• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT ADOPSI PETANI DALAM APLIKASI MIKROORGANISME LOKAL KEONG MAS UNTUK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT ADOPSI PETANI DALAM APLIKASI MIKROORGANISME LOKAL KEONG MAS UNTUK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

88

TINGKAT ADOPSI PETANI DALAM APLIKASI

MIKROORGANISME LOKAL KEONG MAS UNTUK

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA (Panicum

maximum)

THE ADOPTION FARMER IN THE APPLICATION MICROORGANISM LOCAL “KEONG MAS” TO THE GROWTH AND THE PRODUCTION OF

GRASS BENGGALA (Panicum maximum)

Aminuddin Saade, Rusdin

Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat adopsi pengetahuan, sikap, dan keterampilan peternak dalam aplikasi mikroorganisme lokal keong mas pada rumput benggala. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 7 Maret sampai dengan 3 Mei 2014. Metode yang digunakan adalah pendekatan individu dan kelompok dengan teknik diskusi dan demonstrasi cara. Materi penyuluhan yang disampaikan yaitu Aplikasi Mikroorganisme Lokal Keong Mas terhadap Pertumbuhan dan Produksi rumput Benggala. Sebelum dan sesudah penyuluhan dilaksanakan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana tingkat adopsi terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan petani mengenai Aplikasi Mikroorganisme Lokal Keong Mas terhadap Pertumbuhan dan produksi rumput Benggala. Hasil penelitian menunjukkan tingkat adopsi pengetahuan petani mencapai 36,67%, sikap 9,33% dan keterampilan 16,67%, serta efektifitas penyuluhan mencapai 34,87%. Hal ini berarti efektifitas penyuluhan berada pada kategori cukup efektif

Kata kunci : Tingkat adopsi aplikasi Microorganisme lokal

ABSTRACT

This study aimed to find out the adoption level of knowledge, attitude, and breeder skill in the application local “Keong Mas”to the growth and the production of grass Benggala . The study was conducted from March 7 until May 3, 2014. The method used in this study was individual and group approach with discussion technique and demonstration. The extension materials submitted the application local “Keong Mas”to the growth and the production of grass Benggala. Before and after the extension was held evaluation to know how far the adoption level of knowledge, attitude, and farmer skill on the application local “Keong Mas”to the growth and the production of grass Benggala. The result of this study showed that adoption level of farmer knowledge up to 36,67 %, attitude 9,33 % and skill 16,67 %, and the effectiveness of extension up to 34,87%. It means that the effectiveness of extension in the category quite effective.

(2)

89

PENDAHULUAN

Usaha peningkatan produktivitas ternak ruminansia, perlu disertai dengan usaha penyediaan hijauan makanan ternak dalam jumlah yang cukup, berkualitas dan secara kontinu tersedia. Pakan merupakan kebutuhan tertinggi dalam manajemen budidaya ternak, yaitu sekitar 70-80% dari seluruh biaya produksi, mengingat tingginya komponen biaya maka perlu adanya perhatian dalam penyediaan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Tidak terkecuali bagi ternak ruminansia dimana pakan yang diperlukan berupa hijauan makanan ternak, kebutuhan pokok konsumsi hijauan makanan ternak untuk setiap harinya kurang lebih 10% dari berat badan ternak (AAK, 2004).

Peningkatan kualitas hijauan pakan dalam mendukung keberhasilan usaha peternakan sangat diperlukan melalui terobosan berdasarkan perkembangan ilmu dan teknologi yang ada. Lebih dari satu dekade terakhir, para peneliti dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang berkecimpung di bidang hijauan pakan di Indonesia telah melakukan sebuah terobosan pengembangan hijauan pakan unggul yang berasal dari luar negeri. Tujuannya untuk menambah keanekaragaman hijauan pakan dalam negeri dan memperoleh hijauan yang berkualitas unggul dibanding dengan hijauan lokal. Hijauan yang sengaja diintroduksikan, selanjutnya dilakukan pengadaptasian dari setiap jenis hijauan yang ada untuk menentukan hijauan mana yang cocok dikembangkan di Indonesia sebagai salah satu daerah tropis (Hasan, 2012).

Menyadari akan hal tersebut maka lahan dapat dikendalikan dengan penerapan pengelolaan lahan secara berkelanjutan melalui pemanfaatan potensi bahan organik yang berasal dari lingkungan

sekitar. Penggunaan pupuk cair dengan memanfaatkan jenis mikroorganisme lokal menjadi alternatif penunjang kebutuhan unsur hara dalam tanah. Purwasasmita (2009), larutan mikroorganisme lokal adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar berbagai sumberdaya yang tersedia. Larutan mikroorganisme lokal mengandung mikroorganisme yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan agen pengendali hama dan penyakit tanaman sehingga baik digunakan sebagai dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik.

