• Tidak ada hasil yang ditemukan

259673804 Lingkungan Sosial Dan Budaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "259673804 Lingkungan Sosial Dan Budaya"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

LINGKUNGAN SOSIAL DAN BUDAYA

A. KONSEP DAN PENGERTIAN KEBUDAYAAN

Pemasar global yang berusaha memasuki pasar di berbagai negara akan menghadapi lingkungan budaya yang beranekaragam. Setiap negara memiliki keyakinan, sikap, persepsi, motivasi, ritual, nilai moral dan aspek-aspek budaya lainnya masing-masing. Nilai (value)

yang dianggap sangat penting di negara A barangkali dipandang kurang penting di negara B. Bila faktor-faktor ekonomi sangat berpengaruh dalam menentukan kemampuan (daya beli) konsumen untuk membeli suatu produk, maka faktor-faktor budaya menentukan apakah suatu pembelian akan terjadi atau terwujud. Konsumsi bukan semata-mata merupaka fungsi dari pendapatan, tetapi juga fungsi dari berbagai pengaruh budaya.

Dua negara yang memiliki pendapatan per kapita relatif sama belum tentu memiliki pola konsumsi yang berbeda. Oleh karena itu, agar dapat memahami pasar di luar negeri, pemasar global perlu memperhatikan lingkungan budaya yang berpengaruh terhadap perilaku konsumen.

Konsep kebudayaan bersifat sangat luas dan kompleks. Menurut arti etimologis (asal usul kata), kebudayaan berasal dari kata Sansekerta yakni budhayah, bentuk jamak dari

budhi yang berarti akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal pikir manusia. Kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat, dan segala kemampuan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan sebagai keseluruhan sifat-sifat perilaku yang dipelajari dan terintegrasi, yang digunakan bersama oleh para anggota masyarakat.

Kebudayaan berkaitan dengan pola perilaku dan keyakinan dalam masyarakat. Kebudayaan meliputi keyakinan, norma, nilai, asumsi, harapan, dan rencana-rencana tindakan. Dengan demikian kebudayaan memberikan kerangka bagi masyarakat untuk memandang dunia di sekitarnya, menginterpretasikan kejadian-kejadian dan perilaku, dan bereaksi terhadap realitas yang dirasakan.

Kebudayaan memiliki beberapa karakteristik, di antaranya:

1 . Kebudayaan bersifat prescriptive, kebudayaan memberikan ketentuan mengenai jenis-jenis perilaku tertentu yang dianggap dapat diterima dalam masyarakat tertentu.

(2)

karakteristik-karakteristik realitas dasar. Dengan demikian kebudayaan terbentuk atas dasar interaksi dan penciptaan sosial.

3. Kebudayaan mempermudah komunikasi, sebenarnya kebudayaan bisa memperlancar dan sekaligus dapat pula menghambat komunikasi. Dalam kelompok masyarakat tertentu, hubungan antaranggota dapat berlangsung lebih mudah karena mereka memiliki kebiasaan, pola pikir, dan perasaan yang relatif sama. Sedangkan komunikasi antara kelompok masyarakat (apalagi antar negara) akan sangat sulit bila masing-masing kelompok memiliki nilainilai budaya yang sangat berbeda. Hal ini yang sering menimbulkan masalah dalam komunikasi antarnegara (termasuk di dalamnya upaya standardisasi periklanan oleh perusahaan global di setiap negara).

4. Kebudayaan bukan merupakan bawaan sejak lahir, tetapi dipelajari, kebudayaan dipelajari melalui sosialisasi (enculturation) dan akulturasi. Sosialisasi terjadi bila seseorang belajar memahami kebudayaan yang berlaku di lingkungannya dibesarkan, sedangkan bila orang tersebut mempelajari kebudayaan lain, maka proses yang terjadi dinamakan akulturasi.

5. Kebudayaan bersifat subyektif, setiap orang dalam kebudayaan yang berlainan cenderung memiliki pandangan clan interpretasi yang berbecla terhadap suatu obyek yang sarna. Apa yang clapat diterima oleh lingkungan budaya tertentu belum tentu bisa diterima di lingkungan budaya lain.

