• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Perilaku Pemilik Anjing Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies di Kota Binjai Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Perilaku Pemilik Anjing Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies di Kota Binjai Tahun 2016"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit anjing gila atau yang dikenal dengan nama rabies merupakan suatu

penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat, yang disebabkan oleh virus rabies

dan ditularkan melalui gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) yaitu anjing, kucing,

dan kera. Penyakit ini menular kepada manusia karena gigitan binatang-binatang

tersebut. Penyakit ini menunjukkan gejala klinis pada hewan dan manusia selalu

diakhiri dengan kematian, sehingga mengakibatkan rasa cemas dan takut bagi orang

yang terkena gigitan dan juga menimbulkan kekhawatiran serta keresahan bagi

masyarakat pada umunya (Depkes RI, 2010).

Menurut WHO, rabies terbesar secara luas di dunia, lebih dari 150 negara

terinfeksi oleh penyakit zoonsis ini. Wilayah dengan kasus rabies terbanyak ialah

Afrika, Asia dan Amerika selatan. Jumlah kematian akibat rabies ini berbeda-beda

tiap negara. Jumlah kematizn akibat rabies relatif lebih rendah di eropa dan Amerika

Utara, yaitu 0-2 kematian per tahun. Negara-Negara bebas rabies di dunia, antara

lain Australia, Inggris, Jepang, New Zealand, Scandinavie dan Taiwan

Laporan OIE (Organization International des Epizooties) menyatakan bahwa

penyakit Rabies di negara berkembang merupakan penyakit kedua yang paling

ditakuti wisatawan mencanegara setelah penyakit malaria. Angka kematian rabies

mencapai 100% dengan menyerang pada semua umur dan jenis kelamin. Rabies

menyebabkan 30.000-70.000 kematian per tahun. Reservior utama penyebab rabies

(2)

Canada dan Amerika Serikat yang kasus rabiesnya lebih sering disebabkan singgung

rakun, dan rubah. Selain itu, infeksi binatang liar termasuk kelelawar dapat

menularkan rabies pada manusia, namun jumlah terbesar penyebab rabies sekaligus

penyebab kematian terbanyak disebabkan oleh anjing. Lebih dari 90% kasus rabies

pada manusia di Asia dan Afrika disebabkan oleh Anjing.

Di Indonesia, kasus rabies pertama kali dilaporkan oleh Esser pada tahun

1884 pada seekor kerbau, kemudian oleh Penning tahun 1889 pada seekor anjing

oleh Eiler de Zhann tahun 1894 pada manusia. Kasus ini terjadi di propinsi jawa

barat dan setelah itu penyakit rabies terus menyebar ke daerah Indonesia lainnya.

Sampai saat ini daerah tertular rabies terdapat di 24 provinsi dari 33 provinsi di

Indonesia dan hanya terdapat 9 provinsi yang masih dinyatakan sebagai daerah

bebas rabies yaitu sebagai berikut ; Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI

Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, NTB, Jawa Timur, Papua Barat, dan Papua.

Berdasarkan laporan dari Kemenkes RI tahun 2013 menunjukkan bahwa

dari tahun 2008 sampai tahun 2012 jumlah specimen positif Hewan Penular

Rabies (HPR) menunjukkan peningkatan. Tahun 2012 kasus GPHR yaitu

sebanyak 84.750 kasus. Jumlah spesimen yang diperiksa tahun 2012 sebanyak

1.115 spesimen, sedangkan kematian karena rabies pada manusia berdasarkan uji

lyssa sebanyak 135 kasus. Jumlah kasus lyssa pada tahun 2012 terjadi di 16

provinsi dan 62 Kabupaten/Kota. Pada tahun 2013 sampai bulan juli, kasus GPHR

yaitu sebesar 18.548 kasus dan jumlah kasus rabies pada manusia berdasarkan uji

(3)

