• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Rawat Jalan RS Jiwa Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Rawat Jalan RS Jiwa Daerah"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Rawat Jalan RS Jiwa Daerah Propinsi Lampung serta di rumah caregiver. Waktu penelitian Februari - April 2014.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kualitatif berbentuk suatu studi kasus tunggal yang bertujuan untuk mengetahui strategi koping caregiver pasien skizofrenia paranoid dan melakukan logoterapi menggunakan pedoman logoterapi yang sudah dibuat sebelumnya. Pemilihan skizofrenia paranoid karena skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling patologis sehingga kemungkinan muncul berbagai macam strategi koping dari caregiver skizofrenia yang akan diteliti. Alasan digunakannya pendekatan kualitatif adalah untuk melihat permasalahan secara mendalam dan holistik, di mana hal tersebut tidak dapat dilakukan dengan pendekatan kuantitatif.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi target : caregiver pasien skizofrenia

2. Populasi terjangkau : caregiver pasien skizofrenia yang mengikuti rawat jalan di Poliklinik Rawat Jalan RS Jiwa Daerah Propinsi Lampung

(2)

commit to user

3. Sampel : caregiver pasien skizofrenia yang mengikuti rawat jalan di Poliklinik Rawat Jalan RS Jiwa Daerah Propinsi Lampung pada periode Februari -Maret 2014 dengan pertimbangan tertentu yaitu :

a. caregiver pasien skizofrenia paranoid yang mengikuti rawat jalan di Poliklinik Rawat Jalan RS Jiwa Daerah Propinsi Lampung

b. Tinggal serumah dengan pasien skizofrenia. c. Bertempat tinggal di sekitar Bandar Lampung.

d. Bersedia menjadi subjek penelitian dan menandatangani surat persetujuan penelitian (Informed Consent).

e. Mampu memberikan informasi pada wawancara.

f. Tidak ada gangguan jiwa berat yang diketahui melalui wawancara. g. Tidak ada gangguan medis umum yang kronik / berat.

D. Data dan sumber data 1. Penulis sendiri.

2. Pedoman logoterapi.

3. Lembar data isian demografi. 4. Alat perekam.

Seluruh kegiatan wawancara direkam dengan menggunakan alat perekam suara dan dilakukan dengan seijin subjek penelitian. Tujuan menggunakan alat perekam adalah untuk memudahkan penulis dalam membuat transkrip dan analisis data, membantu penulis mengulang kembali hasil wawancara

(3)

commit to user

sehingga diperoleh data akurat, dan meminimalkan bias yang mungkin terjadi karena keterbatasan dan subjektivitas penulis.

5. Skala VAS (Visual Analogue Scale

)

VAS adalah suatu teknik pengujian untuk mengukur fenomena atau perilaku subjektif, di mana subjek menentukan tingkat persetujuan terhadap pernyataan dengan menunjukkan posisi di sepanjang garis kontinyu horizontal dengan angka 0-10. Skala VAS ini dipergunakan untuk menilai sumber stres, faktor yang mempengaruhi koping, strategi koping, dan makna hidup caregiver. Pada penilaian VAS juga dinilai pendapat keluarga terdekat dari caregiver.

E. Teknik Sampling

Dalam penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu pengambilan sumber-sumber data dilakukan dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan. Dengan melakukan pengambilan sampel secara purposif, maka penulis melakukan seleksi terhadap sejumlah kasus untuk dapat diteliti secara mendalam. Dalam proses penentuan sampel penelitian ini digunakan kasus tunggal, yaitu strategi koping pada caregiver pasien skizofrenia paranoid. Besar sampel yang akan diambil, ditetapkan empat orang caregiver dengan kriteria hubungan caregiver dengan pasien skizofrenia (orang tua, suami, istri, keluarga lain). Pembagian sampel berdasarkan pada empat besar caregiver pasien skizofrenia berdasarkan data statistic.

(4)

commit to user

F. Teknik pengumpulan data

Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara dan observasi partisipasi aktif melalui intervensi logoterapi untuk meningkatkan strategi koping caregiver pasien skizofrenia. Sesi intervensi logoterapi dilakukan sebanyak 6 kali, satu kali setiap minggu, masing-masing selama 60 menit. Pemilihan sesi sebanyak 6 kali didasarkan pada penelitian penggunaan logoterapi sebelumnya pada pasien depresi remaja yang menyatakan sesi 6 kali memberikan perubahan pada perbaikan depresi.

G. Ijin Subjek Penelitian dan Masalah Etika

Penelitian dilakukan setelah mendapat izin dari Komite Etik Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret, Direktur RS Jiwa Daerah Propinsi Lampung, dan Komite Etik RS Jiwa Daerah Propinsi Lampung. Sebelum dilakukan penelitian, penulis memberikan penjelasan tentang tujuan dan aktivitas penelitian ini kepada subjek penelitian. Subjek penelitian yang setuju dan memberikan informed consent tertulis dinyatakan sebagai subjek.

H. Validitas Data

Pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi : 1. Uji credibility (validitas internal) dilakukan melalui

(5)

commit to user

a. Meningkatkan ketekunan dan kualitas keterlibatan penulis dalam kegiatan di lapangan

b. Triangulasi sumber data melalui persepsi dari subjek dan penilaian dari keluarga subjek dan penulis.

c. Diskusi dengan psikiater/expert untuk mendapatkan saran dan kritik dalam proses penelitian.

d. Meningkatkan ketekunan dalam menggunakan referensi dan meneliti hasil yang diperoleh.

2. Uji transferability (validitas eksternal) dilakukan dengan membuat laporan penelitian dalam uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya sehingga pembaca dapat mengerti dan memahami hasil penelitian

3. Uji dependability (reliabilitas) dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian bersama dengan pembimbing dan expert/psikiater.

4. Uji confirmability (objektivitas) dilakukan bersama dengan uji dependability (reliabilitas).

I. Analisis Data

Tehnik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Analisis data dilakukan dengan mengacu pada metode perbandingan tetap (constant comperative method) oleh Glasser dan Strauss.

(6)

commit to user J. Cara Kerja

1. Penulis pertama-tama mengajukan surat permohonan izin kepada Direktur RS Jiwa Daerah Propinsi Lampung dan Komite Etik RS Jiwa Daerah Propinsi Lampung agar dapat melakukan penelitian intervensi logoterapi terhadap caregiver pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik Rawat Jalan RS Jiwa Daerah Propinsi Lampung.

2. Penulis berkunjung ke Poliklinik Rawat Jalan RS Jiwa Daerah Propinsi Lampung, penulis memohon izin kepada Kepala Poliklinik agar penulis dapat melakukan penelitian.

3. Penulis menentukan sampel berdasarkan pertimbangan sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan.

4. Penulis menjelaskan kepada subjek tentang maksud dan tujuan penelitian. Bila subjek menyetujuinya, subjek diminta untuk menandatangani surat persetujuan penelitian yang telah disediakan.

5. Subjek diminta untuk mengisi data demografi yang memuat data pribadi (nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, status sosial ekonomi, hubungan dengan pasien, riwayat pengobatan pasien).

6. Subjek yang telah menandatangani dan mengisi data demografi akan diberikan intervensi sesuai pedoman logoterapi yang telah dibuat. Proses intervensi yang diberikan akan direkam.

7. Setelah selesai melakukan sesi intervensi, penulis akan membuat transkrip dan mempelajarinya sebagai bahan untuk melakukan sesi berikutnya.

(7)

commit to user

8. Sesi intervensi dilakukan sebanyak 6 kali, 1x/minggu masing-masing 60 menit. Pemilihan waktu tergantung pada kesepakatan antara penulis dan subjek.

9. Setelah semua sesi intervensi selesai, akan dilakukan penilaian oleh penulis dan subjek melalui hasil rekaman.

10. Setelah data terkumpul, penulis akan menganalisisnya.

K. Kerangka Kerja

Skema 2. Kerangka kerja penelitian

Permohonan ijin Direktur dan Komite Etik RS Jiwa Daerah Propinsi Lampung FKUNS/RSDM

Menentukan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu

Menjelaskan Maksud dan Tujuan Penelitian

Informed concent

Pengisian data demografi

Intervensi logoterapi berdasarkan pedoman penuntun logoterapi, 6 sesi, 1 kali/minggu, masing-masing 60 menit. Proses intervensi direkam

Analisis

(8)

commit to user L. Definisi Konsep 1. Data demografi

a. Usia : umur terakhir saat subjek berulang tahun. b. Jenis kelamin : jenis kelamin subjek

c. Agama : agama saat ini.

d. Alamat : tempat tinggal saat ini

e. Pendidikan : pendidikan terakhir, yaitu sekolah dasar (SD) dan sederajat, sekolah menengah pertama (SMP) dan sederajat, sekolah menengah umum (SMU) dan sederajat, akademi, sarjana.

f. Pekerjaan : riwayat pekerjaan dan status pekerjaan saat penelitian dilakukan (bekerja atau tidak bekerja, jenis pekerjaan).

g. Suku : suku bangsa dari caregiver.

h. Hubungan dengan pasien : hubungan caregiver dengan pasien

i. Aktivitas sosial : aktivitas di masyarakat yang selama ini diikuti caregiver. j. Sakit/keluhan : sakit atau keluhan yang dialami caregiver dalam merawat

pasien skizofrenia.

k. Riwayat penyakit pasien : lama, gejala, dan pengobatan yang dialami pasien skizofrenia

2. Caregiver skizofrenia : seseorang yang merawat dan bertanggung jawab untuk pasien skizofrenia, dan yang melakukan sebagian besar waktunya untuk merawat tanpa menerima retribusi ekonomi. Dalam penelitian ini caregiver adalah orang tua, pasangan, keluarga lain, dan bukan keluarga.

(9)

commit to user

3. Strategi koping : strategi untuk memanajemen tingkah laku kepada pemecahan masalah yang paling sederhana dan realistis, berfungsi untuk membebaskan diri dari masalah yang nyata maupun tidak nyata, dan koping merupakan semua usaha secara kognitif dan perilaku untuk mengatasi, mengurangi, dan bertahan terhadap tuntutan-tuntutan (distres demands). Dalam penelitian ini bentuk strategi koping caregiver yang dipakai adalah strategi koping menurut Lazarus dan Folkman terdiri dari Problem focused coping (koping yang berpusat pada masalah) yaitu Planful problem solving, Confrontative coping, Seeking social support; dan Emotion focused coping (koping yang terpusat pada emosi) yaitu Distancing, Escape-Avoidance, Self control, Accepting responsibility, Positive reappraisal

4. Logoterapi : suatu jenis psikoterapi yang dikembangkan Victor Emili Frankl. Logoterapi bertujuan agar seseorang bisa mengenali dirinya sendiri dan melihat makna hidupnya lebih baik. Logoterapi dilaksanakan dengan 6 sesi, 1kali/ minggu, 60 menit tiap sesi, dilakukan di rumah caregiver.

5. Makna hidup : hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Makna hidup caregiver dapat dikategorikan religi, nilai, dan moral.

(10)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM

Penelitian ini menyajikan empat kasus tunggal intervensi logoterapi terhadap koping stres caregiver skizofrenia paranoid melalui studi kualitatif. Untuk melengkapi data penelitian tentang caregiver, penulis juga memperoleh data dari keluarga yang tinggal satu rumah dengan caregiver. Karakteristik masing-masing kasus dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Karakteristik pasien skizofrenia

Variabel Kasus I Kasus II Kasus III Kasus IV

Inisial F R B M

Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki

Usia 28 th 35 th 49 th 34 th Alamat Bandar lampung Bandar lampung Pesawaran Bandar lampung

Agama Islam Islam Katolik Islam

Suku Lampung Lampung Jawa Jawa

Pendidikan SMA (tamat) SMA (tamat) SMA (tamat) S1

Pekerjaan Tidak bekerja Tidak bekerja Pensiunan Tidak bekerja Lama sakit 4 tahun 12 tahun 19 tahun 9 tahun

(11)

commit to user

Subjek dalam penelitian adalah caregiver dari pasien skizofrenia yang berobat rawat jalan di Poliklinik Rawat Jalan RS Jiwa Daerah Propinsi Lampung. Karakteristik subjek dalam penelitian ini dijabarkan pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Karakteristik subjek

Variabel Kasus I Kasus II Kasus III Kasus IV

Inisial Tn D Ny Y Ny S Ny T

Usia 34 tahun 40 tahun 42 tahun 60 tahun

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan

Suku Jawa Lampung Jawa Jawa

Kepribadian Anankastik Narsisistik Anankastik Anankastik Hubungan

dengan pasien

Suami Kakak

kandung

Istri Orang tua

Pendidikan S1 S2 SMA (tamat) S1

Pekerjaan PNS Swasta Dagang Pensiunan

Lama Menjadi caregiver

(12)

commit to user B. GAMBARAN KASUS 1. Kasus I

a. Riwayat Hidup dan Keluarga Pasien

Seorang perempuan, umur 28 tahun, SMA, suku Lampung, tidak bekerja, anak bungsu dari 2 bersaudara, menikah dengan Tn D selama 8 tahun dan mempunyai 2 anak perempuan.

b. Riwayat Perjalanan Penyakit

Ny F lahir spontan, normal, ditolong dokter spesialis kebidanan. Riwayat tumbuh kembang sama seperti anak seusianya. Ny F menyelesaikan pendidikan SMA dengan prestasi baik. Setelah lulus Ny F tidak melanjutkan kuliah karena faktor biaya. Usia 20 tahun Ny F menikah dengan proses pacaran dua tahun. Selama berpacaran dan delapan tahun menikah, Tn D tidak pernah melihat perilaku aneh Ny F. Selama pernikahannya, komunikasi Ny F dan Tn D berjalan dengan baik meskipun Ny F cenderung lebih pendiam.

Masalah mulai muncul ketika terjadi perampokan di rumah tetangga mereka. Perampokan itu terjadi saat siang hari pada jam kerja. Ny F diminta polisi untuk menjadi saksi. Beberapa bulan setelah kejadian itu perilaku Ny F mulai berubah. Ny F sering merasa curiga dengan orang-orang yang baru dikenalnya dan sering merasa ketakutan jika di luar rumah. Ny F sering bicara sendiri dan marah tanpa sebab. Aktivitas sehari-hari Ny F juga terganggu, mandi dan makan harus sering diingatkan, serta sering tidak tidur. Semakin lama perilaku Ny F semakin aneh . Oleh keluarga, Ny F dibawa ke paranormal dan kyai untuk dirukyah. Akan tetapi perilaku Ny F semakin tidak wajar, pada saat itu Tn

(13)

commit to user

D tidak mengerti mengapa terjadi perubahan pada perilaku Ny F. Akhirnya Ny F dibawa berobat dan dirawat selama dua minggu di rumah sakit jiwa. Oleh psikiater yang menanganinya, Ny F didiagnosis skizofrenia paranoid. Hasil diagnosis dokter membuat Tn D terkejut, Tn D tidak mengerti mengapa Ny F menderita penyakit tersebut. Perubahan perilaku Ny F juga menyebabkan perubahan aktivitas Tn D dalam rumah tangga. Tn D harus melakukan dua tugas, yaitu tugas suami untuk mencari nafkah dan tugas-tugas yang selama ini dilakukan Ny F seperti memasak dan membersihkan rumah karena sejak sakit Ny F tidak pernah melakukan aktivitas di rumah, sedangkan perubahan aktivitas Tn D di luar rumah juga terganggu karena waktu lebih banyak tersita di rumah..

Selama dirawat di RS, Tn D selalu menyembunyikan penyakit istrinya dari tetangga maupun dari teman sekantornys.

c. Sumber stres

Tn D merasa bahwa berbagai perubahan yang terjadi sejak Ny F sakit merupakan beban yang sangat berat dan menjadi sumber stres baginya. Menghadapi berbagai perubahan perilaku Ny F membuat Tn D merasa tertekan dan lelah. Rasa khawatir juga sering muncul jika Tn D memikirkan anak-anaknya. Tn D takut, perubahan perilaku Ny F membawa dampak buruk pada anak-anak.

Sebelum didiagnosis menderita skizofrenia, perilaku-perilaku berbeda mulai diperlihatkan oleh Ny F, dimulai dari timbulnya sifat Ny F yang lebih alim dan sering bicara tentang agama, curiga dan takut berlebihan, serta mendengar

(14)

commit to user

suara-suara. Perilaku Ny F tersebut membuat Tn D merasa bingung dan tidak mengerti.

“ ……setelah dipanggil jadi saksi, istri saya jadi aneh istri juga sering takut keluar rumah, kata dia orang-orang di luar sana mau menangkap dia karena berkomplot dengan perampok. Istri jadi sering gelisah dan marah-marah jika ada orang lewat depan rumah …saya jadi sering cemas, sulit tidur dan sering pening.” (perubahan perilaku)

Sebagai seorang suami, Tn D juga harus menggantikan peran Ny F sebagai ibu rumah tangga.

“..saya juga jadi capek Dokter, harus menggantikan tugas istri memasak, membersihkan rumah, mengasuh anak…” (perubahan peran caregiver)

Masalah lain yang muncul sejak Ny F menderita skizofrenia adalah masalah stigma dari masyarakat dan berkurangnya aktivitas ke luar rumah.

“…Tapi saya malu dokter pada tetangga dan teman jika mereka tahu istri sakit seperti ini….yah Dokter tahu sendiri kan pandangan masyarakat terhadap sakit jiwa. Belum lagi ada beberapa keluarga istri yang menyalahkan saya. Saya juga jadi jarang ke luar rumah, harus lebih merhatiin istri.” (stigma dan pembatasan aktivitas)

Setelah Tn D mendapat lima sesi logoterapi, Tn D mulai mengetahui bahwa perilaku istri yang tidak wajar merupakan gejala dari skizofrenia dan gejala ini dapat dikendalikan dengan minum obat secara teratur. Hal ini juga secara otomatis mengurangi beban lain yang dirasakan oleh Tn D karena dengan perbaikan kondisi Ny F menyebabkan Ny F sudah mulai melakukan perannya sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga.

Berkurangnya pengaruh stresor dari perilaku istri, perubahan fungsi peran, dan berkurangnya aktivitas di luar rumah pada Tn D ternyata berbeda dengan beban stigma yang dirasakan oleh Tn D. Meskipun Tn D sudah mengetahui

(15)

commit to user

bahwa penyakit Ny F bisa diterapi, Tn D masih malu jika orang lain mengetahui penyakit Ny F.

Untuk menilai sumber stres Tn D digunakan VAS (Visual Analogue Scale) dengan skor dari 0 sampai 10. Dari sudut pandang observasi penulis, sumber stres Tn D adalah perubahan perilaku istri, perubahan fungsi peran, stigma, dan berkurangnya aktivitas di luar rumah. Demikian juga penilaian dari subjek maupun dari keluarga subjek sehingga dapat disimpulkan terdapat kesesuaian antara penulis dengan subjek dan keluarga pada penilaian sumber stres. Masalah biaya berobat tidak menjadi sumber stres buat Tn D karena biaya pengobatan Ny F ditanggung ASKES. Demikian juga dengan konflik dengan pasangan juga tidak menjadi sumber stres.

Grafik 1. Perbandingan sumber stres sebelum dan sesudah logoterapi subjek I.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Perilaku

Perubahan peran subjek Pembatasan aktivitas subjek

Biaya pengobatan Stigma

(16)

commit to user

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping dan proses appraisal Tn D merasa terkejut dan bingung pada berbagai perubahan perilaku istri karena Tn D tidak mengerti penyebab perubahan Ny F. Tn D merasa perubahan perilaku istri merupakan suatu stresor baginya. Tn D yang selama ini merasa sudah melakukan semua tugas dan tanggung jawabnya sebagai suami, menjadi terguncang dengan perubahan perilaku Ny F dan tidak tahu harus melakukan tindakan apa. Hal ini dipengaruhi juga oleh ciri kepribadian Tn D yang anankastik.

“Lihat perilaku istri yang jadi aneh, ya saya kaget…Dokter. Bingung mau ngapain, saya syok…kaget..Dokter. Mengapa bisa jadi begini? Apa salah saya sampai terjadi begini” (denial)

Sering Tn D menyangkal bahwa Ny F sakit dan percaya bahwa Ny F hanya korban guna-guna temannya. Terkadang Tn D juga marah dan menjadi benci pada Ny F dan mertuanya, Tn D merasa dibohongi selama ini dan merasa bahwa keluarga besar istrinya menyembunyikan sakit Ny F.

“…saya sempat marah sama mertua….Kadang saya pikir keluarga istri memang sengaja nyembunyiin sesuatu…” (anger)

Melihat kondisi Ny F yang berbeda dari kebiasaannya, atas saran orang tuanya, Tn D berinisiatif untuk membawa Ny F ke paranormal dan kyai. Setelah beberapa kali berobat alternatif, ternyata tidak ada perubahan sama sekali dan perilaku Ny F semakin tidak wajar. Tn D yang bekerja sebagai PNS berusaha mencari tahu perubahan perilaku yang dialami suaminya melalui internet dan membaca buku. Akhirnya Tn D membawa Ny F berobat ke rumah sakit jiwa.

“Sudah dibawa ke paranormal sekali sama bapak tapi akhirnya saya stop karena takut, permintaan paranormal malah aneh-aneh. Terus Ibu saranin untuk rukyah,

(17)

commit to user

ya…kami berangkat. Nggak ada perubahan juga… Saya coba buka-buka internet dan beli buku tentang psikologi…terus saya putuskan bawa istri ke psikiater.” (bargaining)

Meskipun perasaan Tn D marah terhadap kenyataan yang dihadapinya, Tn D tetap berusaha mengobati Ny F dengan melakukan pengobatan medis secara teratur. Proses pengobatan dan dukungan dari keluarga membuat Tn D mulai mengerti tentang penyakit Ny F dan mulai mencoba menerima penyakit Ny F.

“…setelah berobat beberapa bulan, saya rasain ada perubahan pada istri…yah pernah ada ketakutan, bagaimana jika begini terus .. alhamdulillah istri mulai baik, saya juga mulai bisa menerima kondisi istri.” (acceptance)

Tn D berusaha untuk beradaptasi dengan penyakit istri karena faktor agama, anak, dan makna perkawinan. Sebelum menikah, Tn D memimpikan mempunyai keluarga yang bahagia tetapi harapan Tn D seperti meredup sejak istrinya menderita skizofrenia. Perubahan perilaku istri dan berbagai macam stresor yang dialaminya membuat Tn D sering cemas, takut, sulit tidur, dan nyeri kepala. Meskipun pengobatan rutin Ny F berjalan baik, Tn D masih sering dihinggapi kecemasan apakah keluarganya masih bisa bahagia seperti dulu sebelum istrinya sakit. Terkadang timbul rasa lelah dan terpikir untuk bercerai, tetapi ketika Tn D melihat anak-anaknya dan teringat ajaran agamanya tentang perceraian, Tn D mengurungkan niatnya. Tn D berpikir bahwa penyakit istrinya adalah ujian dan masa depan anak-anak lebih utama. Tn D juga merasa ini ujian pada perkawinannya, Tn D akan merasa bersalah jika meninggalkanistri yang dalam keadaan sakit.

“Kalo dibilang capek…ya capek…kadang jika pas capek, jadi kepikiran cerai. Tapi pas lihat anak-anak dan inget ceramah pengajian, jadi sadar…ini semua ujian Allah. Kasihan juga istri sakit malah saya tinggal. Habis seperti itu, saya sering

(18)

commit to user

ngomong sendiri….Demi anak..demi anak,saya harus kuat.” (faktor anak dan agama)

“Saya memilih istri menjadi pendamping saya. Sekarang istri sakit, saya juga harus bisa memegang komitmen kami…dan ini memang ujian buat saya.” (faktor makna perkawinan)

Faktor-faktor yang mempengaruhi koping dinilai dengan skala VAS 0-10. Faktor yang mempengaruhi koping subjek adalah faktor anak, agama, dan faktor makna perkawinan. Faktor budaya tidak menjadi faktor yang mempengaruhi koping subjek. Terdapat kesesuaian penilaian antara subjek, keluarga subjek, dan observasi penulis.

Grafik 2. Perbandingan faktor-faktor yang mempengaruhi koping subjek I

e. Strategi koping

Menurut Tn D, ia mengalami stres sejak istrinya mengalami perubahan perilaku. Tn D melakukan semua usaha koping untuk mengatur emosinya dan mengatasi masalah. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Subjek Observer Keluarga

Agama Anak

Makna Perkawinan Budaya

(19)

commit to user

Melihat perubahan perilaku Ny F, Tn D menyadari bahwa istrinya dalam kondisi sakit, maka Tn D membawa Ny F berobat dari mulai ke paranormal, kyai sampai ke psikiater. Tn D juga berusaha mencari tahu tentang informasi penyakit istri melalui buku maupun internet dan akhirnya Tn D membawa istrinya ke psikiater. Setelah mengetahui penyakit istrinya, Tn D berusaha untuk selalu mengikuti pengobatan medis dan melakukan nasehat yang diberikan psikiater. Pada situasi ini, Tn D melakukan planful problem solving.

“Dari berobat ke psikiater, saya jadi tahu penyakit istri. Untuk mengatasi penyakit istri, saya harus rutin ajak istri untuk kontrol, selalu ikutin nasehat dokter.” (planful problem solving)

Tn D juga mencoba mencari dukungan emosional dan informasi dari dokter yang merawat istri, orang tua, dan ibu mertuanya. Dalam strategi koping ini, Tn D menggunakan seeking social support.

“Setelah tahu penyakit istri, saya langsung kabari ibu mertua. Alhamdulillah mertua langsung datang dan ikut gantian jaga. Saya juga sering konsultasi sama dokter dan selalu minta semangat dari bapak ibu. ” (seeking social support)

Setelah mengetahui tentang penyakit Ny F, berbagai macam perasaan dirasakan Tn D. Perasaan terkejut, marah, takut, malu, dan cemas sering timbul. Untuk mengurangi perasaan marah dan cemas ketika memikirkan penyakit istrinya, Tn D melakukan strategi escape-avoidance yaitu mengalihkan pikirannya dengan makan, terutama makanan ringan. Ketika tidak bisa tidur dan terasa pening, Tn D sering mengkonsumsi obat yang dibeli di apotik.

“Jika pikiran saya tiba-tiba cemas atau takut, saya langsung ngemil. Lumayan Dokter, kadang cemas jadi hilang. Untuk sulit tidur, paling saya minum CTM atau Lelap.” (escape-avoidance)

(20)

commit to user

Setelah mendapatkan lima sesi logoterapi, keluhan yang dirasakan Tn D dan strategi koping yang digunakan Tn D mengalami perubahan. Strategi koping lama yang masih digunakan Tn D adalah planful problem solving dan seeking social support. Sedangkan strategi koping baru yang digunakan Tn D adalah positive reappraisal.

“Alhamdulillah, sejak saya lakukan teknik yang Dokter ajarkan, sekarang sudah bisa tidur. Saya juga sudah lakukan dzikir, shalat sunah, dan mulai ikut pengajian malam jumat di masjid kampong saya. Lumayan juga buat nambah ilmu agama…dan ternyata hati saya lebih tenang.” (positive reappraisal)

Tn D juga mulai dapat mengurangi pola makan makanan ringan dan berusaha mengendalikan perasaan dan perilakunya dengan menggunakan strategi koping self control.

“Sekarang sudah berkurang ngemilnya…saya memang harus bisa mengendalikan diri. Setelah saya coba, ternyata situasi di rumah lebih nyaman buat saya.” (self control)

Untuk menilai strategi koping yang dipakai sebelum atau sesudah logoterapi digunakan skala VAS 0-10. Terdapat kesesuaian penilaian strategi koping antara subjek, keluarga, dan observasi penulis.

(21)

commit to user

Grafik 3. Perbandingan strategi koping sebelum dan sesudah logoterapi subjek I.

e. Makna hidup caregiver

Sebelum sesi logoterapi, tujuan Tn D merawat istrinya yang menderita skizofrenia adalah demi masa depan anak-anak yang masih membutuhkan bimbingan sepenuhnya. Tn D bertekad melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang suami sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab.

“Saya merawat istri demi anak-anak. Mereka masih kecil. Perjalanan mereka masih panjang. Saya pikir … meskipun keadaan istri sekarang kurang baik,..anak-anak masih punya sosok ibu yang sangat memperhatikan mereka.” (makna nilai dengan merealisasikan creative values)

Tn D juga paham tugasnya sebagai seorang suami menurut agama Islam yang dianutnya. Menurut Tn D, seorang suami harus bisa bertanggung dunia akherat. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pre-sub Pos-sub Pre-obs Pos-obs Pre-kel Pos-kel

Planful problem solving Confrontative coping Seeking social support Distancing

Escape-avoidance Self control

Accepting responsibility Positive appraisal

(22)

commit to user

“Sebagai suami saya ya harus tetap mendampingi istri, itu tugas saya….letak pahala saya disitu.” (makna religi dengan merealisasikan experiental values)

Tn D juga bertekad tetap mendampingi istrinya karena Tn D merasa penyakit istrinya merupakan takdir dan Tn D merasa harus bersikap ikhlas dan tabah dalam menerima semua kondisi istri.

“Saya ikhlas menjalani ini semua. Allah pasti memberi kekuatan untuk mengatasi semuanya. Allah juga pasti punya tujuan lain memberi saya cobaan ini. Tinggal saya yang harus selalu ikhtiar dan berdoa. ” (makna moral dengan merealisasikan attitudinal values)

Setelah sesi logoterapi, Tn D semakin yakin tentang tujuan hidupnya. Tn D bertekad akan terus mendampingi istrinya selama proses pengobatan dan berusaha lebih memperhatikan rumah tangganya. Hal ini dilakukan Tn D karena anak-anaknya masih memerlukan sosok ibu dan Tn D yakin tentang ajaran agamanya bahwa Allah tidak akan memberi cobaan di luar kemampuannya. Tn D yakin pasti ada hikmah yang tersembunyi dibalik penyakit istrinya.

“Sejak diskusi dengan Dokter, saya semakin yakin keputusan saya untuk tetap mendampingi istri adalah keputusan tepat.Ya….saya pasti kuat, semua cobaan pasti sesuai kemampuan saya. Demi anak-anak..saya akan berusaha lakukan semua yang saya bisa.” (makna hidup setelah logoterapi)

Penilaian makna hidup menggunakan skala VAS 0-10. Terdapat kesesuaian penilaian makna hidup antara subjek, keluarga, dan observasi penulis.

(23)

commit to user

Grafik 4. Perbandingan makna hidup sebelum dan sesudah logoterapi subjek I.

2. Kasus II

a. Riwayat Hidup dan Keluarga Pasien

Seorang laki-laki, umur 35 tahun, SMA, suku Lampung, Tidak bekerja, anak bungsu dari 4 bersaudara. Belum menikah dan tinggal dengan kakak kandungnya, Ny Y sejak kedua orang tua meninggal. Keadaan sosial ekonomi cukup.

b. Riwayat Perjalanan Penyakit

Riwayat tumbuh kembang Tn R sama seperti anak seusianya. Tn R menyelesaikan pendidikan SMA dengan prestasi biasa (rata-rata). Setelah lulus SMA, Tn R sempat melanjutkan kuliah setahun di salah satu PTS di Bandar Lampung, lalu berhenti karena sakit.

Perilaku Tn R mulai berubah sejak Tn R mengalami penolakan cinta dari temannya. Awalnya Tn R mulai sering melamun, sering menangis, dan sering

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 nilai religi moral

(24)

commit to user

menyendiri. Tn R juga mulai sering takut terhadap sesuatu yang tidak ada, merasa dikejar bayang-bayang, dan merasa ada orang lain yang ingin mencelakainya. Pada saat itu Ny Y tidak mengerti mengapa terjadi perubahan pada Tn R. Oleh keluarga, Tn R dibawa ke kyai untuk dirukyah tetapi tidak ada perubahan dan perilaku Tn R semakin tidak wajar, Tn R sering bicara sendiri, tidak mau shalat, dan menuduh orang lain yang menyebabkan temannya menolak cintanya. Oleh keluarga akhirnya Tn R dibawa ke psikiater di Jakarta dan menjalani pengobatan rawat jalan dengan psikiater tersebut. Oleh psikiater, Tn R didiagnosis menderita skizofrenia paranoid. Setelah berobat jalan selama satu tahun, perilaku Tn R mulai membaik dan sudah mulai ikut mengelola toko. Tn L juga rutin kontrol dan minum obat dengan teratur. Sejak itu perilaku Tn R lebih stabil, tetapi terkadang masih timbul emosi jika Tn R bekerja terlalu capek. Akan tetapi Tn R menolak untuk melanjutkan kuliah dengan alsan malu.

Pada tahun kedua pengobatan, Tn R menghentikan pengobatan karena merasa dirinya sudah sembuh dan keluarga juga merasa malu dengan penyakit Tn R. Akhirnya gangguan jiwa yang dialami Tn R sering mengalami kekambuhan sampai lima kali.

Tahun ketujuh pengobatan, ibu kandung Tn R yang selama ini mengurus Tn R meninggal dunia sehingga Tn R memilih mengikuti kakaknya yang kedua yaitu Ny Y.

c. Sumber stres

Sebelum didiagnosis menderita skizofrenia, perilaku-perilaku yang berbeda mulai diperlihatkan oleh Tn R, dimulai dari mulai melamun, timbulnya

(25)

commit to user

rasa takut, curiga yang berlebihan, dan menuduh orang lain yang mnyebabkan temannya menolak cintanya. Semua perilaku tersebut membuat keluarga Tn R merasa bingung dan tidak mengerti.

Penjelasan psikiater di Jakarta yang selama ini menangani Tn R membuat keluarga, termasuk Ny Y mulai mengerti dan menerima penyakit Tn R. Akan tetapi hal ini tidak mengubah perasaan malu keluarga karena Tn R menderita gangguan jiwa.

Selama Tn R minum obat secara teratur, gangguan jiwa yang diderita Tn R stabil, tetapi pengobatan sering dihentikan sendiri oleh keluarga jika merasa Tn R sudah sembuh dan Tn R juga sering menolak minum obat. Hal ini menyebabkan penyakit Tn R sering kambuh.

Sejak ibu Tn R meninggal dunia, Tn R memilih ikut Ny Y karena Tn R merasa hanya Ny Y yang cocok dengan Tn R dibanding dua kakaknya yang lain. Ny Y dan suaminya secara pribadi tidak berkeberatan jika harus mengurus Tn R. Ny Y dan suaminya bisa menerima gangguan jiwa yang dialami Tn R. Satu hal yang membuat Ny Y sulit menangani Tn R karena Tn R sering menolak minum obat dan selalu curiga jika diberi obat. Oleh psikiater yang menanganinya di Lampung akhirnya Tn R diberi obat tetes. Hal ini agak membantu proses pengobatan Tn R, meskipun kadang Tn R menolak makanan yang diberikan kakaknya. Hal ini menyebabkan perilaku Tn R labil dan sering berubah-ubah. “Adik sering menyendiri, tiba-tiba nangis….dia bilang takut-takut, katanya ada yang kejar dia, ada yang ancam dia…” (perubahan perilaku)

Pertengkaran antara Ny Y dengan Tn R juga sering muncul akibat Tn R sering curiga Ny Y memberi obat yang berlebihan pada Tn R

(26)

commit to user

“…kadang adik bilang ada yang bisikin dia,..tuh ayukmu ngasih obat banyakan biar kamu tidur terus…kadang saya gak bisa sabar juga …akhirnya jadi ribut” (konflik dengan pasien)

Sejak mengurus Tn R, aktivitas Ny Y di luar rumah juga menjadi terbatas karena Tn R sering marah dan mengamuk jika Ny Y ada pekerjaan di luar kota.

“Dulu saya biasa ke luar kota umtuk ngurus pekerjaan...sekarang baru sehari saya ke luar kota saja, pembantu sudah nelpon jika adik marah-marah karena saya nggak ada..dikasih tahu …marah-marah…stres saya jadi sulit bergerak..” (pembatasan aktivitas)

Pandangan dan komentar tetangga ketika tahu Tn R sakit skizofrenia juga ikut menjadi pikiran Ny Y.

“Saat mama wafat dan adik memilih ikut saya, ya…gimana ya Dokter…ada perasaan malu jika ada tetangga tahu adik sakit…. Dokter, saya takut omongan mereka macem-macem. Tapi ya gimana….kasihan adik jika tidak ada yang ngurus.” (stigma)

Setelah Ny Y mendapat lima sesi logoterapi, Ny Y mengetahui perilaku Tn R yang terkadang curiga berlebihan adalah gejala dari skizofrenia. Hal ini membuat Ny Y lebih memaklumi dan berusaha menghindari pertengkaran dengan Tn R. Perasaan Ny Y yang merasa malu dan rendah diri dengan penyakit Tn R juga mulai berkurang. Sedangkan berkurangnya aktivitas ke luar rumah masih merupakan sumber stres Ny Y.

Menurut penilaian Ny Y dengan skala VAS 0-10, sumber stres adalah pertengkaran Ny Y dengan Tn R, perubahan perilaku, stigma, konflik dengan Tn R, dan berkurangnya aktivitas. Terdapat kesesuaian penilaian sumber stres antara subjek, keluarga, dan observasi penulis.

(27)

commit to user

Grafik 5. Perbandingan sumber stres sebelum dan sesudah logoterapi subjek II

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping dan proses appraisal Setelah ibu kandung Tn R meninggal dunia, Ny Y yang mengurus semua keperluan Tn R. Ny dan suaminya sudah bisa menerima keadaan Tn R yang menderita gangguan jiwa. Ny Y sudah tahu cara menghadapi Tn R dan perilakunya yang sering berubah-ubah. Satu hal yang membuat Ny Y agak tertekan dan sering sedih dengan keberadaan Tn R di rumahnya adalah keterbatasan pekerjaan Ny Y yang dulu begitu bebas untuk beraktivitas mengembangkan usahanya ke luar kota, sekarang harus sering berada di rumah. Hal ini sempat membuat Ny merasa bahwa keberadaan Tn y adalah masalah buat Ny Y. Ny Y sering menjadi murung dan sering takut jika usahanya hancur karena Tn R. Hal ini dipengaruhi ciri kepribadian narsisistik Ny Y. Pada tahap ini, penerimaan Ny Y berada pada tahap depresi.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Perilaku

Perubahan peran subjek Pembatasan aktivitas subjek Biaya pengobatan

Stigma

(28)

commit to user

“…ya gimana ya dokter, sejak ngurusin adik, usahanya agak terganggu karena saya gak bisa lama-lama ke luar kota untuk ngurus usaha saya…akhirnya harus saya serahkan ke anak buah…tapi ya gak maksimal..saya sempet stress…down …takutnya saya bangkrut… ” (depresi)

Setelah sempat tertekan dan depresi menghadapi perubahan yang terjadi karena mengurus Tn R, Ny Y akhirnya sadar dan mencoba mencari tahu keadaan penyakit Tn R dan pengelolaannya yang tepat , dalam hal ini Ny Y berada dalam tahap negosiasi.

“…lama-lama saya coba untuk cari tahu tentang penyakit adik…sebenarnya apa yang terjadi…ya..sering tanya ke dokter..” (bargaining)

Meskipun Ny Y sering merasa heran terhadap kenyataan yang dihadapinya, Ny Y tetap berusaha mengobati Tn R dengan melakukan pengobatan medis secara teratur. Dukungan suami membantu Ny Y untuk menerima kenyataan.

“…setelah tahu cara pengelolaan yang tepat tentang penyakit adik dan suami juga mendukung.. saya harus bisa menerima semua keadaan ini” (acceptance)

Ny Y berpendapat bahwa agama tidak membolehkan meninggalkan keluarga yang sedang sakit.

“…nggak bagus lah Dokter, wong adik sakit kok malah ditinggal pergi…. Islam juga mewajibkan untuk mengurus orang kurang akal kan. Kasihan juga sama adik.” (faktor agama)

Faktor-faktor yang mempengaruhi koping dinilai dengan skala VAS 0-10. Menurut penilaian subjek, faktor agama adalah faktor yang membuat subjek bertahan jadi caregiver. Terdapat kesesuaian penilaian antara subjek, keluarga, dan observasi penulis.

(29)

commit to user

Grafik 6. Perbandingan faktor-faktor yang mempengaruhi koping subjek II

e. Koping stres

Ny Y merasa ia mengalami stres sejak harus mengurusi Tn R. Perubahan perilaku dari Tn R sering menyebabkan stress buat Ny Y, tetapi Ny Y menyadari bahwa Tn R dalam kondisi terganggu kesehatannya. Ny Y membawa Tn R berobat ke RS Jiwa agar perilaku Tn R lebih terkontrol. Pada situasi ini, Ny Y melakukan planful problem solving.

“…sejak adik ikut saya, ya kadang tres lihat tingkah laku adik aneh, ya diajak ke psikiater di rsj, ya lumayanlah terkontrol marah-marahnya.” (planful problem solving)

Ny Y juga berusaha mencari dukungan dari suami dan keluarganya, dalam hal ini Ny Y menggunakan seeking social support.

“Ketika stre melihat tingkah adik aneh, saya langsung ke keluarga besar dan suami minta doa dan pendapat beliau. Pada nyaranin berobat ke sini ke situ…” (seeking social support)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Subjek Observer Keluarga

Agama Makna Budaya

(30)

commit to user

Setelah mendapat 5 sesi logoterapi, strategi koping yang digunakan Ny Y berubah. Ny Y menggunakan positive reappraisal dengan lebih banyak melaksanakan ibadah dan accepting responsibility.

“Alhamdulillah, sekarang saya lebih tenang sejak saya banyak shalat tahajud dan ngaji.( positive reappraisal) Sekarang saya tahu harus bagaimana mengahdapi adik. Harusnya saya sebagai kakak saya harus tetap mengurus adik karena dia sudah percaya sama saya..” (accepting responsibility)

Untuk strategi seeking social support, Ny Y masih menggunakan dengan selalu minta dukungan doa dari keluarga maupun selalu minta pendapat dokter atau petugas kesehatan setempat. Ny Y juga berusaha selalu mengingatkan Tn R untuk selalu rutin kontrol dan minum obat.

Untuk menilai strategi koping yang dipakai sebelum atau sesudah logoterapi digunakan skala VAS 0-10. Terdapat kesesuaian penilaian strategi koping antara subjek, keluarga, dan observasi penulis.

Grafik 7. Perbandingan strategi koping sebelum dan sesudah logoterapi subjek II.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Planful problem solving Confrontative coping Seeking social support Distancing

Escape-avoidance Self control

(31)

commit to user e. Makna hidup caregiver

Tujuan Ny Y merawat Tn R yang menderita skizofrenia adalah demi mendapat pahala

“Saya niatkan Lillahi ta’alla. Niat saya ngurusin adik kan memang untuk ibadah.” (makna religi dengan merealisasikan experiental values)

Di samping perbaikan gejala Tn R, lima sesi logoterapi yang telah dijalani Ny Y membuat Ny Y semakin mantap untuk terus mengurus Tn R.

“Saya sudah mantap Dokter untuk tetap mengurus adik. Ikhlas …ini semua ujian buat saya. (makna moral dengan merealisasikan attitudinal values) Kasihan juga sama adik, sbelumnya saya dekat banget dengan adik….kasihan jika tidak ada yang mau ngurus adik.” (makna nilai dengan merealisasikan creative values)

Untuk menilai makna hidup, baik subjek maupun penulis menggunakan skala VAS dari angka 0-10. Terdapat kesesuaian penilaian makna hidup antara subjek, keluarga, dan observasi penulis.

Grafik 8. Perbandingan makna hidup sebelum dan sesudah logoterapi subjek II.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 nilai religi moral

(32)

commit to user 3. Kasus III

a. Riwayat Hidup dan Keluarga Pasien

Seorang laki-laki, umur 49 tahun, SMA, suku Jawa, pensiunan PNS, anak bungsu dari 2 bersaudara. Tn H menikah dengan Ny S selama 27 tahun dan mempunyai 2 anak perempuan berusia 26 tahun dan 15 tahun. Ny S menikah dengan Tn H atas pilihan sendiri. Mereka tinggal di rumah warisan milik keluarga Ny S dan berdampingan dengan rumah adik Ny S. Keadaan sosial ekonomi cukup.

b. Riwayat Perjalanan Penyakit

Masa prenatal, perinatal, dan masa kanak awal Tn H tidak didapatkan informasi. Riwayat tumbuh kembang masa anak pertengahan Tn H sama seperti anak seusianya. Tn H menyelesaikan pendidikan SMA dengan prestasi biasa (rata-rata). Setelah lulus SMA, Tn H bekerja sebagai pegawai negeri sipil di instansi pemerintah daerah Tanggamus.

Masalah mulai muncul ketika tahun 1994 anak laki-laki Tn H lahir tanpa tempurung kepala dan meninggal. Tn H yang saat itu sedang pelatihan terkejut dan tak sadarkan diri seperti orang kesurupan sehingga Tn H dirawat di RS swasta di Pringsewu. Sejak saat itu, Tn H kadang-kadang mendengar bisikan suara orang yang mengajak dia pergi. Selama 4 tahun terakhir Tn H jarang masuk kantor karena alasan yang tidak jelas. Jika masuk kantor, Tn H lebih banyak diam namun emosinya tinggi. Tn H sering marah-marah untuk masalah sepele dan Tn H merasa orang-orang kantor sering membicarakan dan meremehkannya. Menurut

(33)

commit to user

kepala bagiannya, Tn H banyak terlibat hutang di kantor padahal setelah Tn H sakit, Ny S tidak pernah menerima gaji dari Tn H.

Dua tahun ini Tn H sering sulit tidur, mendengar bisikan suara, mencium aroma, dan merasakan ada yang merayap di bawah kulit tangan. Aktivitas sehari-hari Tn H juga mulai terganggu, termasuk mulai malas masuk kerja dan kemudian mengajukan pensiun dini. Tn H juga sulit bersosialisasi karena Tn H sering merasa orang-orang di sekitar rumahnya sering membicarakannya dan bermaksud jahat padanya.

Proses terapi Tn H berlangsung dengan teratur selama dua tahun ini di poliklinik rawat jalan psikiatri RS Jiwa Daerah Propinsi Lampung, tetapi Tn H sering menolak minum obat karena menganggap dirinya sudah sembuh. Ketidakteraturan minum obat menyebabkan emosi Tn H labil dan perilaku Tn H sering berubah. Hal ini menyebabkan Ny S sering merasa cemas.

c. Sumber stres

Saat awal Tn H menderita skizofrenia paranoid, Ny S merasa marah, takut, tertekan, dan lelah. Rasa khawatir juga sering muncul jika Ny S melihat perubahan perilaku yang diperlihatkan oleh Tn H. Ny S juga sering mengalami gangguan tidur. Sumber stres lain yang muncul saat awal Tn H menderita skizofrenia adalah perubahan peran Ny S yang harus menggantikan peran suami sebagai kepala rumah tangga karena sejak Tn H menderita skizofrenia, Tn H sudah tidak peduli dengan keadaan rumah tangga, termasuk gaji bulanan Tn H tidak pernah diberikan kepada Ny S. Pertengkaran antara Ny S dengan suami juga sering terjadi karena Tn H sering cemburu dan marah tanpa sebab sehingga

(34)

commit to user

mengakibatkan pembatasan aktivitas Ny S ke luar rumah. Pandangan negative masyarakat sekitar juga sering menjadi sumber stres pada Ny S.

Setelah 19 tahun Tn H menderita skizofrenia, perasaan dan beban yang dirasakan Ny S mulai berkurang. Sekarang sumber stres yang paling menjadi beban Ny S adalah perubahan peran Ny S dalam menggantikan tugas Tn H sebagai kepala keluarga, terutama dalam bidang ekonomi karena gaji pensiun Tn H habis untuk keperluan Tn H sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya anak bungsu Ny S sekolah, Ny S membuka warung makan di rumah.

“…… selama ini pensiun suami untuk keperluan dia aja. Biaya berobat sudah pakai ASKES. Jadi untuk si bungsu sekolah dan makan sehari-hari ya ..dari warung bakmi saya. Untung yang sulung sudah kerja dan mulai bisa bantu dikit-dikit.” (perubahan peran caregiver)

Perilaku Tn H juga sering berubah-ubah, terkadang sangat baik tetapi tiba-tiba marah tanpa sebab yang jelas. Ny S masih sering merasa cemas jika Tn H pergi ke luar rumah karena sering timbul masalah dengan tetangga, pelanggan warung, ataupun dengan orang yang baru Tn H kenal. Hal ini disebabkan karena Tn H sering emosi dan merasa orang-orang di sekitarnya mengejeknya.

“…kalau cemas sih sering terutama jika suami mau pergi…pasti ada saja masalah dibawa pulang…Pernah tho Dokter, pulang-pulang suami diantar polisi, katanya habis berantem sama orang…padahal gak kenal. Untung lawan dan polisi mau ngerti, kalau tidak…urusan panjang..” (perubahan perilaku)

Sumber stres lain yang menjadi beban Ny S adalah terbatasnya aktivitas Ny S di luar rumah. Aktivitas Ny S sebelum Tn H sakit cukup banyak seperti ibadah Minggu di gereja, perkumpulan wanita gereja, arisan, dan membantu tetangga yang punya hajat. Sejak Tn H sakit, Ny S hanya pergi ke gereja setiap minggu dan pergi arisan PKK setiap bulan.

(35)

commit to user

“Suami sering marah Dokter jika saya pergi-pergi, sering cemburu…lagian saya juga harus jaga warung. Sering bosen juga. Paling hiburan saya ya ke gereja dan PKK.” (pembatasan aktivitas)

Pandangan atau komentar negatif dari masyarakat tentang penyakit Tn H sudah tidak menjadi beban lagi karena tetangga sudah memahami tentang penyakit Tn H. Ny S juga memilih mengalah dan diam ketika Tn H sedang emosi sehingga mengurangi konflik yang dulu sering terjadi.

Menurut Ny S, perjalanan penyakit Tn H yang cukup lama membuat sumber stres yang dirasakan Ny S tetap sama dari tahun ke tahun. Setelah mendapat logoterapi, Ny S tetap merasa beban yang dirasakannya sama.

Ny S menilai sumber stres dengan skala VAS 0-10 adalah perubahan peran karena menggantikan fungsi suami mencari nafkah, perilaku suami, dan pembatasan aktivitas Ny S ke luar rumah. Sedangkan biaya pengobatan Tn H, stigma, dan konflik dengan pasangan sudah tidak menjadi beban bagi Ny S. Terdapat kesesuaian penilaian sumber stres antara subjek, keluarga, dan penulis. Grafik 9. Perbandingan sumber stres sebelum dan sesudah logoterapi subjek III

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

pre-sub pos-sub pre-obs pos-obs pre-kel pos-kel

Perilaku suami

Perubahan peran subjek Pembatasan aktivitas subjek Biaya pengobatan

Stigma

(36)

commit to user

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping dan proses appraisal Berbagai sumber stres muncul dalam kehidupan Ny S sejak Tn H menderita skizofrenia. Sebagai individu, Ny S sudah melakukan penilaian terhadap situasi stres yang dihadapi selama bertahun-tahun dan sudah bisa menerima kenyataan bahwa suaminya menderita skizofrenia. Proses adaptasi Ny S sebagai caregiver berlangsung lama dengan menggunakan potensi sumber daya yang dimiliki Ny S, yaitu ciri kepribadian anankastik Ny S, dukungan dari keluarganya dan masyarakat, serta ketrampilan memasak Ny S.

“Memang keadaan suami setelah sekian lama ya seperti itu, kadang baik, kadang ya…kambuh. Saya sudah terima kok bagaimanapun keadaan suami, yang penting Saya usahakan obat diminum terus.” (acceptance)

Alasan Ny S tetap bertahan mendampingi suami sebagai caregiver selama 19 tahun adalah karena faktor anak, budaya, dan agama.

“Saya bisa bertahan selama ini ya karena anak-anak, kasihan lihat anak-anak masih kecil. Lagian dalam agama saya tidak bisa cerai Dokter…. Lingkungan keluarga juga tidak pernah ada yang cerai. Seberat apapun masalah kita, ya harus dihadapi.” (faktor anak, budaya, dan agama)

Faktor-faktor yang mempengaruhi koping dinilai dengan skala VAS 0-10. Pada penilaian subjek, faktor anak mempunyai nilai lebih tinggi dari faktor lain. Terdapat kesesuaian penilaian antara subjek, keluarga, dan observasi penulis.

(37)

commit to user

Grafik 10. Perbandingan faktor-faktor yang mempengaruhi koping subjek III

e. Koping stres

Setelah 19 tahun menjadi caregiver untuk Tn H, Ny S sadar harus berbuat sesuatu untuk mengatasi berbagai masalah yang muncul. Ny S berusaha untuk selalu mencari tahu penyakit suaminya, mengikuti perintah dokter, dan berusaha mendorong suami untuk patuh minum obat. Dalam hal ini Ny S menggunakan planful problem solving.

“….bagaimana lagi ya.. semua memang harus dihadapi, harus dicari jalan keluarnya. Saya selalu berusaha bujuk suami untuk kontrol, untuk minum obat. Coba kurangi masalah.” (planful problem solving)

Ny S juga selalu meminta dukungan dari keluarga, tetangga, dan teman-teman gereja untuk ikut mengawasi suaminya. Dalam hal ini Ny S menggunakan seeking social support.

“…agar lebih ringan mengawasi suami jika sedang di luar rumah….saya minta tolong keluarga dan tetangga untuk ikut mengawasi suami…Puji Tuhan, saya

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Subjek Observer Keluarga

Agama Anak Budaya

(38)

commit to user

dikelilingi keluarga dan orang-orang baik. Mereka mau ikut ngawasi suami. Jadi ya agak longgar.” (seeking social support)

Ketika Tn H emosi dan memancing pertengkaran, Ny S memilih untuk diam dan berusaha menganggap perilaku suaminya sebagai sesuatu yang lucu. Ny S menggunakan self control.

“Ya kalau suami sudah mulai marah, emosi atau ngomong gak keruan..saya mending diam. Kalau suami minta dijawab, ya saya jawab dengan guyon, gak dimasukin hati.” (self control)

Untuk mengurangi rasa lelah atau bosan dalam mengurus suami, Ny S mengikuti arisan PKK sebulan sekali dan beribadah ke gereja tiap minggu. Ny S menggunakan strategi positive reappraisal.

“Paling yang bisa saya lakukan ya pergi ke gereja atau arisan PKK. Yang dua itu harus disempatkan. Lumayan dapat tambah pencerahan dan ilmu.” (positive reappraisal)

Strategi koping yang digunakan Ny S sebelum mendapat logoterapi sudah baik dan selama ini dapat mengatasi stresor yang dihadapinya, sehingga pada sesi logoterapi dimanfaatkan untuk memantapkan strategi koping yang sudah digunakannya.

Untuk menilai strategi koping yang dipakai sebelum atau sesudah logoterapi digunakan skala VAS 0-10. Terdapat kesesuaian penilaian strategi koping antara subjek, keluarga, dan observasi penulis.

(39)

commit to user

Grafik 11. Perbandingan strategi koping sebelum dan sesudah logoterapi subjek III.

e. Makna hidup caregiver

Setelah 19 tahun Ny S menjadi caregiver bagi suami, Ny S sudah terbiasa dengan penyakit yang diderita suaminya. Ny S juga memandang bahwa hidupnya memang sudah ditakdirkan Tuhan untuk lebih banyak memberi kasih sayang pada suami dibandingkan istri-istri lainnya. Ny S juga selalu berharap ada hikmah dan mukjizat muncul dalam kehidupannya.

“Tuhan memang sudah memberikan takdir begini.Tuhan ingin saya menjadi lebih baik. Dan ternyata selama ini saya bisa. Semua kuasa Tuhan. Saya yakin semua pasti indah pada akhirnya.” (makna moral dengan merealisasikan attitudinal values)

Tujuan hidup lain Ny S bertahan menjadi caregiver adalah membesarkan anak-anaknya. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pre-sub Pos-sub Pre-obs Pos-obs Pre-kel Pos-kel

Planful problem solving Confrontative coping Seeking social support Distancing

Escape-avoidance Self control

Accepting responsibility Positive appraisal

(40)

commit to user

“Saya memang niat untuk tetap mendampingi suami, itu sudah saya ucapkan saat menikah, itu janji saya di depan Tuhan.” (makna religi dengan merealisasikan experiental values)

Selama 19 tahun menjadi caregiver, Ny S juga lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berjualan. Dalam hal ini Ny S melakukan karya bakti yang juga merupakan makna hidup yang cukup menonjol.

“Saya bertahan juga demi anak-anak Dokter, terutama yang bungsu, masih kecil Sekarang yang penting saya giat bekerja cari nafkah…hasilnya lumayan buat sehari-hari dan anak sekolah..” (makna nilai dengan merealisasikan creative values)

Makna hidup yang dimiliki Ny S sudah jelas sehingga proses logoterapi berfungsi untuk lebih memantapkan makna hidup yang sudah ada. Menurut penilaian Ny S tentang makna hidupnya dengan skala VAS 0-10, makna hidup yang paling dominan adalah religi.

Grafik 12. Perbandingan makna hidup sebelum dan sesudah logoterapi subjek III. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 nilai religi moral

(41)

commit to user 4. Kasus IV

a. Riwayat Hidup dan Keluarga Pasien

Seorang laki-laki, umur 34 tahun, S1, suku Jawa, tidak bekerja, anak sulung dari 3 bersaudara. Sejak kecil sampai sekarang Tn M selalu tinggal dengan orang tuanya.

f. Riwayat Perjalanan Penyakit

Riwayat tumbuh kembang Tn M sama seperti anak seusianya. Tn M menyelesaikan pendidikan S1 dengan prestasi biasa (rata-rata). Setelah lulus sarjana, Tn M bekerja di bagian administrasi salah satu perusahaan selama 2 tahun. Usia 28 tahun, Tn M mengundurkan diri dari perusahaan tempatnya bekerja karena merasa dicurangi oleh pimpinan perusahaannya.

Setelah tidak bekerja, perilaku Tn M mulai berubah Awalnya Tn M mulai sering melamun, sering menangis, dan sering menyendiri. Tn M juga mulai sering takut terhadap sesuatu yang tidak ada, merasa dikejar bayang-bayang, dan merasa ada orang lain yang ingin mencelakainya. Pada saat itu Ny T tidak mengerti mengapa terjadi perubahan pada Tn M. Oleh keluarga, Tn M dibawa ke kyai untuk dirukyah tetapi tidak ada perubahan dan perilaku Tn M semakin tidak wajar, Tn M sering bicara sendiri dan tidak mau shalat. Akhirnya atas saran bidan setempat, Ny T membawa Tn M ke RS Jiwa. Oleh psikiater, Tn M didiagnosis menderita skizofrenia paranoid. Sampai sekarang Tn M masih rutin control. g. Sumber stres

Sebelum didiagnosis menderita skizofrenia, perilaku-perilaku yang berbeda mulai diperlihatkan oleh Tn M, dimulai dari mulai melamun, timbulnya

(42)

commit to user

rasa takut, curiga yang berlebihan. Semua perilaku tersebut membuat Ny T merasa bingung dan tidak mengerti.

“anak saya sering menyendiri, tiba-tiba nangis….suami bilang takut-takut, katanya ada yang kejar dia, ada yang ancam dia…” (perubahan perilaku)

Pertengkaran antara Ny T dengan Tn M juga sering muncul akibat Tn M sering marah dan menuduh Ny T sengaja membuat dirinya menganggur.

“…saya sering bingung jika anak saya marah-marah, apalagi juga nuduh saya jahat dan bikin dia gak bekerja….kadang jadi berantem…” (konflik dengan pasangan)

Ny T juga merasa heran melihat Tn M tidak pernah lagi menjalankan shalat lima waktu, padahal sebelumnya Tn M adalah orang yang taat menjalankan ibadah.

“Dulu setahu saya, anak saya orangnya alim, shalat pasti ke masjid, suka shalat sunah.e..sekarang shalat yang wajib saja tidak dilakukan..dikasih tahu …marah-marah…stres saya lihatnya..” (perubahan perilaku)

Pandangan dan komentar tetangga ketika tahu Tn M sakit skizofrenia juga ikut menjadi pikiran Ny T.

“Saat tetangga tahu anak saya sakit….macem-macem Dokter, omongan mereka. Ada yang ngomong anak tumbal…, kena laknat Allah..kadang saya malu dan jadi malas untuk ke luar rumah.” (stigma)

Masalah lain yang muncul sejak Tn M menderita skizofrenia adalah masalah biaya berobat Tn M.

“Tiap bulan harus kontrol dan ambil obat..Kata dokter, pengobatan anak saya lama. Yah….lumayan uang yang harus disiapkan tiap bulan…saya harus pintar-pintar nyisihin uang buat berobat.” (biaya pengobatan)

Setelah Ny T mendapat lima sesi logoterapi, Ny T mengetahui perilaku Tn M yang curiga berlebihan adalah gejala dari skizofrenia. Hal ini membuat Ny T

(43)

commit to user

lebih memaklumi dan berusaha menghindari pertengkaran dengan anaknya. Perasaan Ny T yang merasa malu dan rendah diri dengan penyakit anaknya juga mulai berkurang. Sedangkan untuk biaya pengobatan masih merupakan sumber stres Ny T.

Menurut penilaian Ny T dengan skala VAS 0-10, sumber stres adalah pertengkaran Ny T dengan anaknya, perubahan perilaku anaknya, stigma, biaya pengobatan, dan konflik dengan anaknya. Terdapat kesesuaian penilaian sumber stres antara subjek, keluarga, dan observasi penulis.

Grafik 13. Perbandingan sumber stres sebelum dan sesudah logoterapi subjek IV

h. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping dan proses appraisal Setelah mengetahui Tn M menderita skizofrenia, Ny T tidak hanya terkejut, Ny T juga bingung karena Ny T tidak tahu penyebab gangguan jiwa anaknya. Pertama kali Ny T percaya bahwa Tn M hanya korban guna-guna orang

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Perilaku pasien

Perubahan peran subjek Pembatasan aktivitas subjek Biaya pengobatan

Stigma

(44)

commit to user

yang tidak suka pada anaknya. Hal ini dipengaruhi ciri kepribadian anankastik Ny T yang sudah memimpikan mempunyai keluarga bahagia karena merasa sudah menjadi istri dan ibu yang baik dan bertanggung jawab, tetapi kenyataan yang ditemui sangat berbeda.

“…ya terkejut, pas dulu anak saya tuh alim, lumayan pintar, rajin…lha terus kok jadi begini…saya kan tidak tahu asal usul anak saya sampai bisa jadi stres…” (denial)

“Pernah suatu saat…setan mana yang datang..saya datang ke tempat kerja anak …saya marah…saya tanya apakah ada orang kantor yang jahatin anak saya(anger)

Setelah sempat menyangkal dan marah saat awal Tn M sakit, Ny T akhirnya sadar dan mencoba mencari tahu keadaan penyakit anaknya, dalam hal ini Ny T berada dalam tahap negosiasi.

“…saya cari tahu tentang penyakit anak…sebenarnya apa yang terjadi…..” (bargaining)

Meskipun Ny T sering merasa heran terhadap kenyataan yang dihadapinya, Ny T tetap berusaha mengobati Tn M dengan melakukan pengobatan medis secara teratur. Dukungan keluarga besar dan kepatuhan Tn M berobat membantu Ny T untuk menerima kenyataan.

“…setelah berobat beberapa bulan, alhamdulillah anak mulai baik…, saya mulai bisa menerima semua keadaan ini” (acceptance)

Ny T berpendapat bahwa dirinya tetap sabar mengurus Tn M adalah faktor agama, makna dan budaya.

“…saya rasa sebagai seorang ibu, saya tetap harus mendampingi anak saya dalam keadaan apa pun, itu memang makna ibu bagi saya. Menurut saya, agama mana pun dan adat apa pun juga tidak membolehkan seorang ibu meninggalkan anaknya yang sedang sakit.” (faktor anak, agama, dan budaya)

(45)

commit to user

Faktor-faktor yang mempengaruhi koping dinilai dengan skala VAS 0-10. Menurut penilaian subjek, faktor agama mempunyai nilai lebih tinggi dari faktor lain. Terdapat kesesuaian penilaian antara subjek, keluarga, dan observasi penulis.

Grafik 14. Perbandingan faktor-faktor yang mempengaruhi koping subjek IV

i. Koping stres

Ny T merasa ia mengalami stres sejak anaknya mengalami perubahan perilaku. Melihat perubahan perilaku Tn M, keluarga sudah membawa Tn M ke kyai untuk dirukyah. Karena tidak ada perbaikan, atas saran bidan desa maka Ny T membawa Tn M berobat ke RS Jiwa. Pada situasi ini, Ny T melakukan planful problem solving.

“…sejak tingkah laku anak aneh, ya diajak ke kyai… dirukyah. Tapi ya gimana.. tidak ada perubahan…trus pas saya batuk periksa ke bidan, disaranin ke Kurungan Nyawa…ya akhirnya ke sana.” (planful problem solving)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Subjek Observer Keluarga

Agama

Makna Perkawinan Budaya

(46)

commit to user

Ny T juga berusaha mencari dukungan dari keluarganya, dalam hal ini Ny T menggunakan seeking social support.

“Ketika anak saya sakit, saya coba cari dukungan dan saran dari keluarga besar…” (seeking social support)

Setelah mendapat 5 sesi logoterapi, strategi koping yang digunakan Ny T berubah. Ny T menggunakan positive reappraisal dengan lebih banyak melaksanakan ibadah dan accepting responsibility.

“Alhamdulillah, sekarang saya lebih tenang sejak saya banyak berdzikir (positive reappraisal) Saya harus tetap menjalankan peran saya sebagai seorang ibu bagi anak-anak saya, bagaimanapun keadaannya..” (accepting responsibility)

Untuk strategi seeking social support, Ny T masih menggunakan dengan selalu minta dukungan doa dari keluarga maupun selalu minta pendapat dokter atau petugas kesehatan setempat. Ny T juga berusaha selalu mengingatkan anaknya untuk selalu rutin kontrol dan minum obat.

Untuk menilai strategi koping yang dipakai sebelum atau sesudah logoterapi digunakan skala VAS 0-10. Terdapat kesesuaian penilaian strategi koping antara subjek, keluarga, dan observasi penulis.

(47)

commit to user

Grafik 15. Perbandingan strategi koping sebelum dan sesudah logoterapi subjek IV.

e. Makna hidup caregiver

Tujuan Ny T merawat anaknya yang menderita skizofrenia adalah demi mendapat pahala dan demi keutuhan rumah tangganya.

“Saya niatkan Lillahi ta’alla. Meskipun pernah marah dengan keadaan yang harus saya hadapi, sebenarnya niat saya ya demi ibadah.” (makna religi dengan merealisasikan experiental values)

Di samping perbaikan gejala Tn M, lima sesi logoterapi yang telah dijalani Ny T membuat Ny T semakin mantap untuk tetap mengurus anaknya. Ny T juga sadar bahwa anaknya masih memerlukan sosok ibu untuk pengobatannya.

“Saya ikhlas …ini semua ujian buat saya. (makna moral dengan merealisasikan attitudinal values) Kasihan juga sama anak.. anak saya berhak tetap dapat kasih sayang saya.” (makna nilai dengan merealisasikan creative values) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Planful problem solving Confrontative coping Seeking social support Distancing

Escape-avoidance Self control

(48)

commit to user

Untuk menilai makna hidup, baik subjek maupun penulis menggunakan skala VAS dari angka 0-10. Terdapat kesesuaian penilaian makna hidup antara subjek, keluarga, dan observasi penulis.

Grafik 16. Perbandingan makna hidup sebelum dan sesudah logoterapi subjek IV. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 nilai religi moral

(49)

commit to user C. ANALISA DATA

Skema 3. Analisa data strategi koping

Unit Sub Kategori Kategori Strategi koping Sumber stres perilaku pasien perubahan peran caregiver

pembatasan aktivitas stigma

konflik dengan pasien biaya pengobatan Faktor yang mempengaruhi agama budaya makna operasionali sasi strategi koping

problem focused coping

(50)

commit to user Skema 4. Analisa data makna hidup

Unit Sub Kategori Kategori makna hidup Cara merealisasikan nilai-nilai kreatif nilai-nilai penghayatan nilai-nilai bersikap macam makna hidup religi nilai moral

(51)

commit to user D. Pembahasan

Penelitian ini ditujukan agar penulis mampu melakukan logoterapi sesuai pedoman logoterapi yang sudah ada. Intervensi logoterapi dilakukan untuk meningkatkan strategi koping caregiver pasien skizofrenia di poliklinik rawat jalan psikiatri RS Jiwa Daerah Propinsi Lampung. Terdapat empat caregiver pasien skizofrenia. Pembahasan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sumber Stres

Ketika seorang individu memutuskan untuk menikah maka yang diharapkan adalah memiliki keluarga yang bahagia. Akan tetapi kenyataan yang dihadapi dapat berbeda dengan keinginannya ketika pasangannya mengalami perubahan perilaku dan kemudian didiagnosis menderita skizofrenia paranoid. Situasi ini membuat suami/istri stres dan tidak mengetahui informasi apa pun mengapa pasangan mereka menderita penyakit tersebut. Perubahan kesehatan menjadi penyebab suami/istri mengalami stres. Demikian juga yang terjadi pada caregiver yang merupakan orang tua maupun keluarga dari pasien skizofrenia. Perubahan kesehatan salah satu anggota keluarga dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya stres pada individu sesuai pernyataan Holmes dan Rahe (cit. Sarafino, 2006).

Skizofrenia mencegah seorang individu mengatur perannya sebagai orang dewasa seperti peran suami/istri, orang tua, keluarga, pekerja, atau teman. Situasi ini menjadi salah satu penyebab stres caregiver (Winefield dan Harvey, 1994;

(52)

commit to user

Cook et al. cit. Stein dan Wemmerus, 2001). Kehidupan dalam keluarga juga akan terganggu ketika seseorang anggota keluarga sakit, hubungan keluarga akan menjadi tidak seimbang dari normal menjadi merawat anggota keluarga yang sakit. Terjadi juga perubahan peran dan tanggung jawab suami terhadap istri dan perubahan hubungan antara pasangan (Mueser dan Gingerich, 2006). Pada caregiver yang tidak terjadi perubahan peran untuk menggantikan peran pasien kemungkinan disebabkan banyak mendapat bantuan dari keluarga maupun orang lain di sekitarnya.

Perubahan perilaku pasien juga menyebabkan perubahan aktivitas semua caregiver, caregiver harus melakukan beberapa aktivitas yang biasa dilakukan pasien dan tidak bisa ke luar rumah secara bebas untuk melakukan suatu hal yang menyenangkan karena harus di rumah menjaga pasien yang sakit. Istri sebagai caregiver juga tidak bisa keluar rumah tanpa ijin suaminya, bahkan untuk mengerjakan sesuatu yang sudah menjadi rutinitas bagi istri. Sesuai dengan pernyataan Jungbauer (2004) bahwa ketika pasangan menderita skizofrenia, maka waktu untuk melakukan sesuatu hal yang menyenangkan akan berkurang karena disebabkan harus selalu di rumah untuk merawat pasangan dan mengurus keluarga. Situasi ini menambah beban stres pada istri sebagai caregiver.

Selain itu, beban lain bagi caregiver adalah stigma. Stigma merupakan sikap keluarga dan masyarakat yang menganggap bahwa bila salah seorang anggota keluarga menderita skizofrenia merupakan aib bagi keluarga. Banyak bentuk diskriminasi secara bertahap turun temurun dalam masyarakat kita. Penyakit mental masih menghasilkan kesalahpahaman, prasangka, kebingungan,

(53)

commit to user

dan ketakutan. Masyarakat masih mengganggap bahwa gangguan jiwa merupakan aib pagi penderita maupun keluarganya. Selain dari itu, gangguan jiwa juga dianggap penyakit yang disebabkan karena supranatural oleh sebagian masyarakat (Dadang Hawari, 2001).

Sumber stres lain bagi caregiver berupa konflik dengan pasien. Pada masa dewasa, onset skizofrenia akan mengganggu hubungan pernikahan, tugas sebagai orang tua, pekerjaan, pengaturan kehidupan sehari-hari, dan hubungan personal pasien dengan keluarga maupun teman (Volavka cit. Stein dan Wemmerus, 2001). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Jungbauer (2004) bahwa konflik dengan pasangan skizofrenia disebabkan perilaku pasangan yang agresif dan curiga berlebihan kepada subjek, perubahan mood pasien, serta keinginan untuk menyendiri. Konflik dengan pasien bukan merupakan sumber stres pada caregiver ketika perilaku pasien dapat dikendalikan dan caregiver sudah dapat menerima keadaan pasien.

Biaya berobat pasien dapat menjadi salah satu sumber stres. Pengeluaran rumah tangga bertambah dengan sakitnya pasien skizofrenia yang memerlukan pengobatan teratur dan jangka panjang (Jungbauer et al., 2004; Sarafino, 2006). Biaya pengobatan yang ditanggung oleh ansuransi kesehatan menyebabkan caregiver tidak menganggap biaya pengobatan pasien sebagai sumber stres.

2. Proses Apraissal dan Faktor yang mempengaruhi Strategi Koping Proses appraisal dan tahap penerimaan pada caregiver hampir serupa. Saat mengetahui keluarga mereka menderita skizofrenia, caregiver merespon

Gambar

Tabel 1. Karakteristik pasien skizofrenia
Tabel  2. Karakteristik subjek
Grafik 1. Perbandingan sumber stres  sebelum dan sesudah logoterapi   subjek I.
Grafik 2.  Perbandingan faktor-faktor yang mempengaruhi koping subjek I
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh

Analisis data yang akan dilakukan pada pengujian penelitian adalah uji perbedaan, yaitu untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara kelompok yang satu dengan

Ia sendiri sadar secara kritis dan rasional bahwa ia memang sudah sepantasnya bertindak seperti itu atau kalau ia akhirnya bertindak tidak sebagaimana yang diperintahkan

PENGUKURAN KINERJA ESELON III TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNA DAERAH (BAPPEDA) BIDANG PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN PENGENDALIAN. No PROGRAM

Dengan teknologi audio ini, ASUS Zenbook™ memiliki keindahan suara audio yang sangat memukau karena setiap nada yang dihasilkan memberikan vokal yang lebih jernih, bass yang

atribut diluar ketentuan yang berlaku. Melakukan kegiatan PKKMB diluar jadwal dan di luar lingkungan kampus. Melakukan tindakan di luar ketentuan dan aturan yang

karena itu perlu disediakan”media”pembelajaran”untuk siswa“yang lebih”inovatif dan”menarik”sebagai variasi dan penunjang dimana”media pembelajaran ini akan

Pada permasalahan regulasi, saat nilai beban berubah – ubah, maka motor DC masih dapat membantu dengan state dari motor DC sendiri yang bersifat dependent atau bergantung