Summary Ekonomi Politik Internasional (2) Putri Larasati (HI 4 C/11141130000043)
Globalisasi
Saat ini, dunia sedang berada di dalam era globalisasi. Globalisasi menurut Gilpin adalah terjadinya integrasi ekonomi besar-besaran menggantikan ekonomi tradisional.1
Thomas Friedman dari New York Times menyatakan bahwa globalisasi akan menjadi perdebatan yang cukup sengit di semua kalangan. Pertanyaan besar dalam globalisasi meliputi: apakah globalisasi merupakan jalan menuju pembangunan ekonomi ke arah yang lebih baik atau merupakan ancaman terhadap kehidupan sosial masyarakat, apakah globalisasi melemahkan kekuatan negara dalam mengambil sebuah kebijakan atau malah sebaliknya, dan lain sebagainya.2
Tidak seperti anggapan pada umumnya yang menyatakan bahwa globalisasi menyebabkan dunia menjadi tanpa batas, sebenarnya jika ditilik dari sudut pandang historis, globalisasi memiliki batasan. Jika dianalisis, ternyata pada abad ke-19, yaitu ketika gold standard masih diberlakukan, perekonomian justru lebih terintegrasi daripada masa sekarang.3
Namun di sisi lain, globalisasi membuka jalan selebar-lebarnya untuk aktivitas ekonomi antarnegara yang menyebabkan hilangnya berbagai hambatan ekonomi yang dibenci oleh kaum liberal.
Globalisasi juga menimbulkan adanya kompetisi global yang dapat menyulitkan pemerintah dalam proses pembuatan kebijakan. Hal itu dikarenakan di dalam suatu entitas terdapat beberapa kepentingan yang berbentrokan, seperti misalnya di Jepang terdapat institusi sosial yang memprotes sebuah perusahaan besar yang mengontrak pegawai seumur hidup, di Prancis dan Jerman terdapat kesatuan yang menentang pemerintah yang hendak memotong uang pensiun, di Korea Selatan persatuan buruh menentang pemerintah atas kebijakan pemecatan pegawai, dan lain sebagainya.4 Dalam hal-hal seperti itulah globalisasi
akan muncul sebagai pemicu konflik karena telah menimbulkan kompetisi global.
Tentu saja kompetisi tersebut membuat negara kewalahan dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan. Pada era gold standard di abad ke-19, tidak ada keharusan negara untuk mempertimbangkan kesejahteraan sosial dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan ekonomi. Namun di era globalisasi sekarang ini, pemerintah harus memikirkan solusi terbaik untuk menghadapi kompetisi tanpa harus mengorbankan kesejahteraan sosial. Namun nyatanya, akibat kekuatan dari aktor lain seperti perusahaan
1 Robert Gilpin, “The Dynamics of Political Economy”, dalam The Political Economy of International Relations, Princeton: Princeton University Press, 1987.
2 Dani Rodrik, "Sense and Nonsense in the Globalization Debate", dalam Foreign Policy, Vol. 107, Washington: Summer, 1997, hlm. 1.
asing, perwujudan kesejahteraan sosial malah tidak dapat direalisasikan. Faktanya, banyak pegawai yang kehilangan kepastian dalam dunia kerja karena adanya kompetisi tersebut.5
Selain itu, globalisasi ekonomi atau perdagangan dapat pula tidak sesuai dengan norma yang berlaku di suatu negara. Jika hal tersebut terjadi, implikasi yang mungkin bisa dilakukan oleh sebuah negara adalah mengubah haluannya menjadi negara proteksionis.6
Namun menjadi negara proteksionis bukanlah solusi terbaik karena dapat memunculkan tensi lainnya. Hal yang perlu dilakukan pembuat kebijakan dalam menghadapi tantangan globalisasi adalah dengan membuat strategi kompensasi internal, pelatihan, dan jaminan sosial terhadap masyarakat yang rentan dirugikan oleh efek globalisasi.7
Tantangan yang harus dihadapi pada abad ke-21 ini yang berkenaan dengan globalisasi adalah bagaimana negara dapat menyeimbangkan pasar dengan masyarakat yang kemudian diharapkan dapat menstimulasi energi kreatif dari para pengusaha di sektor privat tanpa harus merugikan nilai-nilai sosial dan kerjasama.8