendekiawan muslim telah mendefinisikan ekonomi Islam sebagai berikut :

1. Hasanuzzaman (1984) mendefinisikan ekonomi Islam : ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh dan menggunakan sumberdaya material agar memenuhi kebutuhan manusia dan agar dapat menjalankan kewajibannya kepada Allah dan masyarakat”

2. Muhammad Abdul Mannan (1986) mendefinisikan ekonomi Islam : “Ilmu sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat dalam perspektif

nilai-nilai Islam”

7 Muhammad Nejatullah Siddiqi, 1976, Muslim Economic Thingking A Survey of Contemporary Literature, p. 191, dalam Khursid Ahmad, 1976, Studies in Islamic Economics, Jeddah, International Centre for Research in Islamic Economics

(7)

3. Khurshid Ahmad (1992) mendefinisikan ekonomi Islam : “Suatu upaya sistematik untuk memahami masalah ekonomi dan perilaku manusia yang berkaitan dengan

masalah itu dari perspektif Islam”

4. Nejjatullah Siddiqie (1992)mendefinisikan ekonomi Islam : “Tanggapan pemikir-pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada jamannya. Dimana dalam upaya ini mereka dibantu oleh Al-Qur‟an dan Sunnah disertai dengan argumentasi dan pengalaman empirik”

5. Khan (1994) mendefinisikan ekonomi Islam “Suatu upaya memusatkan perhatian pada studi tentang kesejahteraan manusia yang dicapai dengan

mengorganisasikan sumberdaya di bumi atas dasar kerjasama dan partisipasi”

6. Chapra (1996) ekonomi Islam adalah : “Cabang ilmu yang membantu

merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumberdaya yang langka yang sejalan dengan syariah Islam tanpa membatasi kreativitas individu ataupun menciptakan suatu ketidakseimbangan ekonomi makro atau

ekologis”

Jika melihat rumusan ekonomi Islam di atas, maka dapat diambil benang merah antara satu rumusan dengan rumusan lain dari ahli ekonomi Islam yang berbeda yaitu menyangkut pengelolaan sumber daya ekonomi secara Islami baik dalam dimensi individual maupun institusional untuk mencapai kemaslahatan hidup manusia di dunia dan akhirat. Masing-masing rumusan meletakkan persoalan ekonomi dari sudut pandang yang berbeda sehingga menghasilkan kerangka dan paradigma ekonomi Islam yang lebih spesifik.

Namun dari beberapa definisi ekonomi Islam di atas yang menarik untuk didiskusikan adalah rumusan definisi ekonomi menurut Hasanuzzaman yaitu “Suatu pengetahuan dan aplikasi dari perintah dan peraturan dalam syariah yaitu untuk menghindari ketidakadilan dalam perolehan dan pembagian sumberdaya material agar memberikan kepuasan manusia, sehingga memungkinkan manusia melaksanakan tanggungjawabnya terhadap Tuhan dan masyarakat (Islamic

economics is the knowledge and application of injunctions and rules of the shari‟ah

that prevent injustice in the acquition and disposal of material resources in order to provide satisfaction to human beings and enable them to perform their obligations to

(8)

menghindari ketidakadilan dalam perolehan dan pembagian sumber-sumber ekonomi.9

Rumusan tersebut menyangkut persoalan riil dalam pengelolaan sumber daya ekonomi karena seringkali yang timbul adalah menyangkut mismanajemen dan inefisiensi pengelolaan sumber daya ekonomi yang mengakibatkan ketidakadilan

dan eksploitasi sumber daya ekonomi secara semena-mena. Prinsip-prinsip dasar yang digunakan untuk menghindari ketidakadilan dalam rumusan tersebut adalah syariah yang didalamnya terkandung perintah (injunctions) dan peraturan (rules) tentang boleh tidaknya suatu kegiatan. Karena salah satu prinsip dalam penegakkan syariah adalah bahwa otoritas mutlak hanyalah milik Allah sehingga manusia tinggal melaksanakan perintah dan aturan dan menjauhi semua larangan-Nya tersebut.