6. Kebudayaan bersifat kekal/abadi. kebudayaan digunakan, dipelihara, clan diteruskan dari generasi ke generasi dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu kebudayaan relatif stabil dan permanen. Masih banyak negara tertentu yang berusaha mempertahankan warisan budaya lamanya dan cenderung menolak adanya perubahan.

7. Kebudayaan bersifat kumulatif, kebudayaan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Setiap generasi berusaha menambahkan sesuatu ke dalam budaya yang dianutnya sebelum mewariskannya kepada generasi berikutnya.

8. Kebudayaan bersifat dinamis, meskipun kebudayaan diwariskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya, tidak berarti kebudayaan bersifat statis dan tidak mungkin mengalami perubahan. Kebudayaan akan mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu. Sebagai contoh, model rambut yang berubah-ubah, penambahan kosa kata dalam suatu bahasa, model pakaian, dan sebagainya.

B. UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN

(3)

pekertinya. Dengan demikian ada beberapa unsur universal yang sekaligus menjadi isi kebudayaan.yaitu:

1. Sistem religi dan upacara keagamaan 2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan 3. Bahasa

4. Sistern pengetahuan 5. Kesenian

6. Sistem mata pencaharian 7. Sistem teknologi dan peralatan.

Pengelompokan unsur-unsur universal dari kebudayaan di atas bukanlah satu-satunya pengelompokan yang ada. Dua ahli pemasaran, yakni Terpstra dan Sarathy (1994, p. 99) mengemukakan delapan elemen pokok dalam kebudayaan, yaitu:

1. Kebudayaan Material.

Kebudayaan material meliputi alat-alat dan bentuk yang terdapat dalarn suatu masyarakat. Tidak termasuk di dalamnya barang-barang fisik yang memang tersedia secara alamiah (tanpa disentuh proses dan prosedur teknologi). Contohnya sebatang pohon cemara bukanlah bagian dari kebudayaan. Akan tetapi bila telah diubah dan dihias menjadi pohon Natal, maka pohon tersebut menjadi bagian dari kebudayaan. Kebudayaan material mencerminkan standar kehidupan dan tingkat kemajuan ekonomi, serta berkaitan erat dengan teknologi. Teknologi dapat diartikan sebagai teknik atau metode pembuatan dan penggunaan barang-barang fisik.

Di antara negara industri dan negara berkembang terdapat kesenjangan teknologi

(technology gap), yaitu perbedaan dalam kemampuan untuk menciptakan mendesain, dan menggunakan barang. Oleh sebab itu timbul perbeclaan yang cukup besar dalarn hal:

 Cara bekerja dan efektivitasnya.

 Pola konsumsi dan jenis barang/jasa yang dikonsumsi.

Sebagai contoh, adanya mesin cuci, mobil, kartu kredit, televisi, parabola, dan telepon menimbulkan perubahan gaya hiclup, perilaku konsumen clan permintaan akan produk-produk baru. Mesin cuci dapat mengubah kebiasaan orang dalam mencuci pakaian. Kartu kredit mengubah kebiasaan orang menyimpan clan membawa uang kas. Masih banyak contoh lain yang dapat kita lihat dalam kehidlupan sehari-hari.

Adanya perbedaan kebudayaan material antarnegara menyebabkan seringkali pemasar global perlu melakukan adaptasi, misalnya dalam hal:

(4)

 Sistem metrik yang berlaku, misalnya meter, sentimeter, kilogram, derajat Fahrenheit, derajat Cilcius, mil, dan lain-lain.

 Media periklanan yang ada.

 Infrastruktur yang ada.

 Fasilitas pergudangan dan pendingin.

 Sistem transportasi yang ada.

 Jenis-jenis wholesaler dan retailer yang tersedia.

