• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENANGANAN DAN PENGENDALIAN FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA UNGGAS DI KOTA BOGOR IWAN BERRI PRIMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA PENANGANAN DAN PENGENDALIAN FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA UNGGAS DI KOTA BOGOR IWAN BERRI PRIMA"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENANGANAN DAN PENGENDALIAN

FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA UNGGAS

DI KOTA BOGOR

IWAN BERRI PRIMA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

(2)

RINGKASAN

IWAN BERRI PRIMA. Upaya Penanganan dan Pengendalian Flu Burung

(Avian Influenza) Pada Unggas di Kota Bogor. Dibawah bimbingan

drh.Ekowati Handharyani, MSi, PhD dan drh. Herlien Krisnaningsih, MM.

Permasalahan flu burung, baik pada unggas maupun pada manusia merupakan permasalahan yang harus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Hal ini terkait dengan semakin meluasnya penularan dan penyebaran flu burung di Indonesia. Studi kasus ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pihak terkait (dunia veteriner, kesehatan masyarakat, pemerintah pusat) dan khususnya masyarakat Kota Bogor terhadap peran pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan dalam penanganan dan pengendalian flu burung pada unggas sejak merebaknya flu burung di Kota Bogor hingga bulan Mei 2007. Studi ini berdasarkan hasil data yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara mengikuti beberapa kegiatan teknis lapang secara langsung bersama petugas Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan Kota Bogor dan pembagian kuisioner kepada masyarakat (pemilik unggas) di Kota Bogor, sedangkan data sekunder (retrospektif) didapatkan dari laporan kegiatan te knis lapang petugas Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan Kota Bogor dalam penanganan dan pengendalian flu burung pada unggas, sejak merebaknya flu burung pada unggas di Kota Bogor hingga tanggal 31 Mei 2007 dan laporan pusat pengendalian penyakit atau LDCC (Local

Disease Controlling Centre) flu burung (Avian Influenza) Bogor serta sumber data

lainnya (internet, buku, majalah dan koran). Adapun indikator keberhasilan metode (kebijakan) ini dilihat sebelum dan sesudah dilakukan upaya penanganan dan pengendalian kasus, yang dilihat dari: (1) hasil monitoring dan evaluasi kasus aktif (active case) dan kasus historis (historical case) pada unggas (2) hasil pembagian kuisoner secara langsung kepada pemilik unggas, serta (3) tingkat kejadian kasus positif (confirm) flu burung pada manusia di Kota Bogor. Secara umum, metode (kebijakan) yang diterapkan pemerintah Kota Bogor dalam menangani dan mengendalikan kasus flu Burung di Kota Bogor terdiri dari empat kegiatan yang dinilai efektif diterapkan, yaitu: depopulasi terbatas, vaksinasi massal pada peternakan skala rumah tangga dan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta monitoring dan evaluasi. Kebijakan tersebut sudah berjalan cukup baik. Namun demikian, upaya ini harus selalu ditingkatkan khususnya dalam mencegah penularan flu burung ke manusia. Berdasarkan hasil kuisioner tentang flu burung kepada masyarakat Kota Bogor (pemilik unggas), sebanyak 57,41 % pemilik unggas (responden) mengetahui tentang penyakit flu burung dan 61,11 % responden pernah mendapat penyuluhan flu burung dari petugas Dinas Agribisnis, serta sebanyak 82,52 % responden mengaku unggas miliknya pernah di vaksinasi oleh petugas Dinas Agribisnis. Akan tetapi, sebagian besar responden (74,08 %) belum mengetahui keberadaan posko flu burung di Kota Bogor.

(3)

ABSTRACT

Problems of bird flu at poultry or human being is problems which must get serious attention from various party. This matter related to progressively the wide-spreading of infection and spreading of bird flu in Indonesia. This case study aim to give information to related parties (world veterinary, public health, central government) and specially urban community of Bogor to role of government of Town of Bogor through On Duty Agribusiness of Area Effort Ranch in handling and operation of bird flu at poultry since the him of bird flu in Bogor Town, till month of May 2007. This study pursuant to source result which consist of primary data and secondary data. Primary data obtained by following some spacious technical activities directly with officer On Duty Agribusiness of Area Effort Ranch of Bogor Town and by give questioner to civilian (owner of poultry) in Bogor Town, while secondary data ( retrospective) got from spacious technical activity report of officer On Duty Agribusiness of Area Effort Ranch of Bogor Town in handling and operation of bird flu at poultry, since the him of bird flu at poultry in Bogor Town till the 31 May 2007 and report center disease operation or LDCC ( Local Disease Controlling Centre) Flu Bird ( Avian Influenza) Bogor and also the source of other data ( internet, book, newspaper and magazine). As for indicator efficacy of method (policy) is seen before and after to strive handling and operation of case, seen from: ( 1) monitoring result and active case evaluation and historical case at poultry ( 2) result of by give questioner directly to owner of poultry, and also ( 3) level occurred of positive case ( bird flu confirm) at human being in Bogor Town. In general, method (policy) government of Bogor Town in handling and controlling case of flu Bird in Bogor Town consist of four effective assessed activity applied, that is: limited depopulation, mass vaccination at ranch of household scale and of KIE ( Communications, Information and of Education) and also evaluation and monitoring. The policy have walked good enough. But that way, strive this have to is always improved specially in preventing infection of bird flu to human being. Pursuant to result of questioner about bird flu to urban community Bogor ( poultry owner), as much 57,41 % poultry owner ( respondent) know about disease of bird flu and 61,11 % responder have got counseling of bird flu from worker On duty agribusiness, and also as much 82,52 % responder confess poultry of its property have in vaccination by worker On duty agribusiness. However, most responder ( 74,08 %) do not know existence of bird flu branch office in Bogor Town.

(4)

UPAYA PENANGANAN DAN PENGENDALIAN

FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA UNGGAS

DI KOTA BOGOR

IWAN BERRI PRIMA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

(5)

Judul : Upaya Penanganan dan Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) Pada Unggas di Kota Bogor

Nama : Iwan Berri Prima NIM : B04103047

Menyetujui,

drh.Ekowati Handharyani, MSi, PhD drh. Herlien Krisnaningsih, MM Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan FKH IPB

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bantul pada tanggal 4 April 1985 dari pasangan Bapak Suhartono dan Ibu Kopsyah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Pada tahun 1991 penulis masuk SDN 367/II Mulia Bhakti dan lulus tahun 1997. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan ke SLTPN 2 Pelepat dan lulus pada tahun 2000. Pendidikan sekolah menengah umum penulis selesaikan di SMU N I Pelepat dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, diantaranya adalah Unit Kegiatan Mahasiswa Korps Suka Rela Palang Merah Indonesia (KSR-PMI) Unit I IPB tahun 2003-2004, Ketua Komisariat Tingkat pada tahun 2003-2006, Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKH IPB selama dua periode (2004-2005 dan 2005-2006), pengurus Dewan Keluarga Mushola (DKM) An-Nahl FKH IPB periode 2004-2005, anggota Himpunan Minat Profesi (Himpro) Ruminansia tahun 2004-2005, Wakil Sekjend PB IMAKAHI (Pengurus Besar Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia) periode 2005-2006, Ketua Umum PB IMAKAHI periode 2006-2008, Koordinator FMITFB (Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung) Wilayah Jawa Bagian Barat periode 2006-2007, Koordinator FKPKHN (Forum Kajian Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasional) periode 2006-2008. Penulis juga pernah menjadi Asisten Luar Biasa pada mata kuliah Parasitologi Veteriner pada tahun 2005-2006. Disamping itu, penulis juga aktif menulis opini dan artikel ilmiah diberbagai media cetak, baik lokal maupun nasional.

(7)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat, nikmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan umatnya yang istiqomah hingga akhir zaman.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam studi kasus ini adalah Upaya Penanganan dan Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) Pada Unggas di Kota Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada drh. Ekowati Handharyani, MSi, PhD dan drh. Herlien Krisnaningsih, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, pemikiran, materi, motivasi, kesabaran dan waktu yang telah diberikan hingga selesainya skripsi ini, Dr.drh.Wiwin Winarsih, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, kritik, saran serta bimbingan untuk kesempurnaan tugas akhir ini.

Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pemerintah Kota Bogor khususnya Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan, Drh. Maolana, Drh. Arief, Bapak Popon, Bapak Yuliman, Bapak Atep, Bapak Hari, Bapak Romli, Bapak Baba, Ir.Dwi Dasawati, juga drh. Anik, drh. Dewi, Gusti, Zainudin, Nurzaman, dan Lurah se-Kota Bogor beserta Kader Vaksinatornya, drh. Sudarisman (LDCC Bogor), drh.Soeripto (BBalitvet Bogor), teman-teman seperjuangan di IMAKAHI, FMITFB, FKPKHN, WAMAPI, Vet-Forum, seluruh Ikhwah IPB dan rekan-rekan Hatori Cibanteng (Ahmad, Agus, Adhim, Dedi, Cecep, Gunawan), Pritta, Herli, Lilis, Widia, Adam, Bheta, Jusmarwan dan Indra yang telah membantu selama proses penyusunan skripsi.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Nastiti Kusumorini selaku dosen pembimbing akademik dan kepada Bapak, Ibu, Ibu Hj.Enih, Adik Ike serta keluarga atas doa dan motivasi yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan penuh kesabaran dan keyakinan.

(8)

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, tetapi penulis berharap tulisan ini dapat memberikan informasi kepada pihak terkait (dunia veteriner, kesehatan masyarakat, pemerintah pusat) dan khususnya masyarakat Kota Bogor. Diluar kekurangan yang ada, penulis juga berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Untuk itu penulis sangat mengharap semua kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya ini.

Bogor, Agustus 2007 Penulis

(9)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL……….. DAFTAR GAMBAR………. DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN Latar Belakang………... Tujuan……… Manfaat Studi Kasus………..

TINJAUAN PUSTAKA Pengenalan Flu Burung

Istilah Flu Burung atau Avian Influenza....……… Agen Penyebab…...………... Jenis Hewan Rentan...………... Penyebaran Flu Burung pada Unggas di Indonesia... Kasus pada Manusia di Indonesia... Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Flu Burung di Indonesia... Pengenalan Kota Bogor

Letak Geografis..……… Kondisi Umum Sosial Masyarakat……… Pengenalan Dinas Agribisnis Kota Bogor

Tugas dan Fungsi...……….. Visi dan Misi……….………. Struktur Organisasi…...……… Bidang Usaha Peternakan……...………... Alamat Kantor ………...

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Studi Kasus………. Bahan Studi Kasus………... Metode Studi Kasus………... Indikator Keberhasilan...

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Perunggasan di Kota Bogor...………... Penyebaran Flu Burung pada Unggas di Kota Bogor…...………. Tujuan dan Sasaran Penanganan dan Pengendalian Flu Burung...…... Pelaksanaan Kegiatan Penanganan dan Pengendalian Flu Burung pada Unggas di Kota Bogor...

i iii iv v 1 3 3 4 4 5 6 8 8 12 13 14 14 15 16 17 18 18 18 19 20 21 23 23

(10)

Penanganan dan Penanggulangan Flu Burung pada Unggas di Kota Bogor

Depopulasi Terbatas……….. Vaksinasi Massal pada Peternakan Skala Rumah Tangga…… KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)……… Monitoring dan Evaluasi………... Permasalahan dan Hambatan……….

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan……… Saran………... DAFTAR PUSTAKA……… LAMPIRAN………... 26 29 34 37 39 40 40 42 44

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Populasi ternak unggas di Kota Bogor tahun 2006………. 20 Tabel 2. Populasi unggas di Kota Bogor awal tahun 2007……… 21 Tabel 3. Tabel depopulasi terbatas unggas positif Avian Influenza.. 27 Tabel 4. Program vaksinasi……….. 31 Tabel 5. Populasi unggas tervaksin hingga akhir Mei 2007... 32 Tabel 6. Kasus Aktif dan Kasus Historis flu burung (Avian

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Virus Avian Infuenza………. 4 Gambar 2. Penyebaran daerah endemis AI pada unggas (kumulatif

2003-2007 dan manusia di Indonesia (Juni 2005 – 25 Januari 2007)………. 7 Gambar 3. Peta kota bogor……… 13 Gambar 4. Kantor Dinas Agribisnis Kota Bogor……… 16 Gambar 5. Peta situasi penyakit AI (Hingga Mei 2007) di Kota Bogor 22 Gambar 6. Rapid test sebagai tes cepat deteksi flu burung……….. 22 Gambar 7. Imunisasi kekebalan terhadap Virus Avian Influenza pada

salah seorang kader vaksinator kelurahan………. 25 Gambar 8. Dinas Agribisnis sebagai pembicara dalam diskusi flu

burung yang diselenggarakan oleh PPNSI Kota Bogor... 25 Gambar 9. Pelaksanaan depopulasi terbatas terhadap unggas di daerah

yang positif flu burung/AI……….. 28 Gambar 10. Jenis vaksin yang digunakan Dinas Agribisnis Kota

Bogor……….. 30

Gambar 11. Petugas Dinas Agribisnis sedang memaksin unggas (ayam buras dan angsa)... 33 Gambar 12. Contoh kartu vaksinasi………. 33 Gambar 13. Pemilik unggas mendapat kartu vaksinasi setelah

unggasnya di vaksin oleh petugas/vaksinator... 34 Gambar 14. Sosialisasi penanganan dan pengendalian penyakit menular

zoonosis AI/flu burung di beberapa kecamatan di Kota Bogor... 36 Gambar 15. Pemasangan spanduk tentang flu burung diseluruh

kecamatan se-Kota Bogor... 36 Gambar 16. Pemasangan leaflet tentang flu burung... 36

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Bagan struktur organisasi Dinas Agribisnis Kota Bogor

berdasarkan Perda No.12 Tahun 2004………... 44

Lampiran 2. Jadwal vaksinasi Avian Influenza (AI) pada unggas di Kota Bogor tahap I tahun 2007………... 45

Lampiran 3. Form laporan PDS……….. 47

Lampiran 4. Form laporan PDR………. 49

Lampiran 5. Form kuisioner tentang flu burung di Kota Bogor... 52

Lampiran 6. Hasil kuisioner………... 53

Lampiran 7. Sebaran wilayah pembagian kuisioner... 55

(14)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan flu burung di Indonesia baik pada unggas maupun pada manusia merupakan permasalahan yang harus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Hal ini terkait dengan semakin meluasnya penularan dan penyebaran flu burung di Indonesia. Data mencatat kerugian kematian unggas periode Agustus –Desember 2003 sebanyak 4.179.270 ekor, Januari-Desember 2004 sebanyak 5.014.273 ekor, Januari-Desember 2005 mencapai 1.066.372 ekor dan Januari-Desember 2006 mencapai 1.058.157 ekor (Sudarsono 2007), sedangkan kasus flu burung pada manusia hingga saat ini kasusnya semakin bertambah. Sehingga organisasi kesehatan dunia atau WHO (World Health

Organization) mengkhawatirkan virus flu burung akan menjadi ancaman serius di

kawasan Asia. Bahkan organisasi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menyatakan flu burung lebih berbahaya dari penyakit SARS (Severe Acut Respiratory

Syndrome) akibat potensi atau kemampuan virus ini untuk mengakibatkan

pandemi atau peristiwa letupan dan penyebaran penyakit menular yang terjadi secara cepat dan melintas secara luas melewati batas negara dan benua (Soejoedono dan Handharyani 2005). Diperkirakan sedikitnya 7 juta orang akan meninggal dunia. (Dirjend PP dan PL, Depkes 2007)

Selain itu, dampak berikutnya akibat flu burung adalah kerugian ekonomi yang sangat besar, khususnya bagi peternak unggas. Diperkirakan total kerugian peternak di Indonesia lebih dari Rp.1 trilliun untuk periode Januari-Maret 2007 (Sudarsono 2007). Juga dilaporkan hingga Agustus 2006, kerugian akibat flu burung, Thailand mengalami kerugian sebesar 1,2 miliar dolar AS dan Vietnam 200 juta dolar AS, angka ini belum termasuk kerugian bagi negara-negara lainnya yang juga sangat besar akibat pemusnahan dan kematian unggas dengan tingkat kematiannya hingga 95 % (Siegel 2006). Bahkan dalam perdagangan unggas Internasional, ketakutan masyarakat untuk mengkomsumsi produk unggas (daging ayam dan telur) sangat berpengaruh pada bisnis industri perunggasan secara global, seperti halnya masalah penyakit Sapi Gila (Bovine Spongioform

(15)

Menurut Soejoedono dan Handharyani (2005) akibat flu burung dibedakan menjadi dua, yakni pada ternak unggas meliputi: unggas yang terkena penyakit flu burung akan menunjukkan gejala lengkap, mulai pernapasan, kemampuan produksi ayam, pencernaan dan syaraf yang berdampak pula dengan rusaknya sistem dan organ dalam termasuk limfoid, seperti bursa fabricius dan timus. Sedangkan gejala klinis flu burung pada manusia adalah seperti terkena flu biasa yang diikuti dengan kenaikan suhu tubuh sampai 39ºC, sakit tenggorokan, batuk, sesak napas, dan keluar lendir bening dari hidung. Kondisi ini biasanya diperparah jika penderita tidak memiliki nafsu makan (anoreksia), diare, muntah dan peradangan paru-paru (pneumonia). Apabila tidak dilakukan penanganan yang baik maka dapat menyebabka n meninggal dunia.

Dampak lainnya yang juga akan mengikuti akibat flu burung adalah kerugian sektor pariwisata, turunnya investor diberbagai bidang, ditolaknya beberapa komoditi ekspor Indonesia, berimplikasi pada aspek sosial, kesejahteraan masyarakat, ko ndisi dan stabilitas nasional terganggu (Siegel 2006). Kota Bogor sebagai salah satu daerah dalam propinsi Jawa Barat dinyatakan endemis flu burung pada unggas. Oleh karena itu, dibutuhkan peran pemerintah kota Bogor melalui Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan untuk melakukan upaya pengendalian flu burung pada unggas di Kota Bogor. Meskipun sejak 2005 hingga April 2007 dilaporkan propinsi Jawa Barat terdapat kasus flu burung pada manusia dengan kasus positif sebanyak 29 orang dengan meninggal 23 orang, hingga akhir Mei 2007 di Kota Bogor belum pernah dilaporkan kasus konfirmasi positif flu burung pada manusia (Pusat Komunikasi Publik, Depkes 2007).

Meskipun demikian, letak Kota Bogor yang bersinggungan dengan daerah terserang positif flu burung pada manusia dengan insidensi cukup tinggi (Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi) tidak menutup kemungkinan akan merambah ke Kota Bogor. Sehingga upaya teknis dilapang yang efektif dan efesien dalam pengendalian flu burung pada unggas merupakan upaya terpenting dalam mencegah penularan flu burung pada manusia di Kota Bogor.

(16)

I.2 Tujuan

Adapun tujuan dilakukannya studi kasus ini adalah untuk mengetahui metode (kebijakan) dan peran pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan dalam penanganan dan pengendalian flu burung pada unggas, sejak merebaknya flu burung di Kota Bogor hingga bulan Mei 2007.

I.3 Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak terkait (dunia veteriner, kesehatan masyarakat, pemerintah pusat) dan khususnya masyarakat Kota Bogor terhadap peran pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan dalam penanganan dan pengendalian flu burung pada unggas di Kota Bogor sehingga diharapkan mampu menekan penyebaran virus flu burung pada manusia.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA Pengenalan Flu Burung

Istilah Flu Burung atau Avian Influenza (AI)

Flu burung atau Avian Influenza (AI) merupakan sebutan penyakit yang sama, meskipun ada yang membedakan bahwa Avian Influenza adalah penyakit pada hewan (khususnya unggas), sedangkan flu burung adalah penyakit pada manusia. Namun, dari berbagai sumber termasuk dari WHO (World Health

Organization) ataupun OIE (Office Internationale des Epizooties) tidak secara

spesifik membedakan kedua sebutan ini (Akoso 2006).

Agen penyebab

Gambar1. Virus Avian Influenza (sumber: Wibawan et al 2006)

Walaupun flu burung telah lama dikenal, namun bahwa penyebabnya oleh sebuah agen filterable yaitu sejenis virus, baru diketahui pada tahun 1901. Pada tahun 1955, virus ini diidentifikasikan kedalam jenis virus influenza tipe A yang termasuk kedalam keluarga Orthomyxoviridae (Halvorson 2002).

Virus influenza ini terdiri dari beberapa tipe, antara lain tipe A, tipe B, dan tipe C. Partikel virus ini memiliki sampul dengan aktivitas Hemaglutinin (HA) dan Neuramidase (NA) yang merupakan kunci dasar dalam penentuan identitas serologik dari virus influenza dengan menggunakan nomor kombinasi H dan N. Dalam virus tipe A mempunyai 16 Hemaglutinin (H1-H16) dan 9 Neuramidase

(N1-N9). Beberapa sub tipe (strain) yang sudah dikenal antara lain H1N1, H1N2,

H2N2, H3N3, H5N1, H7N7, dan H9N1. Beberapa diantara sub tipe virus tersebut

(18)

mewabah dan menyebabkan terjadinya flu burung dibeberapa negara Asia adalah H5N1 (Vahlenkamp dan Harder 2006).

Virus Avian Influenza merupakan virus yang lemah dan tidak tahan terhadap panas dan desinfektan. Dalam daging ayam, virus ini mati dengan pemanasan pada suhu 80ºC selama satu menit atau 70°C selama 30 menit. Pada telur ayam, virus ini mati pada suhu 64°C selama 4,5 menit. Namun pada kotoran ayam, virus Avian Influenza mampu bertahan selama 35 hari pada suhu 4°C. Sedangkan dalam air, virus tersebut dapat bertahan hidup selama 4 hari pada suhu 0°C. Dikandang ayam, virus ini mampu bertahan hidup selama 2 minggu setelah depopulasi ayam (Depkominfo 2006).

Sifat lainnya dari virus Avian Influenza menurut Halvorson (2002) adalah mudah mengalami mutasi, mampu mengaglutinasi sel darah merah pada ayam dan virus mudah mati diluar tubuh (tidak stabil dilingkungan). Sedangkan karakteristik biologis virus AI menurut Tabbu (2007) adalah komposisi genetik virus AI sangat labil (mudah mengalami mutasi, virulensi dan pato genitas sangat bervariasi) dan sangat mudah menular dengan pola penularannya sulit diketahui.

Jenis Hewan Rentan

Menurut Akoso (2006), hampir setiap spesies avian atau bangsa burung adalah rentan terhadap infeksi virus Avian Influenza, namun derajat kerentanan antar spesies berbeda-beda. Penyakit ini dapat menyerang berbagai jenis burung, antara lain: ayam, burung puyuh, kalkun, ayam mutiara, angsa, itik, entok, burung merak, puyuh, unggas liar, burung camar, kontul. Burung peliharaan juga sering tertular, misalnya burung beo, merpati, parkit, kakatua, elang dan nuri, juga pernah dilaporkan pada kalkun sejak tahun 1963 dinegara bagian California dan Minnesota, AS.

Di Indonesia Avian Influenza dengan patogenitas rendah tahun 1982 pernah didiagnosis pada beberapa jenis burung antara lain: burung nuri (H4N4),

burung pelikan (H4N6), dan itik (H4N2 dan H4N6). Bahkan sejak tahun 1991

berdasarkan pengujian pada burung unta ditemukan beberapa isolat virus yakni sub tipe virus H3N2, H4N2, H6N6, H5N2, H5N9, H7N1, H7N3, H9N2, H10N4 dan

H10N7 yang kesemuanya merupakan virus AI dengan patogenitas rendah (Akoso

(19)

Sejak ratusan tahun yang lalu, para ahli telah melaporkan unggas air, misalnya entok, itik, dan unggas air lain yang hidup di laut secara normal membawa virus AI H5N1 meski dalam tubuh unggas tersebut terinfeksi, namun

tidak menunjukkan gejala sakit dan unggas-unggas tersebut dapat hidup secara sehat dan normal (Santosa 2007).

Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim AI FKH UGM, virus H5N1 dapat menginfeksi pada babi. Virus ini pertama kali diisolasi dari babi

pada tahun 1930 di Amerika yang kemudian dikenal sebagai Swine Influenza

Virus (SIV) dengan sub tipenya H1N1, H2N2 dan H3N3, namun demikian, hingga

saat ini belum dibuktikan adanya penularan virus AI dari babi ke manusia (Trobos 2007).

Menurut Tabbu (2007) babi berpotensi sebagai ’mixing vessel’ yakni tempat bercampur, bertukar, pengaturan kembali materi genetik, sedangkan burung puyuh berpotensi sebagai sumber penularan dan ’mixing vessel’ pada virus influenza unggas dan manusia.

Jenis hewan mamalia lain yang juga ditemukan virus AI adalah kucing, virus AI dapat ditularkan ke kucing melalui kontak langsung (close contact) dari unggas yang terinfeksi AI. Kucing yang terinfeksi virus H5N1 memperlihatkan

gejala sakit: suhu badan tinggi, gejala pernafasan parah dan berakhir dengan kematian. Akan tetapi, perlu dilakukan penelitian tentang peran kucing dalam epidemiologi AI (Songserm et al 2006).

Dalam penelitian lainnya, hewan peka terhadap AI semakin berkembang. Meski demikian, Departemen Pertanian masih fokus terhadap unggas sebagai hewan rentan tertular AI dan mampu menularkan virus sebagai sumber penyebab utama flu burung pada manusia (Bagindo 2007).

Penyebaran Flu Burung Pada Unggas di Indonesia

Sebagai bagian dari negara-negara di dunia, penyebaran flu burung di dunia sangat berpengaruh terhadap penyebaran flu burung di Indonesia. Pada akhir tahun 1800 dan awal tahun 1900 dilaporkan telah terjadi penyebaran virus

Avian Influenza di Eropa melalui suatu acara pameran unggas. Dengan kejadian

tersebut, Eropa dinyatakan enzootik untuk Avian Influenza yang berlangsung lama hingga tahun 1930 (Akoso 2006).

(20)

Daerah Tertular AI pada unggas (30 propinsi)

Daerah Bebas 3 propinsi

K7 M6 K2 M0 K3 M0 K12 M10 K20 M18 K26 M21 K5 M 4 K5 M3 K1 M1

Penyebaran flu burung pertama kali di Indonesia diduga pada pertengahan 2003 yang diawali dengan kematian sejumlah besar unggas di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah dan Kabupaten Tangerang, Banten. Selain di Indonesia, kejadian ini juga dilaporkan terjadi di negara lain di asia seperti Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Republik Demokratik Laos, Cina dan Malaysia (Siegel 2006).

Di awal letupan wabah, beberapa negara kesulitan untuk membedakan antara Avian Influenza dan Newcastle Disease, terutama terhadap galur Vellogenic

Viscerotropic Newcastle Disease (VVND) (akoso 2006).

Gambar 2. Penyebaran Daerah Endemis AI Pada Unggas (kumulatif 2003-2007) Dan Manusia di Indonesia (Juni 2005-25 Januari 2007). (Dirjend PP dan PL, Depkes.2007).

Kejadian AI di Indonesia terus berlanjut. Bahkan penyakit ini menjadi endemik dan terdapat di sebagian besar wilayah provinsi di Indonesia. Daerah penyebarannya meluas dari 9 provinsi dengan 53 kabupaten/kota tahun 2003 menjadi 26 provinsi dengan 172 kabupaten/kota tahun 2006 dengan diagnosis lebih lanjut dipastikan bahwa wabah disebabkan oleh virus flu burung tipe A, sub tipe H5N1. Bahkan hingga Mei 2007 wilayah yang tertular flu burung pada unggas

(21)

Kasus pada Manusia di Indonesia

Flu burung pada manusia pertama kali ditemukan di Italia lebih dari 100 tahun yang lalu, menyebar di seluruh dunia dan dapat mengakibatkan penyakit dengan gejala ringan hingga dapat mengakibatkan kematian pada manusia. Kematian akibat flu burung pada manusia pertama kali dilaporkan di Hongkong (Sianipar 2006).

Di Indonesia, kasus flu burung pada manusia hingga 31 Mei 2007 tercatat sebanyak 98 kasus dan 78 diantaranya meninggal dunia (Komnas FBPI 2007). Dengan pertimbangan bahwa flu burung merupakan penyakit yang dapat menular dari unggas atau hewan lainnya ke ma nusia (zoonosis) dan untuk melaksanakan kegiatan kewaspadaan dini, kesiapsiagaan dan penanggulangan flu burung, maka Menteri Kesehatan telah menetapkan flu burung sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sejak tahun 2005 yang lalu melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1372/Menkes/SK/IX/2005 tanggal 19 september 2005 (Dirjend PP dan PL, Depkes 2006).

Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Flu Burung di Indonesia

Menurut Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo 2006), dalam upaya melaksanakan pencegaha n dan penanggulangan flu burung dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza, Pemerintah RI mempunyai rencana strategis nasional. Adapun rencana strategis tersebut adalah:

1. Pengendalian penyakit Avian Influenza pada hewan.

2. Penatalaksanaan kasus pada manusia dan pencegahan infeksi baru pada unggas (Koordinasi dengan Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan dan Kementrian Lingkungan Hidup).

3. Perlindungan pada kelompok resiko tinggi (koordinasi dengan Departemen Pertanian).

4. Surveilans epidemiologi (Pada manusia dan unggas/hewan). 5. Restrukturisasi sistem industri perunggasan.

6. Komunikasi, resiko, informasi dan peningkatan kesadaran masyarakat. 7. Memperkuat peraturan perundang-undangan.

8. Peningkatan kapasitas (Capacity Building). 9. Penelitian kaji tindak.

(22)

10. Monitoring dan evaluasi.

Menurut Ditjen Peternakan (2006), dalam mengatasi flu burung pada hewan (unggas), rencana strategis tersebut diatas diperkuat dengan pelaksanaan 9 (sembilan) langkah penanggulangan yang terdiri atas:

1. Peningkatan keamanan dari penularan (biosekuriti). 2. Vaksinasi.

3. Pemusnahan terbatas (depopulasi) didaerah tertular.

4. Pengendalian lalu lintas unggas, produk unggas dan limbah peternakan. 5. Surveilans dan penelusuran (tracing back).

6. Pengisian kandang kembali (restocking).

7. Pemusnahan menyeluruh (stamping-out) di daerah tertular baru. 8. Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness)

9. Monitoring dan evaluasi.

Selain itu, dalam penanggulangan penyakit, langkah utama yang dilakukan pemerintah adalah meliputi pencegahan, pengobatan, pengendalian, penolakan dan pemberantasan. Namun demikian, strategi yang digunakan tergantung pada patogenitas virus yang ada, jenis unggas terserang, distribusi geografi penyakit, keperluan pasar domestik atau internasional dan status ekonomi negara (Bachri 2006). Sehingga langkah pencegahan dan penanggulangan harus meliputi :

1. Kesiagaan Darurat

Keterlambatan dalam penanganan wabah dapat berakibat meluasnya daerah penyebaran penyakit dan permasalahannya akan bertambah kompleks. Antisipasi datangnya bahaya atau kesiapsiagaan sangat diperlukan untuk peningkatan kewaspadaan, terutama kewaspadaan sedini mungkin sebelum semuanya menjadi terhambat.

2. Biosekuriti

Faktor terpenting dalam menghadapi bahaya wabah Avian Influenza adalah melaksanakan biosekuriti secara ketat. Gerakan melaksanakan biosekuriti perlu dilakukan secara menyeluruh dan diikuti dengan sosialisasi pentingnya melakukan praktek biosekuriti secara benar kepada masyarakat, khususnya peternak dan para pekerja peternakan. Tujuan dilakukannya biosekuriti ini adalah untuk menahan virus Avian Influenza

(23)

yang terdapat disumber infeksi agar tidak terjadi pencemaran lingkungan (Biokontainmen), untuk mencegah terjadinya perembesan atau introduksi jasad renik ke peternakan yang masih bebas AI dan untuk mencegah terjadinya perkembangan virus AI lebih lanjut.

3. Program Vaksinasi

Apabila wabah telah terjadi disuatu daerah dengan populasi ayam yang padat dan pelaksanaan biosekuriti tidak seimbang dengan pelaksanaan dan penataan peternakan yang sesuai dengan sistem industri modern, maka tindakan vaksinasi harus menjadi pilihan pertama untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Target yang diharapkan dari vaksinasi ini adalah untuk menurunkan derajat kerentanan terhadap infeksi dan menurunkan jumlah virus yang tercurah kedalam suatu lingkungan. Vaksin yang digunakan pun akan lebih baik dengan menggunakan vaksin

inaktif homologous atau vaksin yang disiapkan dari ‘autogenous’ yakni

vaksin dengan subtipe virus yang sama dengan virus penyebab penyakit untuk unggas yang akan dilindungi (Lee et al 2004).

4. Surveilans dan Monitoring

Surveilans adalah suatu penelitian cermat terhadap berbagai aspek kejadian dan penyebaran penyakit yang ditujukan pada upaya pengendalian penyakit secara efektif. Ditjen Peternakan (2006) menambahkan, termasuk dalam kegiatan ini adalah pengumpulan dan evaluasi data tentang:

a). Laporan morbiditas dan mortalitas

b). Laporan penyidikan lapangan atas kejadian wabah ataupun kejadian kasus secara individual.

c). Isolasi dan identifikasi agen infeksi oleh laboratorium. d). Efektivitas vaksinasi dalam populasi.

e). Data lain untuk kajian epidemiologi.

Ditambahkan Soejoedono dan Handharyani (2005) upaya pemantauan lalu lintas unggas juga merupakan hal penting untuk dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya bibit endemik dari luar daerah. Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati kondisi fisik,

(24)

kesehatan hewan serta melakukan uji laboratorium sampel darah unggas terhadap kemungkinan Avian Influenza. Dalam kondisi wabah, maka pengendalian dibagi kedalam beberapa zona (wilayah), yakni:

1. Daerah tertular; daerah yang sudah dinyatakan ada kasus secara klinis dan hasil uji laboratorium.

2. Daerah terancam; daerah yang berbatasan langsung dengan daerah tertular atau tidak memiliki batasan alam dengan daerah tertular. 3. Daerah bebas; daerah yang dinyatakan masih belum ada kasus

secara klinis maupun secara uji laboratorium, atau memiliki batas alam (pulau).

5. Pendidikan dan latihan

Pendidikan dan latihan bagi para petugas bidang kesehatan hewan dan para peternak sangat penting dilakukan agar diperoleh pemahaman tentang apa yang harus dilakukan untuk menjaga status kesehatan unggas dan lingkungannya.

6. Karantina

Fungsi utama karantina adalah untuk mencegah masuknya penyakit AI dari luar negeri dan mencegahnya tersebar penyakit didalam negeri dari satu area ke area yang lain atau dari satu pulau ke pulau yang lain. Pengawasan dilakukan secara ketat terhadap setiap pergerakan unggas, peralatan peternakan, atau lalu lintas perorangan agar tidak menjadi perantara dalam penyebaran virus.

Sebagai upaya lainnya, untuk menangani perkembangan virus Avian

Influenza diwilayah Indonesia yang menunjukkan peningkatan dan sudah

mengarah pada tingkat yang cukup membahayakan, pemerintah Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pena nganan dan Pengendalian Virus Flu Burung (Avian Influenza) kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Kesehatan, Panglima TNI, Para Gubernur, dan Para Bupati/Walikota tanggal 12 Februari 2007 (Krisnamurthi 2007).

(25)

Pengenalan Kota Bogor Letak Geografis

Menurut Anonim (2007a), secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106º-48° BT dan 6°-26° LS dan terletak tepat di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta berdekatan dengan Ibukota Negara dan daerah penyangga lainnya. Kota Bogor memiliki potensi yang strategis bagi perkemb angan dan pertumbuhan ekonomi, jasa dan pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata serta juga merupakan ancaman tersendiri atas berbagai penyakit menular seperti flu burung.

Selain itu, Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut. Kondisi iklim di Kota Bogor suhu rata-rata tiap bulan 26° C dengan suhu terendah 21,8° C dengan suhu tertinggi 30,4° C. Kelembaban udara 70 %, curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500 - 4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. Sehingga Kota Bogor dijuluki sebagai Kota Hujan.

Luas wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 Ha terdiri dari 6 Kecamatan dan 68 Kelurahan. Kota Bogor merupakan salah satu Kota dalam wilayah Propinsi Jawa Barat. Kemudian secara Administratif kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan yang terdiri dari Kecamata n Bogor Utara, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal. Dengan total ada 68 kelurahan, 210 dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor yaitu sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Bojong Gede, dan Kec. Sukaraja Kabupaten Bogor.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi, Kabupaten Bogor.

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor.

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin, Kabupaten Bogor.

(26)

Peta Kota Bogor

Gambar 3. Peta Kota Bogor (2007)

(Sumber: www.kotabogor.go.id ) Kondisi Umum Sosial Masyarakat

Secara umum, masyarakat Kota Bogor merupakan masyarakat yang multi etnis. Hal ini terlihat dengan beragamnya berbagai latar belakang suku dan kebudayaan yang berkembang di Kota Bogor. Namur demikian, suku bangsa yang lebih dominan (penduduk asli) di Kota Bogor adalah suku Sunda (Anonim 2007b).

Menurut laporan dari Pemerintah Kota Bogor yang disampaikan oleh Walikota Bogor H. Diani Budiarto, jumlah penduduk Kota Bogor hingga akhir Mei 2007 mencapai 850.000 jiwa dengan laju penduduk mencapai 2,9 % per tahun (Anonim 2007c)). Berdasarkan jumlah tersebut, terlihat bahwa jumlah penduduk Kota Bogor cukup besar. Apalagi jumlah tersebut belum termasuk kepada warga pendatang (migran) yang belum memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk).

(27)

Pengenalan Dinas Agribisnis Kota Bogor Tugas dan Fungsi

Mengacu kepada Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2004 tentang Organisasi Perangkat Daerah, ada perubahan nama Dinas Pertanian menjadi Dinas Agribisnis, dengan perubahan nama ini, fokus pembangunan peternakan dan pertanian secara umum mengarah pada pengembangan usaha yang berbasis pertanian, sehingga bidang Peternakan merupakan bagian dari Dinas Agribisnis.

Berdasarkan Peraturan Walikota Bogor Nomor 18 Tahun 2005 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Tata Kerja dan Uraian Tugas Jabatan Struktural di Lingkungan Dinas Agribisnis, tugas pokok Dinas Agribisnis Kota Bogor adalah melaksanakan kewenangan otonomi pemerintahan di Bidang Agribisnis meliputi Bidang Usaha Tanaman Pangan dan Holtikultura, Bidang Usaha Perikanan, Bidang Usaha Peternakan dan Bidang Ketahanan Panga n yang menjadi urusan rumah tangga daerah.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Walikota Bogor Nomor 18 Tahun 2005, Dinas Agribisnis Kota Bogor mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan teknis di bidang agribisnis

2. Pelaksanaan Teknis Operasional di bidang Agribisnis yang meliputi Bidang Usaha Tanaman Pangan dan Holtikultura, Bidang Usaha Perikanan, Bidang Usaha Peternakan dan Bidang Ketahanan Pangan yang menjadi urusan rumah tangga daerah, serta pelayanan kepada ma syarakat. 3. Pemberian perijinan dan pelayanan umum.

4. Pelaksanaan teknis fungsional di bidang agribisnis.

5. Pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas dalam lingkup tugasnya. 6. Pengelolaan urusan ketatausahaan dinas.

Visi dan Misi

Sebagai perangkat daerah dalam ruang lingkup pemerintahan Kota Bogor, Dinas Agribisnis Kota Bogor mempunyai Visi dan Misi sebagai acuan dalam pembangunan. Visi Dinas Agribisnis Kota Bogor adalah Menjadikan Dinas Agribisnis Kota Bogor yang Amanah dalam Pengembangan Agribisnis Perkotaan

(28)

Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan.

Untuk mewujudkan visi tersebut, Dinas Agribisnis mempunyai empat misi, yakni:

1. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan untuk meningkatkan ketahanan pangan. 2. Memotivasi masyarakat/petani sebagai pelaku usaha agribisnis agar

mampu meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas pertanian yang memiliki daya saing dan nilai ekonomis tinggi, untuk meningkatkan usaha taninya, serta meningkatkan nilai tambah produk pertanian sehingga usaha agribisnis dan agropolitan dapat berkembang.

3. Mengawasi ketersediaan dan kualitas pangan (nabati maupun hewani) secara berkelanjutan.

4. Mengembangkan kemitraan sejajar dan kewirausahaan mesyarakat pertanian yang maju dan mandiri.

Struktur Organisasi

Dalam mewujudkan dan melaksanakan visi dan misi, Dinas Agribisnis Kota Bogor sebagai Dinas Teknis di lingkungan Pemerintahan Kota Bogor yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2004 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Bogor menetapkan Struktur Organisasi Dinas Agribisnis Kota Bogor sebagai berikut:

1. Kepala Dinas

2. Bagian Tata Usaha (terdiri atas dua sub bagian)

3. Bidang Usaha Tanaman Pangan dan Holtikultura (terdiri atas dua seksi) 4. Bidang Usaha Perikanan (terdiri atas dua seksi)

5. Bidang Usaha Peternakan (terdiri atas dua seksi) 6. Bidang Ketahanan Pangan (terdiri atas dua seksi)

7. UPTD-RPH (Unit Pelaksana Teknis Daerah-Rumah Potong Hewan). Perda Nomor 13 Tahun 2004 tersebut mulai diberlakukan sejak tanggal 27 Mei 2004, sebelumnya Struktur Organisasi Dinas berdasarkan pada Perda Nomor 19 Tahun 2002.

(29)

Bidang Usaha Peternakan

Bidang Usaha Peternakan merupakan salah satu bidang dalam Dinas Agribisnis yang mempunyai dua bagian pokok tugas dan fungsi yakni Bina Kesmavet dan Pengolahan Hasil dan Bina Produksi Peternakan dan Kesehatan hewan yang memiliki peran dalam Intensifikasi peternakan.

Dengan demikian, Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan Pemerintah Kota Bogor merupakan pelaksana teknis dalam penanganan dan pengendalian flu burung pada Unggas di wilayah Kota Bogor (Maolana 2007).

Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kegiatan Bidang Usaha peternakan tersebut, dipimpin oleh seorang kepala Bidang usaha peternakan dan dua orang kepala seksi serta dilaksanakan oleh sebanyak empat orang Dokter hewan, tiga orang Paramedis veteriner, dua orang Sarjana Peternakan dan sebanyak dua orang bukan keahlian keilmuan terkait bidang peternakan.

Diantara petugas tersebut, untuk memudahkan dalam penanganan dan pengendalian flu burung, khususnya dalam melakukan epidemiologi penyakit, dibentuk petugas PDS (Participatory Disease Surveilance) atau tim pelacak penyakit dan PDR (Participatory Disease Response) atau tim respon cepat. Selain itu, Dinas Agribisnis juga dibantu oleh dokter hewan dan paramedik PTT (Pegawai Tidak Tetap) bantuan pusat unit Kabupaten/Kota dalam rangka pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular dan zoonosis, khususnya flu burung (Avian Influenza) dari Departemen Pertanian sebanyak 5 orang (2 orang drh dan 3 orang paramedik).

(30)

Alamat Kantor

Kantor Dinas Agribisnis Kota Bogor beralamat di Jl.Raya Cipaku No.05, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Jawa Barat, Telp.(0251) 318670. Fax (0251) 318670.

(31)

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Studi Kasus

Studi kasus ini bertempat di wilayah Kota Bogor, terutama dikantor Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan Kota Bogor, selama lima bulan, dari bulan Januari 2007 sampai Mei 2007.

Bahan Studi Kasus

Bahan yang digunakan dalam studi kasus ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa data hasil mengikuti beberapa kegiatan teknis lapang secara langsung bersama petugas Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan Kota Bogor dan hasil pembagian kuisioner kepada masyarakat (pemilik unggas) di Kota Bogor.

Data sekunder (retrospektif) berupa laporan kegiatan te knis lapang petugas Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan Kota Bogor dalam penanganan dan pengendalian flu burung pada unggas, sejak merebaknya flu burung pada unggas di Kota Bogor hingga tanggal 31 Mei 2007 dan laporan pusat pengendalian penyakit atau LDCC (Local Disease Controlling Centre) Flu Burung (Avian

Influenza) Bogor. Metode Studi Kasus a. Pengumpulan Data

Adapun pengumpulan data primer diperoleh dengan cara mengikuti beberapa kegiatan teknis lapang secara langsung bersama petugas Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan Kota Bogor dan pembagian kuisoner secara langsung kepada 54 orang responden masyarakat (pemilik unggas) di Kota Bogor dengan diambil secara acak (setiap kecamatan sebanyak 9 responden) untuk mengetahui gambaran umum (deskriptif) tentang upaya penanganan dan pengendalian flu burung di Kota Bogor.

Sedangkan data sekunder didapatkan dari hasil laporan kegiatan teknis lapang petugas Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan Kota Bogor, laporan pusat pengendalian penyakit atau LDCC (Local Disease Controlling Centre) Flu

(32)

Burung (Avian Influenza) Bogor dan berasal dari sumber data lainnya (internet, buku, majalah dan koran).

b. Pemaparan Data

Data dalam studi kasus ini dipaparkan secara deskriptif atau digambarkan apa adanya sesuai kondisi lapang dan kejadian yang sebenarnya. Menurut Rangkuti (2001) proses analisa data mencangkup kegiatan sebagai berikut: (1). Memahami latar belakang dan kondisi yang ada (2). Mengambil dan memahami secara detail informasi (data) yang terdapat pada kasus (3). Melakukan analisa terhadap situasi yang terjadi (4). Melakukan analisa terhadap pengambilan keputusan dan tindakan (5). Menyimpulkan hasil analisa.

Indikator Keberhasilan

Adapun indikator keberhasilan metode (kebijakan) ini dilihat sebelum dan sesudah dilakukan upaya penanganan dan pengendalian kasus, yang dilihat dari: (1) Hasil monitoring dan evaluasi kasus aktif (Active case) dan kasus historis (Historical case) pada unggas (2) Hasil pembagian kuisoner secara langsung kepada pemilik unggas, serta (3) Tingkat kejadian kasus positif (Confirm) Flu Burung pada manusia di Kota Bogor.

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Perunggasan di Kota Bogor

Kota Bogor dengan luas wilayah 11.850 ha pada tahun 2006 memiliki populasi ternak unggas sebesar 738.028 ekor. Jenis ternak unggas yang banyak dikembangkan di Kota Bogor adalah ayam buras, ayam ras (pedaging dan petelur) dan bebek (itik) (Tabel 1).

Tabel 1. Populasi Ternak Unggas di Kota Bogor Tahun 2006

No Jenis Ternak Unggas

Jumlah Populasi (ekor) 1 2 3 4

Ayam buras (ayam kampung) Ayam ras pedaging (broiler) Ayam ras petelur (layer) Bebek (itik) 554.434 178.000 2.500 3.094 Jumlah 738.028

Sumber: Laporan Pelaksanaan Kegiatan Dinas Agribisnis Kota Bogor (2006)

Berdasarkan data dari tabel 1, ayam buras merupakan jenis unggas yang paling banyak di Kota Bogor, yakni sebesar 554.434 ekor dibandingkan dengan populasi ayam ras. Hal ini menandakan bahwa masyarakat Kota Bogor lebih banyak memelihara ayam buras. Meskipun sistem pemeliharaan ayam buras sebagian besar tidak diternakkan dalam skala besar atau hanya sebagai ternak sambilan. Berdasarkan hasil kuisoner bahwa masyarakat yang memelihara unggas dengan jumlah 1 – 10 ekor sebanyak 88,89 % dan selebihnya memelihara unggas dengan jumlah 11 – 20 ekor (11,11 %).

Data populasi unggas tersebut diatas (tabel 1), jika dibandingkan dengan populasi tahun berikutnya (2007) mengalami penurunan jumlah populasi. Khususnya jumlah populasi ayam buras. Pada tahun 2006, jumlah populasi ayam buras sebesar 554.434 ekor dan pada awal tahun 2007 jumlahnya sebesar 308.370 ekor. Demikian pula dengan populasi ayam ras (petelur dan pedaging) pada tahun 2006 sebesar 180.500 ekor menjadi 157.376 ekor pada awal tahun 2007 (tabel 2).

Populasi ayam buras (ayam kampung) mengalami penurunan. Penurunan ini diakibatkan karena unggas tersebut sangat rentan terjadi kematian setelah terinfeksi virus Avian Influenza. Apalagi sistem pemeliharaannya, unggas tersebut

(34)

tidak dikandangkan (ekstensif farm) atau dilepas begitu saja (peternakan skala rumah tangga). Sedangkan pada ayam ras, hal ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar peternakan tersebut merupakan peternakan dengan populasi menengah kebawah (peternak mandiri) dengan penerapan biosekuriti masih sangat rendah. Sehingga relative mudah terserang flu burung. Selain itu, ketakutan warga terhadap flu burung mengakibatkan banyak ternak unggasnya yang dijual dan dipotong untuk dikonsumsi (Maolana 2007).

Tabel 2.Populasi unggas di Kota Bogor awal tahun 2007

No Kecamatan

Ayam Unggas air

(itik, angsa, entok)

Burung (ekor) Jumlah

(ekor)

Buras Ras Merpati Berkicau

1 2 3 4 5 6 Bogor Selatan Bogor Barat Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Tamah Sareal 73.091 78.853 23.807 35.538 51.728 45.352 67.070 8.108 477 401 16.158 45.162 6.228 2.193 394 1.556 3.050 3.284 6.213 9.914 4.790 3.596 5.561 7.358 4.593 6.935 7.286 4.468 6.728 4.392 157.195 126.003 36.754 45.559 83.225 105.549 Jumlah 308.370 157.376 16.705 37.432 34.402 554.285

Sumber: Dinas Agribisnis Kota Bogor (2007)

Penyebaran Flu Burung (Avian Influenza) Pada Unggas di Kota Bogor

Flu burung atau AI (Avian Influenza) pada unggas merebak pertama kali di Kota Bogor terjadi pada tanggal 12 Januari 2006 ditemukan positif pada bebek di kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Bogor Tengah dengan kematian sebanyak kurang lebih 50 ekor. Kemudian pada tanggal 16 Februari 2006 ditemukan kembali kasus positif AI pada tiga ekor ayam, tiga ekor merpati, satu ekor tekukur, di daerah Cilibende Kelurahan Babakan, Kecamatan Bogor Tengah.

Bermula dari kasus tersebut diatas, penyebaran flu burung di Kota Bogor mengalami peningkatan. Hal ini terlihat berdasarkan hasil pengujian tes cepat

(rapid test). Pada bulan Juni 2006, unggas yang positif AI tercatat di 28

kelurahan. Penyebaran sampai dengan Oktober 2006 di 33 kelurahan dan penyebaran sampai Desember 2006 meningkat di 44 kelurahan. Bahkan hingga akhir Mei 2007 Kota Bogor termasuk kedalam daerah tertular penyakit AI

(35)

(endemis) dengan seluruh kecamatan yang ada di Kota Bogor telah positif flu burung (Gambar 5).

Gambar 5. Peta situasi penyakit AI di Kota Bogor (hingga Mei 2007)

Sumber: Dinas Agribisnis Kota Bogor (2007)

Meskipun demikian, hingga akhir Mei 2007, kasus flu burung di Kota Bogor baru sebatas pada unggas. Belum dilaporkan kasus positif flu burung pada hewan lainnya, termasuk pada manusia. Sehingga sebagai organisasi perangkat daerah, Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan Kota Bogor berupaya untuk melakukan penanganan dan pengendalian flu burung pada unggas agar tidak menular ke manusia.

(36)

Tujuan dan Sasaran Penanganan dan Pengendalian Flu Burung

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penanganan dan pengendalian flu burung di Kota Bogor oleh Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan adalah terkendalinya wabah penyakit flu burung dalam waktu yang relative singkat. Sehingga dengan terkendalinya flu burung, diharapkan dapat memulihkan kembali perekonomian masyarakat dari sektor perunggasan, khususnya untuk pengembangan Agribisnis Perkotaan yang berwawasan lingkungan. Selain itu, diharapkan dengan berkurangnya kasus flu burung pada unggas, mampu mencegah penularan flu burung pada manusia.

Sedangkan sasaran kegiatan adalah masyarakat Kota Bogor pada umumnya dan secara khusus masyarakat peternak unggas (ayam, burung, itik), Masyarakat Penggemar/Hobies unggas kesayanga n yang tersebar di 68 Kelurahan di enam Kecamatan Kota Bogor.

Pelaksanaan Kegiatan Penanganan dan Pengendalian Flu Burung pada Unggas di Kota Bogor

Dalam menangani dan mengendalikan flu burung pada unggas, Dinas Agribisnis melakukan berbagai upaya penanganan dan pengendalian sejak pertama kali flu burung merebak di Kota Bogor. Garis Besar Pelaksanaan Kegiatan sejak merebaknya kasus flu burung pada unggas (pertengahan Januari 2006) di Kota Bogor hingga akhir Mei 2007 tersebut adalah sebagai berikut:

1. Melakukan depopulasi terbatas terhadap unggas-unggas yang dinyatakan positif flu burung, hingga Mei 2007 tercatat sebanyak ± 1.447 ekor unggas yang di depopulasi.

2. Sosialisasi mengenai pengenalan, pencegahan dan pengendalian penyakit flu burung serta budaya hidup bersih kepada masyarakat, terutama pada peternakan skala rumah tangga (back yard) di 6 (enam) Kecamatan Kota Bogor. Unsur-unsur yang mengikuti kegiatan sosialisasi tersebut adalah pihak kelurahan (perangkat/staf kelurahan), kader vaksinator kelurahan, tokoh masyarakat, LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) dan ibu-ibu PKK ditingkat kelurahan. Kegiatan ini dilakukan secara rutin setiap bulannya dengan metode sosialisasi langsung maupun menggunakan media tertulis seperti Poster, Spanduk, Brosur, Leaflet dll.

(37)

3. Pengadaan obat-obatan (vaksin Avian Influenza), pengadaan bahan dan alat kesehatan serta alat praktek lapangan yang dipergunakan untuk pengendalian penyakit flu burung. Khususnya untuk melaksanakan program vaksinasi.

4. Pembekalan teknis kader, dilaksanakan terhadap peserta kader vaksinator kelurahan dan sekaligus pemberian kekebalan/imunisasi influenza yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Bogor terhadap petugas dinas dan kader vaksinator berjumlah 80 orang.

5. Pelaksanaan vaksinasi flu burung dan desinfeksi kandang unggas di setiap kelurahan dengan melibatkan petugas teknis Dinas Agribisnis, petugas kecamatan, petugas kelurahan, kader vaksinator kelurahan dan ketua RT/RW setempat serta dibantu oleh Pegawai Tidak tetap (PTT) dari Deptan (Departemen Perta nian) sebanyak lima orang (dua dokter hewan dan tiga paramedis veteriner). Bagi warga yang unggasnya sudah divaksin, maka diberi surat keterangan telah divaksin. Adapun unggas yang telah berhasil divaksinasi adalah Tahap I (April s/d Juni tahun 2006) sebanyak 546.986 ekor, Tahap II (Oktober s/d Desember 2006) sebanyak 554.285 ekor dan tahap I (April s/d Juni 2007) sementara ini sebanyak 340.000 ekor (vaksinasi masih berjalan).

6. Pengambilan dan pemeriksanaan sampel darah unggas maupun sekresi unggas dilaksana kan bekerja sama dengan Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet) Bogor dan laboratorium Kesehatan Hewan Dinas peternakan Propinsi Jawa Barat. Kegiatan ini dilaksanakan secara berkala dengan periode waktu tertentu, terutama ketika ada laporan kasus kema tian pada unggas secara tiba-tiba (mendadak) diwilayah pemerintahan Kota Bogor. Selain itu, dalam pemetaan dan kontrol penyakit, dibantu oleh tim PDS/PDR yang akan melaporkannya ke LDCC (Local Disease Controlling Centre) Bogor.

7. Untuk perlindungan selama me njalankan tugas terhadap kemungkinan bahaya yang tidak diharapkan kepada para petugas vaksinator dinas dilakukan pembuatan Asuransi Jiwa untuk para pelaksana vaksinator dinas sebanyak 12 orang dan penyuntikan imunisasi flu kepada 68 Vaksinator

(38)

dan 12 petugas Dinas Agribisnis kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Bogor (gambar 7).

Gambar 7. Imunisasi terhadap virus Influenza pada salah seorang Kader Vaksinator Kelurahan (2006)

8. Pemeliharaan penangkaran ayam yang dilakukan di lahan Dinas Agribisnis, Kelurahan Cipaku, Kecamatan Bogor Selatan berupa perbaikan kandang, pemberian pakan dan obat-obatan. Selain itu, dilaksanakan kegiatan pelatihan tentang budidaya ayam buras dan tata laksana peternakan bertempat di Kelompok Taruna Tani Kelurahan Gunung Batu, Kecamatan Bogor Barat dengan peserta sebanyak 20 orang.

9. Melaksanakan dan menghadiri undangan berbagai pelatihan, seminar, diskusi, talkshow, diklat terkait dengan flu burung yang dilakukan oleh berbagai organisasi Masyarakat, Mahasiswa, Instansi Peme rintah maupun Instansi swasta lainnya.

Gambar 8. Dinas Agribisnis sebagai pembicara dalam diskusi flu burung yang diselenggarakan oleh PPNSI Kota Bogor (2007)

(39)

10. Penyebarluasan informasi tentang flu burung melalui media cetak (koran, majalah dll) maupun media elektronik (televisi dan radio). Penyebarluasan informasi secara berkala (terus menerus) dengan pembuatan jingle dan spot penayangan dilakukan di Radio Sipatahunan milik Pemda Kota Bogor.

11. Monitoring pelaksanaan berbagai kegiatan, khususnya kegiatan vaksinasi AI/flu burung dengan melibatkan unsur Dinas Agribisnis, Kecamatan dan Kelurahan se-Kota Bogor. Pelaporan secara keseluruhan dilaksanakan oleh Dinas Agribisnis.

Secara umum, metode (kebijakan) yang diterapkan oleh Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan, Kota Bogor dalam menangani dan mengendalikan kasus flu burung di Kota Bogor terdiri dari empat kegiatan yang dinilai efektif diterapkan, yaitu:

1. Depopulasi terbatas

2. Vaksinasi massal pada peternakan skala rumah tangga 3. KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

4. Monitoring dan evaluasi

Penanganan dan Pengendalian Flu Burung pada Unggas di Kota Bogor Depopulasi terbatas

Food and Agriculture Organization (FAO) dan WHO merekomendasikan untuk melakukan pemusnahan massal (stamping out) unggas dalam me nangani wabah Avian Influenza ganas (HPAI) untuk menghindari resiko terjadinya penularan kepada manusia. Kenyataan dilapangan menunjukkan metode penanggulangan yang ideal untuk mengatasi HPAI adalah menerapkan kebijakan pemusnahan massal (McGrane 2007).

Situasi peternakan unggas di Indonesia, khususnya di Kota Bogor berbeda dengan peternakan unggas di negara maju. Lokasi peternakan di Kota Bogor tidak tersentralisasi, tetapi menyebar di berbagai tempat. Ditambah lagi jenis usaha peternakannya bervariasi, dari peternakan skala rumah tangga, skala peternakan kecil sampai skala industri. Situasi ini sangat menyulitkan penerapan kebijakan

(40)

mengambil kebijakan depopulasi terbatas atau metode pemusnahan unggas secara selektif.

Dalam pelaksanaannya, Dinas Agribisnis sejak pertama kali merebaknya kasus flu burung hingga akhir Mei 2007 telah melakukan depopulasi terbatas terhadap unggas positif Avian Influenza sebanyak ± 1.447 ekor (Tabel 3). Depopulasi pertama kali dan paling besar dilakukan di daerah Cilibende, Kelurahan Babakan, Kecamatan Bogor Tengah sebanyak 1.346 ekor unggas. Semua unggas yang sakit dan sehat dalam satu wilayah tersebut dimusnahkan dengan cara disembelih sesuai dengan prosedur pemotongan unggas yang berlaku. Unggas yang telah disembelih langsung dikubur minimum pada kedalaman 1,5 meter atau dibakar dalam keadaan telah disembelih terlebih dahulu.

Tabel 3. Depopulasi terbatas unggas positif Avian Influenza

No Waktu

Jumlah Depopulasi Terbatas (ekor)

Jenis Unggas Tempat

1 2 3 4 5 6 12 Januari 2006 16 Febuari 2006 28 Desember 2006 1 Maret 2007 17 April 2007 22 April 2007 50 1.346 38 4 6 3 Itik

Ayam buras, burung merpati dan unggas air (angsa, itik dan entok) Ayam buras Ayam buras Ayam buras Itik Kelurahan Kebon Kelapa (Bogor tengah) Kelurahan Babakan (Bogor tengah) Kelurahan Cimahpar (Bogor utara) Kelurahan Ciluar (Bogor utara) Kelurahan Kertamaya (Bogor selatan) Kelurahan Sindangsari (Bogor timur) Jumlah 1.447

(41)

Berdasarkan tabel 3, jumlah unggas yang dimusnahkan (depopulasi terbatas) berbeda-beda tiap wilayah. Hal ini tergantung dari jumlah populasi unggas yang positif flu burung. Terutama wilayah Kota Bogor yang sepenuhnya tidak padat penduduk, sehingga ada wilayah tertentu yang memiliki populasi unggas cukup besar. Adapun bagi warga yang unggasnya dilakukan pemusnahan (depopulasi) mendapat dana kompensasi (ganti rugi) dengan besarnya sesuai Instruksi Presiden (Inpres No.1 Tahun 2007) yakni Rp.12.500,- per ekor.

Sementara itu, depopulasi berikutnya hanya dilakukan dalam satu areal kandang setelah positif Avian influenza dengan cara dibakar, setelah disembelih terlebih dahulu. Tanpa memusnahkan unggas diseluruh wilayah (seperti halnya di daerah Cilibende). Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah adanya kebijakan dari pemerintah Kota Bogor untuk tidak melakukan depopulasi secara massal.

Gambar 9. Pelaksanaan depopulasi terbatas terhadap unggas di daerah yang positif flu burung/AI (2006)

Depopulasi terbatas dilakukan Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan dengan dibantu oleh berbagai pihak seperti pihak kecamatan, pihak kelurahan, kader flu burung tingkat kelurahan, ketua RT/RW juga dibantu oleh aparat dari TNI (Tentara Nasional Indonesia) Angkatan Darat dan kepolisian yang ada diwilayah Kotamadya Bogor serta melibatkan unsur tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat umum lainnya. Namun berdasarkan kuisioner terlihat bahwa sebanyak 90,74 % responden belum pernah memiliki unggas yang kemudian didepopulasi oleh petugas Dinas Agribisnis karena positif flu burung.

(42)

Vaksinasi Massal pada Peternakan Skala Rumah Tangga

Peternakan skala rumah tangga atau peternakan dengan sistem pemeliharaan yang tidak dikandangkan merupakan target pelaksanaan program vaksinasi di Kota Bogor. Meskipun demikian, vaksinasi sebagai metode pencegahan terhadap flu burung, tidak dapat dipakai sebagai program tunggal. Vaksinasi harus dipandang sebagai salah satu komponen dalam pengendalian dan pemberantasan flu burung secara keseluruhan yang dilakukan bersamaan dengan langkah strategis lainnya. Menurut Ditjen Peternakan (2006), hal ini sesuai dengan rekomendasi dari tiga badan dunia yang terkait flu burung (FAO, WHO dan OIE) pada 5 februari 2004 di Roma mengeluarkan rekomendasi bersama tentang vaksinasi massal yakni:

1. Kampanye vaksninasi massal ditargetkan agar dilaksanakan dalam waktu singkat dan dinyatakan sebagai tindakan darurat yang diperlukan untuk pengendalian perluasan penyebaran wabah di Negara yang sudah tertular. 2. Dengan syarat vaksin yang digunakan harus memenuhi standar mutu

Internasional yang ditetapkan OIE.

Vaksinasi dilakukan dengan menggunakan vaksin in aktif dalam adjuvant dengan kandungan virus yang heterolog (Inactivated AIVac Oil Emulsion (H5N2))

yang diproduksi oleh Yebio Bioengineering Co.,Ltd.,Qingdao-China dan di impor oleh PT. Biofarma (Persero), Bandung-Indonesia (gambar 10). Hal ini sesuai dengan kebijakan dari pemerintah melalui SK Direktur Jenderal Peternakan Nomor:45/Kpts/PD.610/F/06.06 tertanggal 7 juni 2006 yakni vaksinasi yang dijalankan harus menggunakan vaksin heterologous (Bachri 2006). Tujuannya agar dapat membedakan antibodi dari hewan yang diuji tersebut merupakan proses vaksinasi atau muncul akibat adanya paparan virus di lapangan atau dikenal dengan sistem DIVA (Differentiating Infective Vaccinated Animal). Lebih tegas lagi adanya surat edaran (SE) Dirjen Peternakan no.98/PD.640/F/12.06 tanggal 15 Desember 2006 yang menyatakan agar penggunaan vaksin Homolog (H5N1) dihentikan. Pelarangan akan diberlakukan satu tahun setelah surat edaran

tersebut dikeluarkan (Dirjen Peternakan 2006).

Hal ini tentu berbeda pendapat dengan Lee et al (2004) bahwa akan lebih baik dengan menggunakan vaksin inaktif homologous atau vaksin yang disiapkan

(43)

dari ‘autogenous’ yakni vaksin dengan sub tipe virus yang sama dengan virus penyebab penyakit untuk unggas yang akan dilindungi. Sebagai contoh adalah Vietnam telah berhasil mengendalikan penyakit AI dengan menggunakan vaksin

Homologous dan atas keberhasilannya tersebut Vietnam dijadikan sebagai ”Model for containing bird flu’ (Troedsson 2007).

Gambar 10. Jenis vaksin yang digunakan Dinas Agribisnis Kota Bogor (2007)

Pelaksanaan vaksinasi yang dilakukan Dinas Agribisnis mengikuti beberapa prosedur. Menurut Ditjen Peternakan (2006), prosedur vaksinasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Ketentuan Vaksin dan Vaksinasi

1. Vaksin AI yang digunakan adalah vaksin inaktif strain LPAI, sub tipe H5 yang memiliki homologi sequens nucleotide atau asam amino dari antigen H diatas 80% terhadap isolat lokal.

2. Vaksin yang digunakan harus telah mendapatkan nomor registrasi dari Direktorat Jenderal Peternakan Deptan.

b. Pelaksanaan Vaksinasi

1. Vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah dilaksanakan di daerah tertular dan terancam dengan prioritas di peternakan sektor empat (back yard).

2. Tindakan vaksinasi dilakukan secara massal terhadap seluruh unggas yang sehat dipeternakan sektor empat.

3. Cakupan vaksinasi meliputi seluruh populasi unggas terancam di daerah tertular yakni ayam buras, bebek, itik, kalkun, angsa,

(44)

burung dara (merpati), burung puyuh, ayam ras petelur, dan ayam ras pedaging yang termasuk peternakan sektor empat.

4. Perhatikan secara seksama petunjuk teknis penggunaan vaksin yang dikeluarkan oleh produsen vaksin yang tertulis pada brosur, etiket, atau wadah vaksin.

5. Program vaksinasi seperti yang tertera pada tabel (tabel 4)

Tabel 4. Program vaksinasi

No Jenis Unggas

Umur, dosis, aplikasi, dan lokus vaksinasi

Ulangan 4-7 Hari 4-7 minggu 12 minggu 3-4 bulan 1 2 3 Layer, Buras, angsa, itik dan entok Broiler Burung puyuh, merpati dan lainnya 0,2 ml Subcutan, pangkal leher 0,2 ml Subcutan, pangkal leher 0,5 ml Subcutan, pangkal leher 0,2 ml Subcutan, pangkal leher 0,5 ml Subcutan, pangkal leher atau otot dada 0,2 ml Subcutan, pangkal leher 0,5 ml Intramuscular otot dada 0,2 ml Subcutan, pangkal leher Setiap 3-4 bulan

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Deptan (2006)

Berdasarkan beberapa aturan dan prosedur vaksinasi diatas, program vaksinasi dilaksanakan dengan cara membuat jadwal vaksinasi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar memudahkan untuk mengetahui wilayah mana saja yang belum dan akan dilakukan vaksinasi massal.

(45)

Selain itu, proses penyimpanan vaksin pun harus mendapat perhatian yang serius, yakni vaksin disimpan dalam keadaan tetap dingin atau disimpan dalam refrigerator dengan suhu 2-8°C dan dihindarkan dari cahaya matahari secara langsung (Capua dan Marangon 2006).

Sejak merebaknya flu burung di Kota Bogor hingga akhir Mei 2007, Dinas Agribisnis kota Bogor telah melaksanakan jadwal vaksinasi sebanyak tiga kali, yakni Tahap I (April s/d Juni tahun 2006) sebanyak 546.986 ekor, Tahap II (Oktober s/d Desember 2006) sebanyak 554.285 ekor dan tahap I (April s/d Juni 2007) sementara ini sebanyak 340.000 ekor (vaksinasi masih berjalan) atau baru mencapai 61,34 % dari total populasi unggas yang ada. Dengan jumlah populasi unggas yang berhasil di vaksin adalah sebagai berikut : (Tabel 5)

Tabel 5. Populasi unggas tervaksin hingga akhir Mei 2007

No Tahap Tahun Unggas tervaksin (ekor) 1 2 3 I (April s/d Juni) II (Oktober s/d Desember) I (April s/d Juni) 2006 2006 2007 546.986 554.285 340.000*

Keterangan: * Vaksinasi masih berjalan Sumber: Dinas Agribisnis Kota Bogor (2007)

Program vaksinasi ini merupakan upaya yang dilakukan secara berkesinambungan dan berkala setiap 3-4 bulan sekali. Dengan tujuan vaksinasi adalah membuat unggas mempunyai kekebalan tinggi terhadap infeksi virus Avian

Influenza atau flu Burung. Vaksinasi juga akan mengurangi jumlah individu yang

peka terhadap AI. Bahkan vaksinasi diyakini bisa mengurangi eksresi (shedding) virus ditubuh unggas sehingga pengeluaran virus dari tubuh unggas bisa dikurangi. Sehingga untuk menimbulkan imunitas individu, vaksinasi harus dilakukan pengulangan (Capua dan Marangon 2006).

Dalam melaksanakan program vaksinasi massal, Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan dibantu oleh tenaga dokter hewan (sebanyak 2 orang) dan paramedis veteriner (sebanyak 3 orang) yang berstatus Pegawai Tidak Tetap (PTT) dari Departemen Pertanian (Deptan) serta dibantu oleh aparat militer

(46)

dengan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) minimal sarung tangan dan masker sebagai alat pelindung saat melakukan vaksinasi Unggas.

Gambar 11. Petugas Dinas Agribisnis sedang memaksin unggas (ayam buras dan angsa) (2007).

Para petugas melakukan vaksinasi dengan cara mendatangi rumah setiap warga yang memelihara unggas (Dor to dor) yang dipandu dan dibantu oleh kader vaksinator kelurahan dan ketua RT/RW setempat atau mendatangi kelokasi pengumpulan unggas sesuai dengan arahan dari pihak kelurahan. Setelah unggasnya divaksin, pemilik unggas mendapatkan kartu vaksinasi (gambar 12) sebagai bukti bahwa unggasnya telah divaksin dan sebagai alat rekam medik dalam melaksanakan vaksinasi berikutnya.

Gambar 12. Contoh kartu vaksinasi (2007)

Walaupun program vaksinasi telah dilakukan, faktor kegagalan bisa saja terjadi. Kegagalan ini umumnya disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Yang termasuk kedalam faktor eksternal meliputi vaksinator (human error), kondisi unggas yang divaksin (misalnya hewan yang divaksin harus dalam keadaan sehat) dan faktor lingkungan. Sementara itu, faktor

(47)

internal berasal dari vaksinnya itu sendiri, yaitu menyangkut kualitas serta kenyataan dilapangan (telah teruji baik dilapangan maupun secara laboratoris). Penyimpanan vaksin juga menentukan sukses tidaknya program vaksinasi. Vaksin yang baik menurut rekomendasi OIE (Office international des épizooties) dan FAO (Food and Agriculture Organization) adalah memiliki antigenisitas yang tinggi, imunogenisitasnya tinggi, mampu meniadakan gejala klinis (kematian), tidak ada infeksi subklinis, mampu menginduksi kekebalan dengan waktu yang cukup lama dan mampu menahan shedding (Marano 2006).

Gambar 13. Pemilik unggas mendapat kartu vaksinasi setelah unggasnya di vaksin oleh petugas/vaksinator (2007)

Di beberapa daerah tertentu, akibat minimnya informasi atau kurangnya kesadaran dan kepedulian warga terhadap vaksinasi unggas, ada beberapa warga yang tidak mengkandangkan unggasnya terlebih dahulu. Sehingga vaksinator bersama pemilik unggas harus menangkap unggas tersebut. Padahal menurut keterangan dari pihak kelurahan atau kader vaksinator kelurahan, pengumuman akan adanya vaksinasi unggas dan himbauan agar warga mengkandangkan unggasnya sudah diumumkan jauh-jauh hari sebelumnya. Berdasarkan hasil kuisioner, sebagian besar responden menyatakan unggasnya pernah divaksinasi oleh petugas Dinas Agribisnis (82,52 %) dan telah dilakukan pengulangan vaksinasi sebanyak 2 – 3 kali (62,08 %).

KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

Upaya ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya flu burung dan cara pencegahannya. Langkah ini sama pentingnya dengan langkah lainnya. Tanpa ada kepedulian masyarakat sangat mustahil

Gambar

Gambar 2.   Penyebaran Daerah Endemis AI Pada Unggas (kumulatif 2003-2007)    Dan Manusia di Indonesia (Juni 2005-25 Januari 2007)
Gambar 3.  Peta Kota Bogor (2007)  (Sumber: www.kotabogor.go.id  )
Gambar 4. Kantor Dinas Agribisnis Kota Bogor (2007)
Gambar 5. Peta situasi penyakit AI di Kota Bogor (hingga Mei 2007)  Sumber: Dinas Agribisnis Kota Bogor (2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Temuan ini saling mendukung dan melengkapi penelitian yang telah dilakukan oleh Gayatri, Sudiana, & Indriani dengan judul penelitian “Alih Kode dan Campur Kode

Suatu ketentuan penting dalam SPM 1 yang berhubungan dengan penerapan secara proporsional adalah syarat bagi KAP untuk memenuhi setiap ketentuan dalam standar ini,

Salah satu bentuk pengembangan yang akan dilakukan adalah pengembangan sistem informasi akademik berbasis mobile karena saat ini STMIK Bandung belum mempunyai

Mereka juga mengatakan jawaban yang hampir sama dengan dua santri di atas, seperti jawaban yang disampaikan oleh Hidayat dan Nasrullah “sebeum kami bergabung dengan

Peningkatan kinerja diperlihatkan dalam bentuk bit error rate ( BER ) yang sama dengan nilai Eb/N0 untuk beberapa generator polinomial dari convolutional code.. Berdasarkan

Secara spesifik, penelitian ini mengkaji teknik deliver materi joke oleh Abdur Arsyad dengan permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai: (1) Struktur teks

Hasil regresi terhadap hipotesa 3 yakni untuk menguji pengaruh variabel desentralisasi fiskal bidang kesehatan, PDRB per kapita, jumlah tenaga medis dan jumlah tempat

Tujuan penelitian pada anak usia sekolah ini adalah ingin mengetahui prevalensi gangguan tidur, gambaran gangguan tidur, pengaruh intervensi sleep hygiene pada keluhan