• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Usaha Kelompok Perajin Tenun Endek di Desa Sulang Klungkung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Usaha Kelompok Perajin Tenun Endek di Desa Sulang Klungkung"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

687

Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Usaha

Kelompok Perajin Tenun Endek di Desa Sulang

Klungkung

Ni Luh W.Sayang Telagawathi

Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia

(gemilangsuryawan@gmail.com)

ABSTRAK

Artikel ini bertujuan untuk merancang model pelatihan dan pendampingan usaha kecil kelompok perajin kain tenun endek di Desa Sulang, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Hal ini dilakukan berdasarkan tantangan dalam pengembangan industri kerajinan tangan di Bali, dan di Indonesia secara umum adalah permasalahan manajemen usaha selain tentunya permasalahan modal dan pemasaran. Potensi industri kerajinan tangan kain tenun endek di Kabupaten Klungkung sangatlah besar karena berbasis kepada industri rumah tangga yang digeluti oleh para ibu rumah tangga yang semakin hari terus berkembang menjadi usaha kecil dan menengah yang menjanjikan. Penguatan kapasitas kelompok pengerajin sangatlah penting dengan pelatihan dan pendampingan manajemen usaha yang berkelanjutan. Dengan demikian kelompok pengerajin akan mempunyai kapasitas dalam pengelolaan usahanya. Motif-motif baru yang dihasilkan ini akan menjadi media promosi bagi desainer untuk mengenalkan endek menjadi produk budaya global.

Kata kunci: pelatihan, pendampingan, manajemen usaha, kelompok perajin,

usaha kecil

ABSTRACT

This article aims to design a model of training and assistance for small business group of endek woven fabric craftsman in Sulang Village, Klungkung Regency, Bali Province. This is done based on challenges in the development of handicraft industry in Bali, and in Indonesia in general is the problem of business management besides of course the problem of capital and marketing. The potential of endek woven handicraft industry in Klungkung Regency is very large because it is based on the household industry which is cultivated by the housewife who progressively growing into promising small and medium enterprises. Strengthening the capacity of the crafting group is essential with ongoing training and business management assistance. Thus the crafting group will have the capacity to manage its business. These new motives will be promotional media for designers to introduce endek into global cultural products.

(2)

PENDAHULUAN

Industri kerajinan tangan di

Bali memiliki potensi yang sangat

besar sebagai penggerak

perekonomian rakyat. Sebagai salah

satu dari sektor industri kreatif yang

cukup menjanjikan untuk

dikembangkan, industri kerajinan

beroperasi di kelompok-kelompok

rumah tangga yang dengan jelas

menyentuh kebutuhan ekonomi

rakyat kecil. Sebagai penggerak

perekonomian rakyat, industri

kerajinan adalah potensi yang vital

untuk mengembangkan sikap

kewirausahaan di tengah masyarakat

(Failyani, 2009).

Industri kerajinan tangan

khususnya termasuk satu diantara

14 sektor industri kreatif yang

memberikan kontribusi dominan

dalam perekonomian, baik dalam

nilai tambah, tenaga kerja, jumlah

perusahaan, dan ekspor. Nilai

tambah yang dihasilkan Subsektor

fashion dan kerajinan berturut-turut

sebesar 44,3% dan 24,8% dari total

kontribusi sektor industri kreatif,

dengan penyerapan tenaga kerja

sebesar 54,3% dan 31,13%, dan

jumlah usaha sebesar 51,7% dan

35,7%. Dominasi kedua subsektor

sejalan dengan beragamnya budaya

fashion dan kerajinan Indonesia dari

Sabang sampai Merauke.

