BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PENERBIT DAN PEDAGANG
A. Perjanjian Pada Umumnya
1. Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian
Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata ialah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih.7
Ketentuan ini menjadi payung berbagai kontrak, baik yang murni privat
berdasarkan prinsip party autonomy, atau kontrak yang dilakukan oleh pemerintah
(contract administrative), kontrak jangka pendek maupun kontrak jangka panjang
yang diatur dalam Buku III KUH Perdata.
M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa dengan adanya perjanjian
menimbulkan perikatan yang mengakibatkan adanya satu hubungan hukum antara
orang-orang yang membuatnya. Di dalam suatu perikatan (verbintenis)
terkandung hal-hal sebagai berikut :8
1. adanya hubungan hukum,
2. biasanya mengenai kekayaan atau harta benda,
3. antara dua orang pihak atau lebih,
4. memberikan hak kepada pihak yang satu (kreditur),
5. meletakkan kewajiban pada pihak lain (debitur),
6. adanya prestasi
7
Lihat Pasal 1313 KUH Perdata
8
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1996, hlm.6
Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang
berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang tersebut berjanji kepada orang
itu untuk melaksanakan suatu hal.9
Perjanjian atau contract mempunyai arti yang lebih kurang sama. Menurut
Black’s Law Dictionary juga dikatakan bahwa agreement mempunyai pengertian
yang lebih luas daripada contract. Semua contract adalah agreement, tetapi tidak
semua agreement merupakan contract.10
Perjanjian menimbulkan banyak perikatan, perikatan berisi
ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak, atau dengan perkataan lain,
perikatan merupakan isi dari perjanjian, dan perikatan-perikatan tersebut
memberikan ciri yang membedakan perjanjian tersebut dari perjanjian yang lain.11
Kesepakatan para pihak menimbulkan perjanjian, yang tak lain merupakan
sekelompok perikatan-perikatan. Perjanjian tersebut baru diketahui merupakan
perjanjian jenis tertentu, dengan sebutan tertentu, setelah dilihat
perikatan-perikatan yang dilahirkan olehnya.12
Kata “perbuatan” pada perumusan tentang “perjanjian” seperti yang
disebutkan dalam Pasal 1313 KUH Perdata lebih tepat jika diganti dengan kata
“perbuatan hukum atau tindakan hukum”, hal ini mengingat bahwa di dalam suatu
9
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2000, hlm.1
10
Bila membaca Black’s Law Dictionary : Contract diartikan sebagai suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
hal yang khusus. “Contract: An agreement between two or more persons which creates an
obligation to do or not to do a peculiar thing”. It essentials are competent parties, subject matter,
a legal consideration, mutuality of agreement, and mutuality of obligation.
11
J. Satrio, Hukum Perikatan-perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm.7
12
perjanjian, akibat hukum yang muncul memang dikehendaki para pihak.13 Dapat dikatakan bahwa, perjanjian merupakan peristiwa hukum yang berupa tindakan
hukum.
Pembicaraan tentang perjanjian dalam kaitannya dengan tindakan hukum
merupakan hal pokok yang penting karena melalui tindakan-tindakan hukum,
manusia menyelenggarakan kepentingan-kepentingannya, sedangkan di antara
tindakan-tindakan hukum manusia, tindakan menutup perjanjian memegang
peranan yang paling utama.
Melalui perjanjian orang mendapatkan, merubah, dan melepaskan hak-hak
serta kewajiban-kewajibannya. Hampir tak ada hak dan kewajiban yang tidak
dapat diperoleh seseorang melalui perjanjian. Hanya sedikit saja hak-hak yang
tidak dapat dioperkan kepada orang lain melalui kehendak yang dituangkan dalam
suatu perjanjian. Dasarnya tidak lain, pada hakekatnya, kepentingan yang terikat
dalam perjanjian yang dibuat para pihak adalah untuk kepentingan para pihak
sendiri yang dilakukan dengan persetujuan sukarela.14
Ada banyak sarjana yang memberikan pengertian tentang perjanjian, akan
tetapi semuanya mempunyai unsur-unsur yang sama yang harus dipenuhi yang
dimuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata agar suatu perjanjian menjadi sah di mata
hukum.
Suatu perjanjian mengikat para pihak yang menyusunnya apabila
perjanjian tersebut dibuat secara sah sesuai ketentuan yang berlaku. Misalnya,
melalui penyerahan (levering), sebagai akibat dari suatu perjanjian jual-beli atau
13
Ibid., hlm.10
14
hibah terjadi perpindahan hak atas objek perjanjian, dan jika ada suatu benda
disewakan, maka terjadi perubahan pada hak si pemilik, karena sekarang hak
kebendaan pemilik dibatasi oleh perjanjian obligatoir yang ditutup olehnya.15
Charles L.Knapp and Nathan M.Crystal mengartikan law of contract is:
Our society’s legal mechanism for protecting the expectations that arise from the making of agreements for the future exchangeof various types of performance, such as the compeyance of property (tangible and untangible), the performance of services, and the payment of money
(Charles L. Knapp and Nathan M. Crystal, 1993:4).16
Artinya hukum kontrak adalah mekanisme hukum dalam masyarakat untuk melindungi harapan-harapan yang timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan masa datang yang bervariasi kinerja, seperti pengangkutan kekayaan (yang nyata maupun yang tidak nyata), kinerja pelayanan, dan pembayaran dengan uang.