Pengertian “memberikan kepuasan terhadap manusia” dalam definisi di atas

merupakan suatu sasaran ekonomi yang ingin dicapai. Sedangkan pengertian

“memungkinkan manusia melaksanakan tanggungjawabnya terhadap Tuhan dan

masyarakat” diartikan bahwa tanggungjawab tidak hanya terbatas pada aspek sosial ekonomi saja tapi juga menyangkut peran pemerintah dalam mengatur dan mengelola semua aktivitas ekonomi termasuk zakat dan pajak. Karena persoalan ekonomi terkait dengan interaksi antara satu individu dengan individu lainnya dan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya yang difasilitasi oleh pemerintah (khilafah).

Asumsi Dasar Ekonomi Islam

Ekonomi Islam memiliki kekhasan baik dalam dataran konsep maupun

operasionalnya. Hal ini dapat disimak pada pengertian mengenai asumsi dasar ekonomi Islam yaitu : 10

1. Naluri manusiawi

Pada analisis ekonomi konvensional diasumsikan bahwa aktivitas ekonomi didorong oleh keinginan atau motivasi seseorang untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka memaksimalkan kepuasan. Dalam realitas menunjukkan kondisi yang kontradiksi antara keinginan individu untuk mengoptimalkan kepuasan dengan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Keinginan untuk mengoptimalkan

9 Hasanuzzaman, 1981, The Economic Functions of The Early Islamic State, Karachi, International Islamic Publisher, hal. 52

10Arif Hassan and Khaliq Ahmad, 2000, Perception of Justice and Fairness in Allocation of Organizational Resources Examining Cultural Differences, IIUM Journal, Volume 8, No. 1, p. 3 dan juga Muhammad

(9)

kepuasan individu sering berbenturan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Islam memandang bahwa kepentingan individu dan masyarkat tidak bisa diabaikan. Karena individu merupakan bagian dari bangunan kehidupan masyarakat

secara luas. Kehidupan individu akan terasa nyaman apabila kondisi masyarakatnya juga mendukung, sebaliknya kehidupan ekonomi masyarakat sangat dipengaruhi oleh sejauh mana kualitas kehidupan masing-masing individunya. Islam memandang bahwa kehidupan bermasyarakat ibarat seperti kehidupan dalam “satu bangunan/tubuh yang satu sama lain saling mendukung dan memperkuat”.

Sebagai makhluk hidup manusia selalu hadir sebagai sosok yang selalu berusaha untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas hidupnya melalui berbagai bentuk upaya dan aktivitas sebagai ekspresi untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup jasmaniah (haayatul „udhlowiyah) maupun kebutuhan naluriah (ghorizah). Dorongan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup jasmaniah (haayatul „udhlowiyah) maupun kebutuhan naluriah (ghorizah) jika tidak dibimbing oleh ajaran agama cenderung akan melahirkan sikap dan perilaku yang menyimpang seperti mencuri, menipu, merampok, memperkosa, menindas, melanggar hak asasi manusia (HAM), membunuh, berzina, dsb. Di sinilah pentingnya selalu melakukan pembinaan individu secara kontinyu dan berkesinambungan agar sikap dan perilaku untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmaniah (haayatul „udhlowiyah) maupun kebutuhan naluriah (ghorizah). Kualitas kepribadian seseorang pada akhirnya ditentukan oleh sejauh mana aktivitas hidup yang dilakukan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup jasmaniah (haayatul „udhlowiyah) maupun kebutuhan naluriah (ghorizah) tersebut. Ada dua aspek yang menentukan kualitas kepribadian seseorang yaitu

kualitas berpikir dalam memahami setiap fenomena sosial dan alam yang terjadi

(„aqliyah) serta bagaimana aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup tersebut (nafsiyah). Islam memandang kualitas seseorang bukan dari bentuk fisik rupa dan badannya melainkan kemampuan cara berpikir dan pola tingkah lakunya yang didasarkan pada aqidah Islamiyah. 11

2. Materi12

11 Ismail Yusanto, Ibid, hal. 115

(10)

