Vol. 5 No. 2, Agustus 2017 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
225
KAJIAN MISKONSEPSI SISWA MELALUI TES MULTIPLE CHOICE MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) PADA MATERI
REAKSI REDUKSI OKSIDASI KELAS X MIPA SMAN 1 PONTIANAK
Nurlela*, Mawardi dan Tuti Kurniati
Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Muhammadiyah Pontianak Jalan Ahmad Yani No. 111 Pontianak Kalimantan Barat
*
E-mail: Nurlela1993@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan miskonsepsi siswa dan mengetahui penyebab miskonsepsi siswa kelas X MIPA SMAN 1 Pontianak. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengambilan informan menggunakan teknik purposive sampling sehingga informan yang didapat yaitu kelas X MIPA 5 dan 6. Teknik Pengumpulan data berupa pengukuran hasil tes diagnostik dan wawancara. Alat pengumpulan data berupa Tes Multiple Choice menggunakan Certainty of Response Index (CRI) yang terdiri dari 10 butir soal dengan lima alternatif jawaban dan pedoman wawancara. Berdasarkan hasil analisis data penelitian menunjukan terdapat miskonsepsi siswa. Hasil penelitian menunjukan persentase miskonsepsi tertinggi yaitu sebesar 63,93 % pada indikator membedakan konsep oksidasi dan reduksi ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen dan persentase miskonsepsi terendah yaitu sebesar 4,92 % pada indikator membedakan konsep oksidasi dan reduksi ditinjau dari pelepasan dan penerimaan elektron. Penyebab miskonsepsi siswa disebabkan oleh kesalahan siswa yang meliputi pemikiran asosiatif siswa, prakonsepsi atau konsep awal yang salah, intuisi yang salah, dan kemampuan siswa selain itu juga disebabkan oleh metode mengajar yang membosankan dan kurang bervariasi serta kepercayaan diri siswa yang terlalu besar saat mengisi kriteria CRI. Kata kunci: miskonsepsi siswa, penyebab miskonsepsi, reaksi reduksi oksidasi
ABSTRACT
This study aimed to describe the student misconceptions and find out the cause of misconceptions MIPA class X SMAN 1 Pontianak. The method used is descriptive qualitative approach. The technique of taking informants using purposive sampling techniques so that the informant obtained, namely class X MIPA 5 and 6. The data collection techniques such as measurement results of diagnostic tests and interviews. Data collection tools in the form of Multiple Choice Tests using Certainty Of Response Index (CRI), which consists of 10 items with five alternative answers and guidance interview. Based on the analysis of research data shows there are misconceptions students. The results showed the highest percentage of misconceptions in the amount of 63.93% on indicators to distinguish the concept of oxidation and reduction in terms of incorporation and release of oxygen and misconceptions lowest percentage that is equal to 4.92% on the indicator to distinguish the concept of oxidation and reduction in terms of release and acceptance of electrons. The cause of the misconceptions of students caused by the fault of students that includes associative thinking students, preconception or early concept is wrong, intuition is wrong, and the ability of students but it is also caused by the teaching methods are boring and less varied and self-confidence of students is too great when filling criteria CRI.
Vol. 5 No. 2, Agustus 2017 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
226 PENDAHULUAN
Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di Sekolah Menengah Atas (SMA) mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran (Rijani, 2010: 1).
Berdasarkan hasil wawancara guru mata pelajaran kimia di SMA Negeri 1 Pontianak yaitu masih banyak siswa yang belum tuntas pada materi reaksi resuksi oksidasi sehingga rata-rata nilai ulangan harian siswa masih dibawah KKM sekolah (80) hal ini karena dalam mengerjakan soal siswa sering keliru saat menentukan reaksi reduksi dan reaksi oksidasi berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen, pelepasan dan penerimaan elektron, dan penentuan bilangan oksidasi. Berdasarkan hasil wawancara siswa bahwa siswa menganggap materi reaksi reduksi oksidasi merupakan materi yang sulit. Rendahnya hasil belajar siswa yang diperoleh dapat disebabkan adanya miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa itu sendiri.