Dalam kaitannya dengan kebudayaan material, seorang pemasar global bisa berperan sebagai agen perubahan budaya. Kebudayaan material suatu negara dapat diubah melalui pengenalan produk baru. Perubahannya bisa bersifat dramatis (misalnya dengan adanya mesin canggih yang menimbulkan revolusi dalarn teknologi percetakan) ataupun sederhana (misalnya produk makanan baru).

2. Bahasa.

Bahasa mencerminkan karakteristik dan nilai-nilai suatu kebudayaan. Setiap negara memiliki kosa kata yang kaya untuk hal-hal yang penting bagi kebudayaannya. Misalnya bahasa Inggris memiliki banyak kosa kata untuk aktivitas-aktivitas bisnis. Hal ini menggambarkan karakteristik masyarakat Inggris dan Amerika. Seorang pemasar global perlu menguasai bahasa asing, terutama bahasa host country. Hal ini dikarenakan bahasa merupakan saran yang paling baik untuk mempelajari suatu kebudayaan. Penguasaan bahasa asing juga akan sangat membantu dalam melakukan negosiasi dan komunikasi dengan pernimpin politik, karyawan, pemasok, dan pelanggan di host country. Dengan adanya kesatuan bahasa antara perusahaan dan audience-nya, maka kegiatan periklanan, branding, pengepakan, personal selling, public relations, dan riset pemasaran dapat berlangsung lebih lancar.

Hal yang tak kalah pentingnya adalah komunikasi simbolik seperti gerak tubuh, roman wajah, ekspresi, dan lain-lain. Dalam situasi-situasi tertentu bisa terjadi komunikasi simbolik jauh lebih penting daripada komunikasi verbal.

3. Estetika.

(5)

4. Pendidikan.

Pengertian pendidikan mencakup segala macam proses mentransmisikan keterampilan, ide, dan sikap termasuk di dalamnya pelatihan-pelatihan dalam disiplin ilmu tertentu. Salah satu fungsi pendidikan adalah untuk menyampaikan budaya dan tradisi yang berlaku kepada para generasi baru. Pendidikan juga dapat digunakan untuk mengubah budaya.

Dalam kaitannya dengan pemasaran global, pemasar perlu mendidik konsumen mengenai penggunaan dan manfaat dari produk dan teknik baru yang ditawarkan. Sistem pendidikan formal di suatu negara mempengaruhi tingkat pendidikan masyarakatnya. Oleh karena itu meskipun perusahaan tidak harus mempergunakan sistem pendidikan formal untuk mendidik konsumen, kesuksesan usaha tersebut dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang berlaku. Ada beberapa implikasi situasi pendidikan di host country terhadap pernasaran global, yaitu:

a. Apabila konsumennya banyak yang buta huruf, maka program periklanan dan label kemasan perlu diadaptasi dengan kondisi setempat.

b. Pelaksanaan riset pemasaran mungkin akan mengalami kesulitan, terutama dalam berkomunikasi dengan konsumen dan dalam upaya memperoleh peneliti yang qualified.

c. Produk-produk yang sifatnya kompleks atau membutuhkan instruksi tertulis, mungkin perlu dimodifikasi agar sesuai dengan tingkat pendiclikan masyarakat host country.

d. Kualitas jasa-jasa pendukung pemasaran, seperti agen periklanan, tergantung pada seberapa baik sistem pendidikan mempersiapkan setiap orang untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.

5. Agama.

Agama mempengaruhi pandangan kebudayaan terhadap kehidupan, makna kehidupan, dan konsep kehidupan. Pada umumnya agama mempengaruhi tekanan atau perhatian yang diberikan pada kehidupan material, yang pacla gilirannya mempengaruhi sikap terhadap kepemilikan dan penggunaan barang dan jasa. Misalnya Gereja Katolik hingga saat ini melarang penggunaan alat-alat kontrasepsi. Setiap pemasar global harus memahami dan selalu memperhatikan prinsip-prinsip religius host country.

(6)

Sikap dan nilai yang dianut seseorang menentukan apa yang dianggapnya benar atau sesuai, apa yang penting, dan apa yang diperlukan. Ada beberapa macam sikap dan nilai yang berhubungan erat dengan pemasaran, yaitu:

a. Aktivitas Pemasaran.

