• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI DAN KESESUAIAN WILAYAH UNTUK PETERNAKAN SAPI POTONG DI PERKOTAAN (STUDI KASUS KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI DAN KESESUAIAN WILAYAH UNTUK PETERNAKAN SAPI POTONG DI PERKOTAAN (STUDI KASUS KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI DAN KESESUAIAN WILAYAH UNTUK

PETERNAKAN SAPI POTONG DI PERKOTAAN

(STUDI KASUS KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG)

(Potency and Land Suitabilityfor Beef Cattle Farming System in Urban

Areas (Case Study in Kuranji Regency in Padang)

I.G.M.BUDIARSANA,ASHARI,E.JUARINI danB.WIBOWO

Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

ABSTRACT

The optimalization of potency in the region has to conduct for supporting the acceleration program for national meat sufficiency 2014. The study was aimed to investigate regional potency in supporting beef cattle farming system. The analysis was done in Kuranji, Padang in the end of 2007, based on survey technique. Primery data were derived from various resources (statistic data, annual report from related Service Offices). The result of study showed that Kuranji regency was areas of cattle farming for development (Major Decree of Padang City, 2005). Based on analysis of regional Carrying Capacity Index, Kuranji, Padang had surplus on a number of forages for ruminant feed. The surplus was needed by a number of 7844 animal units. So, Kuranji had potency to occupy another 3927 animal unit or additional potency amounted to (100/60) x 3927 x 1 head = 6545s head with average weight 175 kg/head.

Key Word: Beef Cattle. Economic Potency Areas

ABSTRAK

Untuk mempercepat program swasembada daging tahun 2014. maka optimalisasi pemanfaatan potensi suatu wilayah mutlak dilakukan untuk pengembangan ternak sapi. Analisis ini ditujukan untuk mengetahui potensi wilayah dalam mendukung usaha peternakan sapi potong. Analisis dilakukan di Kecamatan Kuranji Kota Padang pada akhir tahun 2007, dengan teknik survei. Analisis menggunakan data primer dan sekunder. Data primer di peroleh dengan mewawancarai para peternak dan petugas terkait. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber (data statistik, laporan tahunan dinas terkait. Hasil analisis menunjukkan kecamatan kuranji merupakan area budidaya pengembangan peternakan (SK Bupati Kota Padang, 2005). Berdasarkan analisis indeks daya dukung (IDD) wilayah, Kecamatan Kuranji Kota Padang masih terdapat surplus pakan hijauan untuk ternak ruminansia. Kelebihan pakan dari yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak pada saat ini mencapai setara dengan 7844 ST. Sehingga Kecamatan Kuranji mempunyai potensi untuk menampung sejumlah ternak baru sebanyak 3927 ST atau terdapat potensi penambahan sebanyak (100/60) x 3927 x 1 ekor = 6545 ekor sapi dengan berat rata-rata 175 kg/ekor.

Kata Kunci : Sapi Potong, Potensi Wilayah Ekonomi

PENDAHULUAN

Wilayah perkotaan umumnya merupakan daerah padat penduduk dan tidak menjadi sasaran lokasi pengembangan pertanian/ peternakan. Kondisi tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh kenyataan bahwa lahan perkotaan umumnya bersifat dinamis dengan kondisi alih fungsi lahan yang cepat. Dari sisi keterbatasan tersebut ada sisi lain yang merupakan peluang besar untuk perkembangan

peternakan secara intensif di perkotaan, selama masih ada ruang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangannya. Keuntungan pengembangan peternakan di bagian wilayah perkotaan yaitu dekat dengan pasar. Disamping itu segala fasilitas sarana dan prasarana pasokan (input); sapronak, modal mudah diperoleh.

Penduduk Kecamatan Kuranji Kota Padang khususnya mempunyai mata pencaharian utama di sektor pertanian, yaitu tanaman pangan, perikanan, peternakan dan

(2)

perkebunan. Secara umum mata pencaharian tersebut dikelola secara tradisionil. Berdasarkan (SK BUPATI KOTA PADANG, 2005). Kecamatan Kuranji merupakan area budidaya dan pengembangan peternakan.

Analisis potensi wilayah peternakan melihat fungsi dan penggunaan lahan sebagai suatu langkah strategis dalam memanfaatkan sumberdaya secara optimal sekaligus mempertimbangkan kelestariannya yang dilandasi pemahaman yang mendasar tentang sifat dan karakteristik alami lahan serta perilaku ternak dalam interaksinya dengan tanah.