Dalam pandangan sekuler selalu menempatkan materi pada posisi yang penting dalam kehidupan ekonomi. Semua aktivitas ekonomi senantiasa diukur

dengan variabel-variabel yang bersifat materialistik. Dari pandangan hidup yang serba materi inilah kemudian melahirkan sikap dan perilaku individu dan

masyarakat yang serba materialistik sehingga berpotensi memunculkan berbagai dampak kerusakan dan ketidakseimbangan dalam kehidupan di dunia ini. Munculnya permasalahan-permasalahan seperti pencemaran lingkungan (polution), perdagangan manusia (trafficking), perdagangan narkoba, kebakaran hutan, prostitusi, perjudian, manipulasi proyek (mark up), korupsi, dsb merupakan potret kehidupan ekonomi yang lahir dari paradigma kehidupan materialistik yang tercerabut dari akar nilai transedental.

Islam memandang bahwa materi merupakan sarana dalam kehidupan di dunia ini untuk mencapai kehidupan yang semakin baik dalam kehidupan di dunia sampai di akhirat. Sehingga praktek pengelolaan dan penggunaan materi senantiasa dalam bingkai moral dan spiritual untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia baik secara fisik maupun moral. Pandangan ini berpijak pada suatu keyakinan bahwa semua materi di alam semesta ini adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang diperuntukkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia. Sehingga manusia berkewajiban untuk mengelola dan menggunakan semua materi di alam semesta ini dengan penuh tanggung jawab sebagai bagian dari kepatuhan dan ketundukkan

kepada semua perintah dan larangan dari Allah SWT. 3. Kepemilikan13

Pandangan kapitalisme terhadap kepemilikan bersifat mutlak. Konsekuensinya seseorang akan bebas dalam mengelola sumberdaya ekonomi bagi kepentingannya. Dalam bentuk selanjutnya mereka bebas melakukan kegiatan produksi, konsumsi, investasi dan distribusi pada berbagai sektor ekonomi tanpa terikat dengan prinsip nilai-nilai transedental. Semuanya bebas mereka lakukan karena beranggapan bahwa barang yang dimiliki adalah mutlak miliknya sebagai hasil dari jerih payahnya bekerja keras membanting tulang memeras otak. Kebebasan dalam memiliki dan menggunakan barang merupakan bagian hak asasi manusia (HAM) yang harus dihormati dan dilindungi oleh undang-undang.

(11)

Islam memandang bahwa kepemilikan yang sebenarnya adalah milik Allah SWT. Karena Dialah yang telah menciptakan semua yang ada di alam semesta ini.

Sehingga manusia dalam mengelola dan menggunakan semua bentuk materi harus selalu dalam bingkai syariah, tidak boleh hanya semata-mata pertimbangan

untung-rugi tanpa memperhatikan tuntunan syariat. Kebebasan individu dalam mengelola dan menggunakan kepemilikan dibatasi oleh aturan syariah, sehingga tidak ada kebebasan tanpa batas tetapi semuanya dibatasi oleh aturan syariah Islam. Implikasi yang ditimbulkan dari sikap hidup seperti ini akan melahirkan perilaku hidup masyarakat yang sadar bahwa semua tindakannya akan dimintai pertanggungjawabannya nanti di akhirat baik menyangkut bagaimana mencari kekayaan maupun menggunakannya, sehingga akan berusaha untuk selalu mengikuti aturan- aturan syariah khususnya dalam persoalan penggunaan kepemilikan.

4. Universalisme14

Paham kapitalisme awal mula munculnya yaitu sejak Adam Smith yang menekankan pentingnya kebebasan individu untuk menentukan pilihan terbaiknya. Tiap individu mempunyai kemampuan dalam mengatur dan mengelola secara mandiri pilihan terbaiknya (self adjustment). Karena dia punya keyakinan bahwa dari kebebasan individu ini akan mendorong lahirnya inovasi dan kreatifitas yang dapat meningkatkan produktivitas ekonomi. Dalam perkembangan selanjutnya paham merkantiisme memberikan insipirasi untuk membangun sebuah negara yang kuat melalui kerjasama perdagangan (kongsi) antara para saudagar dengan penguasa. Semangat chauvinistik melahirkan aktivitas ekonomi untuk memupuk kekayaan

negara meskipun dengan melakukan praktek ekonomi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia seperti perbudakaan, penjajahan, penindasan antar golongan dan negara, dsb.

