• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYUSUNAN TRAFFIC ANALYSIS ZONE DENGAN METODA AGGREGASI UNIT KELURAHAN BERDASARKAN PRINSIP HOMOGENITAS KAWASAN. Habibi Lubis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYUSUNAN TRAFFIC ANALYSIS ZONE DENGAN METODA AGGREGASI UNIT KELURAHAN BERDASARKAN PRINSIP HOMOGENITAS KAWASAN. Habibi Lubis"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

167

PENYUSUNAN TRAFFIC ANALYSIS ZONE DENGAN METODA AGGREGASI UNIT KELURAHAN BERDASARKAN PRINSIP HOMOGENITAS KAWASAN

Habibi Lubis

Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan

Institut Teknologi Bandung

Labtek IX A, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132

Abstrak

Pergerakan orang atau barang lazim digambarkan dengan matriks asal-tujuan (MAT).Lokasi asal dan tujuan pergerakan adalah lokasi berbasis zona yang dikenal dengan istilah Traffic Analysis Zone (TAZ). Untuk menghasilkan data MAT yang baik, TAZ yang optimal mutlak diperlukan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk menyusun TAZ yang optimal dengan metoda aggregasi unit kelurahan dengan mempertimbangkan aspek homogenitas a-spatial dan spatial telah diusulkan dan dibahas dalam tugas akhir ini untuk wilayah studi Kota Bandung. Kerangka homogenitas a-spatial kawasan yang disusun dalam studi ini membagi unit kelurahan Kota Bandung kedalam empat cluster. Masing-masing cluster diasumsikan sudah memiliki tingkat homogenitas yang tinggi dalam satu cluster dan memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi antar cluster. Hal ini telah dibuktikan dengan nilai varian dalam cluster yang rendah dan varian intercluster yang tinggi. Dengan metoda aggregasi spatial dari 139 zona awal diperoleh 40 zona berdasarkan kerangka homogenitas a-spatial yang sudah disusun sebelumya. TAZ yang mencirikan homogenitas di dalamnya (optimal) sudah dihasilkan , sehingga antara satu zona cukup berbeda dengan zona lain di sekitarnya. Ini dibuktikan dengan Moran’s I yang menunjukkan zona yang terbentuk semakin berbeda dengan zona di sekelilingnya (random).

Kata kunci: Traffic Analysis Zone (TAZ), Cluster, Agregasi

Abstract

Movements of people or goods are commonly described by origin-destination matrix (MAT). Location of origin and destination is the location-based movement of the zone known as Traffic Analysis Zone (TAZ). To produce good MAT data, optimal TAZ is absolutely necessary. Therefore, this study aims to develop an optimal TAZ with administrative unit aggregation method by considering aspects of homogeneity of a-spatial and spatial that has been proposed and discussed in this study for study region of city of Bandung. Homogeneity of a-spatial framework area compiled in this study divides the city of Bandung administrative unit into four clusters. Each cluster is assumed to already have a high degree of homogeneity within a cluster and have a high level inter-cluster heterogeneity. It has been proved by the low variance in the cluster and high intercluster variance. With the spatial aggregation method of the 139 starting zone obtained 40 zones based on the homogeneity of a-spatial framework that has been prepared previously. TAZ that characterize the homogeneity in (optimal) is produced, thus quite different from one zone to another zone in the vicinity. This is evidenced by the Moran's I, which shows the different zones formed by the surrounding zone (random).

(2)

168 1. Pendahuluan

Pengetahuan tentang pergerakan orang atau barang antar suatu kawasan yang lazim dikenal dengan interaksi antar kawasan merupakan informasi penting perencanaan transportasi (Meyer & Miller, 2001; 181). Adanya informasi yang baik tentang pergerakan orang dan atau barang akan sangat membantu dalam menyelesaikan permasalahan transportasi perkotaan. Informasi yang menggambarkan pergerakan orang dan atau barang umumnya digambarkan dalam bentuk matrik asal-tujuan pergerakan (MAT). Data MAT mencerminkan besaran pergerakan dari lokasi asal menuju lokasi tujuan dari sebuah pergerakan. Pada perencanaan transportasi, lokasi asal dan tujuan pergerakan merupakan lokasi berbasis zona yang lazim dikenal dengan Traffic Analysis Zone (TAZ). MAT yang baik sangat dipengaruhi oleh penentuan zona yang baik pula. Oleh karena itu zona yang akurat mutlak diperlukan untuk menghasilkan MAT yang benar-benar menggambarkan data pergerakan.

Penentuan TAZ memang merupakan persoalan yang pelik dalam sebuah analisis transportasi. TAZ yang terlalu luas bisa mengurangi keakuratan MAT karena akan menigkatkan pergerakan internal zona yang seharusnya menggambarkan pergerakan antar zona. Sebaliknya TAZ yang terlalu kecil, juga dapat mengurangi keakuratan MAT, karena dari zona yang kecil seringkali terjadi zero traffic. Zero traffic akan menyebabkan adanya sel pada MAT yang kosong sehingga hal ini kurang baik untuk peramalan pergerakan untuk masa depan (lihat Meyer & Miller, 2001; 181). Menurut Meyer & Miller (2001) TAZ yang baik adalah TAZ yang di bangun berdasarkan kesamaan karakteristik dari rumah tangga atau sering disebut dengan istilah household base

zone. Namun, untuk mendapatkan informasi berbasis rumah tangga membutuhkan dana dan tenaga yang cukup mahal. Sehingga penentuan TAZ umumnya dilakukan berdasarkan ciri batasan fisik atau yang paling mudah adalah batasan adminstrasi. Permasalahan zona yang terlalu luas dan terlalu kecil merupakan permasalahan yang muncul dari proses penentuan TAZ yang dilakukan berdasarkan batasan administrasi. Bandung sebagai daerah studi memiliki TAZ yang terdiri dari 146 zona yang ditentukan berdasarkan batas administrasi kelurahan. Matriks asal tujuan yang dihasilkan dari TAZ tersebut masih terlihat kejanggalan. (1) adanya sel yang kosong, (2) jumlah rumah tangga, jumlah populasi, jumlah trip bangkitan dan tarikan yang belum sepadan antara satu zona dengan zona lainnya. Dengan demikian TAZ yang sudah ada belum optimal. Oleh karena itu, sangat perlu adanya sebuah kajian penentuan alternatif TAZ yang lebih optimal di kota bandung sehingga mampu menghasilkan MAT yang lebih baik.

