• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPOSISI BUDAYA PEMBANGUNAN INDONESIA DE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REPOSISI BUDAYA PEMBANGUNAN INDONESIA DE"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

REPOSISI BUDAYA PEMBANGUNAN INDONESIA MELALUI

PEMATRIAN BUDAYA BAHARI

(2)

Esai dengan judul “REPOSISI BUDAYA PEMBANGUNAN INDONESIA MELALUI PEMATRIAN BUDAYA BAHARI” ini merupakan esai hasil karya ketiga penulis yang terdiri dari 1.785 kata. Melalui esai ini, penulis mengharapkan kepada pembaca khususnya seluruh masyarakat Indonesia tersadar kembali dan bangun dari tidur nyenyaknya untuk menyadari bahwa betapa kayanya negeri ini. Banyak potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan di indonesia karena kekayaan alamnya yang melimpah. Namun, yang terjadi selama ini kekayaan yang dimiliki tidak sinkron dengan situasi kesejahteraan masyarakat indonesia sendiri, bukti bahwa pembangunan nasional tidak berjalan dengan baik. Hal ini memaksakan indonesia harus berfikir keras untuk mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadap terkait kesejahteraan. Selama ini indonesia meorientasikan pembangunanya kearah pengelolaan daratan (agraris), yang mana merupakan kebiasaan warisan Belanda pada saat menjajah Indonesia. Memaksa masyarakat Indonesia bekerja menanam dan memanen rempah-rempah untuk Belanda, membentuk mentalitas agraris Indonesia.

(3)

REPOSISI BUDAYA PEMBANGUNAN INDONESIA MELALUI PEMATRIAN BUDAYA BAHARI

Oleh: Prima Agung Palupi1

Dari sabang sampai marauke berjajar pulau-pulau, saling menyambung menjadi satu itulah Indonesia. Demikian lagu wajib komponis legendaris R. Suharjo. Lagu wajib nasional dari sabang sampai marauke telah menjelaskan bahwa Indonesia terdiri dari beberapa pulau-pulau yang tentunya memiliki perairan yang luas pula. Sebagai Negara archipelago2

terbesar di dunia, wilayah lautan Indonesia memiliki perbandingan luas dua pertiga dari pada luas wilayah daratannya. Selain itu, wilayah lautan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah di dalamnya yang diibaratkan sebagai harta karun yang terpendam. Namun, sayangnya Indonesia masih terlena akan kekayaan daratan dan hanya berkonsentrasi pada pengelolaan daratannya. Hal tersebut adalah kebiasaan warisan penjajah Belanda yang dulunya memaksa rakyat Indonesia untuk bekerja dalam menanam dan mengumpulkan rempah-rempah untuk Belanda, sehingga membentuk mentalitas yang melemahkan pemikiran dan jiwa masyarakat Indonesia sebagai masyarakat maritim. Kebiasaan itupun terus terbawa hingga saat ini. Tentunya ini menjadi belenggung bagi Indonesia yang mengharuskan keluarnya Indonesia dari belenggung tersebut dan merubah arah pembangunannya beorientasi pada bahari

Sudah lebih setengah abad Indonesia merdeka, namun belum ada wujud pembangunan yang memberikan kesejahteraan murni bagi rakyatnya. Kesejahteraan murni yang dimaksud adalah kesejahteraan yang merata dan tidak merugikan satu pihak manapun dalam lingkungan masyarakat, dalam hal ini tidak memberikan potret kehidupan ada si kaya dan ada si miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa pada Maret 2013 tercatat angka kemiskinan mencapai 28,28 juta orang atau 11,25% dari total populasi penduduk Indonesia. Kemudian pada bulan Maret 2014 angka kemiskinan tercatat sekitar 28,17 juta orang3. Apabila dibandingkan antara tahun 2013 dan 2014 memang angka kemiskinan mengalami penurunan, namun tidak signifikan. Angka kemiskinan 28 juta orang bukanlah merupakan angka yang kecil bagi Negara yang penuh akan kekayaan alamnya. Berbagai upaya melalui kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah namun tidak membuahkan hasil

1 Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kampus Jakarta

2 Negara Archipelago adalah Negara yang terdiri dari banyak pulau yang mana laut, udara, dan daratan menjadi satu kesatuan nusantara.

