• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penegakan Hukum Perdata: Teori Pertanggungjawaban dan Mekanisme Kompensasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penegakan Hukum Perdata: Teori Pertanggungjawaban dan Mekanisme Kompensasi"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENEGAKAN HUKUM PERDATA:

TEORI PERTANGGUNGJAWABAN

DAN MEKANISME KOMPENSASI

(2)

MATERI

I. Pengantar ttg pertanggungjawaban perdata

II. PMH dalam UUPPLH

III. Strict Liability Menurut UU Lingkungan Pembuktian

IV. Kausalitas (Causation) dan Beban Pembuktian V. Mekanisme kompensasi kerugian

2

©

A

G

W

2

01

(3)

I. PENGANTAR PERTANGGUNGJAWABAN

PERDATA: DASAR GUGATAN

 Dasar Gugatan:

 Lupakan pertanggungjawaban kontraktual, dan fokus

pada pertanggungjawaban non-kontraktual!

3

3

Kontraktual/ Wanprestasi

Non-kontraktual/ PMH

Pertanggungjawaban berdasarkan

kesalahan

©

A

G

W

2

01

2

(4)

 Unsur PMH (Based on Fault) menurut Moegni

Djojodirdjo:

1. PMH:

 Bertentangan dengan hak orang lain

 Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri

 Bertentangan dengan kesusilaan yang baik

 Bertentangan dengan keharusan dalam pergaulan

masyarakat

2. Salah (schuld), yang oleh pembuat UU diartikan

sebagai:

a. Pertanggungjawaban atas perbuatan dan kerugian yang

ditimbulkan karena perbuatan

b. Kealpaan, sebagai lawan dari kesengajaan

c. Sifat melawan hukum

3. Kerugian (schade)

4. Kausalitas (antara PMH dan Kerugian) 4

©

A

G

W

2

01

(5)

 Di mana letak strict liability?????

 Munir Fuady: suatu tanggung jawab hukum yang

dibebankan kepada pelaku perbuatan melawan hukum  tanpa melihat apakah yang

bersangkutan dalam melakukan perbuatannya itu mempunyai unsur kesalahan atau tidak,

dalam hal ini pelakunya dapat dimintakan

tanggung jawab secara hukum, meskipun dalam melakukan perbuatannya itu dia tidak

melakukannya dengan sengaja dan tidak pula mengandung unsur kelalaian, kekuranghati-hatian, atau ketidakpatutan  

 Dari pendapat Munir Fuady, dapat disimpulkan

bahwa unsur Strict Liability (liability without fault):

PMH

KesalahanKerugianKausalitas

 Apakah kesimpulan ini benar?

 Bandingkan dengan Tort: Apakah PMH = Tort???

5

Dalam SL, penggugat masih harus membuktikan bahwa tergugat

melakukan PMH. Yang dihilangkan

hanya unsur kesalahannya saja.

(6)

 Liability rules dalam text book tentang torts:

Based on fault:

- Duty

- Breach of duty - Damage

- Causation

Nuisance:

Invasion of one’s interest in the private use &

enjoyment of land or invasion of common rights of the general public

Intentional

nuisance: failure to prevent

nuisance

Negligent nuisance:

unreasonable act resulting in

nuisance

Trespass:

Direct & phisycal interference with one’s propertey

-Intentional

conduct:

(7)

Restatement (Second) of Torts

§

519(1): “

One who carries on an

abnormally dangerous activity is

subject to liability for harm to the

person, land or chattels of

another resulting from the

activity, although he has

exercised the utmost care to

prevent the harm

.”

Meskipun tidak melawan hukum,

tetap bertanggungjawab atas

kerugian, jika kegiatannya bersifat

abnormally dangerous activity

7

©

A

G

W

2

01

(8)

Unsur SL apa yang harus dibuktikan oleh penggugat?

1. Membuktikan bahwa kegiatan tergugat

termasuk ke dalam Abnormally Dangerous Activity

Menurut The Restatement (second) of Torts § 520,

Abnormally Dangerous Activity diukur berdasarkan:

Existence of a high degree of risk of some harm to the person, land, or chattels of others

Likelihood that the harm that results from it will be great

Inability to eliminate the risk by the exercise of reasonable care

Extent to which the activity is not a matter of common usage

Inappropriateness of the activity to the place where it is carried on

Extent to which its value to the community is outweighed by its dangerous attributes

8

©

A

G

W

2

01

(9)

 Jika unsur (1) terbukti, menurut EC Green Paper on

Remedying Environmental Damage, penggugat masih harus membuktikan: that the damage was caused by someone’s act

 Artinya, penggugat masih harus membuktikan:

2.