Bali dengan keunggulan

kreatifitas dan kesenian yang dimiliki

oleh masyarakatnya sangat

berpeluang untuk mengembangkan

industri kerajinan secara maksimal

dan secara langsung memberikan

kesejahteraan bagi masyarakat selain

tentunya industri pariwisata. Laporan

Bank Indonesia (BI) menunjukkan

bahwa ekonomi kreatif yang

dikembangkan oleh industri kerajinan

adalah implikasi dari berkembangnya

industri pariwisata. Industri

pariwisata telah melahirkan

peluang-peluang yang besar untuk

mengembangkan industri-industri

kerajinan agar terserap di jaringan

bisnis pariwisata. Potensi

pertumbuhan ekonomi pada 2012 di

Provinsi Bali masih ditopang pada

sejumlah sektor yang bergerak di

(3)

689

kreatif.1 Secara keseluruhan, industri

kerajinan skala rumah tangga di Bali

mampu memberikan kontribusi

sebesar 197,45 juta dollar AS atau

39.66 persen dari total nilai

ekspor.2Namun nilai tersebut bisa

saja menurun jika tidak dilakukan

inovasi-inovasi dalam strategi

pemasaran industri kerajinan tangan

di Bali. Potensi yang ada sangatlah

besar untuk dikembangkan.

Industri Kerajinan kain tenun

endek di Kabupaten Klungkung

berbasiskan pada warisan budaya

masih sulit untuk menemukan

strategi pemasaran yang aplikatif

yang bisa secara mudah

dikembangkan oleh para pengerajin.

Masyarakat di Kabupaten Klungkung

khususnya di Desa Kamasan, Desa

Gelgel, dan juga Desa Tanglad masih

setia menekuni kerajinan kain tenun

endek dalam kelompok-kelompok

pengerajin berbasis banjar(desa) dan

sekaa (kelompok). Sebagai kerajinan

warisan dari nenek moyang di Bali,

1“Pariwisata dan Industri Kreatif Topang

Pertumbuhan Ekonomi Bali “, Bisnis Indonesia, 25 Oktober 2011.

2“Nilai Ekspor Kerajinan Rotan Bali 4,17 Juta

Dollar AS”, Kompas, 15 Maret 2012.

kain tenun endek memiliki daya pikat

yang tinggi karena memiliki corak

yang khas dibandingkan dengan

kain-kain lainnya yang ada di

Indonesia, khususnya Bali seperti

cepuk,songkét, prada, poléng, keling,

dan geringsing, Hauser (1990). Saat

ini model pemasaran yang

dikembangkan oleh para pengerajin

industri kerajinan tangan dan kain

tenun endek khususnya masih sangat

tradisional dengan promosi dari

mulut-kemulut dan pengerjaan

pesanan secara simultan dan

sementara sesuai dengan

waktu-waktu tertentu.

METODE

Metode yang digunakan adalah

dalam bentuk pelatihan, workshop,

dan FGD untuk menjawab

pertanyaan tentang kondisi

manajemen usaha kain tenun endek

yang telah dikembangkan saat ini

dengan berbagai permasalahan yang

dihadapi.

Metode pelatihan manajemen

usaha yang digunakan adalah dengan

(4)

Partisipatif (RAP) berbasis

pemberdayaan masyarakat untuk

perubahan sosial dengan penggalian

data melalui FGD (Focus Group

Discussion), wawancara mendalam,

dan observasi partisipasi. Dari

perpaduan metode itu dilakukan

berbagai kegiatan-kegiatan

pendampingan untuk memperkuat

kapasitas manajemen usaha

kelompok pengerajin tenun endek di

Desa Sulang,Klungkung,Bali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Industri kerajinan kain tenun

menjadi wilayah dari Kabupaten

Klungkung. Berbagai jenis kain tenun

menjadi kekayaan budaya warisan

dari leluhur di Bali. Diantaranya

adalah kain tenun geringsing, endek,

cepuk, songket, dan yang lainnya.

Kain tenun geringsing warnanya

semuanya berasal dari bahan

pewarna alami. Tenun Gringsing

terbuat dari benang kapas yang

ditenun menggunakan teknik double

ikat, yaitu tehnik dengan

mengikatkan benang lungsi dan

benang pakan secara bersamaan.

Tehnik ini dikenal sangat langka,

karena akan membutuhkan waktu

yang lama untuk menghasilkan satu

lembar kain, berkisar antara 1-5

tahun. Di Asia hanya Jepang dan

India yang masih menerapkan teknik

tenun ganda ini. Hingga tidak aneh

jika kain tenun Gringsing ini memiliki

harga yang sangat mahal.

Salah satu pengerajin endek di

Kabupaten Klungkung terdapat di

Desa Sulang, Kecamatan Dawan,

tepatnya terletak di Banjar Kanginan.