2. Teori Dasar Penyusunan Traffic Analysis Zone (TAZ) Berdasarkan Prinsip Homogenitas Kawasan

Pergerakan lalu lintas di jalan raya pada dasarnya bukan merupakan tujuan utama dari para pelakunya.Tetapi merupakan kegiatan yang diperlukan agar tujuan utama para pelaku perjalanan tercapai. Tujuan utama dari para pelaku perjalanan ditimbulkan oleh adanya interaksi dari berbagai jenis aktivitas yang letaknya tersebar dalam suatu wilayah. Bentuk dari tujuan utama tersebut dapat bermacam-macam, seperti bekerja, sekolah belanja, rekreasi yang kesemuanya itu dapat dikatakan sebagai aktivitas sosial dan ekonomi dalam suatu sistem di suatu wilayah.

(3)

169 Model Bangkitan-Tarikan Pergerakan (Trip Generation Model)

Trip generation model adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang bersal dan menuju suatu zona atau tata guna lahan tertentu. Dari pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu lintas. Penentuan trip generation model merupakan tahap awal dalam pelaksanaan sequential model.

Pada dasarnya dalam beberapa literatur, bangkitan pergerakan dapat di analisis melalui tiga tipe model yaitu analisis model faktor pertumbuhan (growth factor), analisis regresi dan cross-classification.

 Model Growth Factor, model ini digunakan untuk memproyeksikan bangkitan pergerakan di masa mendatang dengan mengalikan bangkitan pergerakan dengan faktor pertumbuhan. Faktor pengali pertumbuhan yang biasa digunakan adalah seperti populasi penduduk, pendapatan, kepemilikan kendaraan, dll.

 Model Regresi, analisis regresi merupakan metode statistik yang mempelajari bagaimana suatu variabel tidak bebas berkaitan dengan beberapa variabel bebas. Dalam hal ini variabel tidak bebas yang digunakan adalah bangkitan pergerakan.

 Analisis cross classification atau analisis kategori adalah metode untuk menggrupkan rumah tangga kedalam satu atau beberapa ciri sosial ekonomi tertentu. Matriks Asal-Tujuan (Origin-Destination Matrix)

Matriks O-D adalah matriks berdimensi dua yang menggambarkan besarnya pergerakan pergerakan antarlokasi (asal dan tujuan) dalam daerah tertentu. Baris dari matriks menyatakan asal pergerakan dan kolom menyatakan tujuan pergerakan sedangkan isi sel dari matriks menyatakan besarnya arus pergerakan antar asal dan tujuan pergerakan terkait. dalam hal ini, notasi Tij digunakan untuk menyatakan besarnya arus pergerakan kendaraan, orang atau barang dari tempat asal i ke tempat tujuan j selama selang waktu tertentu. Melalui matriks O-D dapat dipelajari pola pergerakan orang atau barang yang terjadi dalam daerah tertentu. Dengan mengetahui pola pergerakan yang terjadi maka akan membantu dalam memahami permasalahan transportasi yang timbul sehingga diharapkan beberapa solusi bisa dihasilkan.

Secara umum ada dua metode untuk mendapatkan matriks O-D yaitu metode konvensional dan metode non-konvensinal (Tamin, 2003).Metode konvensional dibagi lagi kedalam dua jenis yaitu metoda langsung dan tidak langsung. Metoda langsung adalah metoda untuk mendapatkan data secara langsung terjun ke lapangan seperti wawancara di tepi jalan, wawancara di rumah, menggunakan bendera, metode foto udara, dan lain-lain.Metoda tidak langsung dilakukan dengan mengolah data-data sekunder melalui pendekatan rumus-rumus matematis.Metoda yg umum digunakan adalah metode analogi dan metode sintetis.Metode non-konvensional adalah metode yang menggunakan informasi data arus lalu lintas untuk mendapatkan nilai matriks O-D.

Traffic Analysis Zone

Seharusnya sebuah zona memiliki alasan yang kuat untuk mengatakan bahwa sebuah wilayah

(4)

170 dikatakan sebuah zona pergerakan.alasan ini penting untuk mebedakan suatu zona dengan zona yang lain. Menurut Bass (1981) dalam Meyer & Miller (2001;181) ada enam kriteria untuk menentukan traffic analysis zone antara lain:

1. Mendapatkan karakteristik sosial ekonomi yang homogen dalam satu zona.

2. Meminimalisasi jumlah pergerakan internal zona.

3. Mempertimbangkan batasan fisik, politis, kekuasaan, dan sejarah.

4. Menghindari zona yang sepenuhnya berada dalam lingkup zona lainnya. 5. Mempertimbangkan agar sistem zona

memiliki jumlah rumah tangga, populasi, bangkitan datarikan pergerakan yang seimbang antara satu zona dengan zona lainnya.

6. Basis batasan zona didasarkan pada sensus block.

Kriteria yang terakhir sangat penting karena beberapa negara biasanya menyediakan data sosial ekonomi penduduk berdasarkan sensus block. Adanya data sekunder akan mempermudah untuk penyusunan traffic analysis zone karena pada kenyataanya cara survey langsung terhadap rumah tangga cukup rumit, dan membutuhkan banyak tenaga dan biaya. Oleh karena itu, pada umumnya traffic analysis zone yang digunakan adalah zona berbasis satuan wilayah administratif yang lebih luas seperti kecamatan atau kabupaten/kota.

Metoda identifikasi Homogenitas dengan Analisis Cluster

Analisis Cluster (cluster Analysis) merupakan metode untuk mengelompokkan objek-objek yang lebih banyak ke dalam objek yang lebih sedikit (Dillon, 1984; Kachigan 1986).

Analisis cluster disebut juga analisis segmentasi atau analisis taksonomi.Dalam ilmu perencanaan kota, analsis cluster juga sudah sering digunakan, misalnya untuk menetukan hirarki dari kota-kota, menentukan struktur pola kota, distribusi kelas sosial ekonomi masyarakat dalam kota, dan lain-lain (John, 1988). Prinsip dalam analisis cluster adalah mengupayakan agar cluster yang terbentuk memiliki kesamaan yang tinggi antar anggotanya (homogenitas) dan memiliki perbedaan atau jarak yang jauh dengan cluster yang lain (heterogenitas). Untuk melihat nilai homogenitas dan heterogenitas antar objek dalam analisis cluster, metode yang sering digunakan adalah adalah dengan mengukur similarity (derajat kesamaan) dari masing-masing objek. Ada dua metode untuk mengukur similarity yang biasa digunakan yaitu mengukur nilai koefisien korelasi (rij) dan jarak euclidean (dij). Analisis cluster adalah sebuah proses memilah objek berdasarkan ciri kesamaan variabel dalam masing-masing objek. Proses pemilahan objek umumnya dilakukan melalui dua cara yaitu non-hierarchical atau Partitioning method dan hierarchical method.

