• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI SETIAP SAAT TUHAN SELALU MEMBERKATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DI SETIAP SAAT TUHAN SELALU MEMBERKATI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DI SETIAP SAAT, TUHAN SELALU MEMBERKATI!!!

Judul di atas sedang ku renungkan dengan merefleksikan segala pengalaman hidup yang dilalui secara pribadi maupun bersama pribadi-pribadi yang lain … LUAR BIASA …

Pada saat di mana secara hitam di atas putih, berikut dengan nota-nota dan hasil rekam yang disodorkan … seolah-olah semuanya adalah pahit … menyesakkan … memilukan … tapi … di “sebelah” itu semua … ada KEAJAIBAN!!!

Saat ini sedang kurasakan karena suatu peristiwa, suatu pengalaman … Dari pengalaman ini … ku runtut waktu ke waktu … melihat pengalaman-pengalaman di dalamnya, ternyata … DI SETIAP SAAT, TUHAN SELALU MEMBERKATI!

PUJI TUHAN … ALLELUIA !!!

Jadi, pada suatu ketika, adikku di Jakarta mengeluh karena kerepotan mengurus anjing-anjing yang tadinya adalah hadiah dari Maria.

Jadi ceritanya, Maria yang adalah seorang dog lovers berniat membantu sahabatnya di Magelang yang mendapat ancaman dari tetangga rumahnya ketika anjing di rumahnya melahirkan. Tetangganya mengancam, jika anak-anak anjing ini tidak segera dibuang, rumah mereka akan dibakar.

Akhirnya, Maria mencari orang untuk merawat anak-anak anjing turunan Kintamani-Coli ini.

Sebelum ke orang lain, karena dia melihat anak-anak ini sangat unyu-unyu, saying kalau diberikan ke orang lain yang tidak dia kenal, Maria menelpon bapakku, menawarinya untuk merawatnya.

Serta merta bapakku setuju, bahkan meminta jantan dan betina. Katanya, bapak pengen yang betina, sedangkan yang jantan akan ditempatkan di Jakarta, menemani adikku. Akhirnya, sepasang anak anjing, jantan dan betina kami kirimkan ke kampong halaman, ke rumah bapakku yang sudah siap tempatnya.

Dalam perjalanan waktu, ternyata kesulitan melanda bapakku, dengan keadaan mirip di Magelang, yaitu ancaman dari tetangga yang tidak suka dengan anjing.

Padahal anjing cuma hidup di dalam halaman rumah sendiri, tidak pernah ke luar pagar.

Oleh karenanya, kedua anak anjing yang sudah ABG ini dikirim ke Jakarta, ke tempat adikku, tepat pada saat syukuran rumah adikku yang baru dihuni di sana.

Kami pun datang ke Jakarta untuk berdoa mengucap syukur atas kehidupan adikku sehingga bisa mendirikan rumah di daerah Jakarta. Selain itu, kami ingin melihat “anak-anak” kami yang dibawa Maria dari Magelang cuma dengan menggunakan sepeda motor bebek sambil berhujan-hujan ria …

Padahal … Magelang Semarang itu bukan cuma 10 – 20 Km. …

Tapi demi keselamatan anak-anak anjing itu dan permintaan bapakku, Maria melaluinya dengan penuh cinta … ☺

Ternyata …

Selang beberapa minggu setelah kedatangan kami … di saat kami sudah kembali ke kota asal …

ada telpon dari Jakarta … dari adikku …,”Ini Mbak … udah lahir 1 … sepertinya, si Vi masih mau melahirkan lagi …”

WAH!!!

Dan itu terjadi sekitar jam 1 pagi !!!

(2)

Akhirnya di minggu-minggu berikutnya … kegalauan melanda adikku lagi … karena HARUS MEMELIHARA 4 MAKHLUK YANG RAJIN MELAKUKAN KERIBUTAN … Ha ha ha haaaaaaa … ribut oleh gonggongan mereka … xixixixixiiiiii ….

Tentu saja, sekalipun belum ada yang mengancam …adikku sebagai makhluk social, merasa hal itu adalah sesuatu yang harus diatasi.

Dengan segala usaha tawar sana tawar sini … akhirnya kami putuskan, untuk memelihara si Vi dan 2 anaknya, soalnya anak satunya lagi yang betina sudah diminta A Mamat untuk dipelihara anaknya yang masih sekolah SD.

Jadi, di rumah adikku masih tinggal sang bapak baru anak-anak yang namanya si Bob dan anaknya 1 ekor yang jantan.

Untuk mengambil si Vi, sang induk, dan kedua anaknya tentu saja kami harus ke Jakarta lagi.