Kerugian

3.

Kausalitas antara kegiatan seseorang dengan

kerugian yang dideritanya

 Kesimpulan: PMH tidak perlu dibuktikan (PMH = fault)

 Munir Fuady keliru menafsirkan strict liability

 Hanya Munir Fuady?

 Bagaimana kita menyusun posita dan Petitum?

 Dalam petitum selalu dikatakan: “menyatakan

tergugat bertanggungjawab [bersalah] melakukan perbuatan melawan hukum”?

 Jika gugatan didasarkan pada Strict Liability,

apakah pernah diajarkan membuat posita dan petitum yang berbeda?

9

©

A

G

W

2

01

(10)

II. PMH MENURUT UU LINGKUNGAN

10

10

©

A

G

W

2

01

2

UU 23/2007 UUPLH

Ganti Rugi, Pasal 34

1)

Setiap perbuatan melanggar hukum

berupa pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan hidup yang menimbulkan

kerugian pada orang lain atau lingkungan

hidup, mewajibkan penangung jawab

usaha dan/atau kegiatan untuk

membayar ganti rugi dan/atau

melakukantindakan tertentu.

2)

Selain  pembebanan untuk melakukan 

tindakan tertentu sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), hakim dapat menetapkan

pembayaran uang paksa atas setiap hari

keterlambatan penyelesaian tindakan

(11)

11

©

A

G

W

2

01

2

 Pasal 87 UUPPLH

(1)Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan

yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup

yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau

lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.

(2)Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan,

pengubahan sifat dan bentuk usaha, dan/atau

kegiatan dari suatu badan usaha yang melanggar

hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum dan/ atau kewajiban badan usaha tersebut.

(3)Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang

paksa terhadap setiap hari keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan.

(4)Besarnya uang paksa diputuskan berdasarkan

(12)

Penjelasan Pasal 87 UUPPLH:

Ayat (1): Ketentuan dalam ayat ini merupakan

realisasi asas yang ada dalam hukum

lingkungan hidup yang disebut asas pencemar

membayar. Selain diharuskan membayar

ganti rugi, pencemar dan/atau perusak

lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh

hakim untuk melakukan tindakan hukum

tertentu, misalnya perintah untuk:

a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan

limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;

b. memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau

c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab

timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

12

©

A

G

W

2

01

(13)

Yang harus dibuktikan oleh Penggugat

(korban):

Kerugian

Kesalahan pihak penggugat (unsur

perbuatan melawan hukum)

 Adanya hak yang dilanggar

 Adanya pelanggaran terhadap kewajiban

hukum

 Adanya pelanggaran terhadap Patuha

 PMH tidak hanya PMH formil tapi juga materil,

yaitu pelanggaran terhadap hukum dalam arti luas (termasuk kaidah hukum tidak

tertulis)PMH materil

Hubungan sebab-akibat antara kerugian

korban dengan kesalahan penggugat

13

©

A

G

W

2

01

(14)

Bagaimana jika pencemaran/kerugian terjadi,

tapi tidak ada (sulit untuk membuktikan)

kesalahan tergugat?

Misalnya jika pencemaran terjadi oleh perbuatan yang memperoleh izin?

gunakan pasal tanggung jawab mutlak

 Apakah pasal 87 UUPPLH merupakan bentuk asas

pencemar membayar?

 Apakah ketentuan bahwa pertanggungjawaban

perdata tetap melekat meskipun terjadi perubahan bentuk perusahaan (pasal 87 ayat 2) hanya berlaku untuk PMH?

14

©

A

G

W

2

01

(15)

III. STRICT LIABILITY MENURUT UU

LINGKUNGAN

Menurut UU No. 23/1997 Pasal 35

(1).Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya

menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkunganhidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara multak atas kegiatan yang ditimbulkan dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

(2).  Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari

kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/.atau perusakan lingkungan hidup disebabkabkan salah satu atau asalan di bawah ini :

a.adanya bencana alam atau peperangan, atau

b.adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau

c.adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup.

