• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTIK PERADILAN TATA NEGARA. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PRAKTIK PERADILAN TATA NEGARA. docx"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTIK PERADILAN TATA NEGARA

dibawahnya.Namun, apabila peradilan tata negara itu dipersempit maknanya dengan tidak mencakup peradilan tata usaha negara yang dilembagakan secara tersendiri dalam lingkungan MA, maka peradilan tata negara dimaksud dapat kita kaitkan dengan fungsi MK dan fungsi tertentu dari MA.1

Oleh karena itu, peradilan tata negara itu sendiri ada 3 pengertian, yaitu:(i) peradilan tata negara dalam arti yang paling luas dimana mencakup peradilan tata negara (constitutional adjucation) yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dan peradilan tata usaha negara (administrative adjucation) yang dilakukan oleh Mahkamah Agung serta badan-badan peradilan tata usaha negara; (ii) peradilan tata negara dalam arti yang lebih sempit tetapi masih tetap luas adalah peradilan tata negara (constitutional adjucation) yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi ditambah peradilan pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang yang dilakukan oleh Mahkamah Agung menurut Pasal 24A ayat (1) UUD 1945.2Pengujian peraturan perundang-undangan itujuga termasuk lingkup PTN dalam arti luas ;(iii) PTN dalam arti sempit, yaitu peradilan yang dilakukan oleh MK menurut ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan Pasal 7B khususnya ayat (4) UUD 1945.3

Dalam rangka peradilan tata negara dalam pengertian yang kedua,proses pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dapat dikategorikan sebagai bentuk peradilan tata negara juga.Demikian pula dalam pengertian yang pertama,PTUN juga termasuk kedalam pengertian PTN.Dengan demikian,peradilan tata negara itu tidak hanya berkaitan dengan MK.Artinya,proses PTUN,proses pengujian peraturan perundang-undangan,proses peradilan didalam lingkungan MA serta aparatur penegakan hukum sebagai keseluruhan, juga termasuk objek kajian hukum tata negara sebagai ilmu.4

1 Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,S.H.,Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,Jakarta:RajawaliPers,2009,hlm-267.

2 Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 ini berbunyi,”Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat tinggi kasasi,menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang,dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.”

3 Pasal 7B ayat (4) UUD 1945 ini berbunyi, “Mahkamah Konsitusi wajib memeriksa,mengadili,dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.”

(2)

Misalnya, mekanisme hubungan antara kepolisian sebagai lembaga penyidik dengan kejaksaan sebagai lembaga penuntut atau mekanisme hubungan antara MA dan Komisi Yudisial,juga ternasuk kedalam lingkup kajian HTN.5

2.Pengujian Konstitusionalitas Undang-Undang

Pihak yang berhak mengajukan permohonan pengujian UU adalah:(i) perorangan atau kelompok warga negara; (ii) kesatuan masyarakat yang masih hidup,sesuai dengan perkembangan dan prinsip NKRI, yang diatur dalam UU;(iii)badan hukum privat atau badan hukum publik; atau (iv) lembaga negara.6Syarat-syarat yang harus terpenuhi menurut UU No.24 Tahun 2003 adalah bahwa keempat subjek hukum tersebut dapat membuktikan dirinya mempunyai hak atau kewenangan konstitusional yang dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang atau ketentuan UU yang bersangkutan sehingga memohon agar UU atau bagian dari ketentuan UU dimaksud dinyatakan tidak mengikat untuk umum.7

UU merupakan produk demokrasi.Jika UU telah dibahas dan disetujui oleh DPR dan Presiden, kemudian disahkan oleh presiden sebagaimana semestinya,berarti UU yang bersangkutan telah mencerminkan kehendak politik mayoritas rakyat yang diwakili oleh DPR dan aspirasi rakyat pemilih presiden yang mendapatkan dukungan mayoritas suara rakyat melalui pemilu.Namun demikian, suara mayoritas rakyat yang tercermin dalam UU tidaklah identik dengan suara seluruh rakyat yang tercermin dalam UUD.Suara mayoritas rakyat tidak selalu identik dengan suara keadilan dan kebenaran konstitusi. Oleh sebab itu, jika UU dengan UUD , UU itu baik sebagian materinya atau seluruhnya dapat dinyatakan tidak mengikat untuk umum, meskipun yang menyatakannya hanya terdiri atas 5 dan 9 orang hakim pada MK.Dengan cara demikian, melalui proses peradilan tata negara yang

fair,independen,imparsial, dan terbuka, Mahkamah Konstitusi dapat menjalankan fungsinya sebagai pengeimbang atau penyeimbang(countervailing power) dan sekaligus mengawali dinamika proses demokrasi berdasarkan konstitusi (the guardian of the constitutional democracy).8

5 Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,loc.cit.

