• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATA KELOLA PEMELIHARAAN SISTEM JARINGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TATA KELOLA PEMELIHARAAN SISTEM JARINGAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TATA KELOLA PEMELIHARAAN SISTEM JARINGAN INFRASTRUKTUR TENAGA LISTRIK YANG BERKELANJUTAN MELALUI SISTEM SMART GRID

Nama : Lutfi Firmansyah NIM : 25413045

ABSTRAK

Smart grid merupakan sistem pemeliharaan jaringan infrastruktur ketenagalistrikan di dunia yang telah diterapkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, Jepang bahkan Cina juga telah mengembangkan sistem ini. Oleh sebab itu, tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tata kelola pemeliharaan jaringan smart grids di dunia dan melihat aplikasinya yang diterapkan di Indonesia. Dengan menggunakan metode komparasi yang dilakukan negara-negara maju dalam mengelola jaringan infrastruktur tenaga listrik smart grid, diharapkan dapat terlihat apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan penerapan smart grid di Indonesia. Masalah kesiapan infrastruktur, kemampuan membeli masyarakat, institusi pemeliharaan dan operasional serta kemampuan sumber daya manusia lokal dapat menjadi pertimbangan dasar sebelum memulai sistem yang dinilai mahal ini. Dengan mengambil pelajaran dari keberhasilan-keberhasilan negara-negara di dunia, diharapkan smart grid menjadi salah satu kunci dalam pengelolaan tata kelola pemeliharaan jaringan infrastruktur tenaga listrik yang berkelanjutan dan dapat diterapkan aplikasi dan pengelolaannya di Indonesia.

Kata Kunci : Smart Grid, Tata Kelola, Infrastruktur Listrik Berkelanjutan.

PENDAHULUAN

Listrik merupakan kebutuhan vital di dalam kehidupan manusia sehari-hari dimana penggunaan listik adalah indikator kemajuan peradaban pemikiran manusia. Saat ini, sebagian besar pembangkit listrik yang beroperasi di dunia menggunakan bahan bakar fosil, padahal cadangan bahan bakar fosil di dunia sudah semakin menipis dan kemungkinan habis pun besar. Di dalam pertemuan World Economic Forum

pada tahun 2010 terungkap bahwa pembangkit listrik dengan tenaga batubara di Amerika Serikat merupakan penyumbang 40% emisi karbon di negara tersebut (http://ieeesb.ft.ugm.ac.id/author/admin).

Permasalahan emisi karbon dari bahan bakar fosil pembangkit listrik membuat negara-negara di dunia berfikir keras mengatasi masalah tersebut dimana yang seharusnya penggunaan energi fosil sebagai bahan bakar pembangkit listrik mulai dikurangi seperti yang dilakukan Australia, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Pengelolaan tenaga listrik dengan menggunakan sistem smart grid merupakan sistem pembangkit tenaga listrik yang ramah lingkungan dimana penggunaan energi fosil dikurangi atau diganti menggunakan energi matahari ataupun tenaga angin sehingga dapat dikategorikan sistem ini merupakan sistem yang ramah lingkungan (Lyster, 2010).

Australia yang memiliki komitmen untuk mengurangi 5-25 persen emisi gas rumah kaca (green house gas) pada tahun 2020 dan 60 persen pada tahun 2050 yang dideklarasikan pada pertemuan di Kopenhagen Denmark, dimana penggunaan smart grid merupakan keuntungan dalam mitigasi perubahan iklim dan energi terbarukan. Australia sangat berkomitmen mengenai perubahan iklim, hal itu mereka tuangkan di dalam dokumen transisi Australia yang bersumber dari Departemen lingkungan, pengairan, cagar budaya dan seni Australia yang berjudul Smart grid, Smart City: A New Direction for a New Energy Era. Dari sanalah sistem smart grid diterapkan dengan maksud mengurangi penggunaan energi fosil dan dalam mewujudkan smart city era (Department of the Environment, 2009).

(2)

dengan nama Strategic Energi Technology Plan (‘SET-Plan’). SET-Plan adalah respon dari Negara-negara Uni Eropa untuk mengembangkan teknologi pembuangan karbon rendah. Dalam dokumen

roadmap Uni Eropa tahun 2010-2020 terdapat tujuh teknologi yang akan mereka kembangkan diantaranya adalah energi yang berasal dari angin, energi yang berasal dari matahari, bio energi, daerah tangkapan karbon dan penyimpanan, jaringan listrik, energi nuklir yang berkelanjutan dan konsep kota pintar. Uni Eropa juga telah mengidentifikasi tantangan dalam mengembangkan jaringan listrik termasuk menciptakan pasar dalam negeri, perkembangan cepat dari sumber energi yang terintegrasi, dan mengembangkan tata kelola hubungan antara penyedia listrik dan konsumen. Amerika serikat juga tidak mau ketinggalan dalam pengembangan sistem ketenagalistrikan yang berkelanjutan. Di bawah

