• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANCASILA & ISLAM. Di susun oleh : Dyah Ayu Wredhiningsih / A D3 Manajemen Informatika. Nama Dosen : Kalis Purwanto, Drs., MM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANCASILA & ISLAM. Di susun oleh : Dyah Ayu Wredhiningsih / A D3 Manajemen Informatika. Nama Dosen : Kalis Purwanto, Drs., MM."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

PANCASILA & ISLAM

Di susun oleh : Dyah Ayu Wredhiningsih

11.02.7906 / A

D3 – Manajemen Informatika

Nama Dosen : Kalis Purwanto, Drs., MM.

PROGRAM STUDI D3 – MANAJEMEN INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

(2)

2

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr.Wb.

Puji syukur hanya untuk Tuhan YME, karena hanya dengan Rahkmat dan Pertolongan-Nya, Tugas Akhir Pancasila dengan tema “

Pancasila dan Islam “ dapat terlaksana dengan lancar tanpa hambatan

apapun.

Salah satu unsur penting yang harus dipenuhi dalam tugas ini adalah memadukan dan menyelaraskan tentang aspek – aspek agama dengan penyatuan unsur – unsur yang tercantum dan termuat dalam Pancasila yang dilihat dari segi ke Islamannya.

Tak lupa juga saya ucapkan terimakasih yang sedalam – dalamnya kepada Bapak Kalis Purwanto, Drs., MM. selaku dosen kami yang telah memberikan tugas tersebut, sehingga kami semua mampu untuk menelaah sesuai dengan tema tersebut.

Semoga amal yang telah diberikan guna terselesaikannya makalah ini diterima dan mendapat pahala yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Yogyakarta, 29 Oktober 2011

(3)

3

PANCASILA DAN ISLAM

Segala aspek penyelenggaraan negara harus sesuai dengan

hakikat nilai – nilai yang berasal dari Tuhan baik material maupun spiritual. Dalam hubungannya dengan negara maka antara manusia dengan Negara

terdapat hubungan sebab akibat yang langsung karena negara adalah merupakan lembaga kemanusiaan,

lembaga kemasyarakatan yang dibentuk oleh manusia dan segala tujuannya untuk manusia.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut pancasila, Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Konsepsi Ketuhanan Yang Maha Esa yang bisa diterima oleh seluruh agama, aliran kepercayaan dan adat istiadat yang ada di Indonesia. Artinya, konsepsi Ketuhanan Yang Maha Esa yang fleksibel. Jadi, kalaulah konsepsi Ketuhanan Yang Maha Esa ini menurut konsepsi Ketuhanan Yang Maha Esa yang ada dalam akidah Islam, maka Negara Pancasila adalah hanya mengakui satu agama yaitu Islam. Rumusan yang demikian ini menunjukkan kepada kita bahwa Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah bukan Negara sekuler yang memisahkan Negara dengan Agama, karena hal itu tercantum dalam pasal 29 ayat 1 bahwa Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(4)

4

Hal ini berarti bahwa Negara persekutuan hidup adalah berketuhanan Yang Maha Esa. Konsekuensinya segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari Tuhan. Nilai-nilai yang berasal dari Tuhan yang pada hakikatnya adalah merupakan hukum Tuhan adalah merupakan sumber material bagi segala norma, terutama bagi hukum positif di Indonesia.

Demikian pula makna yang terkandung dalam pasal 29 ayat 1 tersebut juga mengandung suatu pengertian bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang bukan hanya mendasarkan pada suatu agama tertentu atau bukan Negara agama dan juga bukan Negara Theokrasi. Negara Pancasila pada hakikatnya mengatasi segala agama dan menjamin kehidupan agama dan umat beragama , karena beragama adalah hak asasi yang bersifat Mutlak.

Dalam kaitannya dengan pengertian Negara kebangsaan maka Negara Pancasila adalah Negara yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah darah. Pasal 29 ayat 2 memberikan kebebasan kepada seluruh warga Negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing-masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang maha esa adalah Negara yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai individu makhluk , sosial dan manusia adalah sebagai pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

1.2 Rumusan Masalah

a) Peranan Islam dalam Negara Pancasila

b) Konflik yang terjadi dalam pembentukan Negara Islam c) Kaitannya Indonesia dengan Pancasila dan Islam d) Hubungan negara dengan agama menurut Pancasila

(5)

5

1.3 Pendekatan Sosiologis

Penjelasan yang bagaimanapun tentang agama, tidak akan pernah tuntas tanpa mengikutsertakan aspek-aspek sosiologinya. Agama yang menyangkut kepercayaan serta berbagai prakteknya benar-benar merupakan masalah sosial, dan sampai saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia dimana telah dimiliki berbagai catatan tentang itu, termasuk yang bisa diketengahkan dan ditafsirkan oleh para ahli arkeologi .Jadi Jelas agama menunjukkan seperangkat aktivitas sosial yang mempunyai arti penting.