Jika pada sebuah koleksi data terdapat n objek, maka metode partisioning akan mebentuk k patisi data, setiap partisi merepresentasikan sebuah cluster dan k ≤ n. Dengan kata lain, metode partisioning menklasifikasikan data menjadi beberapa kelompok dengan ketentuan bahwa setiap kelompok harus berisi paling tidak satu data item, dan setiap data item harus menjadi anggota dari sebuah kelompok. Setelah mengetahui k, yaitu jumlah partisi yang harus dibangun, sebuha metode partisioning akan membentuk partisi awal. Kemudian, metode tersebut akan secara uteratif berusaha menigkatkan akurasi partisi yang terbentuk dengan cara memindahkan

(5)

171 objek dari satu kelompok ke kelompok yang lain.

Metode hierarchical akan membangun sebuah dekomposisi hierarkis dari satu himpunan data tertentu. Metode hierarchical dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi bersifat divisive atau bersifat agglomerative, berdasarkan bagaimana dekomposisi hierarkis yang akan dibangun. Pendekatan agglomerative, yang juga disebut sebagai pendekatan bottom-up, dimulai dengan masing-masing objek membentuk sebuah kelompok terpisah. Pendekatan tersebut kemudian akan menyatukan objek-objek yang saling berdekatan, sehingga semua kelompok pada akhirnya menjadi satu, atau sehingga sebuah kondisi berhenti tertentu.Sedangkan pendekatan divisive, atau yang disebut juga sebagai pendekatan top-down, dimulai dengan seluruh objek berada pada sebuah cluster yang sama. Kemudian, pada setiap iterasi, cluster akan dipecah menjadi cluster-cluster yang lebih kecil sehingga suatu kondisi berhenti tertentu.

Spatial Autocorrelation

Tujuan utama analisis data spasial dalam studi ini adalah untuk meningkatkan homogenitas dalam satu cluster zona dan meningkatkan heterogenitas antar cluster zona yang telah dibuat. Seharusnya zona yang terbentuk adalah random karena tujuan utama agregasi zona transportasi adalah untuk menghilangkan zona-zona pergerakan bertetangga yang memiliki ciri kesamaan data sosial ekonomi dan guna lahan. Asumsi awal adalah jika ada dua zona yang memiliki ciri karakteristik zona yang sama seharusnya tergabung menjadi dalam satu zona. Dengan demikian maka zona-zona yang terbentuk seharusnya memiliki ciri karakteristik sosial ekonomi yang independen

sehingga masing-masing zona merupakan zona yang benar-benar menjadi asal dan tujuan pergerakan.Untuk melihat tingkat independensi dari zona-zona yang terbentuk maka bisa dilihat dari nilai spatial autocorrelasi-nya. Melalui spatial autocorrelation dapat dilihat apakah cluster zona yang terbentuk random, berkorelasi negatif, atau berkorelasi positif. Secara logis dapat dipahami bahwa TAZ yang random atau tanpa ada spatial autocorrelation adalah lebih baik dari pada TAZ yang berkorelasi positif maupun negatif. Untuk menghitung spatial autocorrelation umumnya ada dua cara yang sering dipakai yaitu Geary’s c dan Moran’s I. jika GC = 1 spatial autocorrelation tidak terjadi;

jika GC < 1, positive spatial autocorrelation terjadi; dan

jika GC > 1, negative spatial autocorrelation terjadi.

Jika n adalah jumlah unit spatial yang di observasi maka nilai Moran’s I akan berada diantara -1 sampai dengan 1. Nilai indeks Moran semakin mendekati -1 menyatakan bahwa negative spatial autocorrelation (dispers) terjadi atau pola dispers yang mudah dipahami adalah pola papan catur dimana unit yang bernilai tinggi dikelilingi oleh tetangga yang bernilai rendah dan sebaliknya. Indeks Moran mendekati nilai harapan (expected value) yang biasanya sangat dekat dengan nila 0 (nol) menyatakan tidak terjadi spatial autocorrelation atau pola ini disebut juga dengan random. Indeks Moran mendekati 1 menyatakan positive autocorrelation terjadi (cluster). Pola cluster terjadi ketika unit yang bernilai tinggi dikelilingi oleh tetangga yang benilai tinggi dan sebalikya tetangga yang bernilai rendah dikelilingi tetangga yang bernilai rendah.

(6)

172 GIS dan Teknik yang Digunakan dalam Studi

Cowen dalam You (1996) mendefenisikan --GIS is a planning support system which is “involving the intergation of spatially referenced data in a problem solving environment.” Sebenarnya banyak perencana ragu dengan defenisi ini. Jika agak sulit menerima defenisi tersebut, maka defenisi dari Burrough (dalam You, 1996) akan sangat membantu; GIS are a powerful set of tolls for colecting, storing, retrieving at will, transforming, and displaying spatial data from the real world for particular set of purposes.

Studi ini memanfaatkan sistem GIS dalam beberapa tahapan analisis yang digunakan. Lebih rinci, beberapa pemanfaatan tools GIS dalam studi diperlihatkan dalam Tabel I berikut ini.

Tabel I

Penggunaan Aplikasi GIS Dalam Studi

View Fungsi Operasi yang

Digunakan Geodatabase Pembangunan basis data dengan penggabungan data spasial dan data atribut

 Start editing | add field  Calculate Geeometri  Summarize, sel statistic  Table | Join Geoprocessing Penggunaan operasi Dissolving, Clipping, intersecting/ Overlaying, dan Singgle to multy part  Analysis Tools | Extract |Clip  Analysis Tools | Overlay |intersec/union  Data Management Tolls | Generalization | Disolving  Data Management

Tolls | Features | Multi part to single part

Spatial Analysis Spatial Index

Moran’s  Spatial Statistical Tools | Analyzing pattern | spatial autocorrelation Geovisualization Menampilkan peta-peta hasil analisis

View | Layout view

Sumber: Hasil analisis, 2008

Prinsip utama dalam penyusunan TAZ ini adalah kesamaan ciri atau karakteristik dari kawasan berdasarkan variabel-variabel sosial, ekonomi, dan demografi. Kesamaan ini sering juga disebut sebagai homogenitas.Pada akhirnya Traffic Analysis Zone yang dihasilkan, diharapkan memiliki kesamaan ciri pada masing-masing zona. Tahapan penyusunan TAZ yang dilakukan dalam studi ini adalah seperti diperlihatkan pada gambar 1 berikut ini.

3. Penyusunan Traffic Analysis Zone Dengan Metode Aggregasi Unit Kelurahan Berdasarkan Prinsip Homogenitas Kawasan

Berdasarkan Gambar 1, penyusunan TAZ pada studi ini terdiri dari empat tahapan utama. Keempat tahapan utama tersebut antara lain: penentuan variabel penyusun TAZ, membangun data berbasis GIS, penentuan TAZ, dan visualisasi hasil (pemetaan TAZ). Keempat tahapan tersebut akan dibahas berikut.