I Nyoman Darma, pemilik usaha

kerajinan tenun endek “Astika” ini

mulai merintis usahanya saat

menjadi karyawan dari dari usaha

kain endek terbesar di Kabupaten di

tahun 1980an yaitu kain tenun

“Supani”. Saat itu Darma bertugas

untuk membuat ATMB (Alat Tenun

Bukan Mesin) yang dipergunakan

untuk memproduksi kain tenun

endek. Pekerjaan ini dilakukan

dengan sangat baik oleh Darma

karena memang sebelumnya ia

adalah seorang tukang kayu sebelum

bekerja di perusahaan kain tenun

(5)

691

tukang kayu dan mengenal

pembuatan kain endek itulah Darma

kemudian mencoba-coba untuk

membuat endek sendiri. Sementara

istrinya saat itu bekerja sebagai

buruh pasir Galian C di daerah

Gunaksa, Kabupaten Klungkung.

I Nyoman Darma pemilik usaha kain tenun

endek “Astika” di Desa Sulang Kabupaten

Klungkung yang telah memulai usahanya sejak tahun 1994 . (foto: Ni Luh W.Sayang Telagawathi)

Sejak tahun 1980-an itulah

disamping bekerja sebagai teknisi

untuk mesin ATBM, Darma juga

menenun kain sendiri.

Perlahan-lahan nasib baik menyertainya. Pada

tahun 1994, hasil kain tenun ikatnya

mendapatkan penilaian baik dari

Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Kabupaten Klungkung. Karena

keberhasilan itulah kemudian Darma

mendapatkan bantuan sebesar 10

juta melalui BUMN Jasa Raharja yang

bekerjasama dengan Dinas

Perindustrian dan Perdagangan

Provinsi Bali. Kewajibannya adalah

mebayar bunga pinjaman tersebut

sebesar Rp. 30.000 setiap bulannya

selama 1 tahun. Setelah itu selama 4

tahun Darma membayar cicilan

sebesar Rp. 241 ribu. Dengan

bantuan modal itulah tekad Darma

kemudian menjadi bulat untuk

membuat usaha sendiri di bidang

tenun endek.

Keputusan untuk memilih

usaha kain tenun endek bukannya

tanpa permasalahan. Di tahun 1994

itu, usaha kayunya juga sedang

berkembang pesat dengan melayani

pembuatan bangunan dan hal-hal

lain yang membutuhkan kayu. Saat

itu Darma telah memilik 30 karyawan

untuk usaha kayunya dan juga

sedang berkembang. Berbagai

pesanan kayu khususnya untuk

melengkapi bangunan rumah dan

gedung-gedung ia layani bersama

(6)

bahwa usaha kayu juga mempunyai

prospek yang bagus di kemudian

hari. Namun ia merasa masih

mempunyai tanggungjawab untuk

mengembangkan kain tenun endek

agar menjadi mata pencaharian

masyarakat di sekitar Desa Sulang

tempatnya tinggal. Saat itulah ia

menghadapi dilema untuk

memutuskan memilih usaha ke

depannya.

Bermodalkan suntikan dana

Rp.10 juta dari Deperindag

Kabupaten Klungkung ia kemudian

memutuskan untuk melanjutkan

usaha kain tenun endek dan

sedikit-demi sedikit mengurangi kegiatan di

kerajinan kayu yang digelutinya.

Ketrampilan membuat mesin ATBM

yang didapatnya sebagai tukang kayu

dan menjadi karyawan dari

perusahaan kain endek “Supani”

ternyata sangat berguna. Perlahan

namun pasti ia kemudian berhasil

membuat hingga kini sebanyak 90

buah mesin ATMB yang tersebar di

rumah-rumah masyarakat pembuat

endek di desa-desa di Kabupaten

Klungkung, diantaranya adalah Desa

Sulang sendiri, Gelgel, Dawan,

Sidemen, Gunaksa, Paksebali, hingga

ke Sukawati. Disamping itu ia juga

sudah lama menjalin kerjasama

dengan Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Provinsi Bali sebagai

pembuat mesin ATBM jika ada

bantuan-bantuan dari pihak lain

khususnya berupa mesin ATBM.

