• Tidak ada hasil yang ditemukan

Effect of Tannin Extract from Kluthuk Banana Fruits (Musa balbisiana Colla) as Antiplasmodia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Effect of Tannin Extract from Kluthuk Banana Fruits (Musa balbisiana Colla) as Antiplasmodia"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Efek Ekstrak Tanin Buah Pisang Kluthuk (

Musa balbisiana Colla

)

sebagai Antiplasmodia

Effect of Tannin Extract from Kluthuk Banana Fruits (Musa balbisiana

Colla) as Antiplasmodia

Titiek Sumarawati1 * dan Atina Hussaana2

ABSTRACT

Background: Malaria, the best-known tropical disease is said to be the most important parasitic disease that afflicts humans today. Recently, studies show the Increasing antimalarial drug resistance. Thus, alternative antimalarial compound need to be examined to find a new antiplasmodial compound including tannin. This study aimed at finding out the effect of tannin extract isolated from pisang kluthuk or Musa balbisiana on the parasitemia in Plasmodium berghei infected Balb/c mice.

Design and Method: In this post test only control group design study, 24 male Balb/c mice were randomly assigned to receive orally administered aquadest, extract of pisang klutuk of 50% or 75% or 100% for 10 days once daily. Parasitemia blood level in mice on day 5 for the four groups were 32.07%, 2.43%, 1.35%, and 0.32% respectively; whereas parasitemia blood level in mice on day 10 were 39.45%, 1.13%, 0.47%, and 0.20% respectively.

Result: One-Way Anova shows difference in parasitemia level among the treated groups (p< 0.05). Extract of Musa balbisiana colla lowers the level of parasitemia in Balb/C mice infected by Plasmodium berghei.

Conclusion: The 100% consentration was shown to have more effect compared to 75% and 50% (Sains Medika, 2(1): 8-14).

Key words: antiplasmodia, malaria, tannin, kluthuk banana, parasitemia

ABSTRAK

Pendahuluan: Malaria merupakan suatu penyakit infeksi parasitik yang paling penting dan masih menjadi masalah penyakit tropis di dunia. Akhir-akhir ini mulai banyak diketahui bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap obat antimalaria, sehingga perlu dilakukan eksplorasi senyawa antiplasmodia baru, salah satunya dari tanin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak tanin buah pisang kluthuk (Musa balbisiana colla) terhadap penurunan parasitemia mencit balb/c yang diinfeksi Plasmodium berghei.

Metode Penelitian: Rancangan penelitian yang digunakan adalah post test only control group design. Sebanyak 24 ekor mencit Balb/c jantan terbagi dalam 4 kelompok perlakuan, yaitu: K1 sebagai kontrol hanya diberi aquades, P1 diberi ekstrak pisang kluthuk konsentrasi 50% (EPK 50%), P2 diberi EPK 75%, dan P3 diberi EPK 100%. Pemberian perlakuan dilakukan secara oral selama 10 hari, dengan frekuensi pemberian 1 kali sehari. Tingkat parasitemia darah mencit pada hari ke-5 dan ke-10 pada K1, P1, P2, P3 pada hari ke-5 masing-masing sebesar 32,07%, 2.43%, 1.35%. dan 0.32%; sedangkan pada hari ke-10 masing-masing sebesar 39,45%, 1.13%, 0.47%, dan 0.20%.

Hasil Penelitian: Hasil analisis One-Way Anova menunjukkan terdapat perbedaan tingkat parasitemia dari keempat kelompok perlakuan (p< 0,05). Ekstrak pisang kluthuk (Musa balbisiana colla) dapat menurunkan parasitemiamencit Balb/C yang diinfeksi Plasmodium berghei.

Kesimpulan: Efek penurunan parasitemia setelah pemberian ekstrak pisang kluthuk konsentrasi 100% lebih besar daripadaekstrak pisang klutuk konsentrasi 75 % maupun 50 % (Sains Medika, 2(1): 8-14).