Berdasarkan hasil observasi, saat guru memberikan soal ulangan harian pilihan ganda, siswa ada yang memberitahu guru bahwa pada salah satu soal tersebut tidak terdapat jawaban yang benar. Padahal pada soal tersebut ada salah satu pilihan jawaban yang benar, hanya saja kata yang digunakan guru tersebut berbeda dengan apa yang siswa
dapat di luar sekolah seperti les. Hal ini juga menunjukan bahwa siswa tersebut mengalami miskonsepsi karena siswa sebenarnya tahu dengan jawabannya namun siswa keliru karena kata yang digunakan berbeda, padahal kata tersebut berbeda tetapi memiliki makna yang sama. Hal ini pula yang menyebabkan siswa miskonsepsi.
Miskonsepsi tersebut akan mengakibatkan peserta didik mengalami kesalahan konsep pada tingkat berikutnya. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya rantai kesalahan konsep yang tidak terputus karena konsep awal yang telah dimiliki akan dijadiakn sebagai dasar belajar konsep selanjutnya (Kusmawati, 2013:3)
Siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep pada pelajaran kimia terkadang membuat penafsiran sendiri terhadap konsep yang dipelajari sebagai suatu upaya untuk mengatasi kesulitan belajarnya. Namun, hasil tafsiran siswa terhadap konsep terkadang tidak sesuai dengan konsep ilmiah yang disampaikan oleh para ahli. Hal inilah yang akan berdampak pada munculnya miskonsepsi (Luh Mentari, 2014:77).
Paul Suparno (2013:34)
mengungkapkan hal yang menjadi penyebab miskonsepsi siswa yaitu siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Pada penelitian ini penyebab miskonsepsi siswa yang berasal dari siswa meliputi pemikiran asosiatif siswa, intuisi yang salah, prakonsepsi, dan kemampuan siswa.
Vol. 5 No. 2, Agustus 2017 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
227 siswa adalah melalui test multiple choice
menggunakan metode Certainty of Response Index (CRI) sehingga dapat mengetahui siswa yang mengalami miskonsepsi, siswa yang paham konsep, dan siswa yang tidak paham konsep.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan kajian miskonsepsi siswa melalui kajian miskonsepsi siswa melalui tes multiple choice menggunakan CRI pada materi reaksi reduksi oksidasi kelas X MIPA SMA Negeri 1 Pontianak.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Subana (2011: 27) Penelitian deskriptif adalah penelitian tentang gejala dan keadaan yang dialami sekarang oleh subjek yang sedang diteliti. Jika data yang akan diolah tinggal mengambil, memeriksa, mengumpulkan, atau paling tidak peneliti memberi tugas, memberi tes, wawancara, kemudian dikumpulkan, maka penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Musfiqon (2012: 60) penelitian kualitatif adalah penelitian yang memberikan deskripsi dan kategorisasi berdasarkan kondisi kancah penelitian. Dalam penelitian ini data deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan miskonsepsi siswa berdasarkan hasil tes ketercapaian siswa dan wawancara siswa pada materi reaksi redoks.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini yaitu tidak menggunakan populasi, karena menurut Sugiyono (2011:297) dalam penelitian kualitatif tidak
menggunakan populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan social situation atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu tempat (place) yaitu di SMAN 1 Pontianak, pelaku (actors) yaitu siswa kelas X MIPA, dan aktivitas (activity) yaitu mengerjakan soal test diagnostik. Serta sampel dalam penelitian kualitatif dinamakan informan. Informan dalam penelitian ini disebut juga objek penelitian yaitu berjumlah 71 siswa. Pengambilan informan dalam penelitian kualitatif ini yaitu menggunakan ini menggunakan teknik purposive sampling sehingga didapat kelas X MIPA 5 dan X MIPA 6 sebanyak 36 siswa dan 35 siswa sebagai informan.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga tahap penelitian yaitu tahap awal meliputi : 1) menyusun proposal penelitian, 2) menentuan lokasi penelitian dan pembuatan surat izin penelitian, 3) melakukan observasi di SMA Negeri 1 Pontianak, 4) menyiapkan instrumen penelitian berupa soal Tes Multiple Choice 5) melakukan validitas derajat kesukaran item soal instrument, 6) melakukan ujicoba instrumen yang telah divalidasi isi, dan 7) perbaikan instrumen. Tahap pelaksanaan yaitu memberikan Tes Multiple Choice menggunakan CRI kepada subjek penelitian. Tahap akhir meliputi: 1) pengolahan data hasil penelitian, 2) wawancara bebas terbimbing, dan 3) penyusunan laporan hasil penelitian.
Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data
Vol. 5 No. 2, Agustus 2017 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
228 jawaban untuk setiap soal serta
dilengkapi kolom CRI pada setiap soal. Teknik Analisis Data
Data hasil Tes Multiple Choice menggunakan CRI kemudian dianalisis sebagai berikut:
1. Penilaian
Untuk menilai Tes Multiple Choice, penilaian yang digunakan adalah sebagai berikut :
Tabel. 1. Skor Butir Soal Bentuk
Soal
Nilai Keterangan Tes
Multiple Choice
1 Jawaban benar 0 Jawaban salah
Sedangkan pada CRI, untuk mengetahui tingkat keyakinan siswa terhadap jawaban yang dipilih, dapat menggunakan skala berikut ini menurut Tayubi (2005:6) :
Tabel 2. Skala Respon Certainty of Response Index (CRI)
CRI Kriteria Kategori Jawaban Benar Salah 0 (Totally
guessed answer) jika menjawab soal 100% ditebak
Tidak Paham
Tidak Paham
1 (Almost guess) jika menjawab soal persentase unsur tebakan antara 75%-99%
Tidak Paham
Tidak Paham
2 (Not sure) jika menjawab soal persentase unsur tebakan antara 50%-74%
Tidak Paham
Tidak Paham
3 (Sure) jika menjawab soal persentase unsur tebakan antara 25%-49%
Paham Miskon sepsi
4 (Almost Certain) jika menjawab soal persentase unsur tebakan antara 1%-24%
Paham Miskon sepsi
5 (Certain) jika menjawab soal tidak ada unsur tebakan sama sekali (0%)
Vol. 5 No. 2, Agustus 2017 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
229 2. Pengelompokan Data
Setelah didapat kriteria jawaban siswa menggunakan CRI, kemudian merekapitulasi siswa yang tidak paham konsep, paham konsep, dan miskonsepsi sebagai berikut :
Tabel 3. Format Persentase Miskonsepsi Siswa
Sehingga dapat dicari persentase siswa pada setiap kategori menurut Mahardika (2014:38) adalah sebagai berikut :
Keterangan :
f : frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N : jumlah frekuensi/jumlah siswa P : angka persentase yang akan dicari
3. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini menggunakan wawancara bebas terbimbing. Wawancara bebas terbimbing menurut Nawawi (2015:114) wawancara dilakukan menggunakan pedoman yang dipersiapkan sebelum memulai mengajukan pertanyaan kemudian selama wawancara, pewawancara dapat mengembangkan pertanyaan secara bebas. Setelah melakukan wawancara kemudian hasil wawancara direkapitulasi berdasarkan penyebab miskonsepsi siswa sebagai berikut:
Tabel 4. Format Rekapulasi Penyebab Miskonsepsi
PA : Pemikiran Asosiatif PS : Prakonsepsi
IS : Intuisi yang Salah KS : Kemampuan Siswa
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Pontianak. Pengambilan informan menggunakan teknik purposive sampling sehingga terpilih dua kelas yaitu kelas X MIPA 5 dan X MIPA 6 sebagai kelas informan. Informan berjumlah 71 siswa tetapi hanya 61 siswa yang dapat mengikuti tes diagnostik mengenai materi reaksi reduksi oksidasi. Berikut persentase miskonsepsi siswa berdasarkan hasil tes diagnostik :
Gambar.1 Persentase Miskonsepsi Siswa pada Setiap Nomor Soal
Vol. 5 No. 2, Agustus 2017 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
230 Berdasarkan Gambar.1 menunjukan
bahwa siswa yang paling banyak mengalami miskonsepsi yaitu pada soal nomor 11 dengan indikator membedakan konsep oksidasi dan reduksi ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen yaitu sebanyak 39 siswa. Kemudian dilakukan wawancara pada siswa yang mengalami miskonsepsi untuk mengetahui penyebab miskonsepsi siswa. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan mengambil siswa sebanyak 27
siswa yang mewakili miskonsepsi pada indikator miskonsepsi terbanyak dan 6 siswa yang tidak mengalami miskonsepsi pada indikator miskonsepsi terbanyak. Berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa dari setiap indikator terdapat beberapa anggapan yang salah sehingga terjadi miskonsepsi pada siswa. Miskonsepsi siswa disusun berdasarkan sub konsep yang mewakili setiap
indikator seperti berikut:
Tabel 5. Miskonsepsi Siswa
Indikator No
Soal Sub Konsep Miskonsepsi
Siswa dapat
membedakan konsep oksidasi dan reduksi ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen
1 Pengertian reduksi oksdasi berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen
Reaksi oksidasi adalah reaksi yang terjadi karena adanya pelepasan oksigen
11 Reaksi reduksi adalah reaksi
yang terjadi karena adanya penggabungan oksigen
1 Penentuan reaksi reduksi oksidasi berdasarkan
penggabungan dan pelepasan oksigen
- Reduksi melepas O sehingga 1O dilepas menjadi 3O - O2 reduksi karena
mengalami penambahan O
11 - Oksigen berkurang(reduksi)
- Reaksi reduksi pelepasan oksigen yaitu jawaban D O2
menjadi O saja
- 2O menjadi 4O melepas 2O - H menjadi H2O jadi H
bergabung dengan O yaitu reduksi yaitu penggabungan oksigen
- Jawaban D melepas oksigen yaitu O2 melepaskan 1O
menjadi O saja
Siswa dapat
membedakan konsep oksidasi dan reduksi ditinjau
2 Pengertian reduksi oksdasi berdasarkan pelepasan dan penerimaan elektron
Reaksi oksidasi adalah reaksi yang terjadi karena adanya penerimaan elektron
Vol. 5 No. 2, Agustus 2017 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
231 dari pelepasan dan
penerimaan electron
yang terjadi karena adanya pepelepasan elektron
12 Penentuan reduksi oksdasi berdasarkan pelepasan dan penerimaan elektron
- Atom unsur Cu2+ dengan Zn2+ sama sama bermuatan - Terjadi pelepasan elektron
antara Cu2+ dengan Zn
-Siswa dapat
menentukan
konsep oksidasi dan reduksi ditinjau dari pertambahan dan dan penurunan bilangan oksidasi
3 Penentuan reduksi oksdasi berdasarkan pertambahan dan penurunan bilangan oksidasi
- Pb dan H biloksnya tidak berubah
Siswa dapat
membedakan oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen
4 Pengertian oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen
- Oksidator yaitu zat yang mengalami oksidasi sehingga melepaskan oksigen
- Oksidator yaitu zat yang menerima oksigen sehingga terjadi penggabungan oksigen
Penentuan oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen
- Biloks O yang berbuah dalam CO sehingga menghasilkan oksigen
Siswa dapat
membedakan oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari pelepasan dan penerimaan
electron
5 Pengertian oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari pelepasan dan penerimaan elektron
- Reduktor yaitu zat yang mengalami reduksi sehingga terjadi penerimaan elektron - Reduktor yaitu zat yang
mengalami oksidasi
sehingga terjadi penerimaan elektron
Penentuan oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari pelepasan dan penerimaan elektron
- Cl2 melepaskan 1 elektron
menjadi Cl- yaitu reaksi oksidasi
Vol. 5 No. 2, Agustus 2017 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
232
Siswa dapat
menentukan
muatan bilangan oksidasi antara dua
atom yang
berikatan dalam suatu senyawa berdasarkan aturan bilangan oksidasi
6 Penentuan bilangan oksidasi antara dua atom yang berikatan dalam suatu senyawa berdasarkan aturan bilangan oksidasi
- Oksigen selalu bermuatan -2
13 - Hidrogen selalu bermuatan
+1
Siswa dapat
membedakan oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari perubahan bilangan oksidasi
7 Pengertian oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari perubahan bilangan oksidasi
Reduktor yaitu zat yang mengalami reduksi
Siswa dapat
menghitung
perubahan bilangan oksidasi dalam suatu rekasi redoks
8 Menghitung
perubahan bilangan oksidasi dalam suatu rekasi redoks
- terjadi perubahan bilangan oksidasi +7 menjadi -4
Siswa dapat
menghitung
bilangan oksidasi atom unsur dalam ion
9 Penentuan bilangan oksidasi dalam unsur ion negatif
- Biloks S dalam SO42- adalah
+8
- Biloks S dalam SO42- adalah
+10
14 Penentuan bilangan oksidasi dalam unsur ion negatif
- Biloks N dalam NH4+ adalah
-4
- Biloks N dalam NH4+ adalah
-5
Siswa dapat
membedakan unsur yang mengalami reaksi oksidasi-reduksi sekaligus
dalam reaksi
autoredoks (reaksi disproporsionasi)
10 Pengertian
autoredoks (reaksi disproporsionasi)
- suatu zat dapat tereduksi atau teroksidasi menghasilkan zat lain sehingga hanya
mengalami reduksi saja atau oksidasi saja dalam suatu reaksi
15
Selain miskonsepsi siswa, terdapat pula penyebab miskonsepsi siswa.
