• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuan penyelenggaraan agrowisata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuan penyelenggaraan agrowisata"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuan penyelenggaraan agrowisata adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, diharapkan bisa meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya (Departemen Pertanian, 2005)

Pengembangan agrowisata dapat diarahkan pada bentuk ruangan tertutup (seperti greenhouse), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau kombinasi antara keduanya. Tampilan agrowisata ruangan tertutup dapat berupa koleksi alat-alat pertanian yang khas dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi sejarah penggunaan lahan maupun proses pengolahan hasil pertanian. Agrowisata ruangan terbuka dapat berupa penataan lahan yang khas dan sesuai dengan kapabilitas dan tipologi lahan untuk mendukung suatu sistem usaha tani yang efektif dan berkelanjutan. Komponen utama pengembangan agrowisata ruangan terbuka dapat berupa flora dan fauna yang dibudidayakan maupun yang tidak dibudidayakan, teknologi budidaya dan pascapanen komoditas pertanian yang khas dan bernilai sejarah, atraksi

(2)

budaya pertanian setempat, dan pemandangan alam berlatar belakang pertanian dengan kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata ruangan terbuka dapat dilakukan dalam dua versi, yaitu alami dan buatan (Departemen Pertanian, 2005).

Tahun 1995 World Trade Organization (WTO) mengemukakan bahwa pengembangan pariwisata berkelanjutan adalah upaya mempertemukan kebutuhan pariwisata saat ini di setiap wilayah dengan cara melindungi dan memperluas peluang pariwisata dimasa mendatang (Buchsbau, 2004). Pernyataan ini dianggap mengarah kepada manajemen semua sumberdaya hingga keperluan-keperluan ekonomis, sosial, dan estetika dapat dipenuhi, dengan tetap mempertahankan integritas budaya, ekologi, keanekaragaman hayati, dan sistem-sistem pendukung kehidupan lainnya.

Pengembangan pariwisata sangat berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat sekitar. Hal ini sesuai dengan beberapa peneliti sebelumnya yang menyatakan bahwa kondisi-kondisi yang berkaitan dengan pembangunan pariwisata mencakup antara lain: (1) kontribusi pada pendapatan tingkat penghidupan, (2) peningkatan kesempatan kerja, (3) peningkatan investasi, pembangunan infra-struktur, peningkatan pendapatan pajak, dan peningkatan kesempatan perbelanjaan (Pizam, 1978; Rothman, 1978; Sentha & Richmond, 1978; Sheldon & Var, 1984; Milman & Pizam, 1988; Perdue et al., 1987).

Secara konseptual, pembangunan merupakan proses perbaikan yang berkelanjutan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi. Cara pandang

(3)

pembangunan yang berorientasi pada laju pertumbuhan ekonomi dengan basis peningkatan investasi dan teknologi luar semata (perspektif materialistik), telah bergeser ke arah pemikiran pembangunan yang menekankan pada kemampuan masyarakat untuk mengontrol keadaan dan lingkungannya. Oleh karena itu, pendekatan wilayah dalam pelaksanaan pembangunan sangat diperlukan mengingat kondisi sosial ekonomi, budaya dan geografis antar wilayah berbeda satu sama lain.

Melalui pendekatan wilayah upaya pembangunan dapat dilaksanakan untuk mengarahkan pembangunan wilayah kepada terjadinya pemerataan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (efficiency), dan keberlanjutan (sustainability) dalam pembangunan ekonomi sesuai dengan karakteristik dan kondisi wilayah yang bersangkutan.

Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu wilayah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan kualitas hidup masyarakatnya.

Aspek peningkatan pendapatan suatu Taman Wisata, ketika suatu destinasi wisata dibangun maka salah satu dimensi yang harus di bangun adalah bagaimana menjadikan suatu destinasi wisata tumbuh dan berkembang. Dengan demikian dari waktu ke waktu harus ada upaya-upaya untuk meningkatkan pendapatan. Cara meningkatkan pendapatan dapat dilakukan misalnya dengan melakukan berbagai diversifikasi produk atau pelayanan yang ditawarkan.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan pariwisata seringkali tidak didukung oleh perilaku pengunjung yang kurang memperdulikan

(4)

aspek lingkungan. Akibatnya kegiatan pariwisata ini malah menghancurkan produk-produk yang ingin dipromosikannya. Faktor-faktor tersebut menyebabkan keberlanjutan dipromosikan sebagai suatu cara untuk mengatasi masalah ini. Keberlanjutan merupakan pertimbangan yang diambil dari kaitan teoritis antara konsep pembangunan berkelanjutan dan konsep khusus pariwisata saja.

Taman Wisata Mekarsari yang merupakan salah satu Agrowisata buatan ruang terbuka memberikan alternatif tempat wisata tersebut bagi penduduk Jakarta khususnya. Taman Wisata Mekarsari merupakan salah satu pusat pelestarian keanekaragaman hayati buah-buahan tropika terbesar di dunia (Taman Wisata Mekarsari,1995) khususnya jenis buah-buahan unggul yang dikumpulkan dari seluruh daerah di Indonesia. Selain kegiatan pelestarian, dilakukan juga penelitian budidaya (agronomi), pemuliaan, dan perbanyakan bibit unggul untuk kemudian disebarluaskan kepada petani dan masyarakat umum.