Kata kunci: antiplasmodia, malaria, tanin, pisang kluthuk, parasitemia

(2)

PENDAHULUAN

Malaria merupakan suatu penyakit infeksi parasitik yang paling penting dan

masih menjadi masalah penyakit tropis di dunia. Di Indonesia, malaria tergolong penyakit

menular yang masih bermasalah. Penyakit ini berjangkit di semua pulau di Indonesia,

mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, baik di kota maupun di desa. Prevalensi

pada tahun 2001, diperkirakan sebesar 850 per 100.000 penduduk dengan angka kematian

spesifik akibat malaria sebesar 11 per 100.000 untuk laki laki dan 8 per 100.000 untuk

perempuan. Lebih dari 90 juta orang Indonesia tinggal di daerah endemis malaria, sekitar

11 juta diantaranya tinggal di Jawa dan Bali. Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah

tahun 2004 menunjukkan jumlah kasus klinis malaria di Jawa Tengah tercatat 305.739

kasus dan penderita positif malaria sebanyak 5.308 kasus (1,74 %)(Anonim, 2005).

Akhir-akhir ini mulai banyak diketahui bahwa telah terjadi peningkatan resistensi

terhadap obat antimalaria, kecuali pada derivat arthemisin. Obat-obat antimalaria yang

telah digunakan untuk program pemberantasan malaria di Indonesia selama ini yaitu kina,

pirimetmin, proguanil, klorokuin (Harijanto,2000). Klorokuin merupakan obat antimalaria

standar sebagai skizontosida darah pada pengobatan radikal yang telah dilaporkan

menyebabkan resistensi pada pasien di Indonesia. Resistensi atau menurunnya

sensitivitas dapat diakibatkan oleh pengobatan yang terus menerus, adaptasi/mutasi

dari parasit, dan disebarkan oleh penderita (carrier) nyamuk infektif dari daerah resisten

menuju daerah sensitif (Sekar, 1989). White (dalam Harijanto, 2000) melaporkan bahwa

ada 3 faktor yang menimbulkan resistensi, yaitu faktor operasional meliputi dosis

subterapeutik, kepatuhan penderita yang kurang, faktor farmakologik dan faktor trasmisi

malaria, termasuk intensitas. Menurut Tjitra (dalam Harijanto, 2000) penggunaan

klorokuin mempunyai efek samping berupa rasa pahit, pusing, vertigo diplosia, mual,

muntah dan sakit perut dan gangguan neurologis (kelemahan otot, pusing, sakit kepala,

pandangan kabur dan kejang-kejang). Studi tentang pola resisten di suatu daerah melalui

survei resistensi oleh Rosenthal (2003) melaporkan bahwa apabila suatu obat sudah

mengalami resistensi lebih dari 25 %, maka obat tersebut tidak dianjurkan digunakan.

Tanin merupakan polimerisasi polifenol sederhana dan banyak terdistribusi dalam

kingdom plantae (daun, buah, kulit, batang dan batang). Tanin bermanfaat sebagai

(3)

dibedakan berdasarkan struktur kimianya menjadi tanin yang dapat terhidrolisis dan

yang tidak dapat terhidrolisis (tanin terkondensasi). Efek tanin sebagai anti diare dan

antidotum pada keracunan logam berat, antikanker, serta anti HIV sudah banyak

dilaporkan. Hydrolysable Tanin (tanin yang terhidrolisis) merupakan isolat 36 polypenol

(tanin) dan terpenoid dari tanaman obat yang memiliki aktifitas paling kuat dalam

merusak membran sel Helicobacter pylori. Jenis tanin ini dapat bereaksi dengan protein,

sehingga berperan penting dalam pengobatan jaringan yang mengalami inflamasi atau

ulserasi. Tanin juga berefek hemostatik dan digunakan sebagai astringent (Dharmananda,

2004). Banso dan Adeyemo (2007) telah melaporkan bahwa tanin yang diisolasi dari

Dichrostachys cinere dapat menghambat aktivitas serangan pada seluruh mikroorganisme.

Akan tetapi, pada saat ini akhir-akhir ini aktivitas tanin sebagai antiplasmodia mulai

dilirik untuk diteliti lebih lanjut.