Sikap suatu negara terhadap dunia bisnis berpengaruh terhadap aspek-aspek program pemasaran, seperti saluran distribusi, ketersediaan tenaga pemasaran, dan lain-lain. b. Kesejahteraan.

Pemasar global cenderung lebih suka beroperasi di negara-negara yang bersifat

acquisitive society, di mana kesejahteraan dan pendapatan merupakan indikator kesuksesan dan prestasi. Kondisi seperti itu bisa menjadi pernicu motivasi dalam melakukan produksi dan konsumsi.

c. Perubahan.

Pada saat suatu perusahaan memasuki pasar luar negeri, perusahaan tersebut membawa perubahan dengan jalan memperkenalkan produk baru dan cara baru melakukan sesuatu. Umumnya orang Amerika Utara sangat terbuka terhadap perubahan dan hal-hal baru. Dalam kondisi seperti ini, pemasar perlu menekankan unsur produk yang baru dan berbeda. Akan tetapi banyak masyarakat yang masih cenderung menolak perubahan. Menghadapi kondisi seperti ini, pemasar perlu menghubungkan produknya dengan nilai-nilai tradisional. Bahkan bila memungkinkan, perusahaan perlu melakukan pendekatan dengan para pernimpin agama atau opinion leader lainnya supaya produk baru yang ditawarkan dapat diterima masyarakat umum.

d. Risk Taking.

Pengambilan risiko biasanya dikaitkan dengan aktivitas kewiraswastaan. Akan tetapi, konsumen juga mengambil risiko dalam mencoba suatu produk baru. Demikian pula halnya dengan perantara (intermediary) yang menangani produk yang belum pernah diuji/dicoba. Masyarakat konservatif umumnya cenderung akan menolak risiko seperti itu. Oleh karena itu pemasar global perlu berusaha menekan atau mengurangi risiko yang berkaitan dengan mencoba produk baru. Cara yang dilakukan misalnya melalui pendidikan, pemberian garansi, penjualan konsinyasi, dan teknik-teknik pemasaran lainnya.

7. Organisasil Sosial.

(7)

berupa keluarga, common territory, special-interest group, maupun class atau caste groupings. Adanya organisasi sosial berpengaruh terhadap peranan yang dimainkan seseorang sebagai konsumen dan consumption influencers. Oleh karena itu pemasar global perlu mengidentifikasi dan memanfaatkan opinion leader dalam memasarkan produknya di host country.

Berdasarkan suatu penelitian terhadap prioritas nilai-nilai kebudayaan (cultural values), Elashmawi dan Harris (1994, p. 58) menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara orang Jepang, Amerika, Malaysia, Rusia, Swedia, dan Perancis dalam hal pemberian :roritas terhadap 20 aspek nilai budaya yang digunakan.

C. PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP

PEMASARAN GLOBAL

Kebudayaan mempengaruhi semua aspek pemasaran. Setiap perusahaan yang berorientasi pada pemasaran harus membuat keputusan berdasarkan sudut pandang konsumennya. Tindakan konsumen dibentuk oleh gaya hidup dan pola perilaku yang berasal dari kebudayaan masyarakat. Jadi, hal-hal seperti produk yang dibeli, atribut yang dinilai, tokoh-tokoh yang pendapatnya diterima, sangat tergantung pada kebudayaan.

Pengaruh perbedaan budaya terhadap bauran pemasaran bisa berupa: 1. Produk.

Dua produk yang serupa bila dilemparkan ke pasar yang sama, belum tentu memperoleh tanggapan yang sama dari konsumen. Demikian pula kesuksesan suatu produk di satu negara tidak menjamin akan sukses pula di negara lainnya.

Meskipun kinerja suatu produk tergantung pada banyak faktor, tetapi dalam banyak kasus kegagalan produk disebabkan oleh faktor-faktor kesalahan budaya. Misalnya, Kentucky Fried Chicken (KFC) dapat diterima dengan baik di Perancis, tetapi McDonald's tidak.