Berdasarkan penjelasan di atas maka keberadaan Taman Wisata Mekarsari perlu mempertimbangkan keberlanjutannya dengan memperhatikan aspek lingkungan, pemberdayaan masyarakat lokal, serta peningkatan pendapatan Taman Wisata Mekarsari tersebut.

1.1 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan penelitian ini adalah belum maksimalnya konsep pengembangan kawasan agrowisata yang

(5)

berkelanjutan, baik dari dimensi lingkungan, pemberdayaan masyarakat lokal, serta peningkatan pendapatan Taman Wisata Mekarsari itu sendiri.

Sebagai dasar untuk mengkaji dan menganalisis permasalahan tersebut, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengelola lingkungan di kawasan Taman Wisata Mekarsari?

2. Pemberdayaan masyarakat apa saja yang diterapkan oleh Taman Wisata Mekarsari?

3. Upaya apa saja dalam meningkatan pendapatan Taman Wisata Mekarsari?

4. Bagaimana konsep pengembangan kawasan agrowisata Taman Wisata Mekarsari yang berkelanjutan?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis pengelolaan lingkungan di kawasan Taman Wisata Mekarsari;

2. Menganalisis pemberdayakan masyarakat sekitar yang dilakukan oleh Taman Wisata Mekarsari;

(6)

4. Membuat konsep pengembangan kawasan agrowisata Taman Wisata Mekarsari yang berkelanjutan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah, sebagai rujukan dalam pengambilan kebijakan pariwisata di Indonesia khususnya mengenai agrowisata dimana destinasi wisata yang memadukan konsep pariwisata, pertanian, dan ekologi yang mampu mengedepankan unggulan-unggulan lokal baik produk, yang dapat digunakan sebagai icon keunggulan komparatif dan kompetitif;

2. Keilmuan, menjadi masukan bagi para peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji pengembangan kawasan agrowisata yang berkelanjutan;

3. Menjadi masukan bagi pihak-pihak yang berminat pada kajian pengembangan kawasan agrowisata yang berkelanjutan;

4. Menjadi evaluasi bagi pengelola dan manajemen Taman Wisata Mekarsari agar dapat menciptakan pengembangan agrowisata yang berkelanjutan.

1.5 Keaslian dan Urgensi Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan dengan judul “Pengembangan Kawasan Agrowisata Yang Berkelanjutan: Taman Wisata Mekarsari-Bogor, Jawa Barat.” Penelitian terdahulu mengenai kawasan wisata yang berkelanjutan telah

(7)

dilakukan, diantara oleh Nurhidayati (2011), Subari (2007), Purba (2006), Sukmana (2006), Pamulardi (2006), Arifin (2005).

Nurhidayati (2011) menemukan bahwa faktor yang memengaruhi penerapan prinsip ekonomi Community Based Tourism (CBT) adalah struktur perekonomian Kota Batu, dan peran pemerintah. Faktor yang mempengaruhi penerapan prinsip sosial adalah status kekhususan Kota Batu, kekayaan sumber daya alam, dan kekuatan budaya setempat. Faktor yang memengaruhi penerapan prinsip budaya adalah berkembangnya budaya multikultur, keterbukaan terhadap informasi, dan etos kerja lokal. Faktor-faktor yang memengaruhi penerapan prinsip lingkungan CBT adalah kondisi lingkungan global dan kearifan lokal komunitas. Penelitian ini tidak secara spesifik mengungkapkan pengembangan pariwisata berkelanjutan yang dilakukan oleh pengelola dalam hal penggunaan lahan, penegakan disiplin pengunjung, serta konsep pengembangan kawasan agrowisata yang berkelanjutan.

Penelitian Sukmana (2006), mengungkapkan bahwa bentuk partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan lingkungan Desa Sidomulyo sebagai kawasan desa wisata bunga, meliputi: 1. partisipasi dalam pemanfaatan lahan pertanian, halaman rumah dan areal lainnya sebagai lahan pertanian tanaman bunga hias; 2. penataan sepanjang jalan desa Sidomulyo sebagai areal pemasaran bunga; 3. pembangunan sarana dan prasarana, seperti akses jalan dan pasar bunga; dan 4. pengembangan kawasan/areal wisata bunga, tempat penginapan, dan fasilitas wisata bunga lainnya. Penelitian ini tidak secara spesifik mengungkapkan pengembangan pariwisata berkelanjutan yang dilakukan

(8)

oleh pengelola dalam hal 3 faktor, yaitu penggunaan lahan, penegakan disiplin pengunjung, serta konsep pengembangan kawasan agrowisata yang berkelanjutan.

Penelitian Pamulardi (2006) menjelaskan bahwa konsep pembangunan agrowisata berwawasan lingkungan adalah dengan mengembangkan budidaya agro sebagai obyek (atraksi) wisata melibatkan masyarakat. Penelitian ini tidak secara spesifik mengungkapkan pengembangan pariwisata berkelanjutan yang dilakukan oleh pengelola dalam hal 3(tiga) faktor, yaitu penggunaan lahan, penegakan disiplin pengunjung, serta konsep pengembangan kawasan agrowisata yang berkelanjutan.

Dengan adanya aktivitas pariwisata di dalam kawasan pariwisata akan merubah perilaku sosial seperti kegotongroyongan dan kekeluargaan serta kebersamaan