Puji Tuhan, … ada rejeki untuk melakukan itu semua.

13 Juni lalu kami ke Jakarta dengan membawa sebuah kandang anjing yang kami pinjam pada salah seorang dog lover di grupnya Maria.

Tibalah kami di Jakarta …

Oh My God!!!

Si Vi kok kurus sekaliiiiii … kakinya merah-merah …

Padahal adikku bilang, dia makannya banyak juga … duuuh … tapi kok seperti yang sedang sakit …

Terus anak-anaknya … duuuuh …

Yang jantan botak semua … kecuali yang betina. Tapi si betina bibit-bibit kebotakannya terlihat juga …

Apa akibat mereka nenen/menyusu pada si Vi ya?

Kalau kami perhatikan, si Vi membiarkan anak-anaknya yang jantan menyusu kepadanya, tapi sering menghardik anaknya yang betina untuk menyusu. Jadi, si anak betina kalau mau menyusu suka ngumpet-ngumpet kalau saudara-saudaranya yang lain udah menutupi pandangan emaknya … he he …

Semua anak si Vi gendut – gendut semua … si Vi seperti disedot anak-anaknya hingga kurus kering … duuuuh … kok bisa ya … ???

Ok deh … ga masalah … kami akan merawatnya penuh kasih di kampong. Semoga nanti dia cocok dengan makanan yang bisa kami sediakan.

Sembari ke Jakarta, kami menyempatkan diri mengunjungi kakaknya Maria yang sudah bertahun-tahun tidak bersua.

Judulnya sih mau menyerahkan pigura-pigura milik kakaknya. Tapi sebenarnya … pengen ketemuan … he he …

Syukurlah, … hal itu bisa terlaksana.

Setelah sehari sebelumnya ketemu hanya sebentar, karena sang kakak hendak pergi, kami kembali ke sana bersama adikku sewaktu kami berniat pergi ke gereja.

Sampai akhirnya … ke gereja hanya menjadi niatan saja … he he … karena yang lebih penting kan … suasana penuh cinta kasih … penuh kasih saying … :D … Ya ngga? Ya ngga??? :-D

(3)

Namun yang lebih penting dari itu semua adalah … Kakak ipar Maria menawari pembuatan kartu BPJS kesehatan bagi Maria, karena memang selalu gagal dalam pekerjaan karena masalah kesehatannya.

Setelah segala hal selesai dicurhatkan dan diselesaikan di Jakarta ... akhirnya kami pulang.

Sepanjang perjalanan anak-anak anjing melaluinya dengan tenang ... tapi tidak dengan induknya.

Tampak sekali dia loyo karena sakit dan kecapekan.

Waktu di rest area di Cirebon dia diajak turun ... duuuuuh ... kakinya sampai gemeter ... berkali-kali muntah di jalan. Mulutnya mengaga terus dengan lidah yang tegang ... Duh ... Vi ... sabar ya ... kita masih jalan beberapa jam lagi ... :’(

Akhirnya kami berjalan lagi ... dan sampailah kami di rumah tercinta. ☺

Kami bawa masuk si Vi dan anak-anaknya masih di dalam kandang, ... karena di sana sudah ada 6 ekor lagi yang pasti menyambutnya ... xixixixiiiiiiii ... :-D

He he he ... kira-kira sekitar setengah jam ke enam penjaga rumah melihat pendatang baru di dalam kandang ... xixixixiiiiii ...

Akhirnya ... setelah kelihatan stabil ... ku buka pintu kandangnya dan kami biarkan penghuni baru ke luar dengan sendirinya ...

Tentu saja mereka diendus – endus lebih serius oleh penghuni lama ... terutama para pejantan terhadap si Vi ... xixixixiiiii ... :-D ...

Dasar ...

Yah ... sekalipun si Vi sedang lemah dan terlihat kurus kering dan berwarna merah akibat gatal ... pejantan-pejantan rumah tidak jijik untuk mengendus-endusnya ... terutama pada bagian itu ... N A K A L !!!

Xixixixiiiii ... :-D ... namanya juga makhluk hidup ... :-D ... berjenis ini ... tentu saja ... :D ...

Akhirnya ... hari-hari berikutnya kami memiliki 9 sahabat manusia ... dengan fokus perawatan pada 3 ekor di antaranya ... ☺

Dari hari ke hari kemudian ... kami mencoba merawat si Boju, Bajak anak-anak si Vi dan induknya.

Periode pertama, kami bawa dengan boncengan naik motor si Boju dan Bajak dulu ke dokter hewan.

Kata si dokter,”Kemungkinan besar kena demodec.” “Apa itu demodec Dok?” tanyaku.