Awalnya Darma membuat kain

endek hanya untuk lingkungan

keluarga besarnya saja di Desa

Sulang. Namun kemudian usaha itu

berkembang dan mendapatkan

tanggapan yang bagus dari

masyarakat sekelilingnya di desa.

Sejak saat itulah ia kemudian

meluaskan usahanya untuk melayani

pembuatan kain tenun endek ATBM.

Modal penting yang dimiliki Darma

adalah ketrampilannya membuat

ATBM dan menyebarkannya kepada

pengerajin-pengerajin yang bersedia

untuk membuat endek di

rumah-rumah sebagai usaha sampingan.

Tidak hanya mesin ATMBM saja,

Darma juga menyiapkannya dengan

benang, kursi dan keperluan lain

(7)

693

Bahkan jika mesin ATMBMnya rusak,

Darma melalui karyawannya akan

datang untuk memperbaikinya.

Benang hasil dari pencelupan dan proses menenun dengan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). (foto: Ni Luh W.Sayang Telagawathi)

Di rumah yang juga menjadi

kantornya itu, Darma menunjukkan

koleksi kain-kain endek yang sudah

ia dapatkan hasil dari mengambil ke

rumah-rumah pengerajin. Hasilnya

memang sangat sedikit karena

permintaan kain endek Bali—begitu

istilanya untuk membedakan dengan

kain Jepara, Jawa Tengah—selalu

saja meningkat setiap bulannya. Hal

ini juga dipengaruhi oleh kebijakan

dari Pemerintah Daerah (Pemda)

kabupaten/kota di Bali yang

mempromosikan endek sebagai kain

tenun khas Bali yang dipergunakan

sebagai seragam di seluruh jajaran

staf pemerintahan dan institusi

pendidikan. Oleh karena itulah

pemesanan endek dari berbagai

kalangan di Bali sangat tinggi. Darma

hingga menolak memenuhi pesanan

dari beberapa instansi karena merasa

tidak bisa memenuhi kain tersebut.

Alasannya sudah tentu karena

rendahnya jumlah produksi dari

pengerajinnya yang tersebar di

beberapa wilayah tersebut.

Upah menenun 1,5 potong kain

endek berjumlah Rp. 30.000 yang

hanya diselesaikan dalam waktu

setengah hari bagi ibu-ibu rumah

tangga yang sudah terbiasa dengan

(8)

termasuk lumayan tinggi

dibandingkan sebelumnya. Namun

jika dikerjakan dengan sambilan

maka hasilnyapun tidak akan

memenuhi target karena tidak

dikerjakan dari pagi hingga sore. Para

ibu-ibu rumah tangga yang menenun

sambilan akan menghasilkan 1,5

potong kain dalam waktu 1,5 hari.

Bagi Darma, kondisi seperti ini jelas

sangat merugikan karena jumlah

produksi kain tenunnya tidak

memenui target sementara jumlah

pemesanan selalu saja ada. Darma

bersama karyawannya hanya bisa

menangih ke rumah-rumah para

pengerajin setiap 3 hari sekali untuk

mengambil hasil tenunan dari ibu-ibu

rumah tangga tersebut.

Para pengerajin dari Darma

yang tersebar di desa-desa itu adalah

ibu rumah tangga yang menjadikan

menenun endek sebagai usaha

sampingan. Ia kemudian

mencontohkan bagaimana pengerajin

endeknya di daerah Kusamba,

Gianyar kota, Paksebali, Gelgel dan

Keramas yang mayoritas adalah ibu

rumah tangga yang mempunyai

pekerjaan pokok yaitu mengurus

anak-anak dan rumah tangga.

Dengan demikian, menenun menjadi

kegiatan sambilan. Hal inilah yang

menyebabkan produksi menjadi

rendah karena hanya kurang lebih

30% waktunya dipergunakan untuk

menenun. Sebagian besar

dipergunakan untuk mengurus anak

dan menyelesaikan pekerjaan rumah

tangga lainnya. Bahkan ada yang

bekerja di warung terlebih dahulu

baru kemudian mulai menenun.