Tumbuh dan berkembangnya hukum kontrak adalah karena adanya asas
kebebasan berkontrak (party autonomy), sebagaimana yang diatur dalam Pasal
1338 KUH Perdata. Kebebasan itu meliputi kebebasan untuk membuat perjanjian,
mengadakan kontrak dengan siapa pun, menentukan isi kontrak, pelaksanaan dan
persyaratannya, serta menentukan bentuk kontrak, yaitu lisan atau tertulis.17
2. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Aktivitas bisnis pada dasarnya senantiasa dilandasi aspek hukum terkait,
ibaratnya sebuah kereta api hanya akan dapat menuju tujuannya apabila ditopang
dengan rel yang berfungsi sebagai landasan geraknya. Keberhasilan suatu proses
bisnis yang menjadi tujuan para pihak yang berkontrak hendaknya senantiasa
memperhatikan aspek kontraktual yang membingkai aktivitas bisnis mereka.
15Ibid
., hlm. 16-17
16
Salim HS, Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm.3
17
Dengan demikian, bagaimana agar bisnis yang dijalankan dapat sesuai dengan
tujuan akan berkorelasi dengan struktur kontrak yang dibangun bersama.
Kontrak akan melindungi proses bisnis para pihak, apabila pertama-tama
dan terutama, kontrak tersebut dibuat secara sah karena hal ini menjadi penentu
proses hubungan hukum selanjutnya. Pasal 1320 KUH Perdata merupakan suatu
instrumen pokok untuk menguji keabsahan kontrak yang dibuat para pihak.
Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut terdapat empat syarat yang
harus dipenuhi untuk sahnya suatu kontrak, yaitu :18
a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toestemming van
degenen die zich verbinden);
b) Kecakapan untuk membuat perikatan (de bekwaamheid om eene
verbintenis aan te gaan);
c) Suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp);
d) Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan (eene geoorloofde
oorzaak).
Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata mensyaratkan adanya kesepakatan
sebagai salah satu syarat keabsahan kontrak. Kesepakatan mengandung pengertian
bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup
suatu perjanjian atau pernyataan pihak yang satu “cocok” atau bersesuaian dengan
pernyataan pihak lain. Pernyataan kehendak tidak harus selalu dinyatakan secara
tegas namun dapat dengan tingkah laku atau hal-hal lain yang mengungkapkan
18
pernyataan kehendak para pihak.19
Kesepakatan yang merupakan kehendak para pihak dibentuk oleh dua
unsur, yaitu unsur penawaran dan penerimaan. Penawaran (aanbod; offerte; offer)
diartikan sebagai pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan
perjanjian. Usul ini mencakup esensilia perjanjian yang akan ditutup.20 Tawaran
adalah pernyataan mengenai syarat-syarat yang dikehendaki oleh penawar supaya
mengikat. Jika tawaran itu diterima sebagaimana adanya, maka persetujuan itu
tercapai.21 Orang yang ditawari itu tidak dapat menerima tawaran, kecuali jika ia
mengetahui adanya tawaran itu. Dengan kata lain, suatu tawaran harus
dikomunikasikan dengan pihak lain.22
Di dalam praktik sering terjadi perdebatan mengenai masalah kapan
terjadinya penawaran. Para pihak yang terlibat dalam negosiasi dapat menyepakati
untuk segera mengikatkan diri dalam kontrak. Ada dua syarat agar penawaran
mengikat:23
(a) adanya persetujuan pihak yang ditawari untuk menutup kontrak melalui
penerimaan;
(b) adanya persetujuan dari pihak yang menawarkan untuk terikat apabila
ada penerimaan.
Dengan demikian, unsur yang menentukan agar penawaran mempunyai
kekuatan hukum adalah harus ada kepastian penawaran dan keinginan untuk
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1980, hlm. 108
22
Ibid., hlm.111
23
terikat. Agar penawaran mengikat seketika apabila ada penerimaan maka dalam
penawaran itu harus dimuat dengan tegas tentang persetujuannya. Mengenai
kepastian penawaran dapat ditentukan dalam syarat umum atau syarat khusus,
seperti :
(a) uraian barang atau jasa yang ditawarkan, dan
(b) harga barang atau jasa yang pasti
Suatu penawaran tidaklah berlangsung tanpa batas waktu. Tawaran dapat
berakhir dengan cara-cara berikut ini :24
(a) Pencabutan atau pembatalan
Kemungkinan adanya pencabutan atau pembatalan sewaktu-waktu sampai
adanya penerimaan dari pihak lain. Pihak yang menawarkan berhak melakukan
ini walaupun ia telah berjanji untuk membuka tawaran itu untuk jangka waktu
tertentu, kecuali jika pihak yang menerima tawaran itu telah membayar
sejumlah uang atau memberikan prestasi (consideration) lain sebagai imbalan
janji yang demikian itu. Penawaran dapat ditarik sebelum waktu yang telah
ditentukan, tetapi penarikan itu akan merupakan pelanggaran perjanjian
tambahan ini, yaitu jangka waktu yang belum berakhir.
(b) Lampau waktu
Suatu tawaran akan menjadi lampau waktu jika pihak yang menawarkan
menentukan batas waktu untuk penerimaan, dan pihak lain tidak menerima
dalam jangka waktu itu. Jika tidak ada batas waktu yang ditentukan dengan
24
tegas, tawaran itu akan menjadi lampau waktu setelah jangka waktu yang
layak. Layak yang dimaksud adalah tergantung pada keadaan.
(c) Salah satu pihak meninggal dunia
Salah satu pihak meninggal dunia sebelum penerimaan, biasanya akan
mengakhiri tawaran itu, tentu saja dari saat kapan pihak lain itu mendengar
berita kematian tersebut, dan umumnya dari saat kematian.
(d) Pihak yang ditawari menolak tawaran
Apabila pihak yang ditawari menolak tawaran, dia tidak dapat kembali lagi dan
mengaku menerima tawaran itu. Tawaran balasan akan berlaku sebagai suatu
penolakan.