Berdasarkan permasalahan diatas, dibutuhkan usaha maksimal untuk menggali dan memanfaatkan potensi bahan organik yang cukup tersedia secara alami, maka penulis mengkaji tentang aplikasi mikroorganisme lokal keong mas terhadap pertumbuhan dan produksi rumput benggala, maka perlu ada pengukuran dalam adopsi aplikasi tersebut dalam merubah pengetahuan, sikap dan, keterampilan petani.

METODE PELAKSANAAN Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Kampus Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa dan di Desa Borong Pa’la’la, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa dari 7 Maret sampai dengan 3 Mei 2014.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah, folder, kamera, kuesioner dan lembaran persiapan menyuluh sebagai media persiapan penyuluhan. Bahan yang digunakan adalah keong mas, gula merah, air cucian beras dan pols rumput benggala, dan untuk pencatatan kegiatan harian yaitu

(3)

90

kertas HVS, pulpen, buku tulis, kertas manila dan spidol,.

Analisis Data Rancangan Penyuluhan

1. Materi

Materi yang disampaikan dalam penyuluhan adalah pemanfatan mikroorganisme lokal keong mas sebagai pupuk cair pertumbuhan rumput benggala (Panicum maximum).

2. Metode dan Teknik

Metode penyuluhan yang digunakan dalam penerapan rancangan penyuluhan yaitu melalui metode pendekatan kelompok dan perorangan. Metode pendekatan kelompok menggunakan teknik penyuluhan ceramah dan diskusi, demonstrasi cara, dan demonstrasi hasil, Sedangkan metode pendekatan perorangan menggunakan teknik penyuluhan demonstrasi cara.

3. Media

Media yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan adalah berupa folder dan benda sesungguhnya agar sasaran lebih yakin dengan teknologi tersebut.

4. Analisis Penyuluhan

Penyuluhan dilakukan untuk mengukur sikap, pengetahuan dan keterampilan peternak terhadap penggunaan mikroorganisme lokal, pertumbuhan dan produksi rumput benggala. Penyuluhan yang dilaksanakan dengan melakukan evaluasi awal dan evaluasi akhir. Metode yang digunakan untuk menganalisis tingkat respon petani terhadap materi penyuluhan adalah dengan menggunakan

rating scale atau skala nilai kemudian

ditabulasi dan diolah dengan menggunakan garis continium

(Padmowiharjo, 2002).

Kuesioner yang digunakan terdiri dari 5 pertanyaan untuk pengetahuan, 5 pertanyaan untuk sikap dan 5 pertanyaan untuk keterampilan, dimana seluruh pertanyaan terkait dengan judul. Hasil penelitian tes awal dan tes akhir diberi skor dengan ketentuan : jawaban a nilai 5, b nilai 4, c nilai 3, d nilai 2 dan e nilai 1 sehingga interpretasi skor adalah skor tertinggi 24 x 5 x 5 = 600 dan skor terendah 24 x 5 x 1 = 120, dan digambarkan dengan garis continiuum.

Kriteria minimum skor -maksimum Skor Kelas Interval 

Selanjutnya hasil pre test dan post test ditabulasi untuk mengevaluasi sasaran berdasarkan kategori nilai yang dicapai. Sedangkan untuk mengetahui peningkatan efektifitas peningkatan penyuluhan menggunakan rumus persentase efektifitas yang dibagi atas kriteria dengan rumus:

100% x Pr -N5Q Pr -Ps ETP Keterangan :

ETP = Efektivitas tingkat penyuluhan

Ps = Post test Pr = Pre test

N = Jumlah responden 5 = Nilai tertinggi

100 % = Pengetahuan yang ingin dicapai

Ps – Pr = Peningkatan penyuluhan N5Q – Pr = Nilai kesenjangan

Kriteria penilaian berdasarkan Ginting (1991), sebagai berikut:

< 33,33 % = Kurang efektif 33,34 – 66,66 % = Cukup efektif >66,67 % = Efektif

(4)

91

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani dan Kelompok Tani

1. Karakteristik Kelompok Tani

Karakteristik petani yang ada di Desa Borong Pa’la’la adalah majemuk dimana petaninya tidak mengusahakan satu jenis

usaha tani karena sebagai petani sawah, peternak dan petani hortikultura, sedang karakteristik kelompok tani berdasarkan kelas kemampuan masih sangat rendah dari 11 kelompok tani dan 1 kelompok wanita tani kelas kemampuannya masih pemula, kelas kemampuan dan jumlah anggota dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 . Karakteristik Kelompok Tani Berdasarkan Kelas Kemampuan dan Jumlah Anggota di Desa Borong Pa’la’la, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa.