Federal Power Act (FPA), yang merupakan institusi transmisi jaringan listrik antar Negara bagian yang komersial dengan utilitas public dan merupakan institusi yang diandalkan dalam penyediaan energi listrik terbesar di Amerika Serikat di wilayah yuridiksi Federal Energy Regulatory Comission (FERC). Komisi ini juga bertanggungjawab dibawah Energi Independence and Security Act of 2007 (EISA) untuk masalah membuat peraturan yang mengadopsi standard an protocol dalam meyakinkan fungsi dan pengoperasian

smart grid antar Negara bagian (Lyster, 2010).

Pengalaman dari negara-negara maju dalam penggunaan sistem smart grid merupakan inovasi dalam pengelolaan dan pemeliharaan sistem infrastruktur tenaga listrik yang berkelanjutan, dimulai dari sumber listrik hingga pendistribusian kepada konsumen. Pelayanan listrik yang mulai dari sumber energi seperti penggunaan wind mill atau kincir angin sebagai sumber energi dan solar energi atau sumber listrik dari matahari sampai dengan pendistribusian kepada konsumen membutuhkan komitmen dan keterpaduan antar elemen sehingga menghasilkan suatu skema yang efektif dan efisien. Untuk itu dalam paper ini saya mencoba melihat tata kelola pemeliharaan sistem jaringan infrastruktur listrik yang berkelanjutan dengan sistem smart grid dan mengelaborasi permasalahan-permasalahan apa saja jika hal-hal yang baik dari Negara-negara maju kita terapkan di Indonesia dalam rangka mengurangi dampak pemborosan energi dan mengantisipasi isu perubahan iklim.

KAJIAN LITERATUR

Pengertian smart grid adalah sistem integrasi tingkat tinggi, sistem komunikasi dua arah dan beberapa sensor dengan jaringan transmisi dan distribusi dengan utilitas yang memungkinkan untuk mengoptimalkan hasil yang cepat dan tepat . Smart grid merupakan inovasi tata kelola energi yang ramah lingkungan dan menurut World Economic Forum pada tahun 2010, sistem ini dapat mengurangi emisi karbon sebesar 25% di Australia, Uni Eropa dan Amerika Serikat (Lyster, 2010).

Sistem distribusi smart grid yang diutarakan oleh Popovic,et al (2012), bahwa tujuan sistem distribusi dari smart grid yang memenuhi persyaratan tujuan global adalah dengan :

1. Mengintegrasikan generator pendistribusian yang terbarukan atau ramah lingkungan yang berbeda besaran dan teknologi pada sistem distribusi. Pengintegrasian sistem distribusi pembangkit listrik dari semua teknologiyang digunakan (photovoltaic, pembangkit tenaga kincir angin, small hydroelectric,

biomass) dapat didistribusikan dalam jaringan voltase yang sedang dan rendah dan dapat digunakan untuk penggunaan listrik dengan kekuatan maksimal.

2. Untuk mengoptimalkan pengoperasian dan penggunaan jaringan infrastruktur. Hal ini dilakukan untuk menguragi penggunaan listrik berlebihan, penambahan daya listrik pada bangunan baru,dan mengurangi energi listrik yang hilang percuma.

3. Penyediaan informasi yang baik kepada konsumen dan pilihan untuk mereka memilih dalam menjadi bagian dalam sistem pendistribusian listrik.

4. Pemeliharaan dan pengembangan tingka kepercayaan, kualitas dan keamanaan pelayanan sistim distribusi ini.

(3)

Negara-negara maju yang telah menerapkan smart grid juga harus mempersiapkan pra infrastruktur selain infrastruktur fisik adapula non fisik seperti pola legalitas yang jelas antara penyedia dan pengguna sistim ini, pertimbangan alternative pengeluaran dan keuntungan dari sistim smart grid, struktur organisasi yang jelas dalam pengelolaan smart grid, pendidikan dan pengembangan keterampilan sumber daya manusia, promosi solusi sistem smart grid kepada stakeholders dan konsumen (Popovic et.al, 2012)

Pola kerja sistem manajemen smart grid menurut We Gui et.al (2011), dapat digambarkan seperti dibawah ini :

Sumber : Power quality management platform for Smart Grid, (Wei Gu. et.al,2011)