“Semacam jamur,”katanya. Diberinyalah kami resep dengan ongkos berobat Rp.50.000,00.

Keesokan harinya kami bawa si Vi, sang induk, ke dokter.

“Sesuai perkiraan, anak-anaknya tertular si Vi sehingga botak. Dipisahkan aja si Vi sama anak-anaknya, supaya mereka ga nenen terus.”

“Ok Dok ...”

Diberinyalah kami resep dengan ongkos berobat seharga Rp.100.000,00.

Total pemeriksaan dan pembelian obat mereka (ditambah beberapa obat untuk Maria karena sedang terkena flu akibat kecapekan) Rp.300.000,00.

(4)

Akhirnya si dokter datang.

Yang pertama dia periksa adalah si Vi.

Berhubung leher si Vi terlihat sangat merah-merah, si dokter mengeluarkan tabung yang isinya disemprotkan ke lehernya si Vi. Warna obat itu ungu.

Kata dokter,”Warna ini baru hilang setelah 3 hari.”

Lalu, karena saya yang memegang si Vi waktu disemprot, dan tangan saya terkena, saya bilang juga,”Berarti saya juga tangannya berwarna selama 3 hari.”

Kata dokter,”Iya, kalo ga pernah mandi dan cuci tangan.” ... hahahahahahaaaaaaaaa ....

Karena si Bajak yang paling parah, setelah dikontrol sang dokter, dia mendapat obat dengan dosis yang cukup tinggi.

Dokternya sampai wanti-wanti,”Kalau setelah makan obat ini si Bajak muntah, tolong hentikan ya.”

“Ya Dok,”jawab kami.

Boju dan si Vi kondisinya hampir serupa, sehingga obat yang diberikan sama.

Hm ... biar ke rumah, tentu pengobatan si dokter memerlukan biaya pemeriksaan dan beli obat yang habis hingga Rp.200.000,00.

Terus dari waktu ke waktu kami memantau perkembangan mereka.

Khususnya si Vi ... lumayan, terlihat perkembangannya setelah pemeriksaan ke dua. Sekarang dia tidak merah-merah lagi. Bulunya sudah menutupi seluruh kakinya. Juga, karena kami sering memisahkan dia dengan anak-anaknya, anak-anaknya jadi mengerti, bahwa mereka sudah disapih... xixixiiiiii ... :-D

Jadi, kalau mereka disatukan di satu tempat, anak-anak ini tidak cepet-cepet mencari puting emaknya. Apabila saya melihat mereka mendekati puting emaknya, langsung saya tendang dengan lembut. Akhirnya mereka mereka mengerti ... mereka udah ga boleh nenen lagi ... waktunya si Vi untuk mengisi tubuhnya yang udah kurus kering ... he he ...

Cuma si Boju dan Bajak terutama belum terlalu kentara.

Tapi sepertinya si botak mereka sedikit demi sedikit sudah menghilang. Tapi ga terlalu kentara.

Apalagi si Bajak ... bukan cuma botak kepalanya, tapi juga bulu badannya sepertinya rontok parah juga. Padahal udah dikasih obat dosis tinggi.

Hmmmm ...

Kami putuskan, untuk merawat Boju & Bajak biasa aja, tanpa pemeriksaan dan resep dokter lagi. Kami coba penuhi kebutuhan makan mereka, yang memang ga boleh makan ayam. Semoga, penyakit mereka bisa mereka atasi dengan antibodi mereka sendiri. Setiap 2 kali seminggu kami mandikan mereka dengan teratur. Terakhir kami belikan talk anti jamur, semoga bermanfaat.

Hmmmm ...

Sebelum talk itu kami gunakan untuk mereka ... hmmmmm ... Maria terserang sakit keras. Sejak hari Minggu doi muntah-muntah ... Selera makannya blas ngga ada karenanya.

Duuuh ... saya bingung.

Di hari Senin, kami pergi ke Klinik Selaras, tempat berobat dengan menggunakan kartu BPJS yang dibuatkan oleh kakak Maria sewaktu kami ke Jakarta.

Kami ingin meminta surat rujukan ke rumah sakit untuk dicek USG, karena setiap bulan Maria selalu mengalami masalah muntah ketika menstruasi.

(5)

Pemeriksaan di sana hanya bersifat wawancara. Dokter sama sekali tidak menyentuh pasien.

Jangan harap stetoskop menempel ke tubuh kita, periksa tekanan darah hanya dilakukan pada kali pertama kami periksa.

Dulu kami pernah menggunakan kesempatan periksa dengan kartu BPJS baru.

Di sana kami memeriksakan perut Maria yang bermasalah karena sulit BAB, gigi yang bermasalah, dan telinga.