(e) Tawaran boleh dilakukan bersyarat
Suatu tawaran boleh dilakukan bersyarat pada keadaan-keadaan lain. Jika
syarat-syarat itu tidak dipenuhi, tawaran itu akan lampau waktu. Syarat-syarat
itu mungkin dinyatakan dengan tegas atau diam-diam.
(f) Penerimaan dengan menyelesaikan perjanjian
Penerimaan dengan menyelesaikan perjanjian akan mengakhiri tawaran. Jika
suatu tawaran yang sanggup diterima oleh seorang saja, dilakukan terhadap
sekelompok orang, dan seorang menerima tawaran maka tawaran itu berakhir
sepanjang sisa dari kelompok berkepentingan.
Penerimaan (aanvarding; acceptatie; acceptance) merupakan pernyataan
setuju dari pihak lain yang ditawari.25 Penerimaan harus terjadi saat tawaran itu
masih terbuka. Penerimaan harus bersifat absolut dan tanpa syarat atas tawaran
25
itu. Sebagaimana telah diketahui, adanya syarat-syarat lain akan berlaku sebagai
penolakan. Penerimaan merupakan penyempurnaan perjanjian dan oleh karena itu,
tempat dimana penerimaan itu dilaksanakan merupakan tempat terjadinya
perjanjian.26
Cara melakukan penerimaan boleh dinyatakan dengan kata-kata lisan atau
tulisan, atau dapat dinyatakan dengan perbuatan misalnya pihak yang ditawari itu
melaksanakan suatu perbuatan khusus yang diperlukan oleh pihak yang
menawarkan.27 Sebagai ketentuan umum, penerimaan harus dikomunikasikan
dengan pihak yang menawarkan. Tidak ada perjanjian sampai pihak yang
menawarkan mengetahui bahwa tawarannya telah diterima. Selain itu, penerimaan
harus dikomunikasikan oleh pihak yang ditawari sendiri atau wakilnya yang sah.
Tidak seperti pembatalan, penerimaan tidak dapat dikomunikasikan oleh pihak
ketiga yang tidak sah, walaupun dapat dipercaya.28
Hal mengenai substansi kesepakatan ini juga diatur secara lebih rinci
dalam NBW, sebagaimana diatur di dalam Buku VI, Titel 5 tentang Kontrak Pada
Umumnya (Contracts in General; Overeenkomsten in Het Algemeen), Bagian 2
tentang Pembentukan Kontrak (Formation of Contracts; Het tot Stand Komen van
Overeenkomst). Dalam ketentuan Pasal 6:217 NBW menyatakan bahwa :29 (1) A contract is formed by an offer and its acceptance;
(2) Articles 219-225 apply unless the offer; another juridical act or usage
Pasal ini menekankan pentingnya kesepakatan sebagai dasar awal
pembentukan kontrak. Kesepakatan dimaksud dibentuk oleh dua unsur yang
fundamental, penawaran (offer; aanbod) dan penerimaan (acceptance;
aanvaarding). Hal yang sama dipersyaratkan dalam KUH Perdata (vide Pasal
1320 ayat 1), namun NBW lebih terperinci mengatur kapan terbentuknya suatu
kontrak sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 6:219-225 NBW.
Di dalam hal kecakapan (bekwaamheid-capacity) yang dimaksud dalam
Pasal 1320 KUH Perdata syarat kedua adalah kecakapan untuk melakukan
perbuatan hukum. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan
sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang
mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat. Kecakapan untuk melakukan
perbuatan hukum pada umumnya diukur dari standar, berikut ini :30
(a) person (pribadi), diukur dari standar usia kedewasaan (meerderjarig); dan
(b) rechtspersoon (badan hukum), diukur dari aspek kewenangan
(bevoegheid)
Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum bagi person pada
umumnya diukur dari standar usia dewasa atau cukup umur (bekwaamheid
-meerderjarig). Namun demikian, masih terdapat polemik mengenai kecakapan
melakukan perbuatan hukum yang tampaknya mewarnai praktik lalu lintas hukum
di masyarakat. Pada satu sisi sebagian masyarakat masih menggunakan standar
usia 21 tahun sebagai titik tolak kedewasaan seseorang dengan landasan Pasal
1330 KUH Perdata jo.330 KUH Perdata. Sementara pada sisi lain mengacu pada
30
standar usia 18 tahun, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 47 jo. 50
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.31
Menurut Pasal 1329 KUH Perdata, “setiap orang adalah cakap membuat
perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.”
Dalam Pasal 1330 KUH Perdata dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan tidak
cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah:32
a) orang-orang belum dewasa;
b) mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
c) orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang,
dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang
membuat perjanjian-perjanjian tertentu (substansi ini dihapus dengan SEMA
Nomor 3 Tahun 1963 dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan).
Pasal 330 KUH Perdata menyatakan, bahwa :
Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.
Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.
Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan denga cara seperti yang diatur dalam bagian 3, 4, 5 dan 6 dalam bab ini.
Mengenai suatu hal tertentu, adapun yang dimaksud dengan suatu hal atau
untuk memastikan sifat dan luasnya pernyataan-pernyataan yang menjadi
kewajiban para pihak. Pernyataan-pernyataan yang tidak dapat ditentukan sifat
dan luas kewajiban para pihak adalah tidak mengikat (batal demi hukum).33 Lebih
lanjut mengenai hal atau objek tertentu ini dapat dirujuk dari substansi Pasal 1332,
1333, dan 1334 KUH Perdata, sebagai berikut:34
a. Pasal 1332 KUH Perdata menegaskan :
Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok
perjanjian.
b. Pasal 1333 KUH Perdata menegaskan :
Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang paling
sedikit ditentukan jenisnya.
Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat
ditentukan atau dihitung.
c. Pasal 1334 KUH Perdata menegaskan :
Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu perjanjian.
Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjian sesuatu mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 169, 176, 178.
Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam
berkontrak harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Hal ini dimaksudkan agar sifat
dan luasnya kewajiban para pihak (prestasi) dapat dilaksanakan oleh para pihak.
Bahwa “tertentu” tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit harus sudah ada
33
Ibid., hlm.191
34
ketika kontrak dibuat, adalah dimungkinkan untuk hal atau objek tertentu tersebut
sekadar ditentukan jenis, sedang mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian hari
Mengenai “kausa yang diperbolehkan” sebagaimana yang dimaksud Pasal
1320 KUH Perdata syarat keempat atau diterjemahkan menjadi “sebab yang
halal” (eene geoorloofde oorzaak) beberapa sarjana memberikan pengertian
antara lain:
H.F.A Vollmar dan Wirjono Prodjodikoro, memberikan pengertian sebab
(kausa) sebagai maksud atau tujuan dari perjanjian, sedangkan Subekti
menyatakan bahwa sebab adalah isi perjanjian itu sendiri,dengan
demikian kausa merupakan prestasi dan kontra prestasi yang saling
dipertukarkan oleh para pihak.35
3. Asas-asas Hukum Perjanjian
Di dalam hukum kontrak, dikenal banyak asas, empat asas yang umum
dibahas dan digunakan adalah:
Asas konsensualisme
Maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada
saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan
mereka yang membuatnya.” Istilah “secara sah” bermakna bahwa dalam
pembuatan perjanjian yang sah (menurut hukum) adalah mengikat (vide Pasal
1320 KUH Perdata), karena di dalam asas ini terkandung “kehendak para pihak”
untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan (vertrouwen)
diantara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian. Asas kepercayaan
vertrouwenleer) merupakan nilai etis yang bersumber pada moral.37 Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting
dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini didasarkan pada Pasal 1338 ayat
(1) KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang
dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya:
a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;
b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
c. Bebas menentukan isi atau klausula perjanjian;
d. Bebas menentukan bentuk perjanjian;
e. Bebas menentukan hukum yang akan digunakan; dan
f. Kebebasan-kebebasan lainnya.
37
Meski begitu, asas kebebasan berkontrak ini tetap diberikan batas, yakni
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban
umum, dan kesusilaan, Larangan ini berlaku umum di dalam hukum kontrak.38
Di dalam Pasal 1338 ayat (1) ini, banyak ahli yang mendapati tiga asas
dalam pasal ini, yang mana asas-asas tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Adapun asas-asas itu ialah:
a. Pada kalimat “semua perjanjian dibuat secara sah” menunjukkan asas
kebebasan berkontrak
b. Pada kalimat “berlaku sebagai undang-undang” menunjukkan asas
kekuatan mengikat atau yang disebut asas pacta sunt servanda.
c. Pada kalimat “bagi mereka yang membuatnya” menunjukkan asas
personalitas.
Kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 (1) tersebut
sangat ideal jika para pihak yang terlibat dalam suatu kontrak memiliki posisi
tawar (bargaining position) seimbang antara satu dengan yang lain.39 Apabila
dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang, pihak yang lemah
biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk menentukan
apa yang diinginkan di dalam perjanjian.
Asas mengikatnya kontrak
Setiap orang yang membuat kontrak, maka ia terikat untuk memenuhi
kontrak tersebut, karena kontrak berisi janji-janji yang harus dipenuhi, dan janji
tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang sesuai
38
Ahmadi Miru, Op.cit., hlm.10
39
Pasal 1338 ayat (1). Maka mengikatnya kontrak, dapat dilihat dari kalimat
“berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Asas itikad baik
Merupakan salah satu asas yang dikenal di dalam hukum perjanjian.
Ketentuan tentang itikad baik ini diatur di dalam Pasal 1338 ayat (3) bahwa
perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Sedangkan Arrest H.R. di negeri
Belanda memberikan peranan tertinggi terhadap itikad baik dalam tahap pra
perjanjian. Dalam hukum kontrak, iktikad baik memiliki tiga fungsi:
1. mengajarkan bahwa seluruh kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan
iktikad baik.
2. fungsi menambah (aanvullende werking van de goede trouw)
3. fungsi membatasi dan meniadakan (beperkende en derogerende
werking van de goede trouw).
Asas ini begitu penting sehingga dalam perundingan-perundingan atau
perjanjian yang akan dibuat para pihak, kedua belah pihak harus berhadapan di
dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik dan
hubungan khusus ini membawa akibat lanjut dimana para pihak itu harus
bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain.
Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk
mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan
perhatian cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan itikad baik.40 4. Subjek dan Objek dalam Perjanjian
Seperti yang telah diketahui bahwa perjanjian timbul akibat adanya
hubungan hukum antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian
sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu. Masing-masing orang itu
menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur dan seorang
lagi sebagai pihak debitur. Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subjek
perjanjian.41
Sesuai dengan teori dan praktek hukum, kreditur dan debitur terdiri dari :
a. Natuurlijke persoon atau manusia tertentu
Kepribadian hukum telah melekat pada diri manusia sejak manusia itu
lahir dan berakhir sejak kematiannya. Bahkan sebelum lahir, jiwa
manusia itu sudah dilindungi oleh hukum pidana, ia juga mempunyai
hak milik, dan dapat dilakukan gugatan karena kelalaian jika timbul
kerugian pada seorang ibu yang hamil disebabkan karena obat-obatan
atau kecelakaan di jalan raya, yang memengaruhi si anak.42 Apabila si
anak meninggal, kepribadian itu berlangsung terus dalam arti bahwa
hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang luar biasa boleh diteruskan
oleh orang yang mewakilinya atau walinya, tetapi ini hanya untuk
40
J.M. van Dunne dan van der Burght, Gr, Perbuatan Melawan Hukum, Dewan Kerja Sama Ilmu Hukum Belanda Dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Ujungpandang, 1988,
dalam buku Ahmadi Miru yang berjudul “Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak”, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 5
41
M. Yahya Harahap, Op.cit.,hlm.15
42
tujuan penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sampai akhir
hayatnya.43
b. Rechts persoon atau badan hukum
Hukum juga memberikan kepribadian hukum kepada sekelompok
orang bersama-sama dan menciptakan suatu manusia buatan. Ini
dikenal sebagai “badan hukum”. Suatu badan hukum yang dihasilkan
memiliki kepribadian yang seluruhnya terpisah dari
anggota-anggotanya dan kewenangannya sama dengan manusia pribadi.