Semenjak smart grid menjadi pilihan manajemen pengelolaan kualitas yang ramah lingkungan, dapat digambarkan pola kerja manajemen smart grid yang serba menggunakan komputer. Sebagai langkah pertama adalah bagaimana computer menganalisis mengenai data kekuatan listrik dan mitigasinya, data tersebut direkam dan diperbaharui setiap waktu dan kualitas voltase kekuatan listrik dan analisis tegangan yang dinamis dapat dilaksanakan secara normal. Berdasarkan dari data analisis kualitas, dapat terdiagnosa kualitas kekuatan listrik dengan demikian perbedaan tegangan yang berbeda dari biasanya akan cepat terdeteksi dan dapat diketahui ada pengurangan kekuatan listrik, setelah itu akan ditemukan pula perbedaan kualitas dari supply kekuatan listrik kepada konsumen sehingga dapat cepat terdeteksi jika ada gangguan dalam pendistribusian listrik. Pemeliharaan yang preventif melalui sistem ini dilakukan agar cepat mendeteksi permasalahan yang terjadi sehingga dapat dilaksanakan aksi sebelum ada komplain dari konsumen.

(4)

ANALISIS

Penggunaan smart grid di Indonesia saat ini digagas oleh Kementerian Riset dan Teknologi yang dilakukan di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut bisa dilaksanakan sebagai daerah percontohan penggunaan sistem smart grid dari mulai hulu sampai hilir (http://plus.google.com/101700157116083464169?prsrc=3). Kementerian Riset dan Teknologi dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi berharap bahwa infrastruktur yang telah dibangun dapat diimplementasikan secara tepat di daerah tersebut. Akan tetapi saat ini seandainya pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi membangun dan merencanakan sistem smart grid ini dengan pola operasional dan pemeliharaan seadanya maka akan menjadi proyek semu saja. Seperti yang kita ketahui bahwa pengelolaan dan pemeliharaan sistem smart grid yang tidak murah ini menggunakan pola manajemen yang professional yang diantaranya adalah :

1. Infrastruktur yang terintegrasi baik dari hulu hingga pendistribusiannya kepada konsumen.

2. Tingkat konsumsi listrik masyrakat dan kemampuan membayar pelayanan yang sudah didapatkan oleh masyarakat.

3. Organisasi atau lembaga yang bertanggungjawab dalam pengelolaan dan operasional smart grid ini. 4. Kemampuan sumber daya manusia lokal untuk mengembangkan pola pelayanan yang efektif dan

efisien.

Dari ke empat pola manajemen yang professional tersebut marikita lihat satu persatu dan apakah Indonesia secara umum dan Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur secara khusus sudah siap menggunakan sistem smart grid ini. Yang pertama mengenai ketersediaan infrastruktur, seperti yang kita ketahui infrastruktur kelistrikan ini sangat mahal jika dibangun dari awal atau hulunya walaupun dapat digunakan kapasitas yang murah dengan kondisi yang baik. Untuk membangun sistem ini tidak mudah dan murah, memerlukan kesabaran dan ketekunan apalagi dibangun dalam wilayah dengan infrastruktur yang masih belum terintegrasi. Mungkin bisa dilakukan akan tetapi pasti dengan konsekuansi biaya yang amat besar.

Faktor kedua adalah tingkat konsumsi dan kemampuan membayar pelayanan yang didapatkan. Secara professional pemerintah juga tidak mau terus menerus terbebani dengan biaya subsidi yang tidak bisa ditutupi dengan kemampuan membayar masyarakat. Untuk itu, pertimbangan kemampuan membayar dari pelayanan yang didapatkan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan lokasi pembangunan sistem pengelolaan dengan smart grid ini.

Faktor ketiga bagaimana mempertimbangkan siapa yang bertanggungjawab mengelola operasional dan pemeliharaannya. Tentunya yang bertanggungjawab adalah sebuah institusi dengan badan hukum yang jelas, badan tersebut bisa dari pemerintah atau professional yang tentunya juga harus mendapatkan monitoring dan evaluasi dari pemerintah. Bagaimana menentukan tarif pun harus berkoordinasi dengan pemerintah sehingga tercipta pola manajemen yang baik dan pelayanan yang efektif dan efisien kepada masyarakat. Pemerintah baik pusat ataupun pemerintah Nusa Tenggara Timur harus bisa bekerja sama merumuskan siapa yang bertanggungjawab mengelola smart grid infrastruktur ini sehingga smart grid sistem yang telah direncanakan bukan proyek jangka pendek semata.

(5)

Dari keempat faktor tersebut, penciptaan sistem smart grid akan lebih baik dibangun pada daerah-daerah dengan infrastruktur kelistrikan yang lebih baik dengan pertimbangan pengurangan energi fosil dan perubahan iklim, sehingga Indonesia dapat berkontribusi menjadi bagian dari Negara-negara yang ingin mengurangi dampak perubahan iklim kedepan dengan mengurangi penggunaan energi fosil.

KESIMPULAN DAN SARAN

Tata kelola pemeliharaan jaringan infrastruktur ketenagalistrikan yang berkelanjutan melalui sistem smart grid yang terintegrasi harus dimulai dari hulu hingga hilir. Di banyak Negara maju yang dengan tujuan pengurangan penggunaan energi fosil dan perubahan iklim, penggunaan smart grid ini dilakukan secara terintegrasi dimana pola smart grid ini selain mengurangi polusi gas karbon juga untuk pengelolaan ketenagalistrikan yang efektif dan efisien. Walaupun membangun sistem ini membutuhkan konsentrasi biaya dan komitmen yang tinggi, akan tetapi hasil yang dicapai sesuai dengan apa yang telah dikeluarkan.

Sistem smart grid yang berbasis komputerisasi memerlukan tenaga-tenaga terampil dan berkomitmen untuk operasional dan pemeliharaannya sehingga sistem yang dibangun dengan biaya tinggi ini tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan awal. Untuk itu, pola tata kelola dari sistem jaringan infrastruktur ini harus jelas dan tepat.

Indonesia tidak mau ketinggalan dalam melakukan inovasi smart grid ini, akan tetapi perlu diingatkan bahwa tata kelola pemeliharaan jaringan infrastruktur ketenagalistrikan harus yang berkelanjutan ini harus melalui tahapan-tahapan kesiapan yang diantaranya ketersediaan infrastruktur, kemampuan daya beli masyarakat, ketersediaan institusi pengelola dalam operasional dan pemeliharaan dari hulu sampai hilir dan yang terakhir adalah kemampuan sumber daya manusia yang ada. Untuk itu, Indonesia sebagai Negara yang sudah memulai sistem ini di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur harus berkomitmen kuat untuk membangun infrastruktur smart grid ini dengan memperhatikan keempat faktor penting tersebut sehingga apa yang telah dilakukan bukan menjadi proyek semu semata.

DAFTAR PUSTAKA

Department of the Environment, W. H. (2009). Smart Grid, Smart City: A new direction for a new energy era. the Commonwealth Copyright Administration.

Lyster, R. (2010). Smart Grids : Opportunities for climate change mitigation and adaptation.

Monash University Law Review vol 36 , 173-191.

M.Shabon, J. P. (2013). Implementation of Energy Storage in a Future Smart Grid. Australian Journal of Basic and Applied Sciences , 273-279.

Watson, N. R. (2011). Power Quality in Smart Grids. International Review of Electrical Engineering (I.R.E.E.) , 2684-2688.

Wei Gu, Fang Wang, Zhi Wu, Xiao-Dong Yuan. (2011). Power Quality Management Platform for smart grid. International Review of Electrical Engineering (I.R.E.E.), Vol. 6, N. 3 , 1409-1416.

Željko N. POPOVIĆ, Bratislava B. RADMILOVIĆ, and Vladan M. GAČIĆ. (2012). Smart Grid

Concept in Electrical Distribution System. THERMAL SCIENCE Vol. 16 , S205-S213.

http://ieeesb.ft.ugm.ac.id/author/admin

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Menguraikan data potensi energi primer, wilayah usaha, konsumsi tenaga listrik, kapasitas pembangkit terpasang tenaga listrik, sistem transmisi, sistem distribusi, Rasio

Pada suatu jaringan komputer yang terkoneksi dengan internet dapat ditempatkan satu atau lebih komputer yang berfungsi sebagai server atau komputer yang dapat diakses baik

Energi Listrik Tenaga Surya PLTS On Grid merupakan sistem energi listrik tenaga surya yang terhubung dengan sistem jaringan utility, sehingga jika daya yang dihasilkan PLTS

Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terpusat (Off-Grid) merupakan sistem pembangkit listrik yang memanfaatkan radiasi matahari tanpa terhubung dengan jaringan PLN

Sistem tenaga listrik merupakan suatu sistem yang menyalurkan kebutuhan listrik dari pembangkit listrik hingga konsumen. Sistem tenaga listrik terdiri atas tiga bagian utama yaitu,

Se- hingga dapat disimpulkan bahwa pengembangan trainer pembangkit listrik tenaga surya sistem on grid dengan PLN bagi mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Grid-connected Photovoltaic system atau Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terkoneksi Jaringan merupakan sistem pembangkit listrik tenaga surya yang terhubung

Energi panasbumi merupakan energi yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan, dan pemanfaatannya sebagai pembangkit listrik yaitu sebagai penggerak turbin dengan menggunakan