2. Distribusi.

Saluran distribusi perlu dimodifikasi agar dapat sesuai dengan kondisi lokal. Misainya perusahaan kosmetika Avon sukses menerapkan sistem penjualan langsung

(door-to-door) di Amerika, karena setiap orang dapat melakukan pembelian secara. pribadi di rumah atau tempat kerja masing-masing. Sistem penjualan langsung ini tidak dapat berjalan dengan sukses ketika diterapkan di Eropa. Ada dua penyebab kegagalannya, yaitu pertama, wanita Eropa menganggap kunjungan distribusi

(8)

3. Promosi.

Aktivitas promosi, terutama periklanan, merupakan aktivitas yang paling rentan terhadap kekeliruan kultural. Berikut ini ada tiga contoh mengenai kekeliruan yang terjacli. Contoh pertama, Pepsi mengalami kesulitan sewaktu menggunakan Man yang bertema "Come alive, you're in the Pepsi generation" di Jerman. Hal ini karena tema tersebut di Jerman mengandung arti "Come alive out of the grave" atau kurang lebih berarti "Bangkitlah dari kuburan". Contoh kedua, Carlsberg harus menambahkan gambar satu ekor gajah lagi pada label birnya yang semula bergambar dua ekor gajah untuk keperluan Man di Afrika. Penyebabnya adalah kepercayaan di Afrika yang menganggap dua ekor gajah merupakan simbol nasib buruk. Contoh terakhir, Colgate Palmolive Company mengalami kegagalan ketika memperkenalkan pasta gigi Cue di Perancis, karena ternyata setelah diselidiki kata cue mengandung arti yang porno dalam bahasa Perancis.

4. Harga.

Harga yang bersedia dibayar oleh pelanggan untuk produk tertentu tergantung pada nilai persepsi dan nilai aktual produk tersebut. Umumnya produk yang diimpor dari negara Barat dipersepsikan memiliki nilai yang lebih tinggi di negara-negara berkembang. Oleh karena itu biasanya harga produk impor tersebut jauh lebih mahal daripada produk lokal.

D. ANALISIS LINGKUNGAN KEBUDAYAAN

Secara konseptual, analisis lingkungan kebudayaan dapat diclasarkan pada tiga pendekatan berikut:

1. Pendekatan etnosentris, yaitu panclangan yang beranggapan bahwa- negaranya yang terbaik. Misalnya menganggap bahwa apa yang baik di home country akan selalu baik pula di host country.

2. Asimilasi, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa karakteristik budaya yang ada di

home country akan selalu relevan di mana saja.

3. Keunggulan hos country (primacy of host country), yaitu pandangan yang memperhatikan komposisi pasar dan menekankan pengambilan keputusan yang didasarkan pada karakteristik budaya host country. Pendekatan ini menganggap bahwa informasi domestik

(home country) tidak tepat digunakan dalarn rangka menunjang keberhasilan operasi di

(9)

Penilaian terhadap kebudayaan suatu negara keperluan pemasaran membutuhkan analisis sikap, motivasi, persepsi, dan proses belajar masyarakat negara yang bersangkutan. Hal ini dapat dilakukan dengan melaksanakan observasi maupun penelitian lapangan.

Dalam rangka memahami lingkungan kebudayaan dalam konteks pemasaran global, ada beberapa konsep dan teori yang dapat dipergunakan, di antaranya:

1 . Teori Hirarki Kebutuhan Maslow.