(4)

juga. Maka dari itu, sangat perlu kebijakan ekstra khusus untuk penanganan kemiskinan di Indonesia.

Mengenal bangsa dan mengenal jatidiri yang sesungguhnya merupakan langkah yang sangat jitu untuk mengubah nasib buruk yang menimpah Indonesia saat ini. Negara Indonesia telah ditakdirkan terlahir menjadi bangsa bahari sebagai kodratnya, yang seharusnya dapar memberikan Rahmat kepada rakyatnya, namun realita yang terjadi adalah kodrat tersebut malah menjadi laknat bagi Indonesia. Buktinya, data terakhir terkait jumlah nelayan miskin Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahwa terdapat kurang lebih 8 juta nelayan miskin atau 25,14% dari total penduduk miskin di Indonesia4. Layakkah sebuah Negara yang kaya akan sumber daya lautnya memiliki nelayan yang miskin. Hal ini menjadi alaram bagi Indonesia untuk sadar dan terbangun dari mimpi buruknya. Beranjak dari keterpurukan dan mencoba untuk membuat suatu perencanaan besar kembali demi pembangunan menuju Indonesia sejahtera. Maka dari itu pradigma pembangunan baru harus diciptakan oleh Indonesia kedepannya. Budaya pembangunan yang selama ini berorientasi pada budaya daratan atau agraris perlu di rubah menuju arah pembangunan yang berorientasi budaya bahari.

INDONESIA MENGUBAH HALUAN

Budaya pembangunan yang selama ini berorientasikan agraris perlu di transformasi ke dalam budaya pembangunan bahari, mengingat Indonesia terlahir sebagai bangsa bahari. Bangsa bahari tidak berarti bahwa sebagian besar masyarakatnya adalah para nelayan atau orang-orang yang hidup dipesisir pantai, namun bagaimana bangsa itu menyadari bahwa kehidupan masa depannya bergantung pada lautan. Lautan dijadikan sebagai tulang punggung perekonomian bangsa dan Negara itulah wujud Negara bahari. Dengan demikian maka akan terbentuk sebuah karakter atau budaya bahari yang akan selalu memperhatikan, menggali, memanfaatkan serta meng-eksplore akan besarnya manfaat sektor kelautan.

Sangat banyak potensi kelautan yang dimiliki oleh Indonesia, namun sampai saat ini masih terabaikan. Pertama, potensi bioteknologi bahari Indonesia selama ini belum dikembangkan secara optimal. Padahal ini dapat meningkatkan pertumbuhan nilai ekonomi melalui pemanfaatannya sebagai obat anti kanker, makanan laut, pembuatan kertas, dan bioethanol. Kedua, sektor perikanan Indonesia merupakan sektor harapan bangsa Indonesia

(5)