Waktu itu Maria sempat dicek tekanan darahnya oleh perawat di sana.

Namun pada pertemuan-pertemuan berikutnya, pemeriksaan tekanan darah itu tidak pernah dilakukan lagi.

Bertemu dokter keluarga dengan kartu BPJS ini sifatnya cuma wawancara saja.

Memang untuk yang terakhir ini, dokter sempat meminta Maria memperlihatkan lidahnya.

Katanya,”Waaah ... lidahnya terlihat putih. Sepertinya bukan masalah menstruasi ini, tapi Ibu terkena gejala typhus.”

Jawab Maria,”Tapi Dok, setiap bulan saya pasti muntah-muntah kalau menstruasi. Tapi muntahan sekarang jauh lebih sering daripada bulan-bulan lalu. Maka, saya curiga ada yang ga beres dengan alat reproduksi saya.”

Akhirnya sang dokter memberikan surat rujukan ke Rumah Sakit Daerah Ketileng. Namun selain daripada itu, dia juga memberika resep obat untuk mengobati

pencernaannya.

Obat dimakan apabila sudah makan ... Waduuuuh ... Padahal selera makan sedang tidak ada dan sesudah makan pasti muntah.

Yah, saya coba sediakan makanan yang dia senangi. Saya bawa dia beli tomyam

kesukaan dia. Ku ajak dia ke Java Mall, ke Istana Mie. Kebetulan waktu kedatangan kami bertepatan dengan orang yang sedang berbuka puasa, di sana ramaaaaaaaai sekali

tempatnya.

Awalnya kami kebagian di tempat duduk yang posisinya sangat sempit.

Tapi syukurlah, ada pelanggan yang sudah selesai makan, dan kami memilih tempat mereka ... di suatu sudut ruangan.

Sembari menunggu, doi terlihat pucat sekali.

Sesekali dia merebahkan kepala berbantal lengan di meja. Lemeeeeees banget.

Tiba-tiba meja sebelah beralih pelanggan. Yang datang 2 gadis remaja dan seorang pemuda imut. Yang gadis-gadis ini ribuuuuuuut banget ngobrolnya, ga lihat sekeliling. Akhirnya Maria ga tahan lagi ...

Tiba-tiba dia menundukkan kepala dan mencari kantong plastik. Muntahlah di sana.

Xixixixiiiiiii ... rombongan baru ini akhirnya pindah ... :-D

Ga lihat-lihat sekeliling ada yang sakit ... hmf ... anak muda ... anak muda ...

Akhirnya Maria bisa makan juga ... walau dengan porsi separuh ... Sisanya dibungkus aja dan kami berikan ke sahabat manusia di rumah ...

Lalu Maria makan obat yang tadi diberikan oleh dokter. Dia bilang,”Duh ... pahit!”

“Yah ... ga apa-apa ... yang penting dirimu menjadi sehat.”

(6)

Jadi obat-obatnya juga keluar ... :’(

Akhirnya kami berusaha istirahat ... tidur menyambut hari esok hendak ke RSUD Ketileng.

Ku tahu, sekali dua kali Maria muntah sepanjang tidurnya ...hiksss ... :’(

Pagi pun tiba.

Saya tahu, karena Maria sepanjang malam tidak istirahat karena selalu muntah, tentu dia tidak kuat pergi ke rumah sakit sendirian.

Maka saya sms atasan dan rekan-rekan kerja saya, bahwa saya tidak bisa masuk kerja karena keadaan darurat.

Mereka memaklumi dan akhirnya kami bisa pergi ke rumah sakit yang dituju.

Alamaaaaaaaak ...

Tiba di rumah sakit kira-kira jam 8 pagi. Di sana sudah penuh sekali ruang daftarnya! Mungkin ada 300 orang di dalamnya.

Saya coba sedikit membantu Maria untuk mendaftar ... kasihan dia ... matanya sudah sangat sayu kecapekan muntah semalaman ...

Akhirnya, setelah mendapat panggilan, kami berjalan ke poli kandungan sekitar jam 11.00 WIB.

Kami melihat begitu banyak personel berseragam putih, sepertinya

mahasiswa-mahasiswa kedokteran yang sedang KOAS di dalamnya, sekitar 5 orang yang selalu stand by di sana dan ada banyak lagi yang ke luar masuk ruang itu. Hiruk pikuk sekali.

Terus terang, sebagai pasien, hal ini sangat tidak nyaman.

Terlebih mau cek USG, disarankan tidak pipis sebelum cek dilakukan.