Menenun endek ikat menjadi profesi dari ibu-ibu rumah tangga di Desa Sulang, Kabupaten Klungkung. (foto: Ni Luh W.Sayang Telagawathi)

Di tengah permintaan yang

tinggi terhadap kain tenun endek,

Darma berusaha untuk memenuhi

beberapa dengan mengandalkan para

(9)

695

(mampu) untuk mengejar target dari

pemesan. Pemesan dalam jumlah

yang banyak terutama berasal dari

pegawai negeri, PKK (Perhimpunan

Kesejahteraan Keluarga), guru-guru

hingga murid-murid dari mulai TK

(Taman Kanak-Kanak) hingga SMP

(Sekolah Menengah Pertama).

Langganan dari kain tenun Darma

banyak dari pedagang-pedagang di

pasar yang secara rutin mengambil

kain. Belum lagi para pengepul

kain-kain endek yang terdapat di

Klungkung, Denpasar hingga

Buleleng. Darma mencatat para

pedagang-pedagang khususnya di

Klungkung dan Denpasar yang

mengambil kain di Darma dan belum

membayarnya. Ia akan menagihnya

setiap 2 minggu sekali. Selian dari

para pedagang-pedagang di pasar ini,

Darma juga mendapatkan pesanan

dari instansi pemerintah dan swasta

serta sekolah yang membutuhkan

kain endek untuk pakaian seragam.

Disamping itu pemesanan ATBM

masih dikerjakan oleh Darma untuk

melayani beberapa pihak yang

membutuhkan mesin untuk

disumbangkan kepada para

pengerajin

Kain

tenun endek

“Astika” I

Nyoman

Darma bisa

dibilang

sudah

menjadi

usaha yang mapan dengan jangkauan

pasar yang luas. Pasar yang

dilayaninya adalah para pedagang

kain di pasar-pasar tradisional dan

pengusaha kain lainnya yang juga

berjualan kain endek. Darma telah

membina pasar endeknya sejak tahun

1990-an dan menjalin hubungan

dengan para pedagang dan

pengusaha yang juga berjualan

endek. Sebagai usaha yang sudah

lama berkecimpung di endek, Darma

faham betul bagaimana menjalankan

usahanya. Di rumahnya, selain

memiliki 9 mesin ATBM, pencelupan

benang yang akan dijadikan bahan

untuk menenun juga ia lakukan

sendiri. Darma melibatkan

(10)

ikut membantunya dalam

menjalankan usahanya tersebut. Para

tetangganya dan anak-anak SMP juga

dilibatkan dengan memberikan

benang-benang yang telah dicelup

untuk diikat dan siap untuk ditenun.

Proses pencelupan dengan menggunakan zat pewarna dan hasil dari benang-benang yang telah dicelup dan siap untuk ditenun. (foto: Ni Luh W.Sayang Telagawathi)

Usaha inovasi pemasaran dan

penciptaan pasar mutlak dilakukan

oleh para pelaku kerajinan kain

tenun endek jika berkeinginan

usahanya berkembang.

Peluang-peluang pemasaran ke tingkat

nasional bahkan global harus

dipikirkan untuk lebih mengenalkan

kain tenun endek lebih luas. Hal

lainnya adalah dengan

diperkenalkannya kain tenun endek

ke pasar nasional dan global akan

berarti peluang kesejahteraan bagi

pengerajin endek juga terbuka lebar.

Oleh sebab itulah diperlukan

usaha-usaha yang sinergis antara berbagai

pihak yang berkepentingan untuk

pengembangan usaha kain endek

agar mampu mensejahterakan

kehidupan para pengerajinnya.

Dalam usaha menembus pasar

dunia, diperlukan upaya-upaya

untuk menjadikan industri endek

sebagai industri berbasis budaya

lokal, tapi mampu masuk pasar

internasional. Beberapa upaya telah

dilakukan oleh pihak-pihak terkait,

namun masih ada beberapa upaya

yang belum dijangkau oleh pelaku

industri endek ataupun pemerintah.

Usaha yang dimaksud menyasar

kepada satu tujuan untuk melakukan

inovasi dan penciptaan pasar bagi

kain tenun endek agar mendapatkan

tempat di tengah pasar nasional

maupun internasional.