Greifswald telah meneliti efek antiplasmodia tanin pada 12 ekstrak yang berasal

dari 6 tanaman (Alcalypha fructisa, Azadirachta indica, Cissus rotundifolia, Echium rauwalfii,

Dendrosicyos socotrana, dan Boswellia elongate) dengan metode in vitro micro test (untuk

mengetahui penghambatan schizont matang). Sebanyak 3 ekstrak dari 12 ekstrak tersebut

menunjukkan aktivitas antiplasmodia dengan konsentasi inhibisi 50 (IC

50) kurang dari 4µg/

ml. Derivat tanin dari tanaman Punica granatum L berupa ellagic acid, gallagie acid,

punicalins dan punilcalagins menunjukkan aktifitas antiplasmodia terhadap koloni

Plasmodium falciparum D6 dan W2. Penelitian tentang aktifitas antiplasmodia dari tanin

masih perlu terus dikembangkan, mengingat tanin mudah didapat, murah dan mempunyai

struktur kimia seperti arthemisin. Tanin berpotensi sebagai obat alternatif untuk penderita

malaria, sehingga perlu dikaji lebih lanjut untuk mengetahui dosis efektif penggunaannya.

Pisang kluthuk (Musa balbisiana cola) merupakan salah satu tanaman yang

dilaporkan mengandung tanin terutama pada pada buah dan kulit (Balitbangkes, 2000).

Upaya eksplorasi tanin dari pisang kluthuk perlu dilakukan mengingat di Jawa pisang kluthuk

hingga saat ini masih dibudidayakan dan mudah ditemukan, baik di tebing-tebing maupun

di tegalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak tanin buah pisang kluthuk

(Musa balbisiana colla) terhadap penurunan parasitemia mencit Balb/c yang diinfeksi

(4)

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium denganrancangan penelitian

yang digunakan adalah post test only control group design, yang terdiri dari kelompok

kontrol dan kelompok eksperimen, pengambilan sampel dilakukan secara simple random

sampling. Setelah waktu ditentukan kemudian diobservasi (diukur) variabel tergantung

pada kedua kelompok tersebut (Praktiknya, 2003).

Subjek uji pada penelitian ini yaitu mencit, dengan kriteria inklusi: strain Balb/C

jantan, umur 6-8 minggu, berat badan 20-25 gram, sehat, dan tidak mempunyai kelainan

anatomi dan diberi makan dan minum ad libitum. Kriteria eksklusi: mencit yang sakit, mencit

Balb/C yang mempunyai kelainan anatomi. Sebanyak 24 ekor mencit Balb/c terbagi dalam

4 kelompok perlakuan, yaitu: K1 sebagai kontrol hanya diberi aquades, P1 diberi ekstrak

pisang kluthuk konsentrasi 50% (EPK 50%), P2 diberi EPK 75%, dan P3 diberi EPK 100%.

Pemberian perlakuan dilakukan secara oral selama 10 hari, dengan frekuensi pemberian

1 kali sehari.

Pemantauan tingkat parasitemia

Tingkat parasitemia dipantau pada hari ke-5 karena mulai masuknya plasmodium

dalam darah (Iumc, 2008) dan pada hari ke-10 karena merupakan puncak parasitemia

(Kusuma, 2000). Setelah perlakuan dilakukan pengambilan sampel darah tepi dari ekor

mencit untuk membuat sediaan apus darah dengan pengecatan Giemsa. Jumlah parasit

dihitung berdasarkan jumlah eritrosit yaitu jumlah parasit per 1.000 eritrosit atau dapat

dirumuskan sebagai berikut:

x100%

1000 parasit ∑

...(PAPDI, 2003)

Hasil yang diperoleh dari penghitungan tersebut dihitung, ditabulasi, dan

dikelompokkan untuk kemudian dianalisis. Apabila distribusi data homogen dan varian

data normal maka dilanjutkan dengan uji statistik parametrik One Way Anova, dan diuji

(5)

HASIL PENELITIAN

Tingkat parasitemia darah mencit pada hari ke-5 dan ke-10 pada berbagai

kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 1. Data berdistribusi normal dan varian data

homogen (p > 0,05). Hasil analisis One-Way Anova menunjukkan terdapat perbedaan

tingkat parasitemia diantara keempat kelompok perlakuan (p< 0,05).