Di Sumatera Utara sepanjang tahun 2014 di sejumlah daerah kabupaten

kota Sedikitnya 10 orang meninggal karena rabies. Kabupaten/Kota tercatat

korban gigitan Anjing sebannyak 2.949 orang.Untuk kasus gigigtan yang diberi

Vaksin Anti Rabies (VAR) berjumlah sebanyak 2.250 orang da nada specimen

hewan yang positif rabies. Untuk kasus gigitan terbanyak di Dairi 461 gigitan 1

positif rabies. Di Kota Medan terjadi kasus gigitan sebanyak 266 kasus gigitan

dan yang diberi VAR (Vaksin Anti Rabies) 158 orang , meninggal 1 orang serta 8

spesimen hewan positif rabies. Kemudian Tapanuli Utara 250 orang, 172 kasus

gigitan yang diberi VAR dan 1 kasus Lysa. Humbahas ada 216 kasus gigitan, 156

yang diberi VAR. (Dinkes Sumut, 2015)

Di kota Binjai kasus gigitan di tahun 2014 terjadi 2 kasus gigitan dan

positif rabies setelah 5 tahun terakhir tidak pernah terjadi lagi penyebaran

penyakit rabies. Ini dapat menjadi masalah yang serius dikarenakan dari data

Dinas Peternakan Dan Pertanian Kota Binjai di Tahun 2014 jumlah populasi

anjing di Kota Binjai dari 5 kecamatan terdapat 1783 populasi yang terdaftar,

jumlah anjing yang sudah tervaksin adalah sekitar 512 ekor dari populasi

keseluruhan di Kota Binjai. Hanya sekitar 20% yang sudah tervaksin dan 80%

belum dilakukan vaksinisasi. Ini akan menjadi masalah ketika pemilik anjing di

kota Binjai tidak memberikan ijin untuk dilakukannya vaksinisasi oleh petugas

kesehatan serta masyarakat tidak merasa peduli akan kesehatan anjing peliharaan

yang mereka miliki. Karena akan membuat peluang besar terjadinya penyebaran

(4)

Table 1.1. Distribusi Populasi Anjing di Kota Binjai tahun 2014

No Kecamatan Jumlah populasi

1. Binjai Utara 506 Ekor

2 BInjai Kota 257 Ekor

3. Binjai Selatan 283 Ekor

4 Binjai Timur 304 Ekor

5. Binjai Barat 433 Ekor

Jumlah /Total 1783 Ekor

Sumber : Dinas Peternakan dan Pertanian Kota Binjai

Distribusi Populasi Anjing Di Kota Binjai Tahun 2014 Rabies adalah penyakit menular yang akut dari susunan saraf pusat yang

dapat menyerang hewaan berdarah panas dan manusia yang disebabkan oleh virus

rabies. Bahaya rabies berupa kematian gangguan ketentraman hidup masyarakat.

Hewan seperti anjing, kucing, dan kera yang menderita rabies akan menjadi

ganas dan biasanya cendrung menyerang dan mengigit manusia. Penderita rabies

sekali gejala klinis timbul biasanya diakhiri dengan kematian. Pada hewan yang

menderita penyakit ini biasanya di temukan virus dengan konsentrasi tinggi pada

air ludahnya, oleh karena itu penularan umumnya melalui suatu luka gigitan.

(Hiswani, 2015).

Mengingat bahaya dan keganasan rabies terhadap kesehatan dan

ketentraman hidup masyarakat, maka usaha pengendalian penyakit berupa

(5)

Salah satu strategi yang dilakukan dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan rabies adalah dengan meningkatkan Peran Serta Masyarakat

(PSM), di mana yang menjadi sasaran adalah ; Individu, keluarga, dan masyarakat

di daerah yang tertular rabies agar mampu melindungi diri dari rabies. Salah satu

cara yang dilakukan yaitu dengan melakukan identifikasi pengetahuan, sikap, dan

Tindakan masyarakat tentang rabies. Perilaku masyarakat yang diharapkan adalah

yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah

terjadinya resiko penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta

berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat ( Depkse RI, 2010 ).