DAFTAR PUSTAKA

(11)

697

Center, University of Maryland

Failyani, Farida Hydro dkk, 2009. Pemberdayaan Perempuan

Perdesaan dalam

Pembangunan (Studi Kasus Perempuan di Desa Samboja Kuala, Kecamatan Samboja,

Kabupaten Kutai

Kertanegara), Jurnal Wacana Vol. 12 No. 3 Juli 2009.

Hariyati, Ratih, 2011. Penerapan Model Strategi Pemasaran Usaha Kecil Berbasis Web 2.0 sebagai Upaya dalam Meningkatkan Daya Saing Industri Kecil, Jurnal UPI, Tahun 11 No. 11 2011.

Hauser-Schäablin, 1990. Brigitta, Marie-Lousie Nabholz-Kartaschoff, dan Urs Ramseyer, Textiles in Bali, Singapore: Periplus Editions, 1990

Johannessen, J.A., B. Olsen, and G.T. Lumpkin. 2001. Innovation as newness: What is new, how new, and new to whom?. European Journal of Innovation Management 4: 20-31

Kotler, & Amstrong. 2000. Prinsip-Prinsip Pemasaran, Jakarta: Erlangga

Kuncoro, Mudrajad. 2000. “Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah dan Strategi

Pemberdayaan” Makalah yang

disajikan dalam Studium Generale dengan topik

“Strategi Pemberdayaan

Usaha Kecil di Indonesia”, di STIE Kerja Sama, Yogyakarta, 18 Nopember 2000.

Laksono, P.M, 2009. “Peta Jalan Antropologi Indonesia Abad Kedua Puluh Satu: Memahami Invisibilitas (Budaya) di Era Globalisasi Kapital”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.

Munizu, Musran, 2010. Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal dan Internal Terhadap Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Sulawesi Selatan dalam Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 12 No. 1, Maret 2010 hlm. 33-41

Pelham, A.M., 2000. Marketing orientation and other potential influences on performance in small and medium-sized

manufacturing firms. Journal of Small Business Management. 38: 48-67.

(12)

Saefullah, Asep Ahmad. 2007.

“Kebijakan Pemerintah dalam

Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah: Studi Kasus di Provinsi Bali dan Sulawesi

Utara” Makalah ini

merupakan ringkasan dari laporan penelitian tentang

“Pengembangan UKM di

Indonesia” yang dilakukan

oleh Pusat Pengkajian Pelayanan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI tahun 2007.

Soetomo,Sugiono, 2003. Riset Aksi Partisipatif sebagai Pemberdayaan dalam Pengembangan Pendidikan Perencanaan, Jurnal Tata Kelola, Jurusan Planonlogi Universitas Diponogoro Semarang Vol. 5 No. 2 Agustus 2003.

Tambunan, Tulus, 1994. Mengukur Besarnya Peranan Industri Kecil dan Rumah Tangga di dalam Perekonomian Regional: Beberapa Indikator, Jurnal Agro Ekonomika No. 1 Thn. XXIV, Yayasan Agro Ekonomika, Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

yang terbaik pada tulang ikan 76,91%; nilai derajat putih yang terbesar pada sisik ikan 75,95%; kandungan pH mendekati netral kolagen sisik ikan yaitu 6,49; hasil morfologi

User operator adalah user yang bertugas untuk melakukan pengaturan dalam rangka memberikan layanan FlexiMILIS kepada pelanggan. Termasuk dalam tugas ini adalah membuat

Dengan demikian diharapkan desain yang dibuat tidak terlalu jauh dari Greenship® dalam bentuk rating system yang akan digunakan oleh GBCI untuk proses sertifikasi.. GBCI

Dua atau lebih dari hal berikut yang terjadi segera setelah paparan terhadap bahan yang sangat mungkin merupakan alergen a untuk penderita tersebut (beberapa menit sampai

Saya ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja magang dengan baik yang berjudul

Pada pemeriksaan abdomen uterus yang membesar dapat dipalpasi pada abdomen. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan

Jenis fluor yang terdapat dalam pasta gigi adalah stannous fluoride, Sodium fluoride dan sodium monofluorofosfat.Stannous fluoride atau tin fluor merupakan fluor

:ila !etastasis karsinoma mamma telah sampai kekelenjar getah bening subkla)ikula, ini berarti bah%a metastasis tinggal +3- cm dari grand central  lim'atik terminus