Signifikasi pendekatan sosiologi dalam studi Islam, salah satunya adalah dapat memahami fenomena sosial yang berkenaan dengan ibadah dan muamalat. Pentingnya pendekatan sosiologis dalam memahami agama dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini, selanjutnya mendorong agamawan memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat memahami agamanya.

Jalaluddin Rahmat dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif, telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini adalah Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan 5 alasan sebagai berikut :

1. Dalam al-Qur’an atau kitab hadits, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. 2. Bahwa ditekankannya masalah muamalah atau sosial dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (bukan ditinggalkan) melainkan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.

(6)

6

3. Bahwa Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi

ganjaran lebih besar dari ibadah yang bersifat perseorangan . 4. Dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan

tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.

5. Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.

Berdasarkan pemahaman kelima alasan diatas, maka melalui pendekatan sosiologis, agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial.

(7)

7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peranan Islam dalam Negara Pancasila

Pancasila dan nilai agama Islam memiliki dimensi sama dalam mempromosikan demokrasi dan toleransi serta mengupayakan keadilan di Indonesia. Berangkat dari nilai-nilai inilah Indonesia sangat menghargai nilai-nilai agama di antaranya menghormati nilai pluralitas dan mengedepankan dialog untuk mencapai keadilan dan kemakmuran Dengan demikian, katanya, pertemuan internasional ini sangat relevan dalam menghadapi permasalahan semua negara Islam yang sangat kompleks dan menantang, yaitu ketidakadilan, ketidakseimbangan, dan ketidaktoleranan dalam perkembangan dinamis situasi internasional yang terjadi. Pancasila dan nilai agama Islam memiliki dimensi sama dalam mempromosikan demokrasi dan toleransi serta mengupayakan keadilan di Indonesia. Berangkat dari nilai-nilai inilah Indonesia sangat menghargai nilai-nilai agama di antaranya menghormati nilai pluralitas dan mengedepankan dialog untuk mencapai keadilan dan kemakmuran

Rincian Ketuhanan yang dikemukakan dalam konsep usul tentang dasar falsafah negara Indonesia bukan merupakan konsepsi Ketuhanan yang diambil dari Ketauhidan yang ada dalam Islam. Meng Esakan Allah SWT, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Kemudian hasil rumusan panitia sembilan yang telah merumuskan konsepsi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya ternyata dirobah dan kembali dibuang tujuh kata yang merupakan hasil kerja panitia sembilan.

Pasca tumbangnya Orde Baru tahun 1998 dan dilanjutkan dengan era reformasi yang ditandai dengan kebebasan disegala bidang, kebebasan tersebut juga turut dinikmati beberapa kelompok Islam yang

(8)

8

konservatif dan atau radikal. Mereka sekarang bebas untuk secara lantang dan nyaring (poten) dan bahkan secara sembunyi-sembunyi (laten) memperjuangkan (kembali) kepentingan politis dan ideologis mereka. Ironisnya, perjuangan besar itu bermuara pada obsesi mengganti Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, meski melalui banyak varian bentuk, ide, gagasan dan cita-cita yang dikembangkan dari obsesi tersebut. Varian tersebut antara lain pendirian khilafah Islamiyah, pendirian negara Islam, pelaksanaan syariat Islam dan sebagainya.

2.2 Konflik yang Terjadi Dalam Pembentukan Negara Islam

Problem berupa meluasnya krisis multi-dimensi, baik sosial, politik, ekonomi dan sebagainya, sehingga kondisi tersebut semakin melegitimasi obsesi mengganti Pancasila, karena dianggap telah gagal membawa negara ini ke arah yang lebih baik. Selanjutnya, mereka menganggap bahwa Islam dalam segala varian bentuknya merupakan solusi atas segala problem yang ada. Banyak terjadi perdebatan seru dan panas mengenai dasar negara yang akan dibangun.

Para pemimpin Islam bersikeras untuk mendirikan negara Indonesia sebagai negara Islam. Sementara itu, tokoh-tokoh lain yang sebagian besar juga beragama Islam menolak Indonesia didirikan sebagai negara Islam, berdasarkan kenyataan bahwa rakyat Indonesia tidak seluruhnya beragama Islam, meski lebih dari 80% memeluk Islam, mereka bersikeras mendirikan negara kebangsaan (nation state) yang menyatukan berbagai etnis, budaya, dan agama yang ada sebagai entitas masyarakat Indonesia. Perdebatan itu pernah menghasilkan kompromi berupa teks Mukadimah UUD yang disebut Piagam Jakarta yang memberikan landasan untuk berlakunya syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Ada dua aliran yang muncul yakni golongan Islamis yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dan golongan nasionalis (yang kebanyakan anggotanya juga beragama Islam), yang

(9)

9

menginginkan pemisahan urusan negara dan urusan Islam, pendek kata, tidak menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Golongan nasionalis menolak menjadikan Indonesia sebagai negara Islam karena melihat kenyataan bahwa non-Muslim juga ikut berjuang melawan penjajah untuk mencapai kemerdekaan. Golongan ini juga menegaskan bahwa untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam akan secara tidak adil memposisikan penganut agama lain (non-Muslim) sebagai warga negara kelas dua.