Kelas Jumlah Persentase

Kelompok tani anggota

Kemampuan (Jiwa) (%)

Sumbarrang Pemula 25 8,47

Baji Ampe Pemula 25 8,47

Sipatetei Pemula 25 8,47

Kumbu Tojeng Pemula 25 8,47

Sikatutui Pemula 25 8,47

Bontoa Pemula 25 8,47

Pa’rappunganta Pemula 25 8,47

Minasa Baji Pemula 25 8,47

Sejahtera Pemula 25 8,47

Tau Beru Pemula 25 8,47

Biring Balang Pemula 25 8,47

Lente Ala Pemula 20 6,83

Jumlah 295 100,00

Sumber: Rencana Kerja Penyuluh Pertanian 2014

Tabel 1 menunjukkan dari 12 kelompok tani semuanya masih kelas kemampuan pemula. Untuk lebih meningkatkan kelompok tani sebagai penggerak utama pembangunan pertanian khususnya di Desa Borong Pa’la’la maka perlu bimbingan dan motivasi yang berkelanjutan melalui kegiatan penyuluhan agar pengetahuan, sikap dan keterampilan petani bertambah khususnya dalam penerapan inovasi teknologi baru dalam mengelola usaha tani yang efektif

dan efisien.

2. Karakteristik Petani Responden a. Tingkat Umur

Tingkat umur adalah faktor yang mempengaruhi produktifitas kerja seseorang. Kemampuan fisik bagi umur tua sudah berkurang dibanding dengan yang umur muda. Adapun responden berdasarkan tingkat umur dapat dilihat pada Tabel 2.

(5)

92

Tabel 2 . Responden Berdasarkan Tingkat Umur di Desa Borong Pa’la’la, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa.

Tingkat Umur Jumlah Jiwa Persentase (%)

29 – 40 12 50,00

41 – 50 7 29,17

51 – 55 4 16,67

56 keatas 1 4,16

Jumlah 24 100,00

Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014

Tabel 3. Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Borong Pa’la’la, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa.

Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Tidak sekolah 3 12,50

SD 12 50,00

SMP 5 20,83

SMA 4 16,67

Jumlah 24 100,00

Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014

Tabel 2 menyatakan bahwa tingkat umur responden pada 29 – 40 tahun (50%), umur 41 – 50 tahun (29,17%), umur 51 – 60 tahun (16,67%) dan umur 61 – 70 tahun (4,16%). Dengan demikian petani sebagai tenaga kerja produktif. Ini terlihat dari responden umur 29 sampai 55 tahun cukup tersedia. Rochani (2004) bahwa umur yang produktif sebagai tenaga kerja adalah 15 – 55 tahun.

b. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden mendukung tingkat pengetahuan, makin tinggi suatu pendidikan suatu pendidikan maka semakin tingkat pengetahuan semakin meningkat. Adapun tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa berdasarkan pendidikan responden terdapat 3 orang (12,50%) tidak sekolah, 12 orang (50,00%) berpendidikan SD, 5

orang (20,83%) yang berpendidikan SMP dan 4 orang (16,67%) SMA. Diketahui bahwa semakin rendah tingkat pendidikan seseorang berarti semakin lambat dalam mengadopsi suatu teknologi. Hal ini diperjelas dengan pendapat Soekartawi (1995) yang mengatakan mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif cepat dalam menerima suatu inovasi dan sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah agak sulit merespon atau menerima suatu inovasi.

c. Pengalaman Bertani

Pengalaman kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam menjalankan usaha yang digeluti. Semakin banyak pengalaman seseorang maka semakin baik dalam menjalankan usahanya. Adapun pengalaman bertani dapat dilihat pada Tabel 4

(6)

93 Tabel 4. Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani di Desa Borong Pa’la’la,

Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa.

Pengalaman Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

6 – 10 12 50,00

11 – 15 8 33,33

16 – 21 4 16,67

Jumlah 24 100,00

Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014

Tabel 5. Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga di Desa Borong, Pa’la’la Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa.