BAYANGKAN!!! Sejak pagi hingga siang TIDAK BOLEH PIPIS ... Betapanya ... :’(

Sedangkan di sana ... jadi bahan percobaan anak-anak kedokteran, karena seharusnya pasien dirawat dalam sekali perjalanan, ini malah disuruh antri yang kedua kalinya untuk ketemu dokter yang sesungguhnya. BARU DIPERIKSA JAM 14.00 WIB!!!

Gile aje ... sumprit deh nih rumah sakit ... orang sakit jadi tambah sakit. >

Ya sudahlah ...

Sekarang pokoknya Maria sudah selesai di USG. Ke luar dari kamar USG, dia membawa resep dokter dan selembar foto kira-kira seukuran 10 cm x 10 cm tentang hasil USG-nya. O EM JI ...

Katanya, dokter menyarankan dia kembali lagi pada saat menstruasi bulan depan.

Sewaktu kami di apotek untuk mengambil obat, saya bertanya kepada Maria,”Ia, tadi dibilangin ngga sama dokternya, sudah diberi obat oleh dokter keluarga BPJS kemarin? Jangan sampai dirimu makan obat double dosis.”

“Wah ... belum ik ... Coba deh tolong balik lagi ke poli tadi untuk bertanya sama dokternya.”

(7)

“Ooooh ... ternyata obat yang sangat lama ditunggu itu untuk pencernaan juga toh ... hmmmm ... dari jam 8 pagi ga pipis sampai jam 2 sore cuma dikasih obat yang sama,”hatiku ngedumel mendengar hal itu.

Tapi ok lah ... salah satu badai sudah berlalu.

Yang penting sekarang urusan rumah sakit sudah beres, tinggal tunggu obat.

Akhirnya obat segera bisa diterima dengan baik, dengan normal, tidak seperti keadaan di ruang daftar atau di poli kandungan tadi ...

Akhirnya kami bisa pulang juga. ☺

Tentu saja kami mampir beli makan dulu, karena sejak pagi kami belum makan. Kami menemukan warung soto kudus di tengah perjalanan ... lumayan ...

Kami tambah gembira, karena motto warung ini adalah: NO VETSIN. Motto ini adalah motto kami jika memasak sesuatu.

Tidak bertambah enak yang ada bertambah resiko jika menggunakan vetsin dan sebangsanya ... he he ...

Akhirnya kami makan.

Yang di awalnya semangat, karena rasa lapar yang begitu melanda, tapi Maria akhirnya cuma bisa habis setengah porsi. Hm ... sedih sekali melihatnya.

“Ya udah ... ga apa-apa ... sekarang ada obat yang mau dimakan?” tanyaku. “Iya ada ... saya makan obat aja ah,”katanya.

“Yo ... monggo,” kataku sambil melanjutkan memakan sisa makananku.

Akhirnya tiba waktunya pulang ke rumah. Sekitar 15 menit perjalanan dari warung tadi menuju ke rumah berboncengan naik motor bebek.

Perjalanan lancar, tidak ada kendala terlalu berarti. Puji Tuhan, Maria boleh segera beristirahat.

Namun sangat menyedihkan ... :’(

Setibanya di rumah, belum membuka pintu pagar, Maria muntah lagi ... :’(

Langsung para sahabat manusia mendatangi pagar melihat “Mimi”nya muntah-muntah. Nampak sekali wajah mereka sedih melihatnya ...

Seperti biasa ... muntahannya mengeluarkan semua yang tadi dimakan ... malah sepertinya lebih banyak lagi ... :’(

Hm ... Ya sudahlah ... pintu pagar dibuka ... Kami masuk disambut para sahabat ... dengan hati yang tidak menentu.

Akhirnya kami membersihkan diri. Semua pakaian bekas dari rumah sakit kami

masukkan ke dalam mesin cuci untuk dicuci besok, karena kalau sekarang sudah hampir malam. Harga listrik kan lebih tinggi daripada kalau siang hari. ☺

Berkali-kali Maria muntah seperti sebelumnya. Entah apa lagi yang bisa dia keluarkan, karena sepertinya semua makanan sudah dikeluarkan.

“Tetap banyak minum, ya Ia. Supaya ngga dehidrasi,”kataku. “Iya ...” jawabnya lirih.

Sampai sekitar 1 jam kemudian ... dia berkata ... “Saya sudah ga tahan lagi ... badanku panas rasanya.”

(8)

Segeralah kami berangkat ke Rumah Sakit Elisabeth, sekitar jam 10 malam.

Setelah parkir di tempat parkiran motor, kami berdua berjalan menuju ke ruang IGD. Lumayan jauh juga sih ... kadang-kadang hati saya berpikir, seandainya ada tempat parkiran motor di dekat IGD ... bukan cuma membolehkan mobil yang boleh parkir ...