Misalnya ia dapat memperoleh hak milik dan mengadakan
perjanjian-bahkan dengan anggota-anggotanya atas nama sendiri.
5. Jenis-jenis Perjanjian dan Jenis Perjanjian Kerjasama EDC
Perjanjian Bernama
Pasal 1319 KUH Perdata menyebutkan dua jenis perjanjian, yaitu
perjanjian yang oleh undang-undang diberikan suatu nama khusus, yang disebut
dengan perjanjian bernama (benoemde atau nominaatcontracten). Nama yang
dimaksud adalah nama-nama yang diberikan oleh undang-undang, seperti :
jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perjanjian wesel, perjanjian asuransi, dan
lain-lainnya. Perjanjian bernama ini diatur dan diberi nama oleh pembentuk
undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari.44 Di
samping undang-undang memberikan nama tersendiri, undang-undang juga
memberikan pengaturan secara khusus atas perjanjian-perjanjian bernama. Dari
43Ibid
.
44
contoh-contoh tersebut terlihat bahwa perjanjian bernama tidak hanya terdapat di
dalam KUH Perdata saja, tetapi juga di dalam KUHD, bahkan di dalam
undang-undang yang tersendiri.
Jenis perjanjian kerjasama dalam penyediaan EDC yang melibatkan pihak
bank sebagai pemilik mesin EDC dengan pedagang (merchant) sebagai pelaku
usaha adalah perjanjian kerjasama sewa-menyewa.Sewa-menyewa adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan
kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu
tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut
terakhir itu disanggupi pembayarannya.45
M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa, “sewa-menyewa adalah
persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang
menyewakan atau pemilik menyerahkan barang yang hendak disewa kepada
penyewa untuk dinikmati sepenuhnya (volledige genot).46
Sewa-menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat
perseorangan dan bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan
perjanjian sewa-menyewa ini kepemilikan terhadap objek sewa tersebut tidaklah
beralih kepada penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari yang menyewakan.47
Sewa-menyewa merupakan salah satu contoh dari perjanjian timbal-balik
atau juga disebut perjanjian bilateral. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian
yang menimbulkan kewajiban-kewajiban (dan karenanya hak juga) kepada kedua
lainnya. Yang dimaksud dengan “mempunyai hubungan antara yang satu dengan
yang lain” adalah, bahwa bilamana dalam perikatan yang muncul dari perjanjian
tersebut, yang satu mempunyai hak, maka pihak yang lain berkedudukan sebagai
pihak yang memikul kewajiban.48
Dalam aktivitas sehari-hari umumnya dibedakan pula pengertian antara
kontrak dan sewa. Kata kontrak lebih menunjukkan adanya kepastian jangka
waktu dan biasanya lebih lama. Lain halnya sewa. Di dalam sewa belum ada
kepastian waktu, atau cenderung dalam pengertian sewa harian atau bulanan.
Dengan demikian, ada pengertian yang masih rancu antara kontrak dan sewa.
Seperti yang diketahui bahwa definisi kontrak adalah suatu perjanjian yang
dituangkan dalam tulisan atau perjanjian tertulis atau surat.49
Sewa-menyewa, seperti halnya dengan jual-beli dan perjanjian-perjanjian
lain pada umumnya adalah suatu perjanjian konsensual yang artinya ia sudah sah
dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya,
yaitu barang dan harga.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata, perjanjian dapat timbul
dari persetujuan dan undang-undang. Di dalam perjanjian sewa-menyewa yang
dilakukan antara para pihak yang membuat kontrak yaitu bank acquirer dengan
pedagang (merchant), jenis perjanjian atau kontrak yang digunakan adalah
kontrak baku atau standard contract. Kontrak baku adalah kontrak yang
klausul-klausulnya telah ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak.
Perjanjian Tidak Bernama
Di luar perjanjian bernama, tumbuh pula perjanjian tidak bernama, yaitu
perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di
dalam masyarakat. Misalnya perjanjian sewa-beli, fidusia, joint venture, franchise.
Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan
kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian kerjasama,
perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan. Lahirnya perjanjian ini di dalam
praktek adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian
atau partij autonomy.
Perjanjian campuran
Perjanjian campuran atau contractus sui generis ialah perjanjian yang
mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan
kamar (sewa-menyewa) tetapi juga menyajikan makanan (jual-beli) dan juga
memberikan pelayanan. Dalam perjanjian campuran ada berbagai paham:50
1. Paham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai
perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur
dari perjanjian khusus tetap ada (contractus kombinasi)
2. Paham kedua mengatakan ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah
ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teori
absorbsi).