Tabel 1. Tingkat parasitemia darah mencit pada hari ke-5 dan ke-10 pada masing-masing kelompok perlakuan

Keterangan: Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna dengan uji Post Hoc pada taraf kepercayaan 95 %.

PEMBAHASAN

Pemberian ekstrak pisang kluthuk pada hari ke-5 dan hari ke-10 dapat menurunkan

tingkat parasitemia pada Mencit Balb/C yang terinfeksi Plasmodium berghei. Perkembangan

parasitemia paling rendah pada kelompok perlakuan yang mendapatkan ekstrak pisang

kluthuk mentah dengan konsentrasi 100%. Sementara itu, pada kelompok kontrol yang

tidak mendapat perlakuan nampak bahwa perkembangan jumlah parasitemia P. berghei

secara cepat. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak pisang kluthuk berpengaruh secara

bermakna terhadap perkembangan parasitemia P. berghei pada tubuh mencit.

Tanin mempunyai aktivasi intermediate menyerang Plasmodium. Tanin dikatakan

bahwa inhibitor protease yang terbukti mampu melawan parasit malaria sehingga menjadi

target antimalaria terkini (Asres, 2000 dalam Keiji, et al., 2004). Tanin yang dikonsumsi

secara oral masuk ke dalam sirkulasi darah dan bekerja pada fase aseksual eritrositer,

sehingga dapat menghambat plasmodium dalam menginfeksi eritrosit. Oleh karena itu,

terjadi penurunan destruksi eritrosit dan penurunan invasi pada eritrosit baru, sehingga

dapat menurunkan jumlah pasitemia pada mencit Balb/C yang diinfeksi P.berghei

(6)

berkurang dan terjadi pengurangan gangguan darah seperti anemia, trombositopenia,

hemoglobinuria dan pada akhirnya dapat menghambat komplikasi yang lebih berat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu (2006),

dimana dalam penelitian tersebut dilaporkan bahwa banyak golongan senyawa dari

tumbuhan yang bersifat antimalaria. Penghitungan parasitemia dilakukan setiap hari

sebelum diberi perlakuan. Jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit dihitung tiap 1000

eritrosit dengan mikroskop perbesaran 1000 kali.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Imawati &

Kartikawati (2005), dimana dalam hasil penelitian tersebut diketahui bahwa polifenol dalam

teh hijau sebagai imunostimulan mampu menurunkan jumlah parasitemia pada mencit

Balb/C yang diinfeksi P. berghei. Pemberian polifenol teh hijau berpengaruh terhadap respon

penurunan jumlah parasitemia dari mencit Balb/ C yang diinfeksi P. berghei.

Keterbatasan penelitian ini bahwa pada penelitian ini hanya bertujuan untuk

mengetahui efek pemberian ekstrak pisang kluthuk terhadap antiplasmodia atau

penurunan parasitemia, sedangkan dosis ekstrak pisang kluthuk yang efektif terhadap

penurunan parasitemia belum diketahui. Selain itu, belum diketahui juga efek samping

ekstrak pisang kluthuk apabila dikonsumsi secara terus-menerus.

KESIMPULAN

Ekstrak pisang kluthuk (Musa balbisiana colla) dapat menurunkan parasitemia

mencit Balb/C yang diinfeksi Plasmodium berghei. Efek penurunan parasitemia setelah

pemberian ekstrak pisang kluthuk konsentrasi 100% lebih besar daripadaekstrak pisang

klutuk konsentrasi 75 % maupun 50 %.

SARAN

Penelitian dapat dilanjutkan dengan penentuan dosis ekstrak pisang kluthuk (Musa

balbisiana colla) yang menunjukkan efek paling optimal terhadap penurunan jumlah

parasitemia pada mencit Balb/ C, uji toksisitas, dan penentuan LD-50 ekstrak pisang

kluthuk (Musa balbisiana colla) terhadap hewan coba. Apabila aman dapat dilanjutkan

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005, Laporan perkembangan pencapaian tujuan pembangunan Milineum Indonesia, Depkes, Jakarta.