Maka, dasar negara kita bukanlah Pancasila versi Piagam Jakarta, melainkan Pancasila seperti yang ada sekarang ini.

2.3 Indonesia dengan Pancasila dan Islam

Jika mencermati isi Piagam Jakarta maka negara Indonesia akan dibentuk sesuai isi pancasila seperti yang ada sekarang, hanya sila kesatu berbunyi: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya (7 kata sila 1). Dalam sidang kedua BPUPKI pada 10-16 Juli 1945, isi Piagam Jakarta ternyata masih mengundang protes, terutama dari Latuharhay, Wongsonegoro, dan Hussein Djajaningrat. Mereka menilai bahwa tambahan 7 kata dalam sila 1 (Ketuhanan) akan berpotensi melahirkan tirani mayoritas dan fanatisme. Akan tetapi, protes tersebut bisa diredakan oleh Sukarno dan para anggota sidang sepakat untuk kembali kepada kesepakatan bersama sesuai hasil sidang pertama pada 22 Juni 1945.

Selanjutnya pada 17 Agustus 1945, seluruh rakyat Indonesia berada dalam perasaan suka cita menyambut penuh antusias Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Namun demikian, duri dalam daging dalam UUD 1945 dengan Piagam Jakarta sebagai preambule-nya masih tetap dirasakan sebagai sesuatu yang mengganggu sebagian anggota BPUPKI, terutama mereka yang berasal dari kelompok agama minoritas. Duri yang dimaksud adalah tambahan 7 kata dalam sila 1 (ketuhanan).

(10)

10

Sehari sesudahnya, yakni pada 18 Agustus 1945, alasan dibalik kenyataan di atas menjadi jelas. Ketika ada pertemuan panitia penyusun draft UUD, informasi datang dari Tokoh Kristen asal Sulawesi Utara yakni AA Maramis yang menyatakan bahwa ia secara serius telah memprotes kalimat tambahan 7 kata sila 1 Pancasila dalam Piagam Jakarta. Muhammad Hatta, ketua pertemuan rapat, setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan dan Kasman Singodimedjo, 2 Tokoh Muslim yang menonjol, menghapus 7 kata itu.

Dalam hal itu, sebagai hasil usulan yang dibuat oleh Ki Bagus Hadikusumo (yang kemudian menjadi ketua Muhammadiyah), sebuah kalimat ditambahkan dalam sila 1 dari kata Ketuhanan, menjadi kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam pandangan Ki Bagus Hadikusumo, kalimat diatas menegaskan aspek monoteisme dalam prinsip kepercayaan kepada Tuhan dan hal itu sesuai dengan ajaran Islam tentang tawhid. Akan tetapi untuk kebanyakan orang Indonesia, UUD dengan sila 1 Pancasila seperti itu dianggap netral, karena meski telah menghilangkan aspek eksklusivisme Islam seperti pada Piagam Jakarta, juga tidak sepenuhnya bisa dianggap mendukung sekulerisme. Dalam pada itu, sebenarnya makna perubahan konstitusi pada saat-saat kritis seperti diatas cukup jelas, yakni bahwa setiap usaha untuk mengubah Indonesia menjadi negara Islam menjadi tidak mungkin, karena hal itu berlawanan dengan konstitusi dasar yang telah disepakati.

Berdasar keputusan PPKI, 18 Agustus 1945 itu, ditegaskan bahwa Indonesia bukan negara agama dan bukan negara sekuler, melainkan negara Pancasila, yakni sebuah religious nation state atau negara kebangsaan yang dijiwai oleh agama. Indonesia bukan negara agama karena negara agama hanya mendasarkan diri pada satu agama tertentu. Tapi, juga bukan negara sekuler karena negara sekuler itu hampa agama dan tak mau peduli dengan agama.

(11)

11

Indonesia mengakui dan melindungi hak warga negaranya untuk memeluk agama apa pun asal berkeadaban, berkeadilan, dan tanpa diskriminasi. Tetapi dalam membahas sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang terdapat dalam pancasila ini harus dihubungkan juga dengan UUD 1945, BAB XI AGAMA, Pasal 29, (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Kalaulah konsepsi Ketuhanan Yang Maha Esa menurut pancasila ini mencakup seperti apa yang telah difirmankan Allah "Katakanlah Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia" (Al-Ikhlash, 1-4), maka itulah yang disebut ajaran ketauhidan, tetapi kalau tidak, maka itulah ajaran falsafah negara pancasila yang semu, kabur dan lemah.

