• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Interaksi Simbolik dalam filsafat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Teori Interaksi Simbolik dalam filsafat "

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Teori Interaksi Simbolik

Teori ini berkaitan dengan struktur-struktur sosial, bentuk-bentuk kongkret dari perilaku individual atau sifat-sifat batin yang bersifat dugaan. Interaksi simbolik memfokuskan diri pada hakekat interaksi, pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial dan hubungan sosial. Interaksi sendiri dianggap sebagai unit analisis : sementara sikap-sikap diletakkan menjadi latar belakang.

Semua interaksi antar individu manusia melibatkan suatu pertukaran simbol. Simbol yang dimaksudkan disini dapat diilustrasikan seperti benda–benda yang dimainkan anak-anak. Anak-anak secara kreatif menciptakan dunia mereka sendiri, dimana benda–benda yang dimainkan anak-anak didefenisikan dengan cara apa saja sesuai dengan apa yang mereka ingin buat. Ketika kita berinteraksi dengan yang lainnya, kita secara konstan mencari “petunjuk” mengenai tipe perilaku apakah yang cocok dalam konteks itu dan mengenai bagaimana menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang lain. Interaksi simbolis mengarahkan perhatian kita pada interaksi antar individu, dan bagaimana hal ini bisa dipergunakan untuk mengerti apa yang orang lain katakan dan lakukan kepada kita sebagai individu. Kenyataan sosial yang muncul dari proses-proses simbol subjektif dan juga yang muncul dari interaksi-interaksi antar pribadi, dilihat sebagai suatu kenyataan yang dibangun dan bersifat simbol.

George H. Mead : Konsep Diri, Tahap Perkembangan Diri

Dalam pandangan Mead, perspektifnya merupakan perspektif behaviorisme sosial. Mead berpendapat bahwa adaptasi individu terhadap dunia luar dihubungkan melalui proses komunikasi yang berlawanan dengan hanya sekedar respons yang bersifat reflektif dari organisme itu terhadap yang rangsangan dari lingkungan. Karena alasan inilah Mead berpendapat bahwa posisinya adalah behaviorisme sosial.

Bagian diskusi dari Mead yang penting adalah hubungan timal balik antara diri sebagai obyek dan diri sebagai subyek. Diri sebagai obyek ditunjuk Mead dengan konsep ‘me’, diri sebagai subyek yang bertindak ditunjuknya konsep “I”. Hubungan antara “I” dan “me” bersifat saling tergantung secara dinamis. “I” tidak seluruhnya ditentukan oleh “me”. Sebaliknya, “I” merupakan aspek diri di mana ada ruang spontanitas dan kebebasan.

(2)

mengambil peran dari apa yang disebut dengan istilah generalized other. Ini merupakan tahap ketiga dalam perkembangan diri.

Charles Horton Cooley : Looking-glass Self

Cooley menunjuk aspek konsep-diri dengan istilah looking-glass self. Setiap hubungan sosial dimana seseorang itu terlibat merupakan satu cerminan diri yang disatukan dalam identitas orang itu sendiri.

Perasaan seseorang diperpanjang ke pelbagai kelompok dimana mereka merupakan salah satu bagiannya. Cooley mengemukakan “diri kelompok” atau “we” hanyalah suatu “I” yang mencakup orang lain. Seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan suatu kelompok dan berbicara tentang kemauan bersama, pandangan, pelayanan, atau lain-lainnya menurut “we” atau “us”.

Perasaan “we”, pengalaman tentang kesatuan antara diri dan orang lain, mula-mula muncul dalam konteks kelompok primer. Cooley melihat kelompok primer ini sebagai “wadah terbentuknya watak manusia” (nursery of human nature).

Kesatuan kelompok primer tidak hanya terdiri dari keharmonisan dan cinta tanpa sedikit konflikpun, tetapi juga merupakan dasar bagi struktur sosial yang lebih besar. Kelompok primer disebut primer dalam pengertian bahwa kelompok itu memberikan kepada individu pengalaman tenatang kesatuan sosial yang paling awal dan lengkap, dan juga dalam pengertian kelompok itu tidak mengalami perubahan dalam derajat yang sama seperti hubungan-hubungan lebih luas, tetapi merupakan suatu sumber yang termasuk permanen dari mana struktur sosial itu muncul.