(3).Dalamhal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaiamana

dimaksud padaayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti

(16)

Pertanggungjawaban tanpa kesalahan, alasan

 Pembuktian kesalahan sulit, sehingga seringkali korban gagal

memperoleh ganti rugi

 Karena kemungkinan lepas dari tanggung jawab perdata,

Pelaku usaha seringkali menjadi tidak hati-hati

Tanggung jawab mutlak:

 Kerugian dengan sendirinya menimbulkan tanggung jawab untuk membayar ganti rugi

 Apa bedanya dengan doktrin res ipsa loquitur?

 Apa saja yang harus dibuktikan oleh penggugat?

 Kerugian pada diri korban (penggugat)

 Hubungan sebab-akibat antara kerugian dengan perbuatan pelaku

(peristiwa pencemaran/kerusakan lingkungan)

 Siapa saja yang bisa terkena pasal 35?

 Kegiatan/usaha yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap

lingkungan

 Menggunakan B3

 Menghasilkan limbah B3

16

©

A

G

W

2

01

(17)

BAGAIMANA MEMBUKTIKAN MENGGUNAKAN B3, ATAU MENGHASILKAN LIMBAH B3, ATAU MENIMBULKAN

DAMPAK PENTING THD LINGKUNGAN?

Prof. Koesnadi:

 Menggunakan B3:

 Gevaarlijkestoffenordonnantie 1949 dan Peraturan

Menteri Kesehatan No. 453/Men/Kes/Per/XI/1983 tentang Bahan Berbahaya

 Sekarang: daftar B3 menurut lampiran PP 74/2001

tentang pengelolaan B3

 Menghasilkan limbah B3:

 Daftar limbah B3 menurut PP No. 19/1994 yang

disempurnakan dengan PP No. 12/1995 tentang Pengelolaan Limbah B3

 Sekarang: Daftar limbah B3 menurut PP 18 /1999 jo. PP

85/1999 tentang pengelolaan Limbah B3 17

©

A

G

W

2

01

(18)

Menghasilkan dampak besar dan penting thd

lingkungan?

 Pasal 15(1) UU No. 23/1997: Setiap rencana usaha

dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat

menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki AMDAL

 Lihat daftar kegiatan wajib Amdal menurut

KepMeNLH No. Kep-39/MENLH/8/1996, diperbaharui beberapa kali, terakhir oleh PermenLH No. 11/2006

 Kesimpulan: Wajib amdal pasti terkena SL

 Caveat: tidak berarti bahwa yang tidak wajib amdal pasti tidak

akan terkena SL

 Bandingkan dengan Restatement (second) of Tort §

520!!! 18

©

A

G

W

2

01

(19)

 Alasan-alasan yang melepaskan tanggung jawab

(pasal 35 ayat 2 UUPLH):

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini:

a. adanya bencana alam atau peperangan; atau

b. adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau

c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

19

©

A

G

W

2

01

(20)

 Menurut UU No. 32/2009

 Pasal 88 UUPPLH

Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan

ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu

pembuktian unsur kesalahan.

20

©

A

G

W

2

01

(21)

Penjelasan Pasal 88 UUPPLH

Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar

pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan

lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan

melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat

ditetapkan sampai batas tertentu.

Yang dimaksud dengan “sampai batas waktu tertentu” adalah jika menurut penetapan peraturan

perundangundangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.

Apakah yang dimaksud dengan “pembatasan” dalam

pasal 88 UUPPLH?

21

©

A

G

W

2

01

(22)

 Pasal 88 UUPPLH tidak mengandung alasan

pengecualian pertanggungjawaban (bandingkan dgn pasal 35 UUPLH)

 Apakah alasan yg membebaskan (pengecualian) pertanggungjawaban tetap ada?

 Di Finlandia dan Swedia tidak ada defense (pengecualian), tetapi

menurut Hinteregger, pengadilan tetap akan mempertimbangkan pengecualian tsb, mengingat pengecualian ini telah dianggap sebagai bagian dari aturan/prinsip hukum (tanpa perlu ditulis dalam UU)

 Bagaimana jika ternyata sengaja dihilangkan (pembuat

UU memang ingin agar tergugat tetap bertanggung jawab)?

Strict Liability atau Absolute Liability?