kedepan sebagai harta karunnya. Namun belum dimanfaatkan secara optimal oleh bangsa Indonesia sendiri. Melalui optimalisasi sektor perikanan seperti memberikan fasilitas jalan dari dan ke pelabuhan ikan, menyediakan pasokan sumber energi listrik yang besar untuk gudang pendingin (cold storage) dan meningkatkan penyediaan tekhnologi untuk pengelolaan ikan, tentunya dapat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat secara menyeluruh dan mampu menghasilkan devisa Negara untuk membayar hutang pemerintah yang belum terbayar. Ketiga, terumbu karang yang merupakan komponen utama sumber daya pesisir dan laut yang apabila dimanfaatkan secara optimal melalui pembukaan objek wisata bawah laut sehingga mengundang minat wisatawan dalam negeri maupun mancanegara, dapat memberikan kontribusi yang tidak ternilai harganya bagi pemerintah. Keempat, potensi Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Sejak deklarasi Juanda 1957, Indonesia seakan-akan membiarkan potensi tiga ALKI yang dimilikinya ini untuk dilalui kapal-kapal secara bebas. Padahal, apabila dimanfaatkan jalur tiga ALKI ini, yaitu ALKI I melintasi Laut Cina Selatan-Selat Karimata-Laut Jakarta-Selatan-Selat Sunda, ALKI II melintasi Laut Sulawesi-Selatan-Selat Makassar-Laut Flores-Selat Lombok, dan ALKI III melintasi Samudera Pasific-Selat Maluku, Makassar-Laut Seram, dan Laut Banda, dapat meningkatkan raupan devisa sebesar miliaran rupiah setiap tahunnya5. Dari keempat potensi yang dimiliki oleh kelautan Indonesia tersebut, memaksa Indonesia untuk segera mungkin mengubah haluan arah pembangunanya. Tidak berarti mengabaikan sektor agraris, namun orientasi pembangunan harus didominasikan ke sektor bahari melalui pematrian budaya bahari.

Tentunya peran perubahan haluan arah pembangunan ini tidak terlepas dari peran pemerintah dan masyarakat suatu Negara itu sendiri. Maka dari itu pematrian budaya bahari akan dilakukan kepada pihak pemerintah sebagai penyelenggara dan pemberi fasilitas pembangunan nasional serta kepada masyarakat itu sendiri sebagai stakeholder pembangunan nasional. Dengan menanamkan budaya bahari kepada pemerintah dan juga masyarakat, diharapkan akan memberi akselerasi penerapan budaya bahari pada pembangunan Indonesia. Sehingga terciptalah pembangunan Indonesia yang berorientasi pada budaya bahari.

Jalannya suatu pembangunan yang efektif pada suatu Negara merupakan hasil dari pada kinerja pemerintahan Negara itu sendiri. Kemudian pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila dipimpin oleh pemimpin yang memiliki integritas, kompetensi, dan komitmen dalam kepemimpinanya6. Maka dari itu untuk mematrikan budaya bahari pada pemerintahan Indonesia diperlukanlah pemimpin dalam hal ini Presiden yang mampu membawa budaya

(6)

bahari tersebut dalam kepemerintahannya. Berbicara mengenai kepemimpinan bahari, tidaklah berbicara mengenai seni dalam memimpin. Melainkan lebih mengarah pada komitmen untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan realita kehidupan Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan laut. Melalui kepemimpinan bahari seorang Presiden, maka dengan mudah budaya bahari tersebut dapat disebar keseluruh unsur-unsur pemerintahan Indonesia lainnya. Seperti kementerian-kementerian yang memiliki orientasi kearah pengelolaan kelautan. Wujud pelaksanaan budaya bahari tersebut dapat dilakukan dengan memprioritaskan program kerja kementerian-kementerian yang memang orientasi kerjanya kearah pengelolaan kelautan dan memberikan anggaran yang lebih kepada kementerian yang bertugas mengelolah sektor kelautan sebagai insentifnya7.