Gambar 1

Langkah Penyusunan Traffic Analysis Zone (TAZ) Berdasarkan Prinsip Homogenitas

Kawasan

(7)

173 Identifikasi Variabel-Variabel Untuk Penyusunan TAZ

Untuk membangun sebuah TAZ maka variabel-variabel harus memiliki hubungan dan mampu menggambarkan aktivitas pergerakan dari masing-masing zona.Untuk melihat hubungan antara variabel-variabel dengan bangkitan dan tarikan pergerakan, digunakan 79 unit zona yang masih memiliki ukuran sama dengan batas kelurahan pada masa sekarang. Sedangkan variabel-variabel yang digunakan antara lain adalah ukuran keluarga, jumlah penduduk, luas kawasan terbangun, luas kawasan permukiman, panjang jalan, panjang rute angkutan kota, dan jumlah fasilitas. Dengan asumsi hubungan hubungan antara variabel-variabel dengan bangkitan tarikan bersifat linier maka hubungan antara masing-masing variabel dengan bangkitan dan tarikan pergerakan dilihat dengan regresi linier. Dari hasil uji model terhadap bangkitan, dari ketujuh variabel yang digunakan memperlihatkan hubungan yang cukup kuat yaitu dengan rata-rata R square antara 0,621 – 0,637. Hal ini menyatakan bahwa lebih dari 60% data memiliki hubungan linier dengan bangkitan pergerakan.

Tabel II

R, R Square, Adjust R Square, dan Std. Error Dari Model Bangkitan Dengan

Variabel-Variabel Tes Model R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate 1 .798a .637 .601 126.741 2 .798b .637 .606 125.871 3 .797c .636 .611 125.191 4 .796d .633 .613 124.737 5 .793e .629 .614 124.594 6 .788f .621 .611 125.132 Sumber: Output SPSS, 2008

Hubungan bangkitan dengan tujuh variabel predictor diperlihatkan dalam model 1, dari model 1 dapat dilihat variabel luas kawasan

permukiman dan panjang jalan

memperlihatkan tingkat signifikansi yang cukup kuat. Lebih jelasnya, nilai koefisien dan signifikansi masing-masing variabel pada model 1 diperlihatkan pada Tabel III.

Tabel III

Nilai Koefisien dan Signifikansi Model Bangkitan Pergerakan Terhadap Variabel

Sosial Ekonomi Model 1 Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant)* 271.121 87.867 3.086 .003 Ukuran Keluarga -7.460 17.025 -.033 -.438 .663 Jmlh_Pddk -.002 .003 -.052 -.713 .478 Ls_mukim* .000 .000 .525 2.980 .004 Ls_terbangun -1.531E-5 .000 -.037 -.170 .865 Pjng_jalan* .005 .004 .237 1.295 .200 Pjng_rute .004 .004 .089 .972 .335 Jumlh_fas .976 1.064 .094 .916 .363 Sumber: Output SPSS, 2008

Dari hasil uji model terhadap tarikan, dari ketujuh variabel yang digunakan memperlihatkan hubungan yang cukup kuat yaitu dengan rata-rata R square antara 0,495 – 0,507. Hal ini menyatakan bahwa kurang lebih 50% data memiliki hubungan linier dengan tarikan pergerakan.

Tabel IV

R, R Square, Adjust R Square, dan Std. Error Dari Model Tarikan Dengan Variabel-variabel

Tes Model R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate 1 .712a .507 .458 324.611 2 .712b .507 .466 322.373 3 .711c .506 .471 320.600 4 .704d .495 .467 321.814 Sumber: Output SPSS, 2008

(8)

174

Tabel V

Nilai Koefisien dan Signifikansi Model Tarikan Pergerakan Terhadap Variabel Sosial

Ekonomi Model 1 Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant)* 323.985 225.046 1.440 .154 Ukuran Keluarga 6.837 43.604 .014 .157 .876 Jmlh_Pddk -.008 .007 -.099 -1.155 .252 Ls_mukim * .001 .000 .500 2.434 .017 Ls_terbang un .000 .000 -.121 -.474 .637 Pjng_jalan -.012 .009 -.271 -1.270 .208 Pjng_rute* .056 .011 .551 5.139 .000 Jumlh_fas* 4.836 2.726 .212 1.774 .080 Sumber: Output SPSS, 2008

Hubungan tarikan pergerakan dengan tujuh variabel predictor diperlihatkan dalam model 1, dari model 1 dapat dilihat variabel luas kawasan permukiman, panjang rute angkutan, dan jumlah fasilitas memperlihatkan tingkat signifikansi yang cukup kuat. Lebih jelasnya nilai koefisien dan signifikansi masing-masing variabel pada model 1 diperlihatkan pada Tabel V. Berdasarkan kedua model di atas, walaupun nilai R square dari model hubungan antara variabel-variabel tes terhadap bangkitan dan tarikan yang tidak terlalu besar tetapi setidaknya model tersebut sudah membuktikan bahwa varibel-varibel tes tersebut memiliki hubungan linier dengan bangkitan dan tarikan pergerakan. Dengan demikian, penggunaan varibel-variabel tersebut dalam menyusun kerangka homogenitas dalam penyusunan TAZ dapat menggambarkan zona yang baik dan memiliki karakteristik yang homogen.

Identifikasi Kerangka Homogenitas dengan Metode Analisis Cluster

Ada dua metode dalam melakukan analisis cluster yaitu hierarchical method dan non-hierarchical method (iterative partitioning).

Metode hirarkis menghitung kesamaan antar objek dari masing-masing variabel-nya secara luas. Secara luas maksudnya adalah bahwa pada metode hirarkis kita bisa melihat cluster masing- masing objek pada setiap tahapan iterasinya mulai dari iterasi pertama paling lemah yang biasanya akan menghasilkan banyak cluster sampai pada iterasi terakhir paling optimum yang akan menghasilkan hanya dua cluster. Sebaliknya metode partisi akan mengoptimalkan cluster berdasarkan jumlah cluster yang sudah ditentukan terlebih dahulu sebelum proses iterasi dimulai. Seperti misalnya jika ditentukan bahwa lima cluster yang akan terbentuk maka metode partisi akan memperlihatkan cluster yang terbentuk pada iterasi terakhir adalah lima cluster.

Untuk melihat tingkat homogenitas yang dilakukan melalui analisis cluster dengan memanfatkan software SPSS, beberapa variabel diperlukan untuk menyusun kerangka homogenitas antar objek (dalam penelitian ini objek yang digunakan adalah kelurahan). Beberapa variabel yang digunakan adalah variabel data karakteristik sosial ekonomi dan guna lahan yang dijadikan sebagai variabel dari unit-unit spatial kelurahan untuk digunakan dalam analisis penyusunan TAZ. Proses pembentukan masing-masing data variabel yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Rata-rata ukuran keluraga

Data ini diambil dari potensi desa dengan memanfaatkan data jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga tiap kelurahan.Data rata-rata ukuran keluarga adalah hasil pembagian jumlah penduduk dengan jumlah rumah tangga pada masing-masing kelurahan. Kemudian data rata-rata ukuran keluraga dijadikan sebagai salah satu atribut dari unit kelurahan

(9)

175 dengan metoda joint table dalam software arc view/gis.

2. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk merupakan hasil pembagian jumlah penduduk terhadap luas kelurahan. Data jumlah penduduk didapatkan dari potensi desa sedangkan data luas kelurahan didapatkan dari peta unit kelurahan dari BAPPEDA dengan memanfaatkan perintah calculate geometry pada software arc view/gis. Proses penggabungan data kepadatan penduduk untuk menjadi atribut dari unit kelurahan dilakukan dengan perintah joint tabel dalam software arc view/gis.

3. Rasio Kawasan Permukiman

Luas kawasan permukiman pada setiap kelurahan didapatkan dengan metoda menumpangtindihkan (overlay) peta batas unit kelurahan dengan peta guna lahan dan kemudian mengkalkulasikan luas kawasan permukiman pada masing-masing desa dengan perintah calculate geometry pada software arc view/gis. Proses penggabungan data rasio kawasan permukiman untuk menjadi atribut dari unit kelurahan dilakukan dengan perintah joint tabel dalam software arc view/gis. 4. Rasio Kawasan Terbangun

Rasio kawasan terbagun adalah luas kawasan terbangun yang dinormalisasikan terhadap luas unit kelurahan.Kawasan terbangun yang dimaksudkan adalah semua kawasan buit-up area pada kategori guna lahan dalam peta guna lahan yang diperoleh dari DISTARKIM. Ada pun proses pembentukan data dan penyatuan menjadi atribut unit spatial kelurahan sama seperti proses yang dilakukan pada rasio kawasan permukiman.

5. Rasio Panjang Jalan

Rasio panjang jalan adalah panjang ruas jalan yang dinormalisasikan terhadap luas unit

kelurahan. Data panjang jalan setiap kelurarahan didapatkan dengan metoda menumpangtindihkan (overlay) peta batas unit kelurahan dengan peta ruas jalan dan kemudian mengkalkulasikan luas panjang ruas jalan pada masing-masing desa dengan perintah calculate length pada software arc view/gis. Proses penggabungan data rasio kawasan permukiman untuk menjadi atribut dari unit kelurahan dilakukan dengan perintah joint tabel dalam software arc view/gis. 6. Rasio Panjang Rute Angkutan

Rasio panjang rute angkutan adalah panjang jalan yang dilalui rute angkutan kota pada

masing-masing kelurahan yang

dinormalisasikan terhadap luas unit kelurahan. Peta rute angkutan didapatkan dari peta dalam program JJDB (jalan-jalan di bandung yuk!) yang dikeluarkan oleh perusahaan ELCEE pada tahun 2003. Ada pun proses pembentukan data dan penyatuan menjadi atribut unit spatial kelurahan sama seperti proses yang dilakukan pada rasio panjang jalan.

7. Rasio Jumlah Fasilitas

Rasio jumlah faslitas adalah rata-rata jumlah fasilitas dalam setiap satu hektar lahan pada masing-masing kelurahan.Data jumlah fasilitas didapatkan dari potensi desa. Adapun fasilitas yang dimaksudkan adalah fasilitas-fasilitas sosial dan ekonomi yang mungkin mempengaruhi aktivitas pergeraka dari masyarakat antara lain fasilitas sekolah (SD, SMP, SMA, dan PT), fasilitas kesehatan (rumah sakit, rumah sakit bersalin, poliklinik, dan posyandu), hotel/penginapan, bank, dan pusat perbelanjaan. Semua unit fasilitas dujumlahkan dengan bobot yang sama pada setiap unit kelurahan. Kemudian data rasio jumlah faslitas dijadikan sebagai salah satu atribut dari unit kelurahan dengan metoda joint table dalam software arc view/gis.

(10)

176 Untuk mendapatkan tingkat homogenitas yang tinggi dalam masing-masing cluster, penentuan jumlah cluster dilihat berdasarkan pengamatan pada kestabilan rentang perubahan jumlah cluster pada dendogram hirarki cluster yang dihasilkan. Hal ini ditandai dengan tangkai cluster yang cukup panjang dibanding tangkai cluster yang lain. Berdasarkan hasil analisis cluster dengan menggunakan SPSS, maka cluster yang diperoleh terdapat pada Tabel VI. Untuk memastikan bahwa dalam setiap cluster memiliki tingkat homogenitas yang maksimum dan sebaliknya antar cluster juga memiliki heterogenitas yang maksimum, varian dari masing-masing cluster seharusnya memperlihatkan penurunan dibandingkan sebelum dilakukan peng-cluster-an. Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata varian dari masing-masing cluster terbukti mengalami penurunan.

Tabel VI

Daftar Kelurahan Kota Bandung Dengan Klasifikasi 4 Cluster

Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4 Gempolsari Cigondewah Kaler Warung Muncang Cibuntu Cigondewah Rahayu Cigondewah

Kidul Cijerah Panjunan

Caringin Margasuka Babakan Cibadak babakan

Ciparay Cirangrang Sukahaji Karanganyar Kebon Lega Margahayu Utara Kopo Pungkur

Situsaeur Cibaduyut Kidul Suka asih Balong Gede Nyengseret Cibaduyut Wetan Babakan Asih Lingkar

Selatan Pasirluyu Mekarwangi Babakan

Tarogong Malabar

Ancol Cibaduyut Jamika Burangrang

Cigereleng Wates Karasak Cikawao

Ciateul Mengger Pelindung Hewan

Kebon Kangkung Cijagra Kujangsari Ciseureuh Kebun

Jayanti Turangga Margasenang Paledang Cicaheum Batununggal Margasari Cisaranten

Kulon Braga

Sekejati Darwati Babakansari Kebon Pisang Pasirbiru Cipamokolan Binong Merdeka Cigending Cisarantenkidul Kebon Gedang Babakan Ciamis Sindang Jaya Mekar mulya Maleer Garuda

Antapani

Kidul Cipadung Kulon Cibangkong

Dungus Cariang Babakan Cipadung Kidul Samoja Ciroyom

Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4 Surabaya

Gumuruh Cipadung Maleber Kebon Jeruk Kacapiring Palasari Cicadas Arjuna Kebonwaru Cisurupan Sadang Serang Pasir Kaliki

Sukaraja Cisaranten

Wetan Sukabungah Pamoyanan Sukamaju Ujung berung Cipedes Pajajaran

Pasirlayung Pasanggrahan Tamansari

Sukapada Pasirjati Citarum

Sukaluyu Pasirwangi Cihapit

Neglasari Pasir endah Cikutra

Sekeloa Cisarenten Bina

Harapan Padasuka

Dago Sukamiskin Cihaur

Geulis Sukawarna Antapani Tengah Cipaganti

Sukagalih Antapani Lebak Gede

Sarijadi Karang

Pamulang Pasteur

Sukarasa Mandalajati Hegarmanah

Geger Kalong Sukapura Campaka Husen Sastranegara Lebak Siliwangi Isola Ciumbuleuit Ledeng Cigadung