 Absolute liability bisa berarti:

 SL + Tanpa defense

 1972 Con. On Int’l Liability for Damage Caused by Space Objects

 Bonine & McGarity: “strict liability under CERCLA, however, is not

absolute; there are defenses for causation solely by an act of God, an act of war, or acts or omissions of a third party

 tanpa batas tanggung jawab (financial cap)

(23)

 Pembuktian Bencana Alam di AS:

Extraordinary

Unprecedented

Unforeseeable

Free from human intervention

(inc. negligence or human activity)

23

Act of

God Beban pembuktian tergugat ©

A

G

W

2

01

(24)

DALUWARSA PENGAJUAN GUGATAN

Pasal 89 UUPPLH

(1) Tenggat kedaluwarsa untuk mengajukan gugatan

ke pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dan dihitung sejak diketahui adanya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

(2) Ketentuan mengenai tenggat kedaluwarsa tidak

berlaku terhadap pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan dan/atau mengelola B3 serta menghasilkan

dan/atau mengelola limbah B3. 24

©

A

G

W

2

01

(25)

PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA BERDASARKAN UU NO. 18.2008 TTG PENGELOLAAN SAMPAH

Pasal 35(1): Penyelesaian sengketa

persampahan di dalam pengadilan

dilakukan melalui gugatan perbuatan

melawan hukum.

Pasal 35(2): Gugatan perbuatan melawan

hukum sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) mensyaratkan penggugat membuktikan

unsur-unsur kesalahan, kerugian, dan

hubungan sebab akibat antara perbuatan

dan kerugian yang ditimbulkan.

 persoalan dari ketentuan tentang pertanggung-jawaban ini:

Apa artinya kesalahan?

Mana Strict Liability?

25

©

A

G

W

2

01

(26)

III. KAUSALITAS DAN BEBAN

PEMBUKTIAN

III.A. Kausalitas

Von Buri: Conditio sine qua non

Von Kries: Adequate theory

Sebab adalah perbuatan yang menurut

perhitungan yang layak dapat menimbulkan

akibat

26

26

©

A

G

W

2

01

(27)

Dalam

Common Law

, kausalitas terkait

dengan:

1.

Cause in Fact

(sebab faktual)

diuji berdasarkan “the but for test”.

sebuah perbuatan dikatakan sebagai sebab

faktual (cause in fact) apabila kerugian tidak akan terjadi tanpa adanya perbuatan tersebut.

But for the defendant’s act, the damage would not

have occurred!

Jika perbuatan tergugat dianggap sebagai sebab

faktual, penggugat masih harus membuktikan bahwa perbuatan tergugat adalah: proximate cause

27

©

A

G

W

2

01

(28)

2.

Proximate Cause (sebab langsung), disebut juga

dengan legal cause (karena menentukan

lingkup pertanggungjawaban)

 apakah berdasarkan logika, keadilan,

kebijaksanaan, dan praktek tergugat harus

bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh penggugat.

a. The Direct-Consequences Doctrine

 melihat apakah terdapat sebab lain yang mengintervensi

(intervening causes) di antara perbuatan tergugat dan kerugian yang diderita penggugat.

b. the reasonable-foresight doctrine/risk theory

approach

 seseorang tidak akan bertanggungjawab atas kerugian yang secara

wajar (reasonably) tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

 kerugian haruslah termasuk ke dalam resiko yang selayaknya sudah

bisa diperkirakan (foreseeable) akan muncul dari kesalahan (dalam konteks pertanggungjwaban berdasarkan kesalahan) atau kegiatan (dalam konteks strict liability) dari orang tersebut.

(29)

IV. B. BEBAN PEMBUKTIAN

Konvensional (163 HIR dan 1865 BW)

“setiap orang yang mengaku mempunyai

suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa

untuk meneguhkan haknya itu atau untuk

membantah suatu hak orang lain, wajib

membuktikan adanya hak itu atau kejadian

yang dikemukakan itu”

Beban pembuktian terbalik (analogi pasal 37,

37A dan 38 Undang-undang 20/2001 ttg

perubahan atas Undang-undang No 31 tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi)

29

©

A

G

W

2

01

(30)

30

IMPLIKASI JENIS PERTANGGUNG

JAWABAN TERHADAP PEMBUKTIAN

Pertanggung jawaban

berdasarkan kesalahan (fault based liability)