Islam memandang bahwa manusia pada hakekatnya merupakan satu kesatuan kehidupan yang besar karena semua umat manusia berasal dari satu keturunan yaitu nabi Adam as. Allah SWT sebagai pencipta atas alam semesta ini menyediakan semua sarana yang tersedia diperuntukkan bagi kesejahteraan semua umat manusia bukan hanya untuk satu golongan masyarakat atau satu bangsa tertentu. Pandangan ini yang kemudian melahirkan perilaku ekonomi yang ramah

(12)

dan simpatik karena aktivitas ekonomi senantiasa dibangun dengan prinsip saling tolong menolong dan saling membantu. Islam melarang setiap bentuk aktivitas

ekonomi yang sifatnya merusak dan merugikan orang lain seperti transaksi narkoba, prostitusi, perjudian, penipuan, manipulasi proyek, korupsi dll.

Arti dan Hakekat Ekonomi Islam15

Ekonomi Islam adalah syariat Islam dalam aspek ekonomi yang menyangkut cara bagaimana kebutuhan hidup material manusia dapat terpenuhi. Allah SWT telah menciptakan sumber-sumber kehidupan untuk memenuhi semua kebutuhan hidup manusia. Secara potensial alam telah menyediakan sumber daya alam secara cukup guna dieksploitasi bagi kepentingan kehidupan manusia. Aktivitas bekerja secara bertanggung jawab dan penuh perhitungan adalah sesuatu yang mutlak dalam mengolah dan memanfaatkan semua kekayaan alam di dunia ini. Manusia

sebagai penghuni planet bumi ini tidak hidup sendiri, tetapi terikat dengan suatu tatanan ekosistem dengan makhluk Tuhan lainnya. Manusia merupakan makhluk monopluralis, makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Semangat kerjasama dalam keseimbangan mutlak diwujudkan agar terbina kehidupan yang seimbang, serasi dan harmonis. Islam sebagai ajaran yang bersifat universal memberikan seperangkat aturan dan hukum dalam mengatur kehidupan manusia di dunia agar terwujud suatu kehidupan yang harmonis dalam kerangka pengabdian kepada Allah SWT.

Secara konseptual etika ekonomi Islam dapat dijabarkan atas beberapa butir yaitu:16

1. Semua aktivitas kehidupan diorientasikan untuk ibadah

Merupakan kewajiban bagi setiap muslim bahwa semua aktivitas hidup adalah merupakan bagian dari rangkaian ibadah kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya :

“ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS Adz-Dzaariyat : 56)

15 Munawar Iqbal, ibid, p. 22

(13)

Ayat di atas menegaskan bahwa penciptaan jin dan manusia semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT. Hidup dalam kerangka ibadah artinya

taat, tunduk dan patuh atas dasar cinta kepada Allah SWT dengan mematuhi semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Termasuk dalam hal ini adalah aktivitas ekonomi juga diorientasikan untuk beribadah mencari ridho Allah SWT. Kegiatan ekonomi merupakan bagian dari aktivitas kehidupan seorang muslim yang terikat dengan nilai-nilai Islam.

2. Bekerja merupakan aktivitas yang mulia17

Tidak sedikit ayat-ayat Al-Qur‟an yang tersebar pada beberapa surat yang menyebutkan iman dan sekaligus diikuti dengan amal sholeh yang dapat diartikan dengan bekerja (QS Al-„Ashr). Amal sholeh merupakan satu bentuk manifestasi dari nilai-nilai keimanan pada diri seseorang. Termasuk dalam kategori amal sholeh adalah upaya untuk menciptakan lapangan kerja untuk memperoleh manfaat atau guna bagi diri sendiri, keluarga maupun masyarakat. Melalui aktivitas bekerja dapat mendorong peningkatan kualitas kehidupan baik secara individu maupun sosial. Dalam perjalanan hidupnya Rosululloh SAW adalah seorang yang rajin dan giat bekerja baik sebagai seorang pedagang, penggembala, kepala negara, panglima perang, pendidik dan kepala rumah tangga. Semua profesi tersebut dilakukan dengan penuh kesungguhan dan menghasilkan prestasi yang

mengagumkan. Dunia adalah ladang ibadah bagi seorang muslim melalui berbagai aktivitas yang bermanfaat, sehingga dia tidak akan menyia-nyiakan

waktu dan kesempatan untuk terus berprestasi bagi bekal kehidupan yang baik di akhirat.