50
B. Pihak-pihak di dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama 1. Pengertian dan Dasar Hukum Penerbit
Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja
yang dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang-undang
untuk melakukan kontrak. Pihak-pihak dalam kontrak ini dapat berupa
orang-perorangan atau badan usaha yang berbadan hukum. Di dalam pelaksanaan
perjanjian kerjasama di bidang penyediaan mesin EDC, pihak-pihak yang dapat
terlibat adalah :
Bank
Bank berbicara tentang lembaga perbankan, ada dua istilah yang perlu
dijelaskan lebih dahulu yaitu perbankan dan bank. Perbankan dan bank diatur
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang selanjutnya
disebut Undang Perbankan. Ketentuan di dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Perbankan menyebutkan bahwa :
“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.” Sedangkan pada angka 2 pasal tersebut ditentukan bahwa :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
Kata Bank berasal dari bahasa Italy “banca”, yang berarti bence, yaitu
yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan
duduk di bangku-bangku di halaman pasar.51
Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut dengan hukum
perbankan (Banking Law). Hukum ini merupakan seperangkat kaidah hukum
dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain
sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan
aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank,
perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para
pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan
dunia perbankan tersebut.52
Dalam perkembangan dewasa ini, istilah bank dimaksudkan sebagai suatu
jenis pranata finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup
beraneka ragam, seperti pinjaman, memberi pinjaman, mengedarkan mata uang,
mengadakan pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat
penyimpanan untuk benda-benda berharga, membiayai usaha-usaha perusahaan
dan termasuk menyediakan alat transaksi.
Ada berbagai jenis bank jika dilihat dari beberapa segi, yaitu segi fungsi,
kepemilikan, kegiatan-kegiatan, status, dan cara menentukan harga.53
Jenis Bank berdasarkan fungsinya :54
a. Bank Sentral yaitu Bank Indonesia. Bank bertugas mengatur kebijakan
dalam bidang keuangan (moneter) dan pertumbuhan perekonomian di
Indonesia.
b. Bank Umum yaitu Bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
c. Bank Perkreditan Rakyat yaitu Bank yang dapat menerima simpanan
hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, atau bentuk yang lain.
d. Bank Umum yang khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yaitu
melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk
mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi
lemah atau pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas,
pembangunan perumahan.
Jenis Bank berdasarkan kepemilikannya :55
a. Bank milik pemerintah yaitu bank yang akte pendiriannya maupun modal
bank ini sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga keuntungannnya
dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bank milik pemerintah yang ada
saat ini adalah Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank
Mandiri, Bank Tabungan Negara. Contoh bank milik pemerintah daerah
antara lain Bank DKI, Bank Jabar, Bank Sumut, Bank Jatim, Bank Riau,
Bank DIY, Bank Riau, Bank Sulawesi, Bank Nusa Tenggara Barat
b. Bank milik swasta nasional yaitu bank yang seluruh atau sebagian besar
sahamnya dimiliki oleh swasta nasional, sehingga keuntungannya menjadi
milik swasta pula. Contoh bank milik swasta nasional antara lain Bank
Central Asia, Bank Lippo, Bank Mega, Bank Danamon, Bank Bumi Putra,
Bank Internasional Indonesia, Bank Niaga, dan Bank Universal.
c. Bank milik koperasi merupakan bank yang kepemilikan saham-sahamnya
oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Contoh bank milik
koperasi adalah Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin).
d. Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri,
atau seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak asing (luar negeri). Contoh
bank milik asing antara lain ABN AMRO Bank, American Express Bank,
Bank of America, Bank of Tokyo, Bangkok Bank, City Bank, Hongkong
Bank, dan Deutsche Bank.
e. Bank milik campuran merupakan bank yang sahamnya dimiliki oleh pihak
asing dan pihak swasta nasional dan secara mayoritas sahamnya dipegang
oleh Warga Negara Indonesia. Contoh bank campuran adalah Bank
Finconesia, Bank Merincorp, Bank PDFCI, Bank Sakura Swadarma, Ing
Bank, Inter Pacifik Bank, dan Mitsubishi Buana Bank.
Jenis Bank menurut kegiatannya :56
56
a. Corporate Bank yaitu Bank untuk pelayanan berskala besar.
b. Retail Bank yaitu Bank untuk pelayanan berskala kecil.
c. Retail Corporate Bank untuk pelayanan berskala besar dan kecil.
Jenis Bank menurut status dan kedudukannya :
a. Bank Devisa yaitu bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan
transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan
penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan
demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi
dalam skala internasional.
b. Bank Non Devisa yaitu Bank umum yang masih berstatus non devisa
hanya dapat melayani transaksi-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank
umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa
setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain : volume usaha minimal
mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam
memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam
valuta asing.
Jenis Bank menurut cara menentukan harga :
a. Bank berdasarkan prinsip konvensional (Barat) adalah bank yang
mendapatkan keuntungan dengan cara menetapkan bunga sebagai harga,
baik untuk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Harga untuk
pinjaman (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga,
dalam nominal atau persentase tertentu. Umumnya hampir semua bank
yang ada di Indonesia menerapkan prinsip kerja konvensional ini.
b. Bank berdasarkan prinsip syariah (Islam) adalah bank yang menentukan
harga dan mencari keuntungan dengan didasarkan kepada prinsip bagi
hasil. Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah
terletak pada landasan falsafah yang dianut. Bank syariah tidak
melaksanakan sistem bunga, sedangkan bank konvensional dengan sistem
bunga.
Untuk dapat melaksanakan perjanjian kerjasama maka Peraturan Bank
Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)
menentukan bahwa pihak yang bersangkutan haruslah merupakan acquirer.
Pengertian acquirer yang terdapat dalam Pasal 1 angka 7 yang menyatakan bahwa
acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang:
a. Melakukan kerja sama dengan pedagang sehingga pedagang mampu
memproses transaksi dari Uang Elektronik yang diterbitkan oleh pihak
selain acquirer yang bersangkutan; dan
b. Bertanggungjawab atas penyelesaian pembayaran kepada pedagang.
