• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asap Cair Limbah Cangkang Kemiri sebagai Pengawet Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) terhadap Rayap Tanah (Macrotermes gilvus Hagen)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Asap Cair Limbah Cangkang Kemiri sebagai Pengawet Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) terhadap Rayap Tanah (Macrotermes gilvus Hagen)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kayu Sengon

Sengon merupakan spesies asli dari kepulauan sebelah timur Indonesia

yakni di sekitar Maluku dan Irian Jaya. Penyebaran sengon terdapat di seluruh Jawa, Maluku, dan Irian Jaya (Iskandar, 2006). Taksonomi pohon sengon

adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angyospermae

Klas : Dicotyledoneae Ordo : Rosales

Famili : Fabaceae Subfamili : Mimosoideae Genus : Paraserianthes

Spesies : Paraserianther falcataria

Nama Ilmiah : Paraserianthes falcataria (L) Nielsen

Nama daerah : albasia, jeunjing (Jawa Barat), sengon laut (Jawa Tengah), sengon sebrang (Jawa Timur), jing laut (Madura), tedehu pute (Sulawesi), rawe, selawoku, merah, seka, sika, sikahm, tawasela

(Maluku), bae, wahogon, wai, wikie (Irian Jaya) (Atmosuseno, 1998).

(2)

kayu sengon juga digunakan pada industri korek api, pensil, papan partikel, bahan baku industri pulp kertas dan lain-lain (Siregar et al., 2008).

Santoso (1992) menyatakan bahwa sengon merupakan tanaman yang termasuk anggota famili Mimosaceae (keluarga petai-petaian). Jenis tanaman dari famili ini memiliki sifat pertumbuhan yang sangat cepat. Pertumbuhannya selama

25 tahun dapat mencapai tinggi 45 m dengan diameter batang mencapai 100 cm. Mengingat pertumbuhannya yang cepat maka sengon kerap dijuluki sebagai

pohon ajaib (the miracle tree). Pada usia 6 tahun sengon sudah dapat menghasilkan kayu bulat sebanyak 372 m³/ha.

Ciri umum dari kayu sengon ini adalah warna kayu teras hampir putih atau

coklat muda, dimana warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras, teksturnya agak kasar dan merata, arah serat lurus, bergelombang lebar atau

berpadu dan kesan raba pada permukaan kayu agak licin atau licin. Kayu sengon tergolong ringan (berat jenis 0,33), mempunyai kelas awet IV–V dan kelas kuat IV–V (Martawijaya et al., 2005).

Asap Cair

Asap merupakan dispersi uap asap dalam udara, yang dihasilkan dari proses distilasi kering atau pirolisa biomasa seperti kayu, kulit kayu, tempurung,

sabut, daun, dan lain sebagainya. Proses pirolisa ini berjalan secara bertahap diawali dari tahap pertama penghilangan air biomasa pada suhu 120-150°C,

(3)

MenurutSunarsihet al.(2012), semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pirolisis, maka semakin banyak asap cair yang terbentuk, semakin banyak

jumlah tar yang diperoleh, semakin komplek komposisi yang terdapat dalam asap cair, namun semakin sedikit residu arang yang terbentuk. Kadar air dalam limbah basah berpengaruh volume asap cair yang terbentuk, kerapatan asap cairdan berat

residu arang, namun tidak terlalu berpengaruh pada komposisi asap cair.

Kualitas asap cair sangat ditentukan oleh komposisi komponen kimia yang

dikandungnya, sebab komponen tersebut dijadikan mutu cita rasa dan aroma sebagai ciri khas yang dimiliki oleh asap. Komponen kimia penting yang dihasilkan dalam proses pengasapan tergantung dari jenis bahan baku pengasap

yang terdiri dari balok, tatal, serutan, dan serbuk serta bahan yang dibakar seperti hemiselulosa, selulosa dan lignin serta intensitas pirolisis berhubungan langsung

dengan suhu yang terdiri atas transfer panas dan keberadaan oksigen(Wijayaet al., 2008).

Zaitsev et al. (1969) dalam Luditama (2006) mengemukakan bahwa asap

mengandung beberapazat antimikroba, antara lain :

a. Asam dan turunannya : format, asetat, butirat, propionat, metil ester.

b. Alkohol : metil, etil, propil, alkil, dan isobutil alkohol.

c. Aldehid : formaldehid, asetaldehid, furfural, dan metil furfural. d. Hidrokarbon : silene, kumene, dan simene.

e. Keton : aseton, metil etil keton, metil propil keton, dan etil propilketon. f. Fenol

(4)

Cangkang Kemiri

Pohon kemiri (Aleurites molucana) merupakan jenis pohon serbaguna,

hampir seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan dengan produk utama biji kemiri. Pohon kemiri (Aleurites mollucana L, Willd) merupakan jenis yang mudah ditanam, cepat tumbuh dan tidak begitu banyak menuntut persyaratan tempat

tumbuh (Sunanto,1994).

Direktorat Budidaya Tanaman Tahunan (2008) dalam Krisnawati et al.