3. Membina nilai-nilai persaudaraan18

Islam mengisyaratkan tentang pentingnya persaudaraan diantara manusia, karena manusia diciptakan Allah SWT dari satu keturunan yaitu Adam dan Hawa (QS. Al-Hujurat : 13). Aktivitas ekonomi juga dijalankan dengan semangat persaudaraan diantara pelaku-pelaku ekonomi, sehingga tercipta kerjasama yang saling menguntungkan. Islam mencela setiap perbuatan

(14)

yang hanya sekedar mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain seperti mengurangi timbangan, korupsi, menipu, transaksi

narkoba, prostitusi, praktek pornografi dan pornoaksi dsb. Sebaliknya Islam mendorong untuk selalu melakukan kegiatan yang mendorong semangat

kebersamaan dan persaudaraan. Karena melalui pembinaan persaudaraan akan melahirkan bangunan ekonomi yang kokoh dan bermartabat. Salah satu instrument syariah untuk terbinanya persaudaraan dalam Islam (ukhuwah Islamiyah) yaitu perintah untuk menunaikan zakat infak dan shodaqoh (ZIS), sehingga terbina keharmonisan hubungan antara kelompok masyarakat yang mampu dengan masyarakat yang tidak mampu. Dan pada sisi lain melalui mekanisme ZIS ada pola yang sistematis untuk memberdayakan ekonomi umat sehingga perekonomian secara makro semakin berkembang.

4. Menarik mashlahat dan menghindarkan madharat19

Islam diturunkan kepada manusia untuk membawa pada kehidupan yang diwarnai dengan nilai-nilai kebaikan (mashlahat) baik untuk diri sendiri maupun lingkungannya. Dan pada sisi lain juga mencegah timbulnya praktek-praktek kehidupan yang dapat mencelakakan eksistensi manusia. Kegiatan ekonomi juga diarahkan dalam upaya mencapai kondisi tersebut. Aktivitas produksi, konsumsi dan distribusi diarahkan pada upaya mencapai

kehidupan yang baik dan mencegah dari hal-hal yang dapat mengancam kehidupan manusia.

5. Hak kepemilikan pada hakekatnya adalah amanah Allah SWT20

Keberadaan Allah SWT dapat dibuktikan dari adanya alam semesta ini. Sebagai pencipta, Allah juga sekaligus sebagai pengatur dan pemilik hakiki atas semua yang ada dialam semesta ini. Manusia diciptakan oleh Allah sebagai pengelola alam semesta ini dengan dibekali naluri berketurunan, naluri mempertahankan diri, naluri berkuasa dan naluri beragama. Islam mengajarkan kepada manusia bagaimana mengatur dan mengelola alam semesta ini agar dapat membawa pada kemashlahatan kehidupan manusia. Dengan menyadari bahwa harta adalah milik Allah, maka manusia harus

19 Dr. Zubair Hasan, ibid, p. 57

(15)

mengikuti aturan-aturan dari Allah dalam penggunaan maupun cara memperoleh harta tersebut.