Pihak selain acquirer sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a Pasal 1
angka 7 adalah Penerbit (issuer) baik itu berbentuk bank ataupun lembaga selain
bank yang menerbitkan uang elektronik.57 Meskipun issuer dan acquirer
57
duanya adalah bank atau lembaga selain bank, tetapi tidak harus dengan bank
yang sama, keduanya bisa berbeda. Di samping menjadi penerbit uang elektronik,
issuing bank dapat menjadi acquiring bank. Acquiring bank adalah Bank yang
memiliki dan menyediakan penyewaan mesin EDC.
Saat ini bank yang dapat menjadi acquirer yang mendukung transaksi
nontunai adalah bank umum milik negara, bank umum milik swasta, dan bank
milik pemerintah daerah. Beberapa bank umum yang telah menjadi penerbit
(issuer) adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk,
PT Bank Mandiri Tbk dan beberapa bank swasta seperti PT Bank Central Asia
Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Mega Tbk, PT Bank Permata Tbk, dan
PT Bank National Nobu. Sedangkan untuk bank pembangunan daerah (BPD)
yang telah menggunakan uang elektronik adalah Bank DKI Jakarta.
Lembaga Selain Bank
Di samping itu, badan usaha yang sudah berbadan hukum yang termasuk
lembaga bukan bank juga dapat menjadi acquirer yang menyediakan produk
transaksi nontunai. Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014
tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang
Uang Elektronik (Electronic Money) Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa
lembaga selain bank adalah badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan bank.
Di dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. KEP38/MK/IV/1972
disebutkan lembaga keuangan bukan bank ialah semua lembaga (badan) yang
melakukan kegiatan dalam bidang keuangan yang secara langsung atau tidak
kemudian menyalurkan kepada masyarakat terutama untuk membiayai investasi
perusahaan-perusahaan. Lembaga keuangan bukan bank (LKBB) juga berperan
membantu dunia usaha dalam meningkatkan produktivitas barang atau jasa.
Lembaga keuangan berkembang sejak tahun 1972, dengan tujuan untuk
mendorong pengembangan pasar uang dan pasar modal serta membantu
permodalan perusahaan-perusahaan, terutama pengusaha golongan ekonomi
lemah. Untuk tujuan tersebut lembaga keuangan bukan bank diperkenankan
menghimpun dana dari masyarakat dengan cara mengeluarkan surat-surat
berharga untuk kemudian menyalurkannya kepada perusahaan-perusahaan dan
melakukan kegiatan sebagai perantara dalam penerbitan surat-surat berharga serta
menjamin terjualnya surat-surat berharga tersebut.58Jenis-jenis lembaga keuangan
meliputi:59
1) Lembaga pembiayaan pembangunan, contoh PT. UPINDO
2) Lembaga perantara penerbit dan perdagangan surat-surat berharga, contoh
PT. Danareksa.
3) Lembaga keuangan lain, seperti :
a. Perusahaan Asuransi yaitu perusahaan yang memberikan jasa-jasa dalam
penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung
jawab hukum pada pihak ketiga karena peristiwa ketidakpastian.
b. Perusahaan Dana Pensiun ( TASPEN ) yaitu badan hukum yang mengelola
dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun.
c. PT. Pegadaian (Persero) yaitu Perusahaan milik Pemerintah yang ditugasi
untuk membantu rakyat, meminjami uang secara perorangan dengan
menjaminkan barang-barang bergerak maupun tak bergerak.
d. Bursa Efek / Pasar Modal yaitu tempat jual beli surat-surat berharga
e. Koperasi Simpan Pinjam yaitu sejenis koperasi yang kegiatan usahanya
adalah mengumpulkan dana anggota melalui simpanan dan menyalurkan
kepada anggota yang membutuhkan dana dengan cara pemberian kredit.
Saat ini lembaga selain bank yang mendukung sekaligus
menyelenggarakan uang elektronik adalah PT Telekomunikasi Indonesia, PT
Telekomunikasi Selular, PT SKYE SAB Indonesia, PT Indosat, PT XL Axiata,
PT FINNET Indonesia, PT Artajasa Pembayaran Elektronis, PT Nusa Satu Inti
Artha, dan PT Smartfren Telecom.
2. Pihak Terkait dalam Penerbitan Uang Elektronik
Pihak-pihak yang berperan penting dalam penerbitan uang elektronik
seperti halnya dalam menerbitkan alat transaksi electronic data capture telah
diatur secara tegas di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014
tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang
Uang Elektronik (Electronic Money).
a. Prinsipal adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang
bertanggungjawab atas pengelolaan sistem dan/ atau jaringan antar
anggotanya yang berperan sebagai penerbit dan/ atau acquirer, dalam
transaksi Uang Elektronik yang kerja sama dengan anggotanya
b. Penerbit adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menerbitkan Uang
Elektronik.
c. Acquirer adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan kerja
sama dengan pedagang sehingga pedagang mampu memproses transaksi
dari Uang Elektronik yang diterbitkan oleh pihak selain acquirer yang
bersangkutan, dan bertanggungjawab atas penyelesaian pembayaran
kepada pedagang.
d. Penyelenggara Kliring adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang
melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing
Penerbit dan/ atau Acquirer dalam rangka transaksi Uang Elektronik.
e. Penyelenggara Penyelesaian Akhir adalah Bank atau Lembaga Selain
Bank yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian
akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing Penerbit dan/ atau
Acquirer dalam rangka transaksi Uang Elektronik berdasarkan hasil
perhitungan dari Penyelenggara Kliring.
3. Kriteria Penerbit Uang Elektronik sebagai Penyelenggara Sistem Pembayaran EDC
Menurut Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang
Elektronik (Electronic Money), ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi bank
maupun lembaga selain bank sebagai penerbit uang elektronik.