2.4 Hubungan Negara dengan Agama Menurut Pancasila

Menurut Pancasila Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini termuat dalam Penjelasan Pembukaan UUD 1945 yaitu pokok pikiran keempat. Rumusan yang demikian ini menunjukan pada kita bahwa Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah bukan negara sekuler yang memisahkan negara dengan agama, karena ini tercantum dalam pasal 29 ayat (1), bahwa negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(12)

12

Hal ini berarti bahwa negara sebagai persekutuan hidup adalah Berketuhanan Yang Maha Esa. Konsekuensinya segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai – nilai yang berasal dari Tuhan. Nilai – nilai yang berasal dari Tuhan yang pada hakikatnya adalah merupakan Hukum Tuhan, yang berarti sebagai sumber material bagi segala norma, teutama bagi hukum positif di Indonesia.

Demikian pula makna yang terkandung dalam pasal 29 (1) tersebut juga mengandung suatu pengertian bahwa negara Indonesia adalah negara yang bukan hanya mendasarkan pada suatu agama tertentu atau bukan negara agama dan juga bukan negara Theokrasi (pemerintahan yang berasaskan agama yang memegang peran utama oleh sebagian besar rakyat yang berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa). Negara pancasila pada hakikatnya mengatasi segala agama dan menjamin kehidupan agama dan umat beragama, karena beragama adalah hak asasi yang bersifat mutlak. Dalam kaitannya dengan pengertian negara kebangsaan maka negara pancasila adalah negara yang melindungi seluruh agama diseluruh wilayah tumpah darah.

Pasal 29 ayat ( 2 ) memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing – masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan Yang Maha Esa adalah negara yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai individu makhluk, social dan manusia adalah sebagai pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

(13)

13

2.5 Rincian Hubungan Negara dengan Agama Menurut Pancasila

Rincian sebagai berikut :

1. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang Berketuhanan yang Maha Esa. Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing – masing.

3. Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama. 4. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketakwaan itu

bukan hasil paksaan bagi siapapun.

5. Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan nilai – nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terutama norma – norma hukum positif maupun norma moral baik, moral negara maupun moral para penyelenggara negara.

(14)

14

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Dapat ditelaah tentang hubungan Pancasila dengan Islam. Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Sila pertama Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Oleh karena itu, sebagai dasar negara maka sila tersebut merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam kehidupan pribadi individu yang hidup di tengah masyarakat yang beragama dan bermoral.

Dengan kata lain, bahwa dalam kaitan dengan tertib Hukum Indonesia maka secara material nilai Ketuhanan Yang Maha Esa harus merupakan sumber bahan dan sumber nilai bagi hukum positif di Indonesia.

(15)

15

Daftar Pustaka

1.

www.yahoo.com

Agama Islam.html

2.

www.yahoo.com

marjanto.blogspot.com/2007/10/pancasila dan islam

3.

Pendidikan Pancasila, Pradigma, Yogyakarta

4.

www.google.com

Pendekatan sosiologi terhadap pancasila dan

agama.

Referensi

Dokumen terkait

Master of Arts in Malay Language and Linguistics by Coursework (August Intake). Malay 12 months full time 144 Master of Arts in English Language

As its r e- sults show, the number of schemata the inexperienced teachers employed in their classes was significantly more than the experienced ones in

Studi Potensi Investasi Komoditi Kopi di Kabupaten Intan Jaya dimaksudkan untuk mewujudkan kesinambungan pengembangan komoditi lokal yang layak investasi sebagai

Sedangkan aksesi lokal lainnya seperti KTm5 dan KTm12 juga mempunyai potensi pada jumlah polong bernas pertanaman dan jumlah lokus biji perpolong yang tinggi

Kriteria yang kedua yaitu penurunan minimum dan maksimum dalam arah lateral dan vertikal memanjang jalan yang disyaratkan pada kondisi batas ekstrimnya atau disebut juga sebagai

01 YETTY S Sekretaris XELITA MARGARETH TURAMBI Bendahara 37 TUGIRIN Ketua RT.. 02 SUTINAH Sekretaris

- Penyerahan bendera UIN Walisongo dari Rektor kepada Ketua Panitia.. - Laporan Ketua Panitia OPAK 2016 - Pengarahan Rektor UIN Walisongo - Penabuhan Gong

Perbedaan table layout dan relative layout adalah di pengaturan posisi antar muka, kalau kalian menginginkan tampilan antar muka tersusun dengan rapih