Sumber: Hasil Analisis, 2008

Gambar 2

Perubahan Nilai Varian Masing-Masing Variabel Setelah Cluster-isasi

Sumber: Hasil Analisis, 2008

Selain memiliki homogenitas yang tinggi dalam masing-masing cluster, sebaliknya antar satu cluster dengan cluster yang lain juga memperlihatkan heterogenitas yang tinggi. Dari ketujuh variabel analisis, lima variabel menunjukkan tingkat varian intercluster yang lebih tinggi dibanding rata-rata varian intracluster. Dua variabel lain yaitu ukuran

(11)

177 keluarga dan rasio panjang rute, tidak menunjukkan varian inter cluster yang lebih tinggi dibanding varian intra cluster. Dengan demikian, langkah penyusunan TAZ berdasarkan cluster yang sudah dihasilkan dapat dilakukan.

Gambar 3

Perbandingan Nilai Varian Intra Cluster dan Inter Cluster Dari Masing-masing Variabel

Rata-rata varian dalamcluster Varian inter cluster 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Ukuran keluraga 0 2000 4000 6000 8000 10000 Kepadatan Penduduk 0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035 Rasio kawasan Permukiman 0 0,0050,01 0,0150,02 0,025 0,03 0,0350,04 Rasio kawasan terbangun 0 0,000002 0,000004 0,000006 0,000008 0,00001 0,000012 0,000014 0,000016

Rasio panjang jalan 0 0,000002 0,000004 0,000006 0,000008 0,00001 0,000012 0,000014

rasio panjang rute angkutan 0 0,005 0,01 0,015 0,02

Rasio jumlah fasilitas

Sumber: Hasil Analisis, 2008

Agregasi Unit Spatial Kelurahan untuk Penyusunan TAZ

Istilah zona adalah istilah yang berkaitan dengan unsur spasial atau ruang. Kelurahan-kelurahan yang sudah tergabung dalam satu cluster belum tentu secara spasial berada dalam satu zona, mungkin saja dua kelurahan yang berada pada cluster yang sama, namun secara spasial berjauhan sehingga masing-masing tetap menjadi zona yang berlainan. Jika dua kelurahan atau lebih berada pada cluster yang sama dan secara spatial berdekatan maka kelurahan-kelurahan akan digabungkan dalam satu zona. Proses penggabungan ini lah yang disebut dengan istilah aggregasi.

Tidak semua kelurahan yang berada dalam satu cluster yang sama akan menjadi satu zona tunggal. Kelurahan-kelurahan yang bertetangga, memiliki conectivity* dan juga berada dalam cluster sama maka

dimungkinkan untuk menjadi sebuah zona. Pada proses dissolve, zona-zona yang berasal dari nomor cluster yang sama masih digabungkan dalam satu record tunggal, padahal seharusnya masing-masing zona memiliki record tersendiri untuk dapat menghitung spatial autocorrelasi pada tahap berikutnya. Untuk itu, dalam software Arc GIS masing-masing zona dipisahkan melalui proses single part to multi part tools. Proses agregasi yang dilakukan secara garis besar terdapat pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4 Proses Aggregasi Zona

Sumber: Hasil Analisis, 2008

Pada akhirnya traffic analysis zone yang terbentuk terdiri dari 40 zona yang merupakan hasil agregasi dari unit kelurahan.

Gambar 5

TRAFFIC ANALYSIS ZONE

Spatial Autocorrelation untuk Evaluasi TAZ Spatial autocorrelation adalah alat untuk melihat masih ada atau tidaknya kemiripan antar unit-unit spatial yang bertetangga. Spatial autocorrelation diukur dengan indeks

(12)

178 moran yaitu antara negatif 1 sampai dengan positif 1. Nilai indeks Moran semakin mendekati negatif 1 menyatakan bahwa negative spatial autocorrelation (dispers) terjadi, atau pola dispers yang mudah dipahami adalah pola papan catur dimana unit yang bernilai tinggi dikelilingi oleh tetangga yang bernilai rendah dan sebaliknya. Indeks Moran mendekati nilai harapan (expected value) yang biasanya sangat dekat dengan nila 0 (nol) menyatakan tidak terjadi spatial autocorrelation atau pola ini disebut juga dengan random. Indeks Moran mendekati 1 menyatakan positive autocorrelation terjadi (cluster). Pola cluster terjadi ketika unit yang bernilai tinggi dikelilingi oleh tetangga yang benilai tinggi dan sebaliknya tetangga yang bernilai rendah dikelilingi tetangga yang bernilai rendah.

Dengan berubahnya jumlah unit spatial dari sebelum dan sesudah dilakukan penzonaan maka terjadi perubahan nilai indeks harapan (expected index). Oleh karena itu, untuk menyatakan bahwa telah terjadi perubahan pola spasial yang mengarah ke pola random, tidak relevan jika dengan melihat pada penurunan nilai indeks moran. Dengan demikian, yang harus dilihat adalah perubahan jarak dari indeks moran terhadap indeks harapan sebelum dan sesudah penzonaan. Dari hasil perhitungan maka perubahan jarak dari indeks moran terhadap indeks harapan sebelum dan sesudah penzonaan dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6

Penurunan Nilai Indeks Morans Sebelum dan Sesudah Penyusunan TAZ

Sumber: Hasil Analisis, 2008

Gambar 7 memperlihatkan bahwa dari tujuh variabel yang digunakan dalam analisis, lima variabel menujukkan penurunan jarak antara nilai indeks morans dari unit spatial sebelum dilakukan penzonaan dengan indeks morans dari unit spatial TAZ yang dihasilkan. dengan kata lain bahwa telah terjadi perubahan pola spatial autocorrelasi kearah random. Dengan demikian, hal ini mendukung bahwa TAZ yang dihasilkan sudah memenuhi kriteria yang di inginkan yaitu intrazona yang homogen dan interzona yang heterogen.

Karakterisasi Traffic Analysis Zone

Karakteristik ingin ditinjau adalah karakteristik variabel yang sejak awal menjadi faktor penentu dalam perhitungan homogenitas dalam penyusunan TAZ. Jika sebelumnya TAZ disusun berdasarkan homogenitas dari variabel analisis dalam zona maka seharusnya nilai dari variabel pada masing-masing zona yang terbentuk akan terkonsentrasi pada nilai tertentu yang semestinya akan berbeda satu sama lain antar cluster zona yang berbeda. Dari awal sudah diketahui bahwa ada 7 variabel yang bisa menjelaskan karakteristik dari masing-masing zona yang sudah terbentuk antara lain:

Gambar 7 Karakteristik Zona

(13)

179

2. Kepadatan Penduduk

3. Rasio Kawasan Permukiman

4. Rasio Kawasan Terbangun

5. Rasio Panjang Jalan

6. Rasio Panjang Rute Angkutan

7. Rasio Jumlah Fasilitas

Sumber: Hasil Analisis, 2008

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa zona-zona pada cluster 1 yang berada di area lapis ketiga atau agak di pinggir kota, memiliki karakteristik ukuran rumah tangga yang tidak terlalu berbeda dengan zona-zona lainnya yaitu rata-rata empat atau lima orang per rumah tangga, rasio kawasan terbangun dan permukiman cukup tinggi, rasio panjang jalan cukup tinggi tetapi rasio panjang rute angkutan relatif rendah, dan rasio ketersediaan fasilitas yang agak rendah.

Zona-zona yang berada pada cluster 2 memiliki karakteristik yang serba rendah. Kepadatan penduduk yang relatif rendah, rasio kawasan permukiman terbangun dan kawasan terbangun relatif rendah dan juga ketersediaan akses jalan dan rute angkutan serta ketersedaan fasilitas. Sementara zona-zona pada cluster 3 dan 4 yang berada di area pusat kota memiliki karakteristik dengan kepadatan penduduk tinggi, rasio kawasan permukiman dan terbangun yang tinggi serta ketersediaan akses dan juga fasilitas yang tinggi.

Jika diurutkan berdasarkan tingkat kepadatan dan ketersediaan dari masing-masing varabel analisis maka zona-zona yan berada pada cluster 3 adalah pada tingkatan pertama, zona pada cluster 4 pada urutan kedua, zona-zona pada cluster 1 pada urutan ketiga, dan zona-zona pada cluster 2 pada urutan keempat. Perbandingan TAZ yang Dihasilkan dengan TAZ Terdahulu

Tidak ada standard khusus untuk mengatakan sebuah TAZ lebih baik dari TAZ yang lain. Namun, TAZ yang membagi sebuah wilayah sehingga sistem pergerakan yang diakibatkan oleh aktivitas antar zona tergambarkan lebih baik bisa menjadi salah satu ukuran bahwa sebuah TAZ bisa dikatakan lebih optimal.

(14)

180 Untuk bisa menggambarkan karakteristik pergerakan yang diakibatkan oleh sistem aktivitas antar zona dengan baik, zona yang homogen bisa menjadi ukuran. Jika zona-zona yang dibentuk memiliki karakteristik yang homogen maka karakteristik pergerakan antar kegiatan akan lebih mudah diidentifikasi sehingga solusi untuk penyelesaiannyapun lebih mudah untuk dilakukan.

Jika dibandingkan dengan TAZ terdahulu yang berdasarkan batas kelurahan, TAZ yang dihasilkan pada studi ini diharapkan lebih mampu menggambarkan pola dan karakteristik pergerakan antar zona karena TAZ yang dihasilkan telah disusun berdasarkan kesamaan atau homogenitas karakteristik sosial, ekonomi dan guna lahan kawasan. Dari data hasil 40 zona yang dihasilkan, statistik deskriptif dapat diperlihatkan pada tabel berikut:

Tabel VII

Statistics Deskriptive 139 Zona

Sumber: Hasil Analisis, 2008

Tabel VIII

Statistics Deskriptive 40 Zona

Sumber: Hasil Analisis, 2008

Dari kedua statistik deskriptif di atas, dapat dilihat bahwa dari 40 zona pada TAZ hasil analisis memperlihatkan varian yang meningkat. Selain varian yang meningkat, sebaliknya nilai indeks spatial autokorelasi juga memperlihatkan nilai yang menurun seperti telah dijelaskan sebelumnya. Dengan demikian, TAZ dengan 40 zona yang dihasilkan diharapkan lebih optimal

dibandingkan dengan TAZ dengan

menggunakan batasan administrasi kelurahan. Setelah mengenali karakteristik pergerakan antara zona, implikasi terhadap ruas jalan, pengaturan rute, penyebaran pergerakan dan penyediaan moda perjalanan dan lain-lain merupakan tindak lanjut yang harus dilakukan. Impilkasi lanjutan ini salah satunya yang sudah lazim dikenal adalah pemodelan transportasi empat tahap (four step model). Pada pemodelan ini, salah satu informasi penting yang digambarkan adalah jumlah pergerakan antar zona dalam bentuk matriks asal tujuan (MAT). Matriks asal tujuan sering digunakan untuk meramalkan besar dan pola pergerakan untuk masa yang akan datang. Seperti telah dijelaskan pada bab permasalahan, jika salah satu sel pada MAT kosong maka selamanya akan tetap kosong sehingga MAT yang memiliki banyak sel kosong kurang baik untuk dijadikan sebagai alat peramal. Oleh karena itu, zona yang terlalu kecil harus dihindari. Walaupun belum ada studi lanjutan tentang pemakaian TAZ yang dihasilkan untuk menggambarkan MAT, tetapi jika dibandingkan dengan TAZ yang terdahulu maka TAZ yang dihasilkan diharapkan akan mampu meminimalisasi sel kosong pada MAT. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya link jalan dengan kelas jalan minimal jalan kolektor yang menghubungkan semua zona dalam TAZ.

(15)

181

Dengan adanya link jalan yang

menghubungkan seluruh zona dalam TAZ yang dihasilkan maka aksesibiltas antar zona akan lebih baik sehingga interaksi antar keseluruhan zona terjadi. Dengan demikian, jika interaksi antar keseluruhan zona terjadi maka tidak akan ada sel yang kosong pada MAT sehingga MAT yang dibuat berdasarkan zona ini bisa lebih baik untuk meramalkan besar dan pola pergerakan di kota bandung untuk masa depan.

IV. PENUTUP

Untuk membangun sebuah TAZ dengan prinsip memaksimalkan homogenitas kawasan maka diperlukan variabel-variabel yang menggambarkan karakteristik dari wilayah yang bisa mempengaruhi pola pergerakan dari masyarakat seperti struktur sosial ekonomi masyarakat dan fasilitas-fasilitas yang membangkitkan dan menarik pergerakan dari bagian-bagian wilayah tersebut.

Dalam membangun sebuah TAZ dengan memanfaatkan metoda aggregasi seperti yang dilakukan dalam studi ini, data berbasis GIS mutlak diperlukan karena data berbasis GIS memiliki kelebihan dalam mengasosiasikan data spatial dengan data atribut. Kerangka homogenitas kawasan yang disusun dalam studi ini membagi unit kelurahan Kota Bandung kedalam empat cluster.

Masing-masing cluster diasumsikan sudah memiliki tingkat homogenitas yang tinggi dalam satu cluster dan memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi antar cluster. Hal ini telah dibuktikan dengan nilai varian dalam cluster yang rendah dan varian intercluster yang tinggi.

Dengan mempertimbangkan aspek kedekatan dan conectivity unit kelurahan, metoda aggregasi yang dilakukan telah merangkai 139 unit kelurahan Kota Bandung menjadi 40 zona berdasarkan kerangka homogenitas yang sudah disusun sebelumya. Masing-masing zona sudah mencirikan homogenitas di dalamnya sehingga antara satu zona cukup berbeda dengan zona lain di sekitarnya. Ini dibuktikan dengan indeks spatial autocorrelation moran’s I yang semakin mendekati nilai indeks harpan (expected value) yang menyatakan bahwa TAZ yang terbentuk random. Analisis data spatial sangat diperlukan dalam studi ini.dengan memanfaatkan indeks koefisien Morans’s I terbukti sangat membantu, karena unsur-unsur perkotaan harus dikenali dalam aspek spatial atau keruangan.

Dari 40 zona yang terbentuk telah dikenali bahwa zona-zona yang berada di wilayah pinggiran merupakan zona dengan kepadatan lebih rendah dibanding zona yang berada di pusat dan memiliki ketersediaan fasilitas yang lebih sedikit. Jika zona-zona dikategorikan berdasarkan nilai tinggi rendahnya varibel penyusun TAZ yang sudah di kemukakan diawal maka zona-zona yang berada di pusat kota berada pada kategori satu, zona-zona pada lapis dua pada kategori dua, zona-zona pada lapis empat atau pinggiran pada kategori tiga, dan zona-zona pada lapis tiga pada kategori empat (TAZ dibagi kedalam empat lapis dari pusat kota sebagai lapis satu sampai ke pinggiran sebagai lapis empat).

(16)

182 TAZ yang dihasilkan sudah dibandingkan dengan TAZ terdahulu. Jika zona-zona dalam TAZ yang disusun pada studi ini sudah homogen dan memperlihatkan perbedaan karakter dengan zona-zona di sekitarnya maka dibandingkan dengan TAZ terdahulu, TAZ yang dihasilkan lebih efisien untuk digunakan dalam beberapa analisis transportasi lanjutan. Selain itu, adanya link jalan dengan kelas minimal jalan kolektor yang menghubungkan keseluruhan zona dalam TAZ maka diharapkan pemakaian TAZ ini dalam studi lanjutan seperti pembentukan matriks asal tujuan (MAT) dapat lebih efisien karena mampu megurangi sel kosong dalam MAT.

DAFTAR PUSTAKA

Anselin, Luc, 1997. Introduction to the Special Issue on Spatial Econometrics. International Regional Science Review, Vol. 20, No. 1-2, 1-7 (1997). SAGE Publications.

Anselin, Luc, 2002. Introduction to Spatial Data Analysis. REAL, University of Illinois, Urbana-Champaign.

Anselin, Luc, 2004. Introduction to Spatial Data Analysis. ICPSR-CSISS, University of Illinois, Urbana-Champaign.

Bao, S. 1999. Literature Review of Spatial Statistics and Models. Cina Data Center, Univercity of Michigan.

Biro Pusat Statistik. 2005. Kota Bandung dalam Angka 2005.

Biro Pusat Statistik. 2005. Potensi Desa 2005. Black, John. 1981. Urban Transport Planning:

Theory and Practice. London: Crown Helm. Dillon, Wiliam R. & Matthew Goldstein.1984.

Multivariative Analysis. JohnWiley & Sons. Ding, Chengri. 1994. Impact Analysis Of Spatial

Data Aggregation On Transportation Forecasted Demand: A Gis Approach. University of Illinois at Urbana-Champaign.URISA (1994), p362-375. Ding, Y., and Fotheringham, S. A., 1991, The

Integration of Spatial Data Analysis and GIS: The Development of the STATCAS Module for ARC/INFO (Buffalo, NY:

National Center for Geographic Information and Analysis).

Edwards, John D. 1992. Transportation Planning Handbook. New Jersey: Prentice Hall. Griffith, D. A., 1987. Spatial Autocorrelation:

APrimer, State University of New York at Buffalo, ressource Publication in Geography. Healey, J. (1996). Statistics. A Tool For Social Research. Wadsworth Publishing Company. California.

John, Robert. 1988. Use of Cluster Analysis in Social Service Planning: A Case Study of Laguna Pueblo Elders. Journal of Applied

Gerontology 1988; 7; 21, DOI:

10.1177/073346488800700103. SAGE

Publications.

Kachigan, Sam Kash.1986. Statistical Analysis. New York: Radius Press.

Meyer and Miller, 2001. Urban Transportation Plannig. Second edition, Mc Graw Hill. Tamin, Ofyar Z, 2000. Perencanaan dan

Permodelan Transportasi. Bandung: Penerbit ITB.

You, Jinsoo, 1996. Iplementation of Integration Land Use and Transportation Model with Geographic Information System, Urbana, Illinois.

Gambar

Tabel III
Tabel VI
Gambar 4  Proses Aggregasi Zona
Gambar  7  memperlihatkan  bahwa  dari  tujuh  variabel  yang  digunakan  dalam  analisis,  lima  variabel  menujukkan  penurunan  jarak  antara  nilai  indeks  morans  dari  unit  spatial  sebelum  dilakukan  penzonaan  dengan  indeks  morans  dari  unit

Referensi

Dokumen terkait

Syarat administrasi yang harus dipenuhi untuk masuk di MTS SA-PP AL-FALAH GEDONGAN, BAKI, SUKOHARJO adalah berumur minimal 11 tahun, sehat secara fisik dan rokhani,

Kemudian pada saat yang sama pula, saya bertanya kepada KPU, kemudian yang dijelaskan oleh konsultan hukum KPU .., pertanyaan saya begini, apakah kami Saksi dari tim sukses punya

Media massa adalah alat yang digunakan untuk penyampaikan pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar,

Sistem informasi ini diharapkan dapat membantu dalam proses pengolahan data penjualan baik secara tunai maupun kredit seperti pembuatan laporan penjualan per

DVR atau Digital Video Recorder merupakan peralatan mutlak dari perkembangan CCTV sekarang, karena fungsinya sebagai spliter (pembagi gambar) di monitor, perekaman,

Untuk balok beton fiber beneser komposit penuh menunjukkan perilaku yang berbeda dengan belok beton normal karena balok bekerja secara komposit (gabungan

berlangsungnya ekonomi-politik kawasan dan global; (2) fenomena deglobalisasi merupakan konsekuensi logis dari keterpurukan ekonomi global dan AS pasca- krisis finansial;

Suatu Proses Perancangan yang mana pada SD Negeri 1 BandingAgung masih menggunakan Perancangan yang manual dengan adanya Sistem Perancangan Aplikasi yang akan