Konsep teori yang dikembangkan pertama kali oleh Abraham Maslow pada tahun 1943 ini, menjelaskan suatu hirarki kebutuhan yang menunjukkan adanya lima tingkatan kebutuhan manusia. Kebutuhan yang lebih tinggi akan mendorong seseorang untuk mendapatkan kepuasan atas kebutuhan tersebut, setelah kebutuhan yang lebih rendah (sebelumnya) telah dipuaskan. Kelima tingkatan kebutuhan menurut Maslow adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan fisiologis (physiological needs), yaitu kebutuhan seperti rasa makanan, minuman, perumahan, sex, dan lain-lain.

b. Kebutuhan akan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan dari bahaya - baik bahaya fisik maupun emosional.

c. Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima dalarn suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan, dan kasih sayang.

d. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), mencakup faktor penghargaan internal (misalnya respek, otonomi, dan prestasi) dan faktor penghargaan eksternal (seperti status atau kedudukan, pengakuan, dan perhatian).

e. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs), yaitu kebutuhan pemenuhan diri, untuk mempergunakan potensi diri, pengembangan diri semaksimal mungkin, kreativitas, ekspresi diri dan melakukan apa yang paling sesuai, serta menyelesaikan pekerjaannya sendiri.

(10)

yang seringkali menggunakan kepemilikan mobil sebagai indikator kesejahteraan atau status sosial.

2. Self-Reference Criterion.

Dalam menghadapi situasi khusus, umumnya ada kecenderungan bahwa seseorang akan menggunakan nilai-nilai yang dianutnya sebagai ukuran atau standar untuk memahami dan menanggapi kondisi yang ada. Istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan hal ini adalah self-reference criterion (SRC). Misalnya orang Amerika yang sangat menghargai ketepatan waktu dan pentingnya waktu menghadari pertemuan bisnis dengan orang Arab. Bagi orang Arab, waktu yang dijanjikan untuk bertemu (misaInya pukul 10.00 pagi) tidak harus berarti persis pukul 10.00 tetapi bisa berkisar pukul 10.00 (artinya bisa lewat pukul 10.00). Orang Amerika tersebut bisa menjadi kecewa, bahkan marah karena baginya. rekan bisnisnya itu tidak menghargai waktu sebagaimana yang ia lakukan. SRC bisa memberikan pengaruh buruk dalam menjalin bisnis global dan dapat pula menjadi penyebab utama kegagalan dan kesalahpahaman.

James A. Lee mengemukakan suatu kerangka sistematis yang terdiri atas empat langkah untuk mengurangi efek kecenderungan penggunaan SRC. Keempat langkah tersebut terdiri atas (Jain, 1990, p. 233; Keegan, 1989, p. 111):

a. Menetapkan masalah atau tujuan bisnis, dipandang dari sudut karakteristik, kebiasaan, dan norma budaya home country.

b. Menetapkan masalah atau tujuan bisnis, dipandang dari sudut karakteristik, kebiasaan, dan norma budaya asing.

c. Memisahkan pengaruh SRC terhadap masalah yang ditentukan dan memeriksanya secara cermat untuk mengetahui bagaimana SRC dapat memperumit masalah.

d. Menentukan kembali masalah tanpa pengaruh SRC dan mencari solusi bagi situasi tujuan bisnis yang optimum.

3. Teori Difusi.

(11)

a. Kesadaran (awareness).

Konsumen menyadari adanya. inovasi tetapi masih kurang informasi. b. Minat (interest).

Konsumen mulai berminat dan terdorong untuk mencari informasi tambahan mengenai inovasi yang telah disadarinya.

c. Evaluasi.

Konsumen mempertimbangkan apakah perlu mencoba inovasi atau produk baru. d. Percobaan (trial).

Konsumen mencoba inovasi untuk menyernpurnakan penilaian sebelumnya. Pemasar bisa mendorong hal ini dengan berbagai cara, misainya memberikan kesempatan untuk demonstrasi mengendarai mobil, membagikan produk sampel, dan lain-lain. e. Adopsi.

Konsumen memutuskan untuk menerima dan menggunakan produk baru secara reluger.