Kemudian untuk masyarakat, penanaman budaya bahari dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional. Tentunya diperlukan dukungan dari pemerintah sebagai penyelenggara dan penyedia fasilitas pembangunan nasional. Ketika pemerintahaan telah berbudaya bahari maka dengan mudah pula masayarakat ditanamkan budaya bahari. Dengan mengeluarkan berbagai kebijakan yang berorientasi pada kelautan, itu merupakan salah satu cara pemerintah mensosialisasikan budaya bahari dalam kehidupan masyarakat. Sebagai contoh: kebijakan pemerintah untuk melarang nelayan melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan pukat merupakan sebuah cara untuk mensosialisasikan bahwa penggunaan pukat mampu merusak ekosistem yang ada dilautan pada saat penangkapan ikan, selain itu melalui kebijakan ini pemerintah dapat pula menanamkan pemahaman pada masyarakat bahwa betapa pentingnya menjaga potensi laut untuk pembangunan yang berkelanjutan kedepannya. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentunya dengan tujuan untuk memberikan pemberdayaan kepada masyarakat dalam hal ini masyarakat nelayan. Ketika masyarakat nelayan berdaya maka mereka dengan mudah mampu meningkatkan penghasilannya sendiri, menghidupi keluarganya, keluar dari belenggung kemiskinan, mampu membayar pajak dan membawa Indonesia menuju pembangunan yang lebih baik. Maka dari itu untuk memberikan pemberdayaan kepada nelayan digunakan lima pendekatan pemberdayaan, yaitu diverfikasi pekerjaan, peningkatan tekhnologi, pasar, modal dan solidaritas. Kelima pendekatan tersebut dapat direalisasikan oleh pemerintah dengan memberikan bantuan berupa hibah kepada masing-masing kelompok nelayan sebagai

6 Prof. Muhammad Ryaas Rasyid. “PEMERINTAHAN EFEKTIF dan KOMPETISI GLOBAL: Menggugat Superioritas Sistem Demokrasi”. Makalah diskusi Scientific Traffic yang disampaikan pada komunitas ilmiah IPDN pada tanggal 13 Mei 2015.

(7)

pemodalan, memberikan bantuan untuk mendirikan perumahan, pembangunan infrasturktur berupa jalan akses distribusi ikan dan POM Bensin khusus nelayan, memberikan jaminan kesehatan dan yang paling mendasar adalah menjamin pelayanan pendidikan yang baik bagi anak-anak nelayan. Dengan terlaksananya berbagai program tersebut maka akan tercipta pembangunan yang beorientasi pada budaya bahari. Budaya pembangunan yang mampu meberikan jaminan kesejahteraan hidup bagi bangsa Indonesia.

PERLABUAN AKHIR INDONESIA

Dengan menanamkan budaya bahari pada suatu Negara, akan terbentuk karakter bangsa yang sadar bahwa hidup dan masa depannya bergantung pada lautan, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan laut dengan sebaik-baiknya. Hal ini akan berdampak pula pada penyusunan program pembangunan Negara tersebut. Indonesia sebagai Negara yang kaya akan potensi lautannya tidak akan salah apabila merubah haluan arah pembangunannya menuju pembangunan yang beorientasi kelautan. Karena sangat banyak potensi yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dalam pembangunannya yang mampu memberi jaminan kesejahteraan. Namun, yang perlu digaris bawahi bahwa kesuksesan penggapaian kesejahteraan tidak akan terlaksana apabila tidak adanya komitmen pada pemerintah dan juga masyarakat untuk serius dalam melakukan pembangunan berorientasikan kelautan.

Referensi

Dokumen terkait

tidaknya pengaruh kompetensi pedagogik terhadap kemampuan guru mengelola pembelajaran IPS di SMPN Kota Singaraja Uji t perhitungan dibantu dengan IBM SPSS 16 for

Berdasarkan hasil analisis data pretes dan postes kemampuan pemecahan masalah matematis menunjukkan bahwa rataan pretes pada kelas eksperimen adalah 4,52 sedangkan

This research aims to obtain empirical evidence the effect of fraud triangle factors are financial stability, external pressure, personal financial need, financial

Belajar merupakan kegiatan yang kompleks, yang kemudian didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman. Belajar juga

Proses pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah, menurut Kemendikbud (2013: 146- 147), harus dilaksanakan dengan dipandu prinsip-prinsip atau kriteria ilmiah. Proses

Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku.

Indikator keberhasilan mahasiswa dalam memahami materi adalah hasil belajar yang dicapai pada akhir proses pembelajaran, dengan nilai standar kelulusan

Dengan kata lain, semakin tinggi jumlah kosakata pembelajar yang terekam pada tes tingkatan aktif kosakata, maka semakin rendah penggunaan kosakata pada tingkatan