Setibanya di ruang IGD, Maria langsung ditangani oleh suster perawat yang berjaga malam itu.

Dia langsung disuruh tidur di ruang periksa dan gordinnya ditutup, sehingga saya tidak melihat proses pemeriksaannya.

Kata Maria, di sana suhu tubuhnya diperiksa sembari ditanya apa keluhannya.

Keluhannya ya tentu saja panas dan muntah-muntah, sambil menyampaikan prediksi dokter keluarga BPJS, bahwa kemungkinan Maria terkena typhus.

Akhirnya giliran dokter memeriksa Maria. Melihat hasil pemeriksaan standar, sepertinya si dokter setuju kalau Maria terkena typhus.

“Karena kondisi ini belum emergency Mbak, maka dipersilakan, mau pulang atau rawat inap. Tapi, kalau rawat inap, tidak bisa menggunakan fasilitas BPJS karena belum termasuk emergency,”sang dokter berkata demikian kepadaku.

Saya berpikir keras malam itu, sebaiknya bagaimana. Kalau pulang lagi, saya sendiri tidak bisa merawatnya dan di rumah tidak ada siapa-siapa. Kalau rawat inap, harus bayar sendiri. Tapi ga apa-apalah, yang penting ada asupan untuk Maria walau lewat infus. Sejak Minggu ga ada makanan yang masuk.

Jadi yang terbaik MEMANG HARUS RAWAT INAP!!!

Lalu saya berkata kepada dokter tersebut,”Dok, rawat inap saja. Soalnya di rumah tidak ada yang merawatnya. Kalau harus bayar sendiri, itu tanggung jawab saya.”

Akhirnya dipersiapkan segala kebutuhan rawat inap. Saya pergi ke bagian administrasi rawat inap, dan para suster IGD mempersiapkan kebutuhan infus dan lain-lain.

Setelah administrasi rawat inap selesai dilakukan, saya kembali ke ruang IGD. Di sana Maria diperiksa kadar gulanya.

Pada pemeriksaan pertama, si suster bertanya,”Mbak, pernah ada riwayat sakit gula, ngga?”

“Dari orang tuaku ngga ada, Ter. Yang ada adalah kanker, darah tinggi dan jantung.”

Akhirnya, suster-suster itu memeriksa sekali lagi, tapi hasil pemeriksaan tetap menunjukkan angka yang sama.

“Mbak, gula darah Mbak 320. Tinggi sekali.”

Lalu mereka laporan ke dokter yang tadi memeriksa.

Sang dokter langsung membuat keputusan dan berkata kepadaku,”Mbak, segera cek ke administrasi rawat inap. Ada kamar untuk fasilitas BPJS tidak. Saudara Mbak memang harus segera dirawat. Ini sudah masuk kondisi emergency!”

Segera saya berlari ke ruang administrasi rawat inap.

Cek punya cek di sana, ternyata kartu BPJS Maria adalah kelas 1, dan kamar kelas 1 sudah habis.

Mereka menginformasikan, kalau mau menggunakan fasilitas BPJS harus naik kelas, tidak bisa turun kelas. Jadi harus masuk kelas VIP yang harga kamar per harinya di atas Rp.600ribu. Sedangkan obat yang diberikan juga standar BPJS, tidak bisa lebih.

Nanti yang ditanggung BPJS hanya separuh biaya penggunaan rawat.

(9)

Hmmmmmm ... ,”Ya sudahlah Mbak, tolong siapkan ruang kelas III. Pelayanan kesehatan sama kan Mbak?” tanyaku.

“Tentu saja sama, dokter dan obatnya sama,”kata petugas administrasi tadi sambil tersenyum.

Akhirnya saya kembali ke ruang IGD.

“Dok, terpaksa saya ambil kelas III bayar mandiri saja, soalnya kelas 1 sebagai kelas yang sesuai sudah penuh.”

“Oh penuh yah ...,”suster-suster penjaga menimpali.

Akhirnya, disiapkanlah keperluan rawat inap Maria di Kamar Vincentius No. 108.

Bukan tanpa pikiran lain saya memutuskan itu.

Saya tahu, saya bukan apa-apa dan tidak punya apa-apa.

Tapi, saya tidak bisa membiarkan Maria jatuh dalam kesakitan yang begitu rupa seperti sekarang.

Soal biaya, biarlah itu urusan besok. Yang penting Maria ditangani dulu.

Setelah beres semuanya, akhirnya saya pamit pulang pada Maria, karena saya harus bekerja di hari selanjutnya. Beberapa pesan dari Maria minta disiapkan, misalnya keperluan mandi dan baju pengganti.