Nilai dasar ekonomi Islam merupakan implikasi dari asas filsafat tawhid yaitu :21

1. Kepemilikan (ownership) dalam ekonomi Islam adalah :

a. Hakekat kepemilikan manusia terletak pada memiliki kemanfaatannya dan bukan menguasai secara mutlak sumber-sumber ekonomi. Apabila seseorang tidak dapat menggunakan sumberdaya secara produktif, maka padanya akan kehilangan hak kepemilikan atas sumber-sumber tersebut seperti dalam pemilikan lahan atau tanah. Rosullah menyatakan pada suatu hadist berkaitan dengan masalah ini “Barangsiapa menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya. Dan tidak berhak memilikinya orang yang sekedar memagarinya dengan tembok setelah tiga tahun”.

b. Kepemilikan terbatas pada sepanjang usia hidupnya di dunia, dan bila orang itu meninggal maka hak pemilikan atas suatu barang akan beralih kepada ahli warisnya menurut ketentuan Islam

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf[112], (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Baqarah : 180)

c. Pemilikan perorangan tidak diperbolehkan terhadap sumber-sumber ekonomi yang menyangkut kepentingan umum atau menyangkut hajat hidup orang banyak. Sumber-sumber ekonomi ini dikuasai dan dimiliki oleh negara dan dikembalikan kembali pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat luas. Termasuk dalam kategori pemilikan umum misalnya air minum, hutan, laut, udara, ruang angkasa, jalan, jembatan dsb.

2. Keseimbangan (equilibrium) yang secara operasional terlihat dalam perilaku ekonomi seseorang yaitu moderation (kesederhanaan), hemat (parsimony) dan menjauhi pemborosan (extravagance). Konsep keseimbangan ini juga menyangkut keseimbangan dalam dimensi kehidupan dunia dan akhirat, antara

(16)

aspek pertumbuhan dan pemerataan, kepentingan personal dan sosial, antara aspek konsumsi, produksi dan distribusi.22

3. Keadilan (justice) suatu kosa kata yang paling banyak disebut dalam

Al-Qur‟an yang menyiratkan tentang betapa pentingnya nilai-nilai keadilan bagi eksistensi kehidupan manusia. Nilai dasar keadilan sangat diutamakan dalam Islam baik yang bersentuhan dengan aspek sosial, ekonomi maupun politik. Keadilan dalam terminologi Islam mengandung makna :23

a. Kebebasan bersyarat dan dilandasi oleh akhlak Islam. Keadilan yang menyiratkan kebebasan tanpa batas akan menimbulkan kekacauan dalam sendi-sendi kehidupan manusia.

b. Keadilan harus dioperasionalisasikan pada semua fase ekonomi. Keadilan dalam aktifitas produksi mengandung makna pentingnya efisiensi dan

efektifitas dalam penggunaan sumber-sumber ekonomi. Keadilan dalam aktifitas konsumsi mengandung makna pentingnya sikap moderation, tidak boros dan hemat. Keadilan dalam aktifitas distribusi mengandung makna

pentingnya alokasi sumber-sumber ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan perbedaan potensi yang dimiliki tiap-tiap individu.

22 Muhammad Fahim Khan, 1987, Theory of Consumer Behavior in Islamic Perspective, p. 169, dalam Ausaf Ahmad, et-al, Lectures on Islamic Economics, Islamic Research and Training Institute Islamic Development Bank, Jeddah

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, dan Satuan

Sebagai bahan pertimbangan, kami lampirkan proposal Permohonan Bantuan Dana Pembangunan Asrama Putra Yayasan Miftahul Ulum Sindanggalih dengan harapan

Dari tabel diatas untuk indikator melek finansial pada pengetahuan umum keuangan mahasiswi memperoleh skor rata- rata 82,64 % skor rata-rata tersebut lebih tinggi

Sehubungan dengan hal tersebut maka timbul permasalahan bagaimana prinsip dan alasan yang menjadi dasar bagi bank sebelum melakukan perikatan dengan asuransi, bagaimana

Menurut Manuaba (2008; h.389) disebutkan perdarahan terjadi karena gangguan hormon, gangguan kehamilan, gangguan KB, penyakit kandungan dan keganasan genetalia. 55)

Impact merupakan hasil jangka panjang yang dihasilkan oleh suatu kombinasi dari berbagai intervensi yang dilakukan, dan dapat bersifat positif atau negatif.. Dampak

Dalam kedudukannya sebagai pengelola barang, dan dihubungkan dengan amanat pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 17 tahun 2003, Gubernur juga berwenang mengajukan usul untuk

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun petai cina (Leucaena glauca (L.) Benth.) memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas dengan