(2011) melaporkan daerah budidaya kemiri yang utama untuk wilayah Indonesia dapat dijumpai di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,

Kalimantan Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Departemen Kehutanan dan Badan Statistika Nasional (2004) juga melaporkan

provinsi dengan jumlah tanaman kemiri rakyat terbesar adalah Nusa Tenggara Timur dan Sumatera Utara, dimana jumlah pohon yang dibudidayakan rakyat masing-masing provinsi sebanyak lebih dari 2 juta pohon.

Menurut Hadad dan Suryana (1995), kemiri memiliki bobot biji 9,05-10,64 gr/butir yang terdiri dari 2,49-3,36 gr biji dan tempurung

6,56-7,24 gr/butir. Setiap pohon kemiri menghasilkan 1000-2000 biji atau rata-rata sekitar 20 kg/pohon/tahun, pada umur 15 tahun. Produksi biji meningkat sampai umur 20 tahun dan mulai menurun pada umur 70 tahun.

Tempurung kemiri beratnya dapat mencapai 65%-75% dari berat biji seluruhnya dengan tebal tempurung adalah 3–5 mm. Persentase berat buah kemiri

(5)

aktif. Arang ini juga baik digunakan sebagai abu gosok dan bahan obat nyamuk (Paimin, 1997).

Buah kemiri termasuk buah batu, berbentuk bulat telur dan ada bagian yang menonjol ke samping. Daging buahnya kaku dan mengandung 1-2 biji yang diselimuti oleh kulit biji yang keras. Hasil penelitian Lempang et al. (2011) kulit

biji yang keras (cangkang kemiri) memiliki kandungan kimia seperti pada Tabel 1:

Tabel 1. Kandungan Kimia Cangkang Kemiri

No. Komponen (Component) Kadar (Content) % 1. Holoselulosa (Holosellulose) 49,22

2. Pentosa (Pentosan) 14,55

3. Lignin 54,46

4. Abu (Ash ) 8,73

Sumber: Lempang et al. (2011)

Pengawetan Kayu

Keawetan kayu adalah daya tahan alami suatu jenis kayu terhadap

organisme perusak kayu, seperti jamur, serangga dan penggerek di laut serta di

mana kayu tersebut dipergunakan (Martawijaya, 1996). Keawetan merupakan

sifat kayu yang penting karena walaupun kelas kuatnya tinggi, tetapi manfaatnya

akan banyak berkurang bila umur pakainya pendek. Umur pakai yang pendek

sangat merugikan, karena biaya yang dikeluarkan tidak seimbang dengan umur

pakainya. Maka perlu dilakukan tindakan pengawetan untuk memperpanjang

umur pakai kayu tersebut.

Pengawetan kayu merupakan suatu cara untuk meningkatkan keawetan

(6)

organisme dan usia pakainya menjadi lebih lama dari sebelum diawetkan (Lusyani et al., 2008).

Persyaratan untuk bahan pengawet kayu yang ideal meliputi hal-hal berikut: (1) beracun terhadap kisaran luas cendawan penyerang kayu; (2) tingkat keabadiannya tinggi (penguapannya rendah, tahan pencucian, kestabilan kimia);

(3) kemampuan untuk menembus kayu dengan mudah; (4) tidak menyebabkan karat pada logam dan tidak melukai kayunya; (5) aman penanganan dan

penggunaannya; dan (6) ekonomis. Bahan-bahan pengawet yang digunakan dalam praktek komersial memenuhi sebagian besar, meskipun tidak semuanya, persyaratan-persyaratan ini. Bahan pengawet yang ideal masih harus ditemukan

(Haygreen dan Bowyer, 1996).

Pencegahan terhadap rayap dan binatang perusak lainnya sebaiknya

dipertimbangkan sebelum gedung didirikan. Pembasmian rayap dengan bahan kimia dan sebagainya selalu lebih mahal daripada pencegahan. Ada beberapa macam tindakan pencegahan terhadap rayap, yaitu memperhatikan bahaya rayap

pada tahap perencanaan dan perincian pekerjaan; jika ada bahaya rayap, menerapkan pencegahan konstruktif selama pembangunan berlangsung;

menggunakan bahan bangunan yang tahan rayap (Frick dan Moediartianto, 2004).

Rayap

Rayap merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Isoptera

dan terutama terdapat di daerah-daerah tropika. Di Indonesia, rayap tergolong

dalam kelompok serangga perusak kayu utama. Kerusakan akibat serangan rayap tidak kecil. Binatang kecil yang tergolong ke dalam binatang sosial ini, mampu

(7)

yang besar pula (Tambunan dan Nandika, 1989). Kerugian akibat serangan rayap bisa mencapai 224-236 milyar per tahun di Indonesia(Prasetiyo dan Yusuf, 2005).

Rayap Macrotermes gilvus disebut sebagai mahluk sosialyang hidup berkoloni di tempat gelap(Inward et al., 2007). Taksonomi dari rayap tanah M. gilvus adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Divisi : Avertebrata

Kelas : Insecta Ordo : Isoptera Famili : Termitidae

Sub famili : Macrotermitidae Genus : Macrotermes

Spesies : Macrotermes gilvus Hagen.