 Kesalahan (fault)  Kerugian (damages)  Kausalitas (causal link)

 Beban pembuktian terhadap ketiga unsur di atas terdapat pada penggugat (163 HIR dan 1865 BW)

Pertanggung jawaban tanpa kesalahan

(No fault liability/strict liability)

 Kerugian (damages)  Kausalitas (causal link)

 Beban pembuktian terhadap kedua unsur di atas tetap merupakan beban penggugat (163 HIR dan 1865 BW)

 Beban pembuktian tentang faktor pengha-pus pertanggung jawaban/ pembelaan ada pada diri tergugat sebagaimana layaknya suatu pembelaan (tidak terdapat pemindahan beban pembuktian)

(31)

CONTOH DARI KETENTUAN PERTANGGUNGJAWABAN YANG TIDAK JELAS & HARUS DIHINDARI

 Pasal 28 UU Nomor 8/1999 ttg perlindungan

konsumen

Pembuktian terhadap ada atau tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha

 Pertanyaan: Apakah ini

 Strict Liability?

 Masih ada unsur kesalahan

 pembuktian terbalik ?

 yang “dibalik” hanya pembuktian tentang kesalahan

 pembuktian terbalik terbatas

31

31

©

A

G

W

2

01

(32)

V. MEKANISME KOMPENSASI

KERUGIAN

1.

Tanggung Jawab dan Asuransi Tanggung

Jawab

 pertanggungjawaban perdata tidak akan efektif apabila terdapat kemungkinan insolvensi.

 Untuk menghindari kemungkinan ini, maka di banyak negara penerapan pertanggungjawaban perdata disertai dengan adanya kewajiban pelaku usaha untuk memiliki asuransi tanggung

jawab (liability insurance).

 Manfaat utama dari asuransi tanggung jawab lingkungan ini

adalah untuk mengalihkan resiko atas kemungkingan terjadinya judgment proof (insolvency), yaitu kondisi di mana aset pencemar tidak mencukupi untuk membayar biaya ganti kerugian yang

dibutuhkan untuk merestorasi lingkungan dan juga ganti rugi

kepada pihak ketiga (kompensasi) 32

©

A

G

W

2

01

(33)

2.

Perjanjian Pembagian Resiko (

Risk Sharing

Agreement

)

 Berbeda dengan asuransi, di mana premi ditentukan berdasarkan informasi mengenai kerugian, perjanjian pembagian resiko dapat tetap berjalan meskipun informasi tersebut masih sangat sedikit, sebab yang dibutuhkan dalam perjanjian ini adalah kontribusi relatif dari pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian.

 perjanjian pembagian resiko dapat berfungsi pula sebagai upaya untuk mengontrol moral hazard, karena setiap pihak yang

terlibat dalam perjanjian ini memiliki kepentingan untuk

mengontrol kinerja pihak lain guna mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian.

 Contoh dari perjanjian pembagian resiko adalah perjanjian para operator nuklir berdasarkan Price-Anderson Act di AS dan

perjanjian antara para pemilik kapal tanker untuk terlibat di dalam perjanjian pembagian resiko atas kerugian akibat

pencemaran minyak di laut (Protection and Indemnity Clubs—

P&I Clubs). 33

©

A

G

W

2

01

(34)

3.

Asuransi Pihak Pertama (

first party insurance

)

 Di beberapa negara, seperti Perancis, asuransi pihak

pertama dapat pula berfungsi sebagai alternatif

mekanisme kompensasi bagi para korban pencemaran.

 Dalam model asuransi pihak pertama di Perancis,

asuransi akan membayarkan kompensasi kepada

korban, baik kompensasi atas kerugian materil maupun immaterial (non-pecuniary losses), tanpa melihat

apakah ada pihak yang harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh korban (tertanggung).

 Dalam First Party Insurance, tertanggung dalam

asuransi ini adalah para korban. Karena dalam asuransi ini tertanggung yang akan menerima

kompensasi atas kerugian yang dideritanya, asuransi ini juga disebut dengan asuransi kerugian.

 First party insurance vs Polluter-pays principle 34

©

A

G

W

2

01

(35)

4.

Asuransi Kerugian Lingkungan

(

Environmental Damage Insurance

)

 Sejak tahun 1998 di Belanda berlaku asuransi kerugian lingkungan (millieuschadeverzekering), sebagai ganti dari asuransi tanggung jawab (liability insurance).