Asres, K., Bucar, F., Knauder, E., Yardley, V., Kindrick, H., dan Croft, S., 2001, In-vitro antiprotozoal activity of extract and compound of stem bark of Combretum molle

Phytotherapy research, 15 (7): 613 – 617.

Bason, A., Adeyemo, S.O., 2007, Evaluation of antibacterial properties of tannins isolated

from Dichrostachys cinerea, African Journal of Biotechnology., 6 (15): 1785-1787.

Dharmananda, S., 2004, Gallnuts and the uses of Tannins in Chinese Medicine, http:// www.itmonline.org/arts/gallnuts.htm.8.5

Harijanto, 2000, Malaria Edidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan, Jakarta: EGC, hal. 1, 38-48.

Imawati, S. dan Kartikawati, H., 2005, Peran Polifenol Teh Hijau (Camellia sinensis) terhadap Respon Penurunan Jumlah Parasitemia Mencit Balb/C yang Diinfeksi Plasmodium

berghei, Jurnal Media Medika Muda, Juli-Desember No. 1: 37-39.

Iumc, 2008, Rodent Malaria Parasites as Models for Human Malaria, http://www.lumc.nl/

1040/research/malaria/model01.html, Diakses tgl 25.07.2008.

Keiji, F. H., Shunji, S., Hirofumi, Y., Takashi, H. Tsutomu, I., Hideyuki, and H. Yoshikazu, 2004, Antibacterial Activity of Hydrolyzable Tanins Derived from Medicinal Plants against Helicobacter pylori, Microbiol. Immunol., 48(4): 251–261.

Kusuma, B., 2000, Pengaruh Vaksin Tetanus Toksoid terhadap Tingkat Parasitemia pada Mencit Swiss yang Diinfeksi dengan Plasmodium berghei, Karya Tulis Ilmiah, Universitas Diponegoro Semarang.

Pasaribu, M., 2006, Efek Antiplasmodial Ekstrak Biji Pare (Momordica charantial) pada Mencit (Mus Musculus) yang Diinfeksi dengan Plasmodium Berghei, http://

www.adln.lib.unair.ac.id, Diakses tgl 17.08.2008.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2003, Konsensus Penanganan Malaria, Hal. 1,2,6,7,8

Pratiknya, A. W., 2003, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan,

Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 128-131.

Rosenthal PJ., 2003, Antimalarial Drug Discovery: Old and new approaches, The Journal

Gambar

Tabel 1.Tingkat parasitemia darah mencit pada hari ke-5 dan ke-10 pada masing-masing kelompok perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak metanol pasak bumi ( E. longifolia Jack) meningkatkan aktivitas proliferasi limfosit limpa mencit galur Balb/c betina yang diinfeksi L. Dosis 200 mg/kg

Saraswati, F.N., 2015, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 96% Limbah Kulit Pisang Kepok Kuning (Musa balbisiana) Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat

Untuk pengujian kekuatan putus dan kemuluran mendapatkan nilai rata-rata 3 kgf dan 1,97 cm jika dibandingkan berdasarkan grafik, nilai serat batang pisang lebih

mengetahui zat aktif antifungal yang terkandung dalam ekstrak kulit pisang kepok ( Musa acuminata x balbisiana ) mentah yang memiliki efek dominan sebagai

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian meniran merah terhadap jumlah limfosit pada organ Limpa Mencit Balb/C yang diinfeksi bakteri Salmonella

containing crude corms extract of pisang kepok ( Musa balbisiana ) significantly increase the animal hair mass in comparison to the normal and negative control, although

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas anti bakteri ekstrak etanol kulit pisang kepok Musa balisiana colla terhadap Propionibacerium acne dan untuk membuat

Elma Sandya Putri, Jhons Fatriyadi Suwandi, Hanna Mutiara, Asep Sukohar|Efek Pemberian Minyak Buah Merah pada Penurunan Parasitemia pada Mencit yang Diinfeksi dengan Plasmodium berghei