Menurut Tarumingkeng (1992), kasta prajurit pada rayap ini memiliki dua bentuk yaitu kasta prajurit berukuran besar dan kasta prajurit berukuran kecil.

Adapun ciri-ciri dua jenis kasta prajurit dari M. gilvus Hagen. adalah sebagai berikut:

1. Kasta prajurit berukuran besar. Berwarna coklat kemerahan, dengan lebar 2,88-3,10 mm, panjang kepala dengan mandibel 4,80-5,00 mm. Antena 17 ruas, ruas ketiga sama panjang dengan ruas kedua, ruas ketiga lebih panjang

dari ruas keempat.

2. Kasta prajurit berukuran kecil. Kepala berwarna coklat tua, dengan lebar

(8)

tanpa mandibel 1,84-2,08 mm. Antena 17 ruas, ruas kedua sama panjang dengan ruas keempat.

Kasta pekerja mempunyai anggota yang terbesar dalam koloni, berbentuk seperti nimfa dan berwarna pucat dengan kepala hypognat tanpa mata facet. Mendibelnya relatif kecil bila dibandingkan dengan kasta prajurit, sedangkan

fungsinya adalah sebagai pencari makanan, merawat telur serta membuat dan memelihara sarang. Mereka mengatur efektivitas dari pada koloni dengan jalan

membunuh dan memakan individu-individu yang lemah atau mati untuk menghemat energi dalam koloninya. Kasta reproduktif primer terdiri dari serangga-serangga dewasa yang bersayap dan menjadi pendiri koloni (raja dan

ratu). Bila masa perkawinan telah tiba, imago-imago ini terbang keluar dari sarang dalam jumlah yang besar. Saat seperti ini merupakan masa perkawinan dimana

sepasang imago (jantan dan betina) bertemu dan segera menanggalkan sayapnya dan mencari tempat yang sesuai di dalam tanah atau di dalam kayu. Kasta prajurit mudah dikenal karena bentuk kepalanya yang besar dengan sklerotisasi yang

nyata. Anggota-anggota dari kasta ini mempunyai mandibel atau rostrum yang besar dan kuat. Fungsi kasta prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan

dari luar(Nandika et al.,2003).

Retensi

Menurut Duljapar (2001), kemampuan suatu jenis kayu dalam menyerap bahan pengawet selama periode waktu tertentu disebut retensi. Retensi dihitung

(9)

R = B1 – B0 V

x K

Dimana : R = retensi bahan pengawet

B1 = berat contoh uji setelah diawetkan B0 = berat contoh uji sebelum diawetkan V = volume contoh uji setelah diawetkan K = konsentrasi larutan bahan pengawet

Susanto (2002) mengemukakan derajat pengawetan kayu diukur dengan tiga macam tolak ukur yaitu penetrasi, absorbsi dan retensi bahan pengawet.

Retensi bahan pengawet adalah suatu ukuran yang menggambarkan banyaknya (beratnya) zat pengawet murni yang dapat dikandung oleh kayu setelah

diawetkan. Semakin banyak jumlah bahan pengawet murni yang dapat menetap (terfiksasi) dalam kayu, retensi bahan pengawet itu juga semakin besar. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah bahan pengawet yang dapat diserap oleh

kayu, semakin kecil pula retensi pengawetan itu. Dengan demikian, retensi bahan pengawet dinyatakan dalam satuan gram/cm3 atau kg/m3.

Kayu perlu diawetkan dengan retensi yang berbeda-beda, bergantung pada kondisi pemanfaatan kayu yang telah diawetkan. Bila kayu itu akan digunakan di dalam ruangan (interior), retensinya dapat kurang dari 8 kg/m3.Bila kayu itu akan

digunakan di luar ruangan (eksterior) dan tidak bersentuhan dengan tanah, retensi bahan pengawet minimal 8 kg/m3. Namun bila kayu digunakan dalam kondisi

Gambar

Tabel 1. Kandungan Kimia Cangkang Kemiri

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perkembangan terakhir ini, hermeneutika dipahami sebagai sebuah teori, metodologi dan praksis penafsiran, yang digerakkan ke arah penangkapan makna dari

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa LKS berbasis ICT pada materi sistem syaraf yang dikembangkan memenuhi kategori dari

Ballpen Bic Crystal Medium Black Buah 4.500 Ukr.. Ballpen Bic Diamante Buah

Salah satu usaha pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan dilaksanakan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, yang menyatakan

110% 1 Mening- katnya produksi Padi 1 Persentase peningkatan produksi padi 0.6 0,6 0,6 0,6 0,6 Meningkatka n Intensitas Pertanaman (IP) dan produktivitas Program peningkatan

Dengan menggunakan metode SAW dalam sistem seleksi siswa baru di SMK Miftahul Huda Ciwaringin bertujuan untuk memudahkan panitia dalam menentukan perankingan calon siswa

Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Melalui Metode Card Sort Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Timpik 01 Kec.. Farid

dari uji ANOVA atau F tes ternyata didapat F hitung 14,388 : dimana F hitung > F tabel (14,388 > 2,89) serta dengan nilai signifikan = 0,000< 0,05 maka Ho