Dalam kasus-kasus tertentu perkembangan pengembangan peternakan menghadapi ketidak pastian usaha baik secara teknis, ekonomis, maupun hukum. Melalui analisis potensi wilayah, hasilnya diharapkan dapat lebih menunjang pemantapan sistem perencanaan dan operasionalisasi pengembangan peternakan. Dengan kondisi tersebut analisis potensi wilayah penting dilakukan.

MATERI DN METODE

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui kegiatan survai dengan mewawancarai secara langsung para petani, pamong desa, petugas Dinas Peternakan dan Instansi terkait di wilayah Kecamatan Kuranji. Kegiatan ini dilakukan pada bulan September 2007 s/d Desember 2007.

Sedangkan data-data sekunder yang digunakan mencakup data tingkat desa dan kecamatan, meliputi data sumberdaya manusia, lahan, pertanian, kelembagaan peternakan. Perhitungan-perhitungan dilakukan sebagai berikut.

Perhitungan ternak

Data ternak ruminansia dan babi dihitung dalam satuan ternak (ST). Satu ST setara dengan 250 kg bobot hidup, yaitu rata-rata sapi lokal dewasa (JUARINI dan PETHERAM, 1983). Nilai faktor konversi adalah untuk kerbau 0,8; sapi 0,7; domba; 0.06, kambing PE; 0,07, kambing kacang; 0,05, babi ras; 0.16, babi

di Indonesia menurut umurnya. Lain halnya dengan ternak unggas tidak dilakukan konversi melainkan dilakukan dalam ekor. Sumber data peternakan dari BPS dan atau diversifikasi dengan data dari Dinas Peternakan setempat. Perhitungan daya dukung

Daya dukung wilayah terhadap ternak adalah kemampuan wilayah untuk menampung sejumlah populasi ternak secara optimal, yang sifatnya sangat spesifik antar agroekosistem.

Daya dukung riil yaitu kemampuan lahan pada wilayah bersangkutan untuk menghasilkan hijauan pakan yang tersedia serta lazim digunakan dan terjangkau pemanfaatannya.

Daya Dukung potensial yaitu kemampuan lahan untuk menghasilkan hijauan pakan berupa peluang-peluang pengembangan, budidaya dan pengolahannya (seperti menyimpan, pemangkasan). Daya dukung potensial di wilayah ini diantaranya : budidaya hijauan pakan teknik pemangkasan, peningkatan budidaya tanaman pangan yang menghasilkan limbah hijauan pakan (perbaikan, pola tanam, tanaman lindung, tanaman sela, tanaman pagar), dan kombinasi pangan dan pakan dalam konsep konservasi dan produksi.

Kebutuhan pakan minimum

Kebutuhan pakan secara minimum ternak pemakan hijauan pakan untuk satu satuan ternak (satu ST) dihitung menurut THAHAR et

al. (1991) dan THAHAR dan MAHYUDIN

(1993). Perhitungan menggunakan rumus: K : 2,5% x 50% x 365 x 250 kg =

1,4 ton BKC

K : Kebutuhan pakan minimum

untuk satu ST (dalam ton bahan kering tercerna yang disebut juga DDM (digestible dry

mather) selama satu tahun

2,50% : Kebutuhan minimum jumlah ransum hijauan pakan (bahan kering) terhadap bobot badan; 50% : Nilai rata-rata daya cerna

(3)

250 kg : Jumlah biomasa untuk satu satuan ternak; Faktor perkalian kerbau: 0,8; sapi; kuda; 0,7; kambing PE 0,07, kambing kacang; 0,05 ;domba 0,06 (JUARINI dan PATHERAM, 1983). Produktivitas masing-masing sumber hijauan pakan (alami, limbah dan kultivar) disajikan pada Lampiran 1. Status daya dukung

Status daya dukung ditunjukan dengan indeks daya dukung (IDD), yaitu angka yang menunjukan status nilai daya dukung pada suatu wilayah. Sebagaimana dikemukakan THAHAR (1991) untuk nilai indeks ini berdasarkan atas pemanfaatannya disamping untuk pakan juga dipertimbangkan fungsi baik penggunaan langsung maupun tidak langsung.