Sampai di rumah jam 2 pagi. Mandi sebentar, lalu tidur dulu sejenak, menyusun tenaga. Jam 5 pagi bangun, mandi, menyiapkan segala sesuatu yang Maria perlukan, lalu meluncurlah saya ke rumah sakit lagi.

Setelah barang-barang yang diminta Maria diserahkan, saya berangkat kerja naik motor dengan jarak tempuh kira-kira 40Km ...

Tuhan ... mohon perlindunganmu sepanjang perjalanan ... soalnya lelah melanda tubuhku ...

Di tempat kerja, saya bekerja seperti biasanya.

Di kala ada waktu senggang, saya mampir ke tempat pimpinan, dan minta maaf sekali lagi, karena kemarin mendadak saya minta izin menemani saudara ke rumah sakit. Syukurlah beliau mengerti dan bertanya,”Lalu, di mana sekarang saudaramu?” “Di rumah sakit Elisabeth, Pak,”jawabku. Lalu ku ceritakan kronologi kejadian kepadanya sehingga Maria ada di Elisabeth.

“Coba nanti kamu temui pastor parokimu, untuk meminta bantuan pembiayaan rumah sakit itu.”

“Ya Pak,”jawabku ...

Sayang, pekerjaan rumah dan kebutuhanku ke rumah sakit membuatku belum sempat menemui Pastor Paroki ... sampai sekarang.

Sore hari pulang kerja, saya langsung meluncur ke rumah, mandi dan memberi makan sahabat-sahabat manusia. Setelah itu, saya menyiapkan perkakas, entah baju kerja, laptop, dll untuk saya bawa besok langsung dari rumah sakit, karena saya akan menginap di sana.

Akhirnya saya bisa menemani Maria di rumah sakit.

Berhubung saya juga harus mempersiapkan diri untuk tetap bekerja keesokan harinya, saya pamit tidur pada Maria. Saya tidur di teras depan kamar, di atas kursi panjang. Lumayan ... kepala saya bisa direbahkan di sana.

Keesokan harinya saya bangun dan mandi.

Wow ... airnya di sana air hangat. Lumayan, ... memberi kelonggaran buat sel-sel tubuhku yang jenuh setelah kedinginan semalaman. He he ...

(10)

Di dalam kamar ada AC, ada tivi LCD, kamar mandi bersih, dan airnya hangat. Serasa di hotel. He he ...

Sebelum berangkat kerja, saya bertanya dulu ke kantor perawat di Unit Vincentius tentang biaya yang sudah dihabiskan untuk merawat Maria.

Katanya Rp.3.200.000,00.

Kalau besok ada perkembangan lebih baik, kemungkinan lusa sudah boleh pulang.

Dengan informasi itu, saya meluncur ke tempat kerja lagi.

Jujur, saya cukup sulit untuk fokus dalam pekerjaan. Syukurlah, pekerjaan tidak terlalu harus fokus, karena sebentar lagi libur lebaran. Jadi, banyak pekerjaan yang sudah

diselesaikan dan karena saya berhubungan dengan penjualan, para konsumen tidak terlalu banyak seperti sebelumnya.

Jadi, ada sedikit sela waktu saya untuk mencari dana untuk pengobatan Maria.

Kebetulan, saya sudah menjadi anggota koperasi perusahaan. Kabarnya ada dana bantuan pinjaman bagi karyawan yang memiliki saudara yang sakit. Maka saya pergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya.

Dengan dibimbing oleh rekan kerja yang sudah menjadi anggota koperasi sebelumnya, maka saya mengisi formulir pengajuan pinjaman.

Saya ajukan Rp.5.000.000,00, dengan mempertimbangkan biaya yang sudah digunakan Maria per hari ini, seperti tadi pagi saya tanyakan ke bagian perawatan Vincentius.

Akhirnya saya datang ke koperasi. Banyak kolega-kolega lain saya temui di sini. Kebanyakan mereka mau menabung, tapi ada juga yang mengambil tabungan. Hebat.

Beberapa saat kemudian, saya bertemu dengan petugas bagian peminjaman, Pak Marjo. Setelah diproses Pak Marjo, ternyata saya hanya bisa meminjam Rp.2.000.000,00, sebab saya belum menjadi pegawai tetap.

“Yah syukurlah ... dapat pinjaman 2 juta juga ... lumayan, daripada tidak sama sekali,”hatiku tetap mensyukurinya.

Setelah surat persetujuan peminjaman diterima, baru besok harinya saya bisa mengambil uangnya di bank koperasi.