6 Mengenai kewenangan dari MK lihat saja dalam Pasal 24C UUD 1945 dan Pasal10 UUD No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

7 Prof.Dr.Jimly asshiddiqie,op.cit.,hlm-270.

(3)

3.Pembubaran Partai Politik

Terkait dengan keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu penyelenggara kekuasaan negara dalam kehidupan yang demokrasi, perlu kiranya memahami kewenangan-kewenangan Mahkamah Konstitusi, khususnya terkait dengan proses kehidupan bernegara yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, dan memberikan rakyat kebebasan untuk menentukan kehidupannya. Dalam kehidupan berdemokrasi disuatu negara hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, dimana hak berserikat dan berkumpul termasuk didalamnya, kiranya kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam hal memutus pembubaran Partai politik perlu ditinjau. Sehubungan dengan keberadaan partai politik sebagai salah satu sarana kehidupan berdemokrasi yang menjadi hak asasi setiap warga negara.

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur tentang pembubaran Partai Politik dalam Pasal 24C ayat (1) yang berbunyi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus pembubaran partai politik. Begitu pula dalam Pasal 20 Undang Undang No. 31 Tahun 2003 Tentang Partai Politik, ditegaskan bahwa partai politik bubar apabila membubarkan diri atas keputusan sendiri; menggabungkan diri dengan partai politik lain; dan terakhir dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi. Ketentuan yang jelas dan tegas menentukan alasan hukum bagi partai politik untuk dibubarkan terdapat pada Pasal 28 ayat (6) UU No. 31 Tahun 2002 yang berbunyi: Pengurus partai menggunakan partainya untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) dituntut berdasarkan Undang Undang Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab Undang Undang Tentang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara dalam Pasal 107 huruf e, huruf d, dan huruf e, dan partainya dapat dibubarkan.

Pasal 107 Undang Undang No. 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab Undang Undang Hukum Pidana tersebut berbunyi: “Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

“Barangsiapa yang secara melawan hukum dimuka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apa pun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.

a. Barangsiapa yang mendirikan organisasi yang diketahui atau pun diduga menganut ajaran Komunisme/Marxixme-Leninisme atau dalam segala bentuk dan perwujudannya; atau

(4)

Komunisme/Marxixme-Leninisme atau dalam segala bentuk dan perwujudannya dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan Pemerintah yang sah.

Maksud tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah bahwa pembentukan, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, maksud, tujuan, asas, program kerja dan perjuangan Partai Politik tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Undang Undang No. 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, berdirinya suatu partai digariskan sebagai berikut:

(1) Asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(2) Setiap partai politik dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai dengan kehendak dan cita-citanya yang tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan undang-undang.

(1) Tujuan umum partai politik adalah:

a. mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

c. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

d. cita-citanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

(2) Tujuan khusus partai politik adalah memperjuangkan cita-citanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(3) Tujuan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan secara konstitusional.

Kemudian mengenai larangan bagi suatu partai ditegaskan sebagai berikut:

(1) Partai Politik dilarang menggunakan nama, lambang atau tanda gambar yang sama dengan :

a. bendera atau lambang negara Republik Indonesia;

b. lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah;

c. nama, bendera, atau lambang negara lain dan nama, bendera, atau lambang lembaga/badan internasional;

(5)

e. yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan partai politik lain.

(2) Partai politik dilarang :

a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya;

b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau

c. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah negara dalam memelihara persahabatan dengan negara lain dalam rangka ikut memelihara ketertiban dan perdamaian dunia.

(3) Partai politik dilarang :

a. menerima dari atau memberikan kepada pihak asing sumbangan dalam bentuk apa pun, yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

b. menerima sumbangan, baik berupa barang maupun uang, dari pihak mana pun tanpa mencantumkan identitas yang jelas; atau

c. meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa atau dengan sebutan lainnya, koperasi, yayasan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi kemanusiaan.

(4) Partai politik dilarang mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham suatu badan usaha.