Keberhasilan proses adopsi suatu inovasi sangat tergantung pada karakteristik inovasi, yang meliputi:

a. Keunggulan relatif, yaitu seberapa besar kelebihan relatif produk baru dibandingkan dengan produk yang sudah ada.

b. Kesesuaian (compatibility), yaitu seberapa tinggi kesesuaian produk baru dengan nilai-nilai, pola perilaku, dan pengalaman masa ialu yang dimiliki para pengadopsi. c. Kompleksitas, yaitu seberapa sulit suatu produk baru untuk dimengerti dan

digunakan.

d. Divisibility, yaitu dapat atau tidaknya suatu produk baru dicoba dan digunakan dalam jumlah terbatas.

e. Communicability, yaitu seberapa luas hasil inovasi atau nilai suatu produk dapat dikomunikasikan kepada pasar potensial.

Berdasarkan waktu relatif yang dibutuhkan dalam mengadopsi suatu inovasi, ada lima kategori pengadopsi. Kelima kategori tersebut adalah inovator, early adopter, early majority, late majurity, dan laggards.

4. Budaya Konteks Tinggi dan Budaya Konteks Rendah.

(12)

terlalu banyak informasi yang terkandung dalam pesan verbal, karena sebagian besar informasi berada dalarn konteks komunikasi yang meliputi latar belakang, hubungan/asosiasi, dan nilai-nilai dasar komunikator. Jadi, dalam budaya konteks tinggi (seperti Jepang atau Arab), pemberian kredit bank lebih banyak didasarkan pada posisi atau kedudukan sosial seseorang daripada pertimbangan analisis formal. Kondisi sebaliknya terjadi dalam budaya konteks rendah (seperti Amerika, Swiss, Jerman).

E. MANAJER MULTIKULTURAL

Dewasa ini semakin banyak dibutuhkan adanya manajer-manajer yang berwawasan multikultural. Globalisasi yang telah mendorong terciptanya global village dan global customers menyebabkan semakin banyaknya interaksi silang budaya (cross-cultural), baik antar budaya yang beranekaragam dalam suatu negara yang sama, maupun dengan budaya dari negara lain. Manajer multikultural memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Memiliki pola pikir yang luas dan mendalam, serta mentransformasikan stereotypes menjadi pandangan yang positif terhadap orang lain. 2. Selalu siap untuk menerima pergeseran pandangan, yang

kadangkala perlu diikuti dengan mengubah pandangan lama dan menggantikannya dengan pandangan baru.

3. Menciptakan kembali asumsi, norma, dan praktik budaya berdasarkan wawasan dan pengalaman baru.

4. Siap beradaptasi dengan lingkungan dan gaya hidup baru. 5. Menerima dan memfasilitasi pengalaman transisional.

6. Memiliki kompetensi dan keterampilan mutlikultural, termasuk bahasa asing.

7. Menciptakan sinergi budaya di manapun dan kapanpun dapat dilakukan.

8. Beroperasi secara efektif dalam lingkungan multinasional/multikultural.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan aktiva karena netrofil merupakan se oleh sedikit gerakan atau Dalam penelitian ini, sediki terlalu kuat ataupun perlaku dapat mengaktifkan netrofil ini karena netrofil

Penelitian ini menunjukkan rata-rata narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Medan, memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi yang dapat dilihat dari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi, motivasi kerja dan kinerja di PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Area Binjai.. Penelitian ini merupakan

Menurut Sukamto dan Shalahuddin (2013:70) berpendapat bahwa “Data Flow Diagram (DFD) atau dalam bahasa Indonesia menjadi Diagram Alir Data (DAD) adalah representasi

Review masing- masing tenaga penjual Tidak terdapat sistem yang digunakan untuk melakukan review pemasaran Terdapat tiga tahapan dalam menjual barang sehingga memungkin

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR D ETERMINAN D ALAM PENGEMBANGAN PERANGKAT MOD EL PELATIHAN BERBASIS NILAI AGAMA UNTUK MEMBENTUK KARAKTER PEMUD A.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pada bangunan Perumahan Pondok Pasir Mas Palangka Raya teridentifikasi ada 9 (sembilan) macam kerusakan yang terjadi, yaitu: Kebocoran

Berdasakan uraian yang telah penulis kemukakan maka perlu adanya suatu kajian sosiologis untuk meneliti tentang perilaku seks di kalangan remaja, oleh sebab itu maka