Berdasarkan hasil wawancara siswa
Vol. 5 No. 2, Agustus 2017 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
233 miskonsepsi siswa berdasarkan pemikiran
asosiatif siswa adalah sebanyak 14,39%, prakonsepsi sebanyak 11,37%, intuisi yang salah sebanyak 34,09%, dan kemampuan siswa sebanyak 40,15%.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Deskripsi Miskonsepsi Siswa Kelas X MIPA SMAN 1 Pontianak tahun Ajaran 2015/2016 pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi
1. Membedakan Konsep Oksidasi dan Reduksi Ditinjau dari
Penggabungan dan Pelepasan Oksigen
Miskonsepsi siswa pada soalnomor 1 dan 11 yaitu pada sub konsep pengertian reaksi reduksi oksidasi berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen dan sub konsep penentuan reaksi oksidasi berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen. Miskonsepsi siswa pada sub konsep pengertian reaksi reduksi oksidasi berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen yaitu siswa beranggapan bahwa reaksi oksidasi adalah reaksi yang terjadi karena adanya pelepasan oksigen dan reaksi reduksi adalah reaksi yang terjadi karena adanya penggabungan oksigen. Padahal menurut Wismono (2007:108) reaksi oksidasi adalah reaksi pengikatan oksigen oleh unsur atau senyawa, sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi pelepasan oksigen atau reaksi yang menghasilkan oksigen. Miskonsepsi siswa pada sub konsep penentuan reaksi reduksi oksidasi berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen yaitu siswa beranggapan bahwa pada reaksi 4Fe(s) + O2(g) 2FeO3(s) terjadi
reaksi reduksi yaitu O2 melepaskan 1
oksigen sehingga menjadi O3. Padahal
berdasarkan Wismono (2007: 108) reaksi tersebut merupakan reaksi oksidasi yaitu reaksi pengikatan oksigen, dimana Fe mengikat oksigen menjadi FeO3. Siswa
juga beranggapan bahwa reduksi yaitu pengurangan oksigen yaitu pada reaksi 2H2O2(aq) + H+(aq) + 2e- 2H2O(l)
terjadi pengurangan oksigen dimana 2H2O2 oksigennya berkurang atau
melepaskan 1 oksigen menjadi 2H2O.
Padahal menurut Wismono (2007:108) reaksi reduksi terjadi karena adanya pelepasan oksigen yaitu pada reaksi 2H2O(l) O2(g) + 4H+(aq) + 4e- terjadi
pelepasan oksigen dimana oksigen pada 2H2O dilepas menjadi O2 sehingga terjadi
reaksi reduksi.
2. Membedakan Konsep Oksidasi dan Reduksi Ditinjau dari Pelepasan dan Penerimaan Elektron
Vol. 5 No. 2, Agustus 2017 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
234 reaksi O3(g) + 2H+(aq) + 2e- O2(g) +
H2O(l) terjadi reaksi oksidasi yaitu
pelepasan elektron, dimana siswa beranggapan bahwa 2H+ melepaskan 2 elektron sehingga muatannya hilang. Menurut Wismono (2007:108) reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron, dimana setiap atom, ion, atau molekul yang melepaskan elektron mengalami rekasi oksidasi meskipun reaksi tersebut tidak melibatkan oksigen. Miskonsepsi siswa terjadi juga karena siswa beranggapan bahwa pada reaksi Cu2+ + Zn Cu + Zn2+ terjadi reaksi reduksi antara atom unsur Cu2+ dengan Zn2+ dimana terjadi reaksi reduksi karena Cu2+ melepaskan 2 elektron dengan Zn2+ menjadi bermuatan dan terjadi reaksi oksidasi karena adanya pelepasan elektron antara Cu2+ dengan Zn. Padahal pada reaksi tersebut yang mengalami reaksi reduksi antara Cu2+ dengan Cu dan reaksi oksidasi terjadi antara Zn dengan Zn2+.