Sepulang dari koperasi, saya kembali ke rekan kerja yang tadi membimbing saya, dan menceritakan hasilnya. Beliau berkata,”Wah, Mbak, sebenarnya hal ini sudah

diperkirakan pimpinan tadi. Beliau tadi bertanya kepada saya, si Prima bisa ngga ya dapat pinjaman segitu. Coba deh Mbak Prima ketemu beliau, siapa tahu beliau ada solusi lain.” “Oh ya Pak? Wah, terima kasih Pak. :-D,” hatiku gembira sekali menjawabnya.

Akhirnya saya menemui pimpinan dan dengan sabar beliau mempersilakan saya menceritakan hasilnya.

Jawabnya,”Coba panggil bagian keuangan ke sini!” “Ya Pak,” jawabku.

Lalu saya memanggil bagian keuangan untuk menemui pimpinan.

Pimpinan berkata,”Si Prima sedang dalam masalah. Dia sudah pergi ke koperasi, tapi hasilnya seperti ini. Kamu bisa pinjamkan Rp.3juta ngga? Nanti pembayarannya boleh potong gaji, boleh potong premi, ya kan Prim?”

“Ya Pak,”jawabku.

(11)

Akhirnya saya kembali lagi ke ruang bagian keuangan untuk mengambil uang Rp.3juta yang dipinjamkan kantor.

Setelah menerima uangnya, saya haturkan terima kasih ke bagian keuangan,”Pak, terima kasih.”

Kata bapak itu,”He he ... bilang terima kasih sama pimpinan.” “Ya Pak.”

Lalu saya masuk ke ruang pimpinan dan bilang,”Terima kasih” secara terbata-bata dan bapak pimpinan mengangguk-anggukkan kepala. Saya langsung ke kamar mandi. SAYA MENANGIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIS DI SANA ...

Terharu sekali ... saya yang bukan apa-apa tapi dikasihi oleh banyak orang di kantorku. Terima kasih Tuhaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan ...

Akhirnya saya pulang dengan damai.

Saya menggabungkan sisa uang THRku dengan Rp.3juta tadi, lumayan, ada Rp.5juta. Lalu saya titipkan ke bagian administrasi rumah sakit, supaya kalau Maria sudah waktunya ke luar, pembayaran sudah beres.

Malam itu saya tidur di rumah sakit lagi. Jadi petang saya sudah di sana. Ternyata Maria kedatangan teman-teman SMPnya he he ...

Selain itu ...

Kakak sulungnya juga datang berkunjung!!! Puji Tuhan ...

Saya lihat, permasalahan demi permasalahan itu ada hikmah di dalamnya ...

Dengan permasalahan sahabat manusia di Jakarta ... akhirnya bisa membuat Maria ngobrol ama kakak perempuannya di sana bahkan bisa dapat kartu BPJS.

Dengan sakitnya Maria, kakak sulungnya datang berkunjung disertai istrinya yang adalah kakak iparnya ...

Puji Tuhan ...

Kami percaya kepadamu ya Bapa ... KehendakMu adalah yang terbaik bagi kami.

Saya percaya, sekalipun sekarang sedang kelimpungan mencari dana untuk biaya kontrol dan lain-lain ...pasti ada jalan untuk bisa memenuhi kebutuhan itu.

Puji Tuhan ... Amin.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya pembelian barang yang tinggi sehingga harus adanya pengendalian internal yang baik di dalam Hotel Shangri-La Surabaya khususnya dalam siklus

I III-b PENYULUH NARKOBA AHLI PERTAMA SIE PENCEGAHAN BIDANG PENCEGAHAN DAN DAYAMAS BNNP SULAWESI TENGGARA. BNNP SULAWESI

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Prinsip kerja dari sistem ini adalah ketika terjadi suatu yang abnormal di dalam rumah baik itu kemalingan maupun asap yang tidak wajar, ada api, dan suhu

4 Penggunaan Teknologi Nano- Partikel pada Fitobiotik dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Pertumbuhan, Kesehatan Saluran Pencernaan dan Kualitas Daging Ayam Broiler

Tanpa komunikasi upaya dalam penanggulangan bencana tidak efektif, baik pemerintah maupun masyarakat tidak tahu tentang situasi atau tidak tahu apa tindakan respons lainnya

Dalam RUPSLB yang diadakan pada 20 April 2017, perseroan telah mendapatkan persetujuan dari pemegang saham untuk menerbitkan obligasi valas senilai US$250 juta pada

Dengan menggunakan model tersebut diperoleh variabel yang signifikan terhadap TPAK perempuan Jawa Timur adalah TPAK laki-laki, persentase penduduk miskin, PDRB perkapita, UMK,