Erving Goffman : Dramaturgi

Melalui pendekatan ini Erving Goffman menggunakan bahasa dan khayalan teater untuk menggambarkan fakta subyektif dan obyektif dari interaksi sosial. Konsep-konsepnya dalam pendekatan ini mencakup tempat berlangsungnya interaksi sosial yang disebut dengan social establishment, tempat mempersiapkan interaksi sosial disebut dengan back region/backstage, tempat penyampaian ekspresi dalam interaksi sosial disebut front region, individu yang melihat interaksi tersebut disebut audience, penampilan dari pihak-pihak yang melakukan interaksi disebut dengan team of performers, dan orang yang tidak melihat interaksi tersebut disebut dengan outsider.

Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi "wilayah depan" (front region) dan "wilayah belakang" (back region). Wilayah depan adalah tempat atau peristiwa sosial yang memungkinkan individu atau suatu tim menampilkan peran formal atau bergaya, bak memainkan suatu peran di atas panggung sandiwara. Sebaliknya, wilayah belakang adalah tempat atau peristiwa yang memungkinkan mereka mempersiapkan peran di wilayah depan. Wilayah depan ibarat panggung depan (front stage) yang ditonton khalayak, sedangkan wilayah belakang ibarat panggung belakang (back stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri, atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan.

(3)

bergulir dari ruang sosial. Stigma muncul dalam relasi-relasi kebahasaan untuk menunjukkan garis batas yang tegas di antara pihak yang dianggap normal dan pihak lain yang dipandang tidak normal.

Penerapan dan Manfaat Teori Interaksi Simbolik

Dalam sebuah interaksi sosial, di mana dua atau lebih individu berpotensi mengeluarkan simbol yang bermakna. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang dikeluarkan orang lain, demikian pula perilaku orang lain tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, kita mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan orang lain, kita menangkap pikiran, perasaan orang lain tersebut. Teori ini mirip dengan teori pertukaran sosial.

Interaksi di antara beberapa pihak tersebut akan tetap berjalan lancar tanpa gangguan apa pun manakala simbol yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak dimaknakan bersama sehingga semua pihak mampu mengartikannya dengan baik. Hal ini mungkin terjadi karena individu-individu yang terlibat dalam interaksi tersebut berasal dari budaya yang sama, atau sebelumnya telah berhasil memecahkan perbedaan makna di antara mereka. Namun tidak selamanya interaksi berjalan mulus. Ada pihak-pihak tertentu yang menggunakan simbol yang tidak signifikan – simbol yang tidak bermakna bagi pihak lain. Akibatnya orang-orang tersebut harus secara terus menerus mencocokan makna dan merencanakan cara tindakan mereka.

Banyak kualitas perilaku manusia yang belum pasti dan senantiasa berkembang : orang-orang membuat peta, menguji, merencanakan, menunda, dan memperbaiki tindakan-tindakan mereka, dalam upaya menanggapi tindakan-tindakan pihak lain. Sesuai dengan pandangan ini, individu-individu menegosiasikan perilakunya agar cocok dengan perilaku orang lain.

Teori interaksi simbolik lebih banyak digunakan untuk menganalisa perilaku antar individu dalam berinteraksi dengan orang lain. Teori ini lebih bersifat mikro (individu), dimana individu tersebut merupakan agen yang aktif dalam peran merubah perilakunya sendiri. Dalam melakukan sebuah need assesment atau pelayanan kepada klien, seorang pekerja sosial bisa menggunakan teori ini untuk menggali lebih dalam tentang apa yang dibutuhkan klien sehingga dengan mudah akan dicarikan pemecahan terhadap permasalahan atau kebutuhan dari klien tersebut. Contoh Kasus dan Solusinya Teori Interaksi Simbolik

Penyandang cacat. Umumnya penyandang cacat mudah emosi, mider dan tertutup. Suatu masalah sosial utama yang dihadapi orang cacat bahwa mereka itu ‘abnormal’ dalam tingkat yang sedemikian jelasnya sehingga orang lain tidak merasa enak untuk berinteraksi dengan mereka atau tidak mampu berinteraksi dengan mereka sedemikian rupa sehingga cacat itu sendiri tidak menjadi pokok penting dalam interaksi itu.