3. Menentukan Konsep Oksidasi dan
Reduksi Ditinjau dari
Pertambahan dan Penurunan Bilangan Oksidasi
Miskonsepsi siswa pada soal nomor 3 yaitu pada sub konsep penentuan reduksi oksidasi berdasarkan pertambahan dan penurunan bilangan oksidasi dimana siswa beranggapan bahwa pada reaksi PbO(s) + H2(g) Pb(s) + H2O(g) tidak
terjadi kenaikan dan penurunan bilangan oksidasi pada Pb dan H di mana bilangan oksidasi Pb dari PbO(s) yaitu +2 dan Pb(s)
juga +2 begitu juga dengan Hidrogen, padahal reaksi tersebut merupakan reaksi redoks karena bilangan oksidasi Pb yaitu +2 menjadi 0 sesudah reaksi dan bilangan oksidasi H yaitu 0 menjadi +2 sesudah reaksi.
4. Membedakan Oksidator dan Reduktor dalam Reaksi Redoks Ditinjau dari Penggabungan dan Pelepasan Oksigen
Miskonsepsi siswa pada soal nomor 4 yaitu pada sub konsep pengertian oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen dan penentuan oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen. Miskonsepsi siswa pada sub konsep pengertian oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen yaitu siswa beranggapan bahwa oksidator yaitu zat yang mengalami oksidasi sehingga melepaskan oksigen dan oksidator yaitu zat yang menerima oksigen sehingga terjadi penggabungan oksigen. Menurut Wismono (2007: 115) pengoksidasi atau oksidator adalah zat yang dapat mengoksidasi (menyebabkan zat lain mengalami reaksi oksidasi), jadi oksidator adalah zat yang mengalami reduksi (reaksi pelepasan oksigen atau reaksi yang menghasilkan). Miskonsepsi siswa pada sub konsep penentuan oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen yaitu siswa beranggapan bahwa pada reaksi Fe2O3(s) +
3CO(g) 2Fe(s) + 3CO2(g) hanya bilangan
oksidasi O yang berubah dalam CO sehingga menghasilkan oksigen, tetapi pada reaksi tersebut bahwa Fe2O3
Vol. 5 No. 2, Agustus 2017 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
235 5. Membedakan Oksidator dan
Reduktor dalam Reaksi Redoks Ditinjau dari Pelepasan dan Penerimaan Elektron
Miskonsepsi siswa pada soal nomor 5 yaitu pada sub konsep pengertian oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari pelepasan dan penerimaan elektron dan penentuan oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari pelepasan dan penerimaan elektron. Miskonsepsi siswa pada sub konsep pengertian oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari pelepasan dan penerimaan elektron yaitu siswa beranggapan bahwa reduktor yaitu zat yang mengalami reduksi sehingga terjadi penerimaan elektron serta siswa beranggapan reduktor yaitu zat yang mengalami oksidasi sehingga terjadi penerimaan elektron. Menurut Wismono (2007: 115) pereduksi atau disebut juga reduktor adalah zat yang dapat mereduksi (menyebabkan zat lain mengalami reaksi reduksi), jadi reduktor adalah zat yang mengalami oksidasi (reaksi pelepasan elektron). Miskonsepsi siswa pada sub konsep penentuan oksidator dan reduktor dalam reaksi redoks ditinjau dari pelepasan dan penerimaan elektron siswa beranggapan bahwa pada reaksi Cl2(g) +
Mg(s) Cl-(g) + Mg2+(s), Cl2 melepaskan
1 elektron menjadi Cl- yaitu sehingga terdapat reduktor dan siswa beranggapan Mg menerima 2 elekton menjadi Mg2+ sehingga terdapat reduktor. Padahal pada reaksi tersebut terdapat reduktor yaitu zat yang mengalami reaksi oksidasi karena Mg melepaskan 2 elektron menjadi Mg2+ (Mg Mg2++ 2e).