Dalam hubungan itu, IDD mempunyai tiga kriteria:

a. Wilayah kritis, yaitu wilayah dengan nilai IDD < 1

b. Wilayah rawan, yaitu wilayah dengan nilai IDD antara 1 – 2

c. Wilayah aman, yaitu wilayah dengan nilai IDD > 2

Masing-masing nilai IDD tersebut mempunyai makna sebagai berikut:

Nilai < 1 : a. Ternak tidak mempunyai pilihan dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia b. Terjadi pengurasan sumberdaya

dalam agro-ekosistemnya c. Tidak ada hijauan alami dan

limbah yang kembali melakukan siklus haranya

Nilai 1 – 2 : a. Kebutuhan minimum ternak terpenuhi

b. Pilihan pakan terbatas

Nilai > 2 : Ternak mempunyai pilihan untuk memanfaatkan sumberdaya secara aman.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum wilayah

Kecamatan Kuranji merupakan salah satu kecamatan dari 11 kecamatan yang ada di Kota Padang. Secara geografis berada antara 0° 4400 dan 1° 0835 Lintang Selatan serta antara 100° 0505 dan 100° 3409 Bujur Timur. Jenis tanah di Kecamatan Kuranji ini dapat dibagi dua jenis yaitu aluvial dan latosol yaitu masing-masing berturut-turut sebanyak 55% dan 45% dari seluruh wilayah. Jenis tanah latosol merupakan tanah yang sangat potensial untuk budidaya pertanian, karena sifat-sifatnya yang berstruktur halus, drainase baik, suhu dalam, dan merupakan lahan yang subur. Dilihat dari ketinggian tempat Kecamatan Kuranji memiliki ketringgian wilayah yang beragam yaitu 65% wilayahnya memiliki ketinggian antara 0 – 100 dpl (diatas permikaan laut). Dan sisanya memiliki ketinggian diatas 100 dpl dengan variasi ketinggian yaitu 150 – 1000 dpl. Dilihat dari kelerengannya Kecamatan Kuranji memiliki kelerengan bervariasi. Kelerengan dengan tingkat kemiringan antara 0 – 2° menempati urutan terbanyak yaitu 45% dari seluruh wilayah Kecamatan Kuranji. Akan tetapi kemiringan yang mencapai > 40° juga cukup banyak yaitu mencapai dengan 40%.

Data statistik curah hujan menunjukkan bahwa secara umum dim Kota Padang termasuk dalam wilayah beragroklimat basah (bulan kemaraunya < 2 bulan), curah dan hari hujan di Kota Padang seperti pada Tabel 1. Populasi ternak

Keadaan populasi ternak di Kecamatan Kuranji seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Dari tabel terlihat bahwa Kecamatan Kuranji memiliki populasi ternak sapi terbanyak diantara kecamatan yang ada di Kota Padang yaitu mencapai 6034 ekor (23%), akan tetapi dilihat dari total populasi ternak ruminansia (sapi, kerbau, kuda, kambing dan domba) Kecamatan Kuranji menempati urutan ke dua setelah Kecamatan Pauh.

(4)

Tabel 1. Curah hujan dan jumlah hari hujan

Jumlah curah hujan (mm) Jumlah hari hujan Bulan

Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2004 Tahun 2005

Keterangan Januari 234 428 18 14 Februaru 166 272 13 11 Maret 353 310 14 16 April 382 138 18 14 Mai 247 275 13 16 Juni 136 245 7 13 Juli 370 369 16 15 Aguatus 238 553 7 17 September 361 689 20 18 Oktober 511 879 21 28 Nopember 504 417 25 18 Desember 418 399 25 19 3.920 4.974 197 199

Sumber: BPS KOTA PADANG DALAM ANGKA (2006)

Tabel 2. Populasi ternak di masing-masing kecamatan di Kota Padang

Lokasi Sapi

perah Sapi

potong Kerbau Kuda Kambing Domba

Ayam buras

Pedaging/

broiler Layer Itik Bungus Teluk Kabung - 3717 1158 - 2184 28 33815 32700 - 11548 Lubuk kilangan 2 1689 24 7 1550 18 27840 88800 1000 2936 Lubuk Begalung 13 768 46 62 804 44 33469 38000 21500 2375 Padang Selatan 25 453 3 86 1641 37 27818 46400 - 333 Padang Timur 27 411 - 51 395 25 23528 220400 - 700 Padang Barat - 27 - 36 492 - 1745 - - 30 Padang Utara 36 263 - 13 1092 412 32810 205000 - 601 Nanggalo 6 1458 258 70 1213 130 36432 108351 - 3125 Kuranji 5 6034 507 76 2914 421 77749 613200 123800 11386 Pauh 18 5114 33 32 2262 259 48226 400934 168322 3712 Koto Tangah 68 5817 2981 79 4713 816 95693 2849000 225000 10297 Kota Padang 200 25751 5010 512 19260 2190 439125 4602785 539622 47043