1. Kegiatan sebagai penerbit dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain
2. Bank yang akan bertindak sebagai penerbit wajib memperoleh izin sebagai Penerbit dari Bank Indonesia
3. Lembaga Selain Bank yang akan bertindak sebagai Penerbit wajib
memperoleh izin dari Bank Indonesia jika:
a. Dana float yang dikelola telah mencapai nilai tertentu; atau
b. Dana float direncanakan akan mencapai nilai tertentu
4. Lembaga Selain Bank akan menyediakan fasilitas transfer dana melalui
uang elektronik yang diterbitkan. Untuk itu, Lembaga Selain Bank
tersebut wajib memenuhi persyaratan sebagai penerbit uang elektronik
yang memiliki fasilitas transfer dana.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara untuk
memperoleh izin sebagai penerbit, termasuk ketentuan mengenai nilai
Dana Float diatur di dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
4. Pengertian Pedagang (Merchant)
Pedagang atau merchant adalah orang perorangan, badan usaha atau badan
hukum yang menjalankan usaha di bidang penjualan barang dan/atau jasa yang
dapat menerima pembayaran dengan menggunakan Kartu Kredit atau Kartu
Debit.60 Secara umum, pedagang dapat diartikan sebagai orang yang melakukan
perdagangan, memperjualbelikan barang yang tidak diproduksi sendiri untuk
memperoleh suatu keuntungan.
Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karya W.J.S. Poerwadarminta
60
mengartikan bahwa pedagang yaitu orang yang berjualan. Dari pengertian yang
diberikan oleh W.J.S. Poerwadarminta dapat dilihat bahwa setiap orang yang
melakukan penjualan barang-barang pokok kebutuhan sehari-hari baik
kebutuhan-kebutuhan primer atau pun sekunder dapat disebut sebagai pedagang.
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.61
Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1948 tentang Pemberantasan
Penimbunan Barang Penting, Pedagang adalah orang atau badan yang membeli,
menerima atau menyimpan barang penting dengan maksud untuk dijual,
diserahkan, atau dikirim kepada orang atau badan lain , baik yang masih
berwujud barang penting asli, maupun yang sudah dijadikan barang lain .
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/ 8 /PBI/2014 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang
Elektronik (Electronic Money), maka yang dimaksud dengan Pedagang
(merchant) adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima transaksi
pembayaran dari Pemegang. Dalam hal ini pemegang adalah pihak yang
menggunakan uang elektronik.
Menurut Keputusan Menteri No. 23/MPM/Kep/1998 tentang
lembaga-lembaga usaha perdagangan dalam Pasal 1 butir 2, pedagang adalah perorangan
61
atau badan usaha yang melakukan kegiatan perniagaan/perdagangan secara
terus-menerus dengan tujuan memperoleh laba. Pengertian pedagang ini dapat
dikaitkan juga dengan orang yang menjalankan perusahaan (bedrijf), sehingga
menjadi pengertian yang lebih luas.62
Menurut H.M.N. Purwosutjipto, pedagang adalah mereka yang melakukan
perbuatan perniagaan (Daden van kool Dhandel) sebagai pekerjaannya
sehari-hari.63 Sebelum berlakunya S.1938-276 pada 17 juli 1938, definisi yang
berkaitan dengan pedagang dapat ditemui di dalam Bab I Buku Kesatu Pasal 2
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Dalam Pasal 3 menyebutkan definisi
mengenai perbuatan perniagaan. Perbuatan perniagaan pada umumnya adalah
perbuatan pembelian barang-barang untuk dijual lagi. Disini perlu dicatat
bahwa:
a. Yang dimaksud dengan “perbuatan perniagaan” dalam pasal ini hanya
“perbuatan pembelian” saja, sedang perbuatan “penjualan” tidak termasuk
di dalamnya, karena penjualan merupakan tujuan dari perbuatan pembelian
5. Klasifikasi Pedagang
Berdasarkan sifat kegiatannya pedagang bertugas menyalurkan barang dari
supplier (pemasok) kepada konsumen, sehingga secara garis besar perusahaan
dagang dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan yaitu :64
1. Pedagang besar
Pedagang besar merupakan golongan dari perusahaan dagang yang
kegiatannya membeli dan menjual barang dagang dalam partai besar.
Contoh pedagang golongan ini yaitu grosir, agen, eksportir dan importir.
2. Pedagang menengah
Pedagang menengah merupakan golongan dari perusahaan dagang yang
kegiatannya membeli barang dagang dari pemasok dalam partai yang
besar, tetapi pedagang jenis ini menjual barang dagangannya kepada
pengecer dalam jumlah atau partai sedang. Contoh pedagang golongan ini
yaitu toko-toko besar atau toko menengah.
3. Pedagang kecil atau retailer
Pedagang kecil atau retailer merupakan golongan dari perusahaan dagang
yang kegiatannya membeli dan menjual barang dagang dalam partai kecil.
Contoh pedagang kecil ini yaitu pedagang kaki lima, usaha waralaba
seperti Alfamart dan Indomaret, dan toko-toko kecil lainnya.
6. Kriteria Pedagang (Merchant) sebagai Penyedia Sistem Pembayaran
Electronic Data Capture (EDC). Baik lembaga bank maupun lembaga selain bank
memiliki kriteria yang harus dipenuhi oleh pedagang (merchant) untuk dapat
menjadi penyedia sistem pembayaran nontunai ini, yang umumnya dilihat dari :
Aktivitas usaha
a) Perusahaan Perorangan atau badan usaha yang berbadan hukum.
b) Aktivitas usaha dan omzet penjualan yang memenuhi persyaratan dari
Bank
c) Memiliki izin-izin usaha lengkap dan masih berlaku
d) Lokasi atau tempat usaha yang strategis (milik sendiri atau sewa minimal 1
(satu) tahun
e) Memiliki saluran telepon