6. Menentukan Muatan Bilangan Oksidasi antara Dua Atom yang Berikatan dalam Suatu Senyawa Berdasarkan Aturan Bilangan Oksidasi
Miskonsepsi siswa pada soal nomor 6 dan 13 penentuan bilangan oksidasi antara dua atom yang berikatan dalam suatu senyawa berdasarkan aturan bilangan oksidasi di mana siswa beranggapan bahwa soal nomor 6 yaitu pada senyawa H2O2, O memiliki bilangan
oksidasi -2 karena O berada pada golongan VI A sehingga bilangan oksidasi O selalu -2. Pada soal nomor 13 siswa beranggapan bahwa untuk senyawa CaH2, H memiliki bilangan oksidasi +1
karena berada pada golongan IA sehingga bilangan oksidasi H selalu +1. Padahal menurut Sunarya (2012: 247) aturan penentuan bilangan oksidasi adalah bilangan oksidasi oksigen dalam senyawa biasanya -2, tetapi dalam peroksida seperti H2O2 dan Na2O2, bilangan
oksidasi oksigen adalah -1 dan bilagan oksidasi hidrogen dalam hampir tiap senyawa adalah +1, tetapi dalam senyawa hidrida, senyawa seperti NaH di mana atom-atom hidrogen terikat pada logam yang lebih elektronegatif, hidrogen memiliki bilangan oksidasi.
7. Membedakan Oksidator dan Reduktor dalam Reaksi Redoks Ditinjau dari Perubahan Bilangan Oksidasi
Vol. 5 No. 2, Agustus 2017 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
236 penurunan bilangan oksidasi. Padahal
menurut Wismono (2007: 115) pereduksi atau disebut juga reduktor adalah zat yang dapat mereduksi (menyebabkan zat lain mengalami reaksi reduksi), jadi reduktor adalah zat yang mengalami oksidasi (reaksi kenaikan bilangan oksidasi).
8. Menghitung Perubahan Bilangan Oksidasi dalam Suatu Reaksi Redoks
Miskonsepsi siswa pada soal nomor 8 yaitu pada sub konsep menghitung perubahan bilangan oksidasi dalam suatu rekasi redoks, di mana siswa beranggapan bahwa pada reaksi KMnO4(aq) + KI(aq) +
H2SO4 MnSO4(aq) + I2(aq) + K2SO4(aq) +
H2O(l), bilangan oksidasi Mn sebelum
reaksi yaitu +7 berubah menjadi -4 sesudah reaksi. Padahal pada reaksi tersebut bilangan oksidasi Mn yaitu +7 berubah menjadi +2 sehingga terjadi penurunan bilangan oksidasi atau terjadi reaksi reduksi.
9. Menghitung Bilangan Oksidasi Atom Unsur dalam Ion
Miskonsepsi siswa pada soal nomor 9 dan 14 yaitu pada sub konsep penentuan bilangan oksidasi dalam unsur ion negatif dan penentuan bilangan oksidasi dalam unsur ion positif. Miskonsepsi siswa pada sun konsep penentuan bilangan oksidasi dalam unsur ion negatif siswa beranggapan bahwa bilangan oksidasi S pada unsur SO42- adalah +8 karena
bilngan oksidasi O -2 dikalikan 4 menjadi -8 sehingga bilangan oksidasi S yaitu +8, serta siswa beranggapan bahwa bilangan oksidasi S yaitu +10 karena bilangan oksidasi O -2 dikalikan 4 menjadi -8 dan ditambahkan ion -2 menjadi -10 sehingga
bilangan oksidasi S yaitu +10. Pada sub konsep penentuan bilangan oksidasi dalam unsur ion positif siswa beranggapan bahwa bilangan oksidasi N pada unsur NH4+ adalah -4 karena
bilangan oksidasi H +1 dikalikan 4 menjadi +4 sehingga bilangan oksidasi N yaitu -4, serta siswa beranggapan bahwa bilangan oksidasi N yaitu -5 karena bilangan oksidasi H +1 dikalikan 4 menjadi +4 dan ditambahkan ion +1 menjadi +5 sehingga bilangan oksidasi N yaitu +5. Padahal menurut Wismono (2007: 110) jumlah bilangan oksidasi atom-atom dalam suatu senyawa selalu sama dengan nol, tetapi untuk ion poliatomik, bilangan oksidasi dari atom ditambah muatan ion. Sehingga pada unsur SO42 bilangan oksidasi S yaitu +6
karena bilangan oksidasi O -2 dikalikan 4 menjadi -8, agar jumlah bilangan oksidasi unsur dalam ion positif sama dengan -2 maka bilangan oksidasi S yaitu +6 dan pada unsur NH4+ bilangan oksidasi N
yaitu -3 karena bilangan oksidasi H +1 dikalikan 4 menjadi +4, agar jumlah bilangan oksidasi unsur dalam ion positif sama dengan +1 maka bilangan oksidasinya yaitu -3.