Dari segi teknis, pencegahan dan pemberantasan rabies dilakukan secara

konsisten, namun dalam pelaksanaannya dilapangan tidak lah sederhana.Banyak

aspek-aspek non-teknis, baik berupa sosial budaya maupun tingkat pendidikan

dan kondisi ekonomi masyarakat memengaruhinya. Aspek-aspek tersebut saling

berhubungan satu sama lain baik secara langsung maupun tidak langsung,

sehingga pencegahan dan pemberantasan rabies di lapaangan tidak mudah

dilaksanakan (Deptan, 2010).

Hasil penelitian Elfira Malahayati di desa Kwala Bekala Padang Bulan

Tahun 2011 menyebutkan variable karakteristik pemilik anjing berpengaruh

terhadap partisipasinya dalam pencegahan penyakit rabies yaitu variable umur,

pengetahuan dan pendidikan.

Berbeda dengan hasil penelitian dilakukan oleh Efelina F.Lumbantoruan di

(6)

bahwa sikap pemilik anjing mempunyai distribusi kuat dibandingkan dengan

faktor pengetahuan dan pendidikan dalam pencegahan rabies.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian

bagaimana Gambaran Perilaku Pemilik Anjing terhadap pencegahan Penyakit

Rabies di Kota Binjai Tahun 2015.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka yang menjadi perumusan

masalah adalah “Bagaimana Gambaran Perilaku Pemilik Anjing Terhadap

pencegahan terjadinya Penyakit Rabies di Kota Binjai Tahun 2015.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan Gambaran Perilaku Pemilik

Anjing terhadap Pencegahan Penyakit Rabies di Kota Binjai Tahun 2015.

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Gambaran Perilaku Pemilik Anjing terhadap

Pencegahan Penyakit Rabies di Kota Binjai Tahun 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pemilik anjing

terhadap pencegahan penyakit rabies.

b. Untuk mengetahui sikap pemilik anjing terhadap pencegahan

(7)

c. Untuk mengetahui tindakan pemilik anjing terhadap

pencegahan penyakit rabies.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Memperluas pengetahuan masyarakat kota Binjai akan bahaya dan

pencegahan penyakit rabies.

b. Memberikan informasi kepada masyarakat kota Binjai bagaimana

berperilaku sehat dalam memelihara anjing peliharaan.

c. Memberikan Informasi kepada Dinas Peternakan dan pertanian

bagaimana pengetahuan masyarakat tentang penyakit rabies.

Sehingga dapat lebih memberikan kebijakan untuk pencapaian kota

Gambar

Table 1.1. Distribusi Populasi Anjing di Kota Binjai tahun 2014

Referensi

Dokumen terkait

Mengalami penurunan menjadi sebesar 199,84% pada tahun 2009, hal ini terjadi dikarenakan hutang lancar mengalami peningkatan di tahun 2009 namun penurunan rasio

TATA CARA PERHITUNGAN : Dokumen dihitung tercapai apabila ditetapkan paling lambat sesuai dengan target yang telah ditetapkan.. : Bagian Program dan Pelaporan,

a. Kas di Bendahara Penerimaan, merupakan saldo kas yang dikelola oleh bendahara penerimaan untuk tujuan pelaksanaan penerimaan di lingkungan kementerian/lembaga

Dari hasil perhitungan tersebut, untuk mendapatkan nilai sigma dikonvesikan dari hasil perhitungan DPMO dengan tabel six sigma yaitu untuk DPMO 76000 nilai six sigma nya

Hasil dari pengumpulan data hasil rata-rata nilai tes ketelitian pada mahasiswa yang mengerjakan soal tes ketelitian diruang iklim pada pencahayaan rendah (±200lux)

Berdasarkan data arkeologis diperoleh bukti bahwa teknik tatap-pelandas yang dipadukan dengan roda putar terus digunakan pada masa berkembangnya pengaruh agama

bentuk yang dekoratif. Hal ini dikarenakan seni ukir naturalis tidak dipakai lagi di Minangkabau sejak masuknya Islam. Motif ukiran berasal dari tumbuhan, binatang,