(4)

Apapun sumber stigma itu, kesulitan interaksi yang dihadapi orang cacat jelas sekali. Orang yang tidak cacat diasumsikan mampu, kecuali kalau mereka memperlihatkan ketidakmampuannya, tetapi orang cacat diasumsikan tidak mampu (pada umumnya atau dalam hal tertentu) kecuali kalau mampu membuktikan kemampuannya. Jadi masalah utama dan mungkin yang paling penting bagi orang cacat adalah mengatasi asumsi negatif yang diberikan orang lain dengan memperlihatkan bahwa kecuali yang berhubungan dengan anggota badannya yang cacat itu, dia mampu berinteraksi secara normal dengan orang lain dan mengalami emosi, kebutuhan dan kepentingan secara penuh sebagai manusia yang mampu.

Solusi yang diberikan adalah kita harus terus memotivasi orang-orang yang keterbatasan secara fisik (cacat) agar mereka bisa berinteraksi secara normal dengan orang lain. Selain itu, dapat pula dikembangkan kemampuan-kemampuan lain yang dimiliki orang cacat tersebut. Peran dominan orang tua sebagai motivator sangat diperlukan. Tumbuhkan perasaan percaya diri terhadap kemampuan anaknya yang cacat sejak dini. He Ah Lee, seorang pianis cacat yang memiliki kaki dan tangan berjari tiga dari Korea telah membuktikan dirinya mampu dan piawai memainkan piano dengan begitu indahnya. Gola Gong, salah seorang penulis dari Banten yang hanya memiliki satu tangan pun membuktikan kemampuannya. Buku-bukunya pun sudah banyak yang diterbitkan. Sebagai orang tua, pada awalnya memang sangat sulit menerima kenyataan bahwa anaknya tidak sempurna. Tetapi jika berlarut dalam kesedihan dan tidak bangkit maka hal ini akan membentuk karakter dan kepribadian sang anak di masa depan. Oleh karena itu, peran orang tua sangat diperlukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Selain itu, panti sosial-panti sosial untuk orang cacat pun sudah banyak. Fungsinya salah satunya adalah untuk memberdayakan orang cacat tersebut agar mereka mampu hidup secara normal ditengah-tengah masyarakat. Seperti yang telah dikatakan di atas, motivasi untuk membagun kepercayan orang cacat harus terus diberikan agar orang cacat mampu mengatasi asumsi negatif yang diberikan oleh orang lain terhadap dirinya.

Symbolic Interaction Theory

This theory deals with social structures, concrete forms of individual behaviors or traits that are alleged mind. Symbolic Interaction focuses on the nature of the interaction, the dynamic patterns of social action and social relations. The interaction itself is considered as the unit of analysis: while attitudes are put into the background.

(5)

from the interactions between individuals, seen as a reality that is constructed and is a symbol. George H. Mead: Self-Concept, Self Development Phase

In Mead's view, the perspective is the perspective of social behaviorism. Mead argues that individual adaptation to the outside world is connected through the communication process as opposed to merely reflective response of the organism to the stimuli from the environment. For this reason Mead argues that his position is a social behaviorism.

Part discussion of Mead's important is the relationship between self timal forth as an object and myself as the subject. Mead appointed themselves as objects with the concept of 'me', themselves as subjects who act designated the concept of "I". The relationship between "I" and "me" are interdependent dynamically. "I" is not entirely determined by the "me". In contrast, the "I" is an aspect of self in which there is room spontaneity and freedom.

Although the learning process takes place during the life of society, Mead distinguish at least three different phases in the process by which individuals learn to take the perspective of others and see themselves as objects. The first is a stage play in which the individuals 'play' social role of someone else. The second is the stage of the game (games). At this stage of the game there is a level higher social organization. Participants in the game is capable of running the role of several people simultaneously and organize it in a larger whole. In the terminology of Mead, when individuals control their own behavior according to the general roles impersonal then they take the role of what is called the generalized other. It is the third stage in the development of the self.

Charles Horton Cooley: Looking-glass self

Cooley pointed to aspects of self-concept in terms of looking-glass self. Every social relationship in which a person is involved is a reflection of that incorporated into one's own identity.

Feeling someone is extended to various groups of which they are a part. Cooley argued "self-group" or "we" only an "I" that includes others. A person identifies himself with a group and talk about the willingness together, views, service, or others according to "we" or "us".

Feeling of "we", the experience of the unity between self and others, first appeared in the context of the primary group. Cooley saw this primary group as "the container formation of human nature" (nursery of human nature).

Unity of the primary group is not only composed of harmony and love without a little The conflict, but also the basis for the larger social structure. The primary group is primary in the sense that it gives to the individual group experience tenatang earliest social unity and complete, and also in the sense that the group has not changed in the same degree as the broader relationships, but it is a permanent source including from where the social structure that appears.