10. Membedakan Unsur yang Mengalami Reaksi Oksidasi-Reduksi Sekaligus dalam Reaksi
Autoredoks (Reaksi
Disproporsionasi)
Vol. 5 No. 2, Agustus 2017 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
237 atau oksidasi saja dalam suatu reaksi.
Padahal menurut Wismono (2007: 113) reaksi autoredoks suatu zat dapat tereduksi maupun teroksidasi menghasilkan zat lain. Zat tersebut bertindak sebagai reduktor dan oksidator.
Penyebab Miskonsepsi Siswa Kelas X MIPA SMA Negeri 1 Pontianak Tahun Ajaran 2015/2016 pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi
Miskonsepsi yang berasal dari siswa terbagi menjadi empat yang meliputi :1) pemikiran asosiatif siswa, hal ini sesuai dengan pernyataan Suparno (2013:35) bahwa kata dan istilah kata yang diasosiasikan oleh pemikiran siswa dengan arti yang berbeda sering terjadi karena siswa mempunyai konsep tertentu dengan arti tertentu; 2) prakonsepsi atau konsep awal yang salah, dimana siswa memahami konsep diawal tanpa memperdulikan konsep diakhir penjelasan sehingga terjadi kesalahan konsep diawal pada siswa 3) intuisi yang salah, dimana siswa memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektual, seperti pemahaman siswa itu tiba-tiba muncul tanpa ada penalaran sebelumnya sehingga siswa menjawab soal secara yakin tanpa dipikirkan kembali, menurut Suparno (2013:35) perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu tanpa penelitian secara obyektif dan rasional. Pola pikir intuitif sering dikenal dengan pola pikir yang spontan. 4) kemampuan siswa, dimana kemampuan setiap siswa berbeda-beda ada siswa yang kurang teliti, suka keliru dalam mengerjakan soal, kurang mengerti, dan tidak belajar. Penyebab miskonsepsi siswa dengan
menggunakan metode CRI ini adalah kepercayaan diri siswa yang terlalu tinggi sehingga siswa terlalu yakin dengan jawabannya padahal siswa tidak mengerti dengan konsep. Selain penyebab miskonsepsi yang berasal dari siswa, miskonsepsi siswa juga disebabkan karena metode mengajar yaitu metode yang membosankan dan kurang bervariasi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat miskonsepsi siswa di SMA Negeri 1 Pontianak pada kelas X MIPA. Miskonsepsi tertinggi terdapat pada indikator siswa dapat membedakan konsep oksidasi dan reduksi ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen. Penyebab miskonsepsi yaitu berasal dari siswa meliputi pemikiran asosiatif, intuisi yang salah, prakonsepsi, dan kemampuan siswa. Selain itu miskonsepsi juga disebabkan karena metode mengajar yang membosankan dan kurang bervariasi serta kepercayaan diri siswa yang terlalu besar saat mengisi skala CRI.
Saran
Vol. 5 No. 2, Agustus 2017 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
238 DAFTAR PUSTAKA
Kusmawati, I. (2013). Miskonsepsi Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Sambas Pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi. Jurnal Pendidikan Kimia. 1(1), 3.
Mahardika, R. (2014). Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Certainty of Response Index (CRI) dan Wawancara Diagnosis pada Konsep Sel. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Mentari, L. (2014). Analisis Miskonsepsi Siswa SMA pada Pembelajaran Kimia untuk Materi Larutan Penyangga. Jurnal Pendidikan Kimia. 2(1), 77.
Musfiqon. (2012). Panduan Lengkap Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Nawawi, H.H. (2015). Metode Pendidikan Biadang Sosial (14th ed). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rijani, E.W. (2010). Implementasi Metode Latihan Berjenjang untuk
Meningkatkan Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal-Soal Hitungan pada Materi Stoikiometri di SMA. E-Jurnal Dinas Pendidikan. 1(1),1.
Subana, M. (2011). Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah (4th ed). Bandung: CV Pustaka Setia.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods) (1th ed). Bandung: Alfabeta.
Sunarya, Y. (2012). Kimia Dasar 2 (1th ed). Bandung: CV Yrama Widya.
Suparno, P. (2013b). Miskonsepsi dan
Perubahan Konsep dalam
Pendidikan Fisika. Jakarta: Grasindo.
Tayubi, Y.R. (2005). Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI). Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia. 1(2), 4-6.