 Dalam asuransi kerugian lingkungan ini, penanggung jawab kegiatan/usaha mengasuransikan tempat atau resiko dari kegiatan/usahanya.

 Berbeda dengan asuransi pertanggungjawaban, dalam sistem asuransi kerugian lingkungan pembayaran kompensasi dari

pihak asuransi dipicu oleh munculnya kerugian, dan bukan oleh adanya pertanggungjawaban perdata dari pihak tertanggung (dalam hal ini penanggung jawab usaha/kegiatan).

 Di samping itu, kompensasi diberikan tidak hanya kepada pihak tertanggung, tetapi juga kepada pihak ketiga yang mengalami kerugian dari kegiatan/usaha pihak tertanggung.

 Asuransi kerugian lingkungan dengan demikian merupakan pergeseran dari sistem asuransi pihak ketiga (third party

insurace) ke arah asuransi pihak pertama (first party insurance).

(36)

5. Dana Kompensasi

5.a.Guarantee Funds

 Dana ini digunakan ketika pencemar tidak memiliki cukup

dana untuk membayar kompensasi.

 Penggunaan dana kompensasi ini harus didahului oleh

adanya pertanggungjawaban perdata dari pencemar yang kemudian ternyata tidak mampu memenuhi

pertanggungjawaban tersebut.

 Contoh: International Oil Pollution Compensation Fund.

36

©

A

G

W

2

01

(37)

5.b. Complementary and Autonomous

Compensation Funds

 Dana kompensasi bersifat pelengkap (Complementary)

apabila hanya dapat digunakan pada kasus di mana para korban gagal memperoleh kompensasi melalui sistem

pertanggungjawaban perdata.

 Kegagalan ini biasanya muncul ketika pencemar dapat

memberikan “alasan yang valid”, yang dapat

membebaskannya dari pertanggungjawaban perdata.

 Contoh: International Oil Pollution Compensation Fund.

 dana kompensasi bersifat independen (autonomous) dari

pertanggungjawaban perdata apabila dana kompensasi dapat digunakan tanpa memperhatikan apakah pihak korban dapat menggunakan peradilan perdata atau tidak.

 Dana ini digunakan terutama untuk pencemaran yang

terjadi tanpa diketahui pihak penyebabnya

 Contoh: Air Pollution Fund di Belanda atau dalam Offshore

Oil Pollution Compensation Fund di AS. 37

©

A

G

W

2

01

(38)

5.c.Limitation Fund

 Dana kompensasi ini digunakan bukan untuk melindungi korban,

tetapi justru untuk melindungi para pencemar.

 Menurut sistem ini, pihak pencemar hanya akan bertanggungjawab

sebesar dana yang dikumpulkannya di dalam fund.

 Dana ini dapat dilihat dalam pasal V 1969 Convention on Civil

Liability for Oil Pollution Damage (CLC).

5.d.Advancement Fund

 Dana ini dibayarkan oleh calon pencemar kepada calon korban di

muka (sebelum terjadinya kerugian).

 Dana jenis ini muncul untuk kasus-kasus yang menyebabkan

kematian, di mana waktu antara terjadinya pencemaran dengan kematian korban berlangsung singkat.

 Untuk kasus seperti ini, pertanggungjawaban perdata tidak akan

efektif untuk melindungi korban, karena apabila proses pengadilan digunakan untuk mengganti kerugian korban, maka korban tersebut hanya akan menerima ganti kerugian setelah kematiannya (post

mortem).

 Di Belanda, dana ini digunakan untuk kompensasi terhadap para

(39)

5.e. General Compensation Systems

 Di negara maju, sistem jaminan keamanan sosial dapat pula

digunakan sebagai cara untuk memperoleh kompensasi.

 kompensasi yang dapat diperoleh dengan melalui sistem

keamanan sosial terkait dengan kerugian karena penyakit, cacat, kecelakaan kerja, atau hilangnya pekerjaan.

 Meskipun korban dapat memperoleh kompensasi secara

langsung tanpa perlu didahului adanya pembuktian tentang penyebab kerugiannya, kompensasi berdasarkan sistem

keamanan sosial biasanya hanya mampu menyediakan kompensasi dalam jumlah yang terbatas.