(5) Partai politik dilarang menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran atau paham Komunisme/Marxisme-Leninisme

Dengan demikian, dari pemaparan pasal-pasal pada perundang-undangan yang berbeda diatas, dapat disimpulkan bahwa indikator penting yang diperhatikan Mahkamah Konstitusi dalam proses pembubaran Partai Politik, adalah mengacu kepada:

1. Ideologi Partai

2. Asas Partai

3. Tujuan Partai

4. Program Partai

5. Kegiatan Partai Politik yang bersangkutan.

Pasal 68 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Bagian

(6)

(1) Pemohon adalah Pemerintah

(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang ideologi,

asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang bersangkutan, yang dianggap

bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan demikian, pembubaran partai politik dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi atas permohonan pemerintah, atau dalam hal ini lembaga eksekutif. Dalam permohonannya pemerintah harus memaparkan alasan seputar pembubaran tersebut, berdasarkan indikator-indikator diatas, yaitu Ideologi Partai, Asas Partai, Tujuan Partai, Program Partai, Kegiatan Partai Politik yang bersangkutan. Sehingga sesuai dengan hukum yang mengatur tentang mekanisme pembubaran partai oleh Mahkamah Konstitusi.9

4.Perselisihan Hasil Pemilu

Hasil pemilihan umum merupakan hasil dari suatu kompetisi politik antar peserta pemilihan umum.Kualitas demokrasi sangat tergantug kepada kualitas hasil pemilihan umum, dan kualitas hasilnya tergantung pula pada kualitas proses penyelenggaraan pemilihan umum itu sendiri.Oleh sebab itu, Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menentukan, “pemilihan umum dilaksanakan secara langsung,umum,bebas,rahasia,jujur dan adil setiap lima tahun sekali.”Jika sebelum asas pemilihan umum hanya ditentukan harus langsung,umum,bebas dan rahasia, maka sekarang ditambah dua asas lagi, yaitu jujur dan adil.10

Jika dalam penyelenggaraan penghitungan suara hasil pemilu itu timbul perselisihan pendapat di antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu, perselisihan semacam itu tidak dapat lagi diatasi melalui upaya-upaya yang bersifat administratif,akan diselesaikan melalui perkara di MK.MK harus menyediakan jalan konstitusi atau mekanisme hukum untuk menyelesaikan perselisihan mengenai hasil pemilu itu,sehingga perselisihan tidak berkembang menjadi konflik politik atau apalagi berubah menjadi konflik sosial.11

9 http://reservedhr.blogspot.co.id/2012/11/pembubaran-partai-politik-dalam-hukum.html , diakses pada tanggal 12 November 2017 pukul 11.50 WIB

10 Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,op.cit.,hlm.273.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Asshiddiqie, Jimly.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara.Jakarta:Rajawali Pers,2009.

Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Tentang Mahkamah Konstitusi,UU No.24 Tahun 2003.

Undang-Undang Tentang Perubahan KUHP, UU No. 27 Tahun 1999.

Undang-Undang Tentang Partai Politik,UU No.31 Tahun 2002

Internet:

Referensi

Dokumen terkait

perbandingan yang mungkin dan menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk merubah pertimbangan. Untuk mengisi matrik perbandingan berpasang anyaitu dengan

Grafik rerata skor panelis terhadap kecepatan larut tablet effervescent wortel Hasil uji Friedman menujukkan bahwa perlakuan penambahan natrium bikarbonat dan asam sitrat

NO PROGRAM AKUN URAIAN PAGU

Pemberian dosis pupuk NPK 6 g dan konsentrasi air kelapa 50% menunjukkan pengaruh yang lebih baik pada parameter tinggi bibit kakao, luas daun dan berat kering

Pemerintah Daerah Kulon Progo menggandeng perusahaan daerah dalam hal ini PDAM Tirta Binangun untuk membuat inovasi produk air minum dalam kemasan AMDK yang bertujuan untuk

1. Pesan dakwah tentang aqidah dalam tradisi Mappadendang di Desa Kebo Kecamatan Lilirilau Kabupaten Soppeng. Adalah keimanan kepada Allah yang ditekankan pada sifatnya yang

Kotoran kambing dapat digunakan sebagai bahan organik pada pembuatan pupuk kandang karena kandungan unsur haranya relatif tinggi dimana kotoran kambing bercampur dengan air

• misalkan untuk menduga rata-rata dengan presisi d0 dan tingkat reliabilitas yang dikehendaki Z0, maka besarnya ukuran sampel yang dibutuhkan untuk masing-masing tipe