Tanggungan Jumlah Persentase

keluarga (Jiwa) (%)

1 – 3 11 45,83

4 – 6 13 54,17

Jumlah 24 100,00

Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 24 responden 12 orang yang sudah berpengalaman 6 sampai 10 tahun bertani, 8 orang yang sudah berpengalaman 11 sampai 15 tahun bertani dan 4 orang yang sudah berpengalaman 16 sampai 21 tahun bertani. Ini menandakan bahwa petani sudah tergolong berpengalaman karena rata-rata responden sudah menggeluti pertanian bertahun-tahun.

d. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang dimiliki dan

menjadi tanggungan oleh responden. Adapun jumlah tanggungan keluarga dari masing-masing responden dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 menguraikan bahwa jumlah tanggungan keluarga responden yang ada di Desa Borong Pa’la’la yang sebagai responden terdapat 11 orang (45,83%) yang tanggungan keluarga 1 sampai 3 orang dan 13 orang (54,17%) yang tanggungan 4 sampai 6 orang. Ini

menandakan semakin banyak jumlah tanggungan keluarga semakin sempit lahan garapan yang dikelola.

Respons Petani Terhadap Kajian Materi

Respons petani terhadap kajian materi yang telah dilaksanakan dan disuluhkan dapat direspon oleh petani apabila memenuhi 3 aspek utama yang merupakan syarat mutlak agar kajian materi yang yang berupa teknologi atau inovasi baru dapat menunjang usaha ternak yang dikelolah untuk memperoleh hasil yang optimal.

Adapun 3 syarat utama yang dapat menunjang petani dalam mengelolah usaha peternakannya adalah 1). Aspek teknis, 2). Aspek sosial dan 3). Aspek ekonomi. Berdasarkan kajian materi yang telah dilakukan yakni: Aplikasi mikroorganisme lokal keong mas sebagai pupuk organik cair untuk tanaman rumput benggala dapat meningkatkan produksi mendapatkan respon dari petani baik

(7)

94

secara individu maupun secara kelompok. Dalam hal ini petani memiliki asumsi atau pengertian bahwa, kajian materi yang disuluhkan, ditinjau dari aspek teknis menunjang untuk dilaksanakan dalam usaha yang dimiliki oleh petani tersebut. Demikian pula halnya dari aspek sosial, pemanfaatan mikroorganisme lokal keong mas sebagai pupuk organik cair yang digunakan petani tidak bertentangan dengan adat-istiadat, tidak mencemari lingkungan disekitarnya bahkan mengurangi resiko kegagalan panen padi akibat serangan keong mas.

Berdasarkan aspek ekonominya aplikasi mikroorganisme lokal keong mas sebagai pupuk organik cair lebih rendah dibandingkan dengan pupuk kimia sehingga dapat memberikan keuntungan dan meningkatkan pendapatan

keluarganya.

Evaluasi Penyuluhan Pertanian

Rangkaian dari manajemen, evaluasi penyuluhan merupakan salah satu bagian untuk menentukan efektifitas penyuluhan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistimatis dan obyektif.

Aspek yang diukur dalam pelaksanaan penyuluhan adalah efektifitas penyuluhan, pengetahuan, sikap dan keterampilan petani terhadap pemanfaatan mikroorganisme lokal keong mas sebagai pupuk organik cair. Aspek yang diukur berdasarkan kuesioner pada petani responden melalui tes awal dan tes akhir,, adapun hasil evaluasi kegiatan penyuluhan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Evaluasi Penyuluhan Aplikasi Mikroorganisme Lokal Keong Mas untuk

Rumput Benggala

Uraian Jumlah Pengetahuan % Jumlah Sikap Keterampilan

% Jumlah % Nilai maksimal 600 100,00 600 100,00 600 100,00 Tes Awal 153 25,50 364 60,67 204 34,00 Tes Akhir 373 62,17 420 70,00 304 50,67 Perubahan perilaku 220 36,67 56 9,33 100 16,67

Sumber: Data Primer yang telah diolah Tahun 2014

Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat

perubahan pengetahuan responden meningkat mencapai 36,67%, sikap 9,33% dan keterampilan 16,67%. Dari perubahan perilaku, dapat diasumsikan bahwa penyuluhan tentang aplikasi mikroorganisme lokal keong mas sebagai pupuk organik cair untuk rumput benggala dapat diadopsi petani responden dan hasil evaluasi tes awal dan akhir secara terinci dapat dilihat pada pada tabel 6.

Evaluasi penyuluhan merupakan salah satu bagian untuk menentukan efektifitas program penyuluhan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan hasil

penyuluhan maka efektifitas program penyuluhan sebagai berikut:

Efektifitas Penyuluhan: Ps – Pr x 100% (n.5.ƍ) – Pr 1.097 – 721 x 100% (24.5.15) - 721 376 x 100% 1.800 - 721

(8)

95 376

= x 100%

1.079 = 34,85%

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, efektifitas penyuluhan yang telah dilaksanakan berada pada kategori cukup efektif dengan persentase skor 36%. Hal tersebut mencerminkan bahwa program penyuluhan yang diterapkan cukup diminati dan dibutuhkan oleh sasaran penyuluhan.

KESIMPULAN

Hasil penyuluhan diperoleh baik terhadap inovasi yang disampaikan dimana perubahan pengetahuan petani mencapai 36,67, sikap 9,33% dan keterampilan 16% serta efektifitas penyuluhan adalah 34,85% berada pada tingkat cukup efektif.

DAFTAR PUSTAKA

AAk, 2004. Hijauan Makanan Ternak

Potong, Kerja dan Perah. Kanisius,

Yokyakarta.

Hasan S., 2012. Hijauan Pakan Tropik. IPB Press. Bogor

Ibrahim dkk, 2003. Komunikasi dan

Penyuluhan Pertanian. Bayu Media

Malang

Mardikanto, T. 2003. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian. IPB, Bogor

Mardikanto, T. dan Sutami S. 1998.

Petunjuk Penyuluhan Pertanian.

Usaha Nasional. Surabaya Padmowihardjo, S. 1999. Metode

Penyuluhan Pertanian. Universitas

Terbuka, Jakarta.

Rejeki dan Herawati, 1999. Dasar-Dasar

Komunikasi untuk Penyuluhan.

Universitas Brawiyaja. Malang. Rismunandar, 2007. Mendayagunakan

Tanaman Rumput. Sinar Baru

Algensindo. Bandung.

Sastrosupandi, A. 2000. Rancangan

Percobaan Praktis Bidang

Pertanian. Kanisius Yokyakarta.

Shidqi, M. 2011. Mikro organisme Lokal

Untuk Kemandirian. (online),

http://muhammadshidqi.blogspot.co m, (diakses 5 Februari 2014).

Soedarmanto, S., 1999, Dasar-Dasar

Pengelolaan Penyuluhan Pertanian.

Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Sosroamidjojo, S. Dan Soeradji, 1981.

Peternakan Umum. C.V.

YASAGUNA. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006, Tentang.

Sistim Penyuluhan Pertanian,

Perikanan,dan Kehutanan.

Departemen Pertanian. Jakarta Wahyuti. U., 2003. Metode dan Teknik

Penyuluhan Pertanian. Modul

Universitas Terbuka. Jakarta.

Van den Ban dan Hawkins, 1999.

Penyuluhan Pertanian. Kanisius.

Gambar

Tabel  1  .  Karakteristik  Kelompok  Tani  Berdasarkan  Kelas  Kemampuan  dan  Jumlah  Anggota di Desa Borong Pa’la’la, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa
Tabel 3. Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Borong Pa’la’la, Kecamatan  Pattallassang, Kabupaten Gowa
Tabel  5.  Responden  Berdasarkan  Jumlah Tanggungan  Keluarga  di  Desa  Borong,  Pa’la’la  Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa
Tabel 6.   Hasil Evaluasi Penyuluhan Aplikasi Mikroorganisme Lokal Keong Mas untuk  Rumput Benggala

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dan beberapa ulasan yang ada terkait GHQJDQ SHULODNX NRQVXPVL GDQ SURGXN GHSRVLWR \DQJ DGD GL EDQN V\DUL¶DK VHEDJDL instrumen

Secara lugawi dalam bahasa arab moderasi dengan istilah Al-wasathiyah, Kemeneterian Agama RI yang telah menyusun konsep Moderasi Islam menyebutkan bahwa, kemajemukan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan durasi waktu tidur, paparan asap rokok, dan lama pemberian ASI dengan tekanan darah pada ibu menyusui yang memiliki

Pengetahuan baik pembuat kebijakan maupun pelaksana kebijakan itu sendiri masih sangat lemah; dan (3) Upaya yang dilakukan SDN Cilempuyang 01 dan SDN Cilempuyang 02 untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) peningkatan hasil belajar geografi siswa; (2) bagaimanakah aktivitas guru dan siswa; (3) keterampilan guru dalam menggunakan

pengertian berkaitan dengan pembahasan skripsi ini. Bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif yuridis, yaitu untuk memberikan gambaran umum

Penelitian yang telah dilakukan Idharmahadi Adha, (2011) dengan memanfaatkan abu sekam padi sebagai pengganti semen pada metoda stabilisasi tanah di Lampung

Hasil penelitian yang dilakukan dapat menjelaskan secara teknis dalam hal pelaksanaan pekerjaan perbaikan jalan di atas tanah lunak dengan perkuatan