5.f. Direct Compensation by the State

 Dana kompensasi ini merupakan penggunaan dana publik oleh

negara untuk membiayai kompensasi.

 Sama seperti dalam sistem keamanan sosial, kompensasi langsung

oleh negara juga diberikan kepada korban tanpa perlu didahului adanya proses peradilan untuk memutuskan siapa yang harus bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh korban.

 memiliki jumlah yang terbatas.

(40)

Mekanisme

Rejim UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup (UUPPLH)

- Strict liability

(pasal 35)

Tidak diatur

- PMH (pasal 87 ayat 1)

- Strict liability (pasal 88)

Prose-dur (hak gugat)

- Class action

(pasal 37 ayat 1)

- Hak gugat pemerintah

(pasal 37 ayat 2)

- Hak gugat LSM (pasal 38)

Tidak diatur

- Class action (pasal 91)

- Hak gugat LSM (pasal 92)

- Hak gugat pemerintah dan pemerintah daerah (pasal 90)

- Hak gugat warga negara untuk melakukan gugatan administratif (pasal 93)

(41)

Asuransi

tanggung jawab

- Dibuka

kemungkinan

asuransi tanggung jawab wajib (penjelasan pasal 35 ayat 1) yang dikaitkan dengan pembatasan ganti kerugian pada

strict liability

Tidak diatur Dibuka kemungkinan sebagai asuransi lingkungan dalam konteks instrumen

insentif/disinsentif (pasal 42 ayat 2 jo. Pasal 43 ayat 3f)

Jaminan keuangan lainnya

Tidak diatur Tidak diatur

- Dibuka kemungkinan dalam bentuk dana jaminan pemulihan (pasal 43 ayat 2a)

- Dibuka kemungkinan dalam bentuk

asuransi lingkungan (pasal 42 ayat 2 jo. Pasal 43 ayat 3f)

(42)

Asuransi kerugian lingkungan

Tidak diatur Tidak diatur Dibuka kemungkinan sebagai asuransi lingkungan dalam konteks instrumen insentif/disinsentif (pasal 42 ayat 2 jo. Pasal 43 ayat 3f)

Asuransi kerugian Tidak diatur Tidak diatur Dibuka kemungkinan sebagai asuransi lingkungan dalam konteks instrumen insentif/disinsentif (pasal 42 ayat 2 jo. Pasal 43 ayat 3f)

42

©

A

G

W

2

01

(43)

Dana

Tidak diatur Tidak diatur

Dibuka

kemungkinan dalam bentuk dana jaminan pemulihan (pasal 43 ayat 2a) dan si langsung oleh

negara

Tidak diatur

- Dana bantuan bencana menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemda (pasal 60 UU PB, jo. Pasal 4 PP 22/2008)

(44)

Hak gugat pemerintah

Gugatan

pemerintah jika masyarakat

menderita kerugian yang

mempengaruhi

kehidupan mereka,

tapi tanpa

penjelasan apakah ganti kerugian akan dibayarkan oleh pemerintah kepada masyarakat (pasal 37 ayat 2)

Tidak diatur Gugatan pemerintah dan pemerintah daerah terbatas pada “kerugian lingkungan hidup” yaitu kerugian yang tidak termasuk pada kerugian atas hak milik privat (pasal 90 ayat 1)

(45)

Terima kasih

45

©

A

G

W

2

0

1

Referensi

Dokumen terkait

Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pengangkutan limbah bahan beracun berbahaya masih belum menunjukan aspek keadilan, seharusnya penegak hukum harus

Sebagian besar limbah elektronik dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) karena mengandung komponen atau bagian yang terbuat dari substansi

Kata B3 merupakan akromin dari bahan berbahaya dan beracun. Oleh karena itu, pengertian limbah B3 dapat diartikan sebagai suatu buangan atau limbah yang sifat

Pengolahan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) memiliki cara yang berbeda, berhubung jenis limbah ini bisa menimbulkan bahaya bagi lingkungan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah Berbahaya dalam Pasal 1 menyatakan bahwa Limbah bahan berbahaya dan beracun,

Karena berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, jika dalam kegiatan reduksi masih menghasilkan

Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan

Limbah cair sebagai hasil samping dari aktivitas industri sering menimbulkan permasalahan bagi lingkungan.Limbah cair yang mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun