BAB II
MEDIA TABEL BILANGAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DASAR PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN
A. DESKRIPSI TEORI
a. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN
Anak Tunagrahita merupakan kondisi dimana perkembangan CA
(Chronological Age) tidak sesuai dengan perkembangan MA (Mental Age),
dimana perkembangan MA lebih rendah daripada perkembangan CA.
terdapat beberapa pendapat mengenai tunagrahita diantaranya:
American Association Of Mental Retardation atau AAMR (Delphie,
2009: 9) mendefinisikan tunagrahita sebagai berikut:
mental retardation refers to substantial limitation in present functioning. It characterized by significantly subaverage intellectual functioning, existing concurrently with related limitation in two or more of the following applicable adaptive skills areas: communication, self care, home living, social skills, community use, self direction, healt and safety, functional academics, leisure and work. Mental retardations manifests before age 18.
Diartikan secara bebas bahwa anak tunagrahita mengacu pada adanya
keterbatasan dalam perkembangan fungsional. Hal ini menunjukkan adanya
signifikasi karakteristik fungsi intelektual yang berada di bawah normal,
bersamaan dengan munculnya dua atau lebih ketidaksesuaian dalam aspek
keterampilan penyesuaian diri meliputi komunikasi, bina diri, kehidupan di
rumah, keterampilan sosial, penggunaan fasilitas umum, mengatur diri,
waktu luang dan bekerja. Keadaan seperti ini secara nyata berlangsung
sebelum usia 18 tahun.
Selain itu Sutjihati Somantri (2007:105) mendefinisikan “tunagrahita
atau terbelakang mental merupakan kondisi dimana perkembangan
kecerdasan mengalami hambatan sehingga mencapai perkembangan yang
tidak optimal”.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tunagrahita
merupakan kondisi dimana perkembangan usia tidak diikuti oleh kemampuan
mental yang sesuai sehingga anak tunagrahita memiliki kecerdasan di bawah
rata-rata dan perilaku yang di timbulkan tidak sesuai dengan tuntutan
lingkungan.
Anak tunagrahita dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat
kemampuan kecerdasan dan dapat dilihat pula berdasarkan kemampuan pada
perilaku adaptif. Kemampuan intelegensi anak tunagrahita pada umumnya
diukur berdasarkan tes Stanford Binet dan skala Weschler (WISC). Berikut
adalah tabel yang memperlihatkan lebih rinci klasifikasi anak tunagrahita:
Dari tabel klasifikasi anak tunagrahita dapat dilihatkan kisaran IQ
yang dimiliki oleh tunagrahita ringan, yaitu 68-52 skala Binet dan 69-55 skala
Klasifikasi IQ
Stanford Binet Skala Weschler
Ringan 68-52 69-55
Sedang 51-36 54-40
Berat 35-20 39-25
Weschler. Tingkatan IQ yang dimiliki akan sangat mempengaruhi
kemampuan anak tunagrahita. Menurut Sutjihati Somantri (2007:106)
Anak tunagrahita ringan masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana dengan bimbingan dan pendidikan yang baik anak
tunagrahita ringan dapat memperoleh penghasilan sendiri, namun demikian, anak tunagrahita ringan tidak mampu melakukan penyesuaian diri secara independen.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa tunagrahita
ringan merupakan kondisi dimana kisaran IQ berada diantara 68-52 Skala
Binet dan 69-55 skala Weschler, anak tunagrahita ringan mampu belajar
membaca, menulis dan berhitung namun tetap memerlukan bimbingan dalam
penyesuaian sosial.
b. KONSEP MATEMATIKA DASAR 1. Pengertian Matematika Dasar
Matematika dasar merupakan salah satu cabang ilmu matematika.
Untuk itu, perlu dipahami definisi tentang matematika terlebih dahulu.
Matematika merupakan mata pelajaran pokok yang ada setiap jenjang
pendidikan. Menurut Depdiknas (2002;1)
Matematika adalah ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran, yang memiliki ciri utama adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau kenyataan diperoleh sebagai akibat logis kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh James dan James (Ruseffendi,1991:
27)
Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan
jumlah yang banyaknya terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
Hal serupa juga di kemukakan oleh Sujono, menurut Sujono (Abdul Halim
Fathani,2009 : 19) ‘matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang
penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan’.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan
ilmu pasti yang berkaitan dengan logika yang membahas mengenai bilangan,
susunan, bentuk dan ruang.
Pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang
berkelanjutan sehingga harus diberikan pemahaman berdasarkan tahap demi
tahap. Tahap awal yang harus dikuasai adalah pemahaman matematika dasar.
Matematika dasar merupakan salah cabang ilmu matematika yang biasa
disebut aritmatika.
Abdul Halim Fathani (2009 : 22) mendefinisikan “matematika dasar
atau aritmatik sebagai ilmu tentang bilangan yang bisa langsung diperoleh
dari bilangan bulat melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali dan
bagi”. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Taylor dan Mills
(oktaviani, M.E.D. , 2009: 31) ‘aritmetics is method of thinking in which we
neglect all aspect of experience except those that can becounted and meansured’ yang berarti bahwa aritmatika adalah sebuah metode berfikir
dimana kita mengabaikan semua aspek pengalaman kecuali sesuatu tersebut
dapat dihitung dan diukur. Terdapat beberapa komponen operasi matematika
dasar yaitu Mengenal Angka, Penjumlahan, Pengurangan, Perkalian,
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan, maka dapat
disimpulkan bahwa matematika dasar merupakan salah satu cabang ilmu
matematika yang mempelajari operasi berhitung penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian.
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi operasi matematika dasar
yang akan di teliti yaitu pada operasi berhitung penjumlahan dengan teknik
menyimpan.
2. Hambatan Belajar Matematika Dasar Pada Tunagrahita Ringan
Memahami matematika dasar memerlukan pengaruh lingkungan
sebagai stimulus. Zaenal Alimin dan Endang Rochyadi (2007:30)
menjelaskan bahwa stimulus yang datang dari lingkungan akan direspon oleh
anak melalui sistem sensoris (penglihatan, pendengaran, penciuman, taktil
dan perabaan) oleh karena itu belajar harus dimulai dari hal yang konkret dan
proses belajar melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak dan
abstrak. proses belajar seperti ini juga terjadi pada anak tunagrahita ringan.
Tetapi dikarenakan hambatan yang dialami oleh anak tunagrahita
ringan menyebabkan anak tunagrahita ringan tidak dapat melewati tahapan
belajar abstrak dengan baik. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Zaenal Alimin dan Endang Rochyadi (2007:28) Tunagrahita kesulitan untuk
dapat berfikir secara abstrak, belajar apapun harus terkait dengan objek yang
Selain sulit memahami konsep abstrak, anak tunagrahita ringan juga
mengalami kesulitan dalam beberapa aspek, Oktafiani, M.E.D., (2009:36)
memaparkan beberapa kesulitan yang umumnya di alami oleh anak
tunagrahita ringan dalam memahami matematika dasar diantaranya sebagai
berikut:
a. Kesulitan memahami konsep dasar dalam berhitung
Kesulitan ini akan terjadi bila siswa belum memahami konsep bilangan,
membilang maju, mundur, satu-satu atau dua-dua, belum mampu membuat
korespondensi satu-satu dan membandingkan objek-objek himpunan. Siswa
akan menampakkan kesulitan baik dalam penjumlahan, pengurangan,
perkalian, maupun pembagian.
b. Kesulitan dalam mengelompokkan bilangan
Siswa kesulitan mengelompokkan objek-objek, suatu kemampuan yang
sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi jumlah objek dalam kelompok.
c. Kesulitan dalam berhitung yang berhubungan dengan bilangan nol (0)
Siswa menyimpan puluhan, ratusan, atau ribuan dalam penjumlahan. Dalam
pengurangan siswa tidak melakukan peminjaman, hal ini terjadi bila siswa
belum memiliki keterampilan nilai tempat
d. Kesulitan dalam membaca simbol
Siswa kesulitan dalam melihat atau membedakan angka misalnya 6 dibaca 9,
sedangkan 8 dibaca 3. Matematika adalah bahasa simbol, kurang persepsi
tentang simbol-simbol bilangan akan sangat menyulitkan anak dalam belajar
e. Gangguan hubungan keruangan
Konsep hubungan keruangan seperti atas-bawah, jauh-dekat, kiri-kanan,
tinggi-rendah, depan-belakang, awal-akhir, umumnya telah dikuasai oleh
anak sejak kecil. Adanya gangguan dalam memahami konsep-konsep
hubugan keruangan dapat menganggu pemahaman anak tentang sistem
bilangan secara keseluruhan. Karena adanya gangguan tersebut, anak
mungkin tidak mampu merasakan jarak antara angka-nagka pada garis
bilangan atau penggaris dan mungkin juga anak tidak tahu bahwa angka 3
lebih dekat dari angka 4 dari pada angka 6.
f. Kesulitan dalam sensori motor
Siswa yang mengalami gangguan sensorimotor, sering tidak bisa menghitung
benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya “satu, dua,
tiga, empat, lima”. Anak mungkin baru memegang benda yang ketiga tetapi
telah mengucapkan “lima” atau sebaliknya. Anak-anak ini memberikan
kesan bahwa mereka hanya menghapal bilangan tanpa memahami
maknannya.
Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan-permasalahan anak
tunagrahita ringan dalam memahami matematika dasar harus segera diatasi,
karena apabila kesulitan ini terus di alami tanpa ada penyelesaian maka akan
berdampak pada perkembangan kemampuan matematika dasar siswa yang
akan menimbulkan kesulitan pada aktivitas kehidupan sehari-hari. Salah satu
upaya peningkatan kemampuan matematika dasar pada anak tunagrahita
penggunaan alat atau media pembelajaran yang dapat membantu anak
tunagrahita ringan dalam memahami konsep matematika dasar terutama
dalam penjumlahan melalui teknik menyimpan.
c. MEDIA PEMBELAJARAN
Pasa dasarnya setiap pembelajaran membutuhkan media yang tepat
untuk memudahkan anak dalam menerima materi yang disampaikan. Media
merupakan sesuatu yang mengantarkan atau meneruskan informasi (pesan)
antara pemberi pesan dan penerima pesan.
Kata media dalah bentuk jamak dari kata medium yang berasal dari
bahasa latin Medius yang berarti tengah. Dalam bahasa Indonesia kata
medium adalah sedang atau antara. Sedangkan pengertian media lebih
mengarah pada sesuatu yang mengantarkan atau meneruskan informasi
(pesan) antara pemberi pesan dan penerima pesan.
(National Education Association) NEA (kasim, 2009:27)
berpendapat bahwa ‘media adalah segala benda yang dimanipulasikan
dilihat,didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrument yang digunakan
untuk kegiatan tersebut’. Selanjutnya Gagne (Kasim, 2009:27)
mengemukakan bahwa ‘media adalah berbagai jenis komponen dalam
lingkungan siswa yang dapat merangkang untuk belajar’. Kemudian Nasution
(1984;32) memberikan pendapat sebagai berikut :
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran perasaan ,perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media adalah adalah
benda atau alat yang dapat digunakan untuk memudahkan siswa dalam
menerima infomasi dalam pembelajaran.
Pemilihan media dalam pembelajaran sebaiknya disesuaikan dengan
kondisi pada anak. Tahapan belajar anak selalu berawal dari segala sesuatu
yang konkret, hal ini sesuai dengan pendapat Syaiful Sagala (2007:169) “pada
dasarnya sesuai dengan perkembangan siswa sebagai anak, pengajaran lebih
mengutamakan sifat konkret sehingga media mengajarpun dimulai
pemilihannya dari sifat itu”.
Dalam penelitian ini media yang digunakan adalah media tabel bilangan
yang merupakan media konkret yang diharapkan dapat membantu siswa
dalam memahami konsep matematika dasar operasi hitung penjumlahan
melalui teknik menyimpan dengan nilai bilangan sampai puluhan.
1. Media Tabel Bilangan Sebagai Media Pembelajaran
Proses belajar akan terjadi apabila stimulus yang datang dapat di
respon dengan baik oleh anak melalui sistem sensoris (penglihatan,
pendengaran, penciuman, perabaan, dan taktil). Sehingga pembelajaran
seharusnya di awali dari hal yang bersifat konkret, semi konkret, semi
abstrak, abstrak. Dalam proses belajar di perlukan adanya pengalaman
langsung bagi anak terjadi kesan dalam proses pembelajaran, terutama dalam
pembelajaran matematika. Hal ini dapat terjadi melalui penggunaan media
Media tabel bilangan merupakan salah satu media yang dapat
mengaktifkan sistem sensori meliputi penglihatan, perabaan dan taktil
sehingga dapat memberikan pengalaman langsung kepada anak ketika
menggunakannya.
Penggunaan media tabel bilangan adalah salah satu upaya dalam
mengatasi permasalahan-permasalahan anak tunagrahita ringan, dalam hal ini
mengenai pemahaman matematika dasar operasi hitung penjumlahan melalui
teknik menyimpan. Kesulitan anak dalam memahami konsep abstrak
menyebabkan anak tunagrahita membutuhkan alat bantu atau media yang
dapat mengkonkretan konsep abstrak terutama dalam operasi hitung
penjumlahan sampai puluhan melalui teknik menyimpan. Selain itu untuk
memberikan pengalaman langsung kepada anak ketika belajar, diperlukan
penggunaan media yang dapat menggerakan sistem sensori sehingga proses
pembelajaran menjadi lebih berkesan.
Tabel bilangan terdiri dari kata tabel dan bilangan. Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2002:975) mendefinisikan bahwa Tabel adalah daftar
berisi sejumlah (besar) data informasi, biasanya berupa kata-kata dan
bilangan yang tersusun secara sistematis, urut kebawah dalam lajur dan deret
tertentu dengan garis pembatas sehingga dapat dengan mudah disimak.
Sedangkan bilangan adalah suatu idea, sifatnya abstrak. bilangan
bukan simbol atau lambang dan bukan pula lambang bilangan. Bilangan
memberikan keterangan mengenai banyaknya anggota suatu himpunan
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Tabel
bilangan merupakan matrik yang terdiri dari dua kolom, masing-masing
kolom bernilai satuan dan puluhan dengan membuat asosiasi berupa kepingan
yang digunakan untuk membantu siswa dalam melakukan operasi hitung.
Tabel bilangan berupa alat peraga berukuran 30 cm x 40 cm x 6cm
yang di dalamnya terdiri dari dua kolom bernilai satuan dan puluhan. Pada
kolom satuan terdiri dari 20 kepingan dan pada kolom puluhan terdiri dari 10
kepingan yang terbuat dari kayu berbentuk lingkaran dengan diameter 1cm.
Tabel bilangan memiliki beberapa kelebihan, diantaranya dapat
mengkonkretkan jumlah bilangan dari satuan sampai puluhan, dapat melatih
siswa dalam memahami konsep satuan sampai puluhan yang nantinya akan
mempengaruhi siswa dalam memahami konsep penjumlahan dengan teknik
menyimpan. Kelebihan lain yang terdapat dalam media tabel bilangan adalah
cara pengoperasian yang diprediksi akan dapat dipahami oleh siswa serta
efesien karena tidak memerlukan banyak benda untuk membantu memahami
konsep puluhan, dapat dipergunakan secara berulang-ulang dan tidak
Cara mengoperasikan media tabel bilangan untuk penjumlahan dengan teknik
menyimpan adalah:
a.Langkah pertama menjelaskan mana kolom satuan dan mana kolom puluhan
b. Langkah kedua mengisi tabel satuan dan puluhan dengan kepingan
c. Langkah ketiga memberikan contoh cara menyelesaikan soal
penjumlahan ke bawah dengan teknik menyimpan melalui tabel bilangan 28
15+
d.Langkah keempat menyebutkan nilai tempat pada soal yang di berikan
e.Langkah kelima melingkari 8 buah kepingan yang terdapat pada kolom satuan
Puluhan Satuan
f. Langkah keenam melingkari 5 buah kepingan yang terdapat pada kolom satuan
Puluhan Satuan
g. Langkah ketujuh menghitung keseluruhan jumlah kepingan yang telah dilingkari pada kolom satuan
Puluhan Satuan
h. Langkah kedelapan menghitung keseluruhan jumlah kepingan yang telah dilingkari pada kolom satuan
Puluhan Satuan
i. Langkah keSembilan menentukan nilai tempat bilangan 13 sesuai jumlah gambar kolom satuan
Puluhan Satuan
satuan 13 puluhan
j. Langkah kesepuluh melingkari kepingan pada kolom puluhan sesuai jumlah hasil hitung
Puluhan Satuan
satuan 13 puluhan
k. Langkah kesebelas melingkari 2 buah kepingan pada kolom puluhan
Puluhan Satuan
l. Langkah keduabelas melingkari 1 buah kepingan pada kolom puluhaan
Puluhan Satuan
3
m. Langkah ketiga belas menghitung jumlah kepingan yang telah dilingkari pada kolom puluhan
Puluhan Satuan
3
n. menggabungkan bilangan pada kolom puluhan dan kolom satuan pada kolom yang terletak dibawah
Puluhan Satuan
4 3
B. PENELITIAN YANG RELEVAN
Penelitian sebelumnya yang relevan dan menguatkan asumsi penulis
dalam melakukan penelitian ini adalah:
1. “Pengaruh Penggunaan Media Permainan Dot Cards Terhadap Peningkatan
Kemampuan Berhitung Anak Tunagrahita Ringan” (Mia Eka Devita
Oktafiani, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mia Eka Devita Oktafiani
dapat disimpulkan bahwa media Dot Cards dapat meningkatkan kemampuan
berhitung (penjumlahan dan pengurangan). Hal ini membuktikan bahwa
dalam proses memahami suatu konsep anak tunagrahita membutuhkan
bantuan alat atau media yang sesuai dengan materi yang akan diberikan.
2. “Efeksifitas Penggunaan Media Base Ten Blocks Dalam Meningkatkan
Kemampuan Berhitung Siswa Tungrahita Ringan” (Merri Fitriani, 2006)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Merri Fitriani disimpulkan
bahwa media Base Ten Block dapat meningkatkan kemampuan berhitung
anak tunagrahita dalam operasi penjumlahan bersusun kebawah tanpa teknik
menyimpan.
Hal ini dapat memperkuat asumsi bahwa dalam setiap pembelajaran
matematika, anak tunagrahita ringan membutuhkan media yang bersifat
konkret dan dapat memberikan pengalaman langsung sesuai dengan materi
C. KERANGKA BERPIKIR
Tunagrahita merupakan kondisi dimana perkembangan usia tdak
sejalan dengan perkembangan mental, kondisi ini akan mempengaruhi
perkembangan kognitif mereka. Dampak ketunagrahitaan menyebabkan
mereka mengalami kesulitan untuk dapat berfikir secara abstrak yang akan
berdampak terhadap pemahaman konsep matematika dasar termasuk dalam
memahami operasi hitung penjumlahan melalui teknik menyimpan.
Salah satu upaya peningkatan kemampuan matematika dasar pada
anak tunagrahita ringan dalam hal ini adalah mengkonkretkan konsep abstrak
melalui penggunaan alat atau media pembelajaran yang dapat membantu anak
tunagrahita ringan dalam memahami konsep matematika dasar terutama
dalam penjumlahan melalui teknik menyimpan. Sesuai dengan konsep
pembelajaran yang harus diawali dari hal yang konkret - semi konkret –
abstrak.
Media tabel bilangan merupakan media yang dapat mengkonkretkan
jumlah bilangan dari satuan sampai puluhan, dapat melatih siswa dalam
memahami konsep satuan sampai puluhan yang nantinya akan mempengaruhi
siswa dalam memahami konsep penjumlahan dengan teknik menyimpan.
Kelebihan lain yang terdapat dalam media tabel bilangan adalah cara
pengoperasian yang mudah dipahami oleh siswa serta efesien karena tidak
memerlukan banyak benda untuk membantu memahami konsep puluhan.
Berdasarkan pemaparan diatas, diharapkan adanya suatu pengaruh
antara penggunaan media tabel bilangan terhadap kemampuan matematika
dasar. Jika media tabel bilangan dapat membantu meningkatkan kemampuan
matematika dasar maka penggunaan media tabel bilangan berpengaruh
terhadap peningkatan kemampuan matematika dasar pada anak tunagrahita
ringan.
D. HIPOTESIS
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:64) “ hipotesis dapat diartikan
sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul”. Adapun hipotesis
yang di ajukan dalam penelitian ini adalah:
“ Terdapat pengaruh media tabel bilangan terhadap peningkatan kemampuan