Erving Goffman: Dramaturgy

Through this approach Erving Goffman uses language and imaginary theater to describe the subjective and objective facts of social interaction. Concepts in this approach include where social interaction called social establishment, where social interaction is called to prepare a back region / backstage, where the delivery of the expression in social interaction is called a front region, individuals who see the so-called audience interaction, the appearance of the parties- parties referred to interact with the team of performers, and those who do not see the interaction called outsider.

(6)

audience, while the rear area like the back stage (back stage) or a dressing room where performers relax, prepare, or practicing to play a role in the next stage.

Stigma, as stated Erving Goffman, an attribute that is deeply discrediting. Parties who get rejected or shunned the usual stigma society. This is due to the stigma of scrolling of the social space. Stigma appears in the relations of language to show the distinct line of demarcation between those who are considered normal and others are deemed not normal.

Application and Benefits of Symbolic Interaction Theory

In a social interaction, in which two or more individuals potentially issue a meaningful symbol. A person's behavior is influenced by the symbol issued to others, as well as the behavior of others. Through the signaling form of symbols, we express feelings, thoughts, intentions, and vice versa by reading the symbols shown others, we capture the thoughts, the feelings of others. This theory is similar to the theory of social exchange.

Interaction among several parties will continue to run smoothly without any interruption when the symbol issued by each party dimaknakan together so that all parties can interpret it properly. This may occur because the individuals involved in the interaction comes from the same culture, or have previously been successfully resolve differences in meaning between them. But not always run smooth interaction. There are certain parties who use significant symbols - symbols that are not meaningful to others. As a result, these people must continually match the meaning and plan how their actions.

Many of the quality of human behavior that is uncertain and constantly evolving: people make the map, testing, planning, delay, and improve their actions, in an effort to respond to the actions of another party. In accordance with this view, individuals negotiate their behavior to match the behavior of others.

More symbolic interaction theory is used to analyze the behavior of an individual to interact with others. This theory is more micro (individual), where the individual is an active agent in the role of changing their own behavior. In conducting a needs assessment or service to a client, a social worker can use this theory to explore more about what is required so that the client will easily look for solutions to the problems or needs of the client.

Case Study of Symbolic Interaction Theory and Solutions

People with disabilities. Generally, people with disabilities have a temper, Mider and closed. A major social problems faced by the disabled that they were 'abnormal' in the level of such details, so that other people do not feel comfortable to interact with them or are not able to interact with them in a way that the defect itself does not become an important staple in the interaction.

A stigma is the nature of what is very clear and assumed to have considerable influence on the personality of the individual so that the individual was not able to act in the usual way.

(7)

abilities possessed the disabled. The dominant role of parents as a motivator indispensable. Grow a sense of confidence in the ability of disabled son from an early age. He Ah Lee, a pianist who has a deformed foot and three-fingered hands of Korea has proven himself capable and good at playing the piano so beautifully. Gola Gong, one of the authors of Banten which has only one hand was to prove his ability. His books were too many have been published. As a parent, in the beginning it was very difficult to accept the fact that her son was not perfect. But if drawn in grief and did not rise then this will shape the character and personality of the child in the future. Therefore, the role of parents is indispensable in shaping the character and personality of the child.

Referensi

Dokumen terkait

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Berdasarkan pendapat tersebut menurut pemikiran penulis bahwa jelas fungsi media sangat penting diterapkan dalam proses pembelajaran karena dapat menyalurkan pesan atau

Dalam penggunaannya perlu diperhatikan apakah sumberdaya alam tersebut dapat diperbaharui atau tidak dapat diperbaharui, jika sumber daya alam itu tidak dapat di perbaharui maka

maksud untuk memahami makna yang terkandng dalam ajaran tersebut. b) Metode komparatif, yaitu ajaran ajaran islam itu dikomparasikan dengan fakta-fakta yang terjadi dan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan serta dapat menambah informasi dan pengetahuan yang berkaitan dengan

Model Unstandardized Coefficients

Sehingga dapat disimpulkan bahwa religiusitas tidak memperkuat pengaruh citra perusahaan terhadap minat menjadi nasabah bank syariah oleh mahasiswa Fakultas Ekonomi

Hasil ulasan dan tes yang dimuat di PC Media tidak terkait dengan iklan atau hubungan bisnis perusahaan atau produk tersebut dengan PC Media. Kecuali disebutkan, tes dilakukan PC