(5)

Penggunaan lahan dan produksi tanaman pangan

Kecamatan Kuranji sebagian besar wilayahnya adalah wilayah persawahan yaitu mencapai 31% (Tabel 3).

Tabel 3. Penggunaan lahan (ha) per kecamatan di

Kecamatan Kuranji

Jenis lahan Luas (ha)

Pekarangan 518,00

Sawah 1.142,90 Tegal/kebun -

Ladang 931,00

Pd. Rumput -

Sementara tidak diusaha 9,00

Hutan rakyat 571,00

Hutan lindung 281,00

Perkebunan 148,00

Lain-lain 1,14

Jumlah 3.602,04

Setiap tahun menghasilkan paling tidak 21.091 ton gabah (Tabel 4). Tingginya luasan wilayah persawahan di daerah ini secara tidak langsung sangat potensial menghasilkan limbah jerami maupun limbah tanaman pangan lainnya. Di Kecamatan Kuranji juga memiliki wilayah ladang, hutan rakyat, hutan lindung dan perkebunan. Wilayah jenis ini sangat potensial sebagai pemasok hijauan pakan ternak dalam rangka membantu dalam menopang perkembangan ternak sapi di wilayah ini.

Tabel 4. Produksi tanaman pangan (ton) di

Kecamatan Kuranji

Jenis tanaman pangan Produksi (ton)

Padi sawah 21.091 Padi ladang 0 Jagung 6 Ubikayu 192 Ubi jalar 11 Kacang tanah 25 Kedelai 0 Kacang hijau 0

Budi daya sapi potong di Kecamatan Kuranji

Di Kecamatan Kuranji seperti halnya di daerah lain di Sumatra Barat, terdapat sapi potong jenis lokal atau yang lebih umum dikenal dengan sapi pesisir. Ukuran bobot badan sapi jenis ini agak kecil yaitu berat dewasa/potong hanya mencapai 150-200kg. Sapi jenis ini umum dipelihara oleh para peternak dengan manajemen pemeliharaan tradisionil (pemberian pakan seadanya tanpa input teknologi). Selain ternak lokal di daerah ini juga ditemui ternak jenis lain diantaranya sapi PO dan sapi hasil persilangan keturunan simental atau brahman.

Informasi dari Dinas Peternakan menyatakan bahwa sapi-sapi lokal yang ada hanya mampu memenuhi 40% kebutuhan daging sedangkan 60% harus dipasok dari daerah Lampung maupun daerah sekitarnya. Tingginya peluang pasar sapi potong ini merupakan daya tarik tersendiri, dan memicu tumbuhnya usaha penggemukan sapi potong. Pada saat survai lapang dilakukan telah ditemui peternak membudidayakan ternak sapi potong dengan pola penggemukan walaupun skala pemeliharaannya masih kecil yaitu kurang dari 10 ekor/peternak. Jenis pakan yang digunakan pada pemeliharaan ini yaitu berbagai macam limbah diantaranya:

a. Limbah padi dan Palawija

b. Limbah industri pengolahan buah-buahan dan sayuran

c. Limbah industri tempe dan tahu

d. Sagu dari daerah sekitar Kota Padang (Pariaman, Pesisir)

e. Banyak lainnya dari berbagai industri makanan yang perlu di inventarisasi.

Dari semuanya di atas yang paling umum dimanfaatkan saat ini adalah jerami padi, dedak dan limbah tahu, dan sagu.

Sentuhan kredit untuk memacu perkembangan sapi potong ini telah dilakukan oleh pihak bank. Beberapa periode kredit yang dikucurkan tidak mengalami kendala khususnya dalam pengembalian cicilan kredit.

Profil usaha penggemukan sapi yang dilakukan oleh para peternak di Kecamatan Kuranji yaitu seperti ditunjukkan pada Tabel 5 dan 6.

(6)

Analisis B/C rasio

Analisis B/C rasio budidaya ternak sapi dengan pola penggemukan di Kecamatan Kuranji seperti ditunjukkan pada Tabel 5 dan 6. Melalui pola penggemukan selama 120 hari nilai B/C rasio berkisar 1,23 – 1,26. Nilai tersebut merupakan nilai yang dihitung berdasarkan harga-harga normal. Perhitungan nilai B/C rasio tersebut dengan menggunakan

harga sapi bakalan dan harga jual yaitu Rp. 18.000/kg bobot hidup. Pada saat permintaan daging meningkat sudah barang tentu nilai B/C rasio akan menjadi lebih tinggi.

Harga ternak hidup pada saat hari Raya Lebaran bisa meningkat sebesar 10-20% sedangkan pada Hari Raya Lebaran Haji harga sapi meningkat pada kisaran 20 – 30%. Nilai B/C Rasio ini juga dipengaruhi sumber daya/bahan yang ada dilokasi.

Tabel 5. Profil usaha penggemukan sapi potong lokal di Kota Padang

Keterangan Waktu (hari) Kuantitas (kg) Harga (Rp) Jumlah (Rp) Total (Rp)

Pengeluaran

Bibit ternak (bakalan) 200 18.000 3.600.000

Pakan Hijauan 120 25 50 150.000 Konsentrat 120 3 1.000 300.000 Obat cacing 7.500 Vitamin 3.000 Penyusutan kandang 66.667

Peralatan pakai habis 10.000

Total pengeluaran 4.137.167 Penjualan Ternak 286 18.000 5.148.000 Pupuk kandang 120 6 100 72.000 Total penerimaan 5.220.000 BC rasio 1,2617

Tabel 6. Profil usaha penggemukan sapi potong Brahman cross di Kota Padang

Keterangan Waktu (hari) Kuantitas (kg) Harga (Rp) Jumlah (Rp) Total (Rp) Pengeluaran

Bibit ternak (bakalan) 300 18.000 5.400.000

Pakan Hijauan 120 30 50 180.000 Konsentrat 120 3 1.000 360.000 Obat cacing 7.500 Vitamin 3.000 Penyusutan kandang 66.667

Peralatan pakai habis 10.000

Total pengeluaran 6.027.167

Penjualan

Ternak 408 18.000 7.344.000

(7)

Di Kota Padang peternak cenderung menggunakan sagu sebagai bahan konsentrat. Jenis-jenis bahan yang digunakan para peternak sebagai campuran a.l. bungkil kelapa, dedak. Sagu di Kota Padang dapat diperoleh dengan harga relatif murah dan mudah didapat lebih dari itu yaitu dapat diperoleh sepanjang tahun. Daya dukung hijaun pakan di Kecamatan Kuranji

Hasil perhitungan daya dukung hijauan pakan ternak ruminansia di Kecamatan Kuranji dapat dilihat pada Tabel 7. Terlihat bahwa Total Indeks Daya Dukung (IDD) di Kecamatan Kuranji masih bersifat positif, ini berarti bahwa wilayah kecamatan Kuranji masih mampu untuk menampung usaha ternak ruminansia saat ini sebanyak 3.917 Satuan Unit dan masih mampu menambah sebanyak 3.927 ST. Apabila dilihat penyebaran populasi ternak ruminan di masing-masing kelurahan, nampak bahwa semua kelurahan masih mampu menampung jumlah populasi ternak ruminansia yang ada saat ini, dimana standar baku nilai IDD suatu wilayah dinyatakan harus sama atau lebih dari angka 2.

Namun beberapa kelurahan (Ampang, Lubuk Lintah, Kalumbuk, Pasar Ambacang,) perlu diwaspadai daya dukungnya, karena kapasitas penambahannya sudah mendekati 0. Kondisi lainnya adalah lahan kurang mendukung, yaitu karena masalah kesuburan

lahan rendah, meskipun dari analisia fisik spasial, ternyata luas lahan yang sesuai untuk usaha ternak ruminansia masih cukup besar yaitu sekitar 60-68%. Yang menarik dari kondisi saat ini adalah mengapa beberapa kelurahan yang memang sudah tidak mampu menampung populasi ternak ruminansia ternyata masih juga manjadi tumpuan usaha. Pengelolaan usaha ternak ruminansia dipedesaan umumnya masih bersifat sederhana dan dengan cara ternak digembalakan atau persediaan hijauannya diaritkan. Dengan cara tersebut, peternak masih mungkin mencari hijauan pakan ke kelurahan lain yang dianggap masih banyak persediaan rumput-rumputan/ limbah pertanian, tentunya telah mempertimbangkan tambahan biayanya.

Luas wilayah kesesuaian ekologis lahan Kesesuaian ekologis lahan untuk ternak dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok 1 (S1) merupakan kondisi lahan yang sangat sesuai, kelompok 2 (S2) merupakan kondisi lahan yang sesuai, kelompok 3 (S3) merupakan kondisi lahan yang sesuai marjinal dan kelompok 4 (NS) merupakan kondisi lahan yang tidak sesuai. Secara teknis bukan berarti bahwa kelompok lahan yang kurang sesuai dan tidak sesuai adalah tidak dapat digunakan sebagai wilayah usaha ternak, tetapi dalam membangun wilayah usaha ternak tentu diperlukan pembiayaan

Tabel 7. Nilai IDD dan kemampuan wilayah dan kapasitas penambahan ternak di Kecamatan Kuranji

Desa IDD Total persediaan pakan (BKC ton/tahun) Total kebutuhan (BKC ton/tahun) Kemampuan wilayah (ST) Populasi ruminansia (ST) Kapasitas penambahan (ST) Anduring 4,5 817,64 183,24 511,02 229,05 281,97 Pasar Ambacang 2,8 1004,92 356,64 628,07 445,80 182,27 Lubuk Lintah 3,0 596,73 201,36 372,95 251,70 121,25 Ampang 2,7 413,87 155,68 258,67 194,60 64,07 Kalumbuk 2,7 995,06 373,36 621,91 466,70 155,21 Korong Gadang 2,9 1366,47 473,24 854,05 591,55 262,50 Kuranji 3,4 2487,19 725,44 1554,49 906,80 647,69 Gungung Sarik 10,4 2351,85 226,16 1469,90 282,70 1187,20 Sungai Sapih 5,7 2517,27 438,48 1573,30 548,10 1025,20 Total 4,0 12550,99 3133,60 7844,37 3917,00 3927,37

(8)

yang lebih besar dibanding pada kelompok 1 dan 2. Distribusi sebaran luas arah pengembangan untuk ternak tersebut di empat kecamatan dengan basis kelurahan, Kota Padang dapat dilihat pada Tabel 8.

Luas kesesuaian lahan dan arah pengembangan kelompok ternak sapi potong di Kecamatan Kuranji

Distribusi luas kesesuaian ternak sapi potong di kecamatan Kuranji dapat dilihat pada

Tabel 8. Terlihat bahwa luas kesesuaian ekologis lahan untuk kelompok sapi potong di seluruh wilayah kecamatan Kuranji mencapai 3.003.4 ha atau sekitar 68% dari luas lahan 5.943 ha, yang terdiri dari S1= 4.003,4 ha.

Distribusi luas arah pengembangan ternak sapi potong di kecamatan Kuranji dapat dilihat pada Tabel 9.

Dari Tabel 9 terlihat bahwa luas arah pengembangan untuk kelompok ternak sapi potong banyak terdapat pada lahan dengan arah diversifikasi sawah: 3.872,4 ha, kemudian diversifikasi tegalan: 116,8 ha.

Tabel 8. Luas (ha) kesesuaian lahan untuk kelompok sapi potong Di Kecamatan Kuranji, Kota Padang

Luas kesesuaian lahan (Ha) NS

Kelurahan S1 S2 S3 Nilai % Anduring 264 0 0 140 35 Pasar Ambacang 371 0 0 132 26 Lubuk Lintah 273 0 0 130 32 Ampang 202 0 0 202 50 Kalumbuk 430 0 0 172 29 Korong Gadang 789 0 0 118 13 Kuranji 376 0 0 531 58 Gunung Sarik 604 0 0 504 46 Sungai Sapih 696 0 0 10 1 Total 4003.4 0.0 0.0 1939.6 32 % 68 0 0 32

S1 = sangat sesuai; S2 = sesuai; S3 = sesuai marginal; NS = tidak sesuai

Tabel 9. Luas (ha) wilayah rekomendasi untuk ternak sapi potong di Kecamatan Kuranji

Luas wilayah (ha) untuk rekomendasi ternak kelompok sapi Potong Kelurahan Ds Dt Er Eh Ea Anduring 263.9 0.0 0.0 0.0 0.0 Pasar Ambacang 370.9 0.0 0.0 0.0 0.0 Lubuk Lintah 272.6 0.0 0.0 0.0 0.0 Ampang 201.5 0.0 0.0 0.0 0.0 Kalumbuk 430.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Korong Gadang 788.7 0.0 0.0 0.0 0.0 Kuranji 273.8 102.7 0.0 0.0 0.0 Gunung Sarik 575.3 14.2 0.0 0.0 0.0 Sungai Sapih 695.7 0.0 0.0 0.0 0.0 Total 3872.4 116.8 0.0 0.0 0.0

(9)

KESIMPULAN

1. Berdasarkan analisis indek daya dukung (IDD) wilayah, Kecamatan Kuranji masih terdapat surplus pakan hijauan untuk ternak ruminansia.

2. Kelebihan pakan dari yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak pada saat ini mencapai setara dengan 7844 ST. Sehingga Kecamatan Kuranji mempunyai potensi untuk menampung sejumlah ternak yang baru sebanyak 3927 ST atau terdapat potensi penambahan sebanyak (100/60) x 3927 x 1 ekor = 6545 ekor sapi dengan berat rata-rata 175 kg/ekor.

DAFTAR PUSTAKA

BIRO PUSAT STATISTIK. 1995. Sensus Pertanian 1993. Analisis Profil Rumah Tangga Pertanian – Propinsi Sumatera Barat. Biro Pusat Statistik, Jakarta.

BIRO PUSAT STATISTIK. 1996. Daftar Nama Desa Tertinggal dan Tidak Tertinggal Menurut Propinsi dan Kabupaten/Kodyamadya di Pulau Sumatera 1995. Biro Pusat Statistik, Jakarta. BIRO PUSAT STATISTIK. 2003. Konsumsi Kalori dan

Protein Penduduk Indonesia dan Propinsi 2002. Biro Pusat Statistik, Jakarta.

JUARINI, E. and PETHERAM. 1983. Pattern of livestock Distribution in Java. Central Res. Anim. Sci. Report No.1, Bogor.

THAHAR, A. and P. MAHYUDIN. 1993. Feed Resource. In: Draught Animal System and Management: An Indonesian Study. TELENI, E.R.,S.F.CAMBELL and D.HOFFMAN (Eds.): ACIAR. Canberra. pp. 41 – 50.

THAHAR, A., SANTOSO, SUMANTO, HASTOMO dan HARYONO. 1991. Daya Dukung Pakan Karang Agung Sungai Lilin, Sumatera Selatan. Makalah Kerja No.3 Proyek Ternak Kerja Balai Penelitian Ternak, Badan Litbang Pertanian. Disiapkan untuk Temu Lapang Departemen pertanian, 7 Maret 1991. di Karang Agung Kab. Musibanyuasin, Sumatera Selatan (unpublished).

Referensi

Dokumen terkait

Bab IV menjelaskan tentang hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data sehingga struktur vegetasi dan keanekaragaman tumbuhan pantai di

Pemerintaha daerah di Indonesia diberikan indikator-indikator tertentu baik berupa peraturan dan pedoman mengenai penganggaran berbasis kinerja (performance-based

Membantu Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah merumuskan kebijakan daerah dalam pelaksanaan kewenangan daerah di bidang perhubungan, komunikasi dan informatika

Mohon agar hadlr 30 menit sebelum jadwal presentasi masing-masing peserta... Jika Personil Tenaga Ahli lnti dan Manajemen Tidak had irlTerlam bat,

20000000 bcm/yr Production Working hours 6000 hrs/yr Support unit working hours 3000 hrs/yr.

bredasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa ekstrak kulit buah naga putih (Hylocereus undatus) memiliki efektivitas anti kanker terhadap sel MCF-7 yang lebih

3 Sungai Pinyuh Sungai Piyuh Pontianak Ngadinem... 10 Mempawah Timur Mempawah Timur Pontianak

Sejalan dengan itu, beberapa peneliti yang memfokuskan risetnya tentang pengembangan pengetahuan guru, pengujian berbagai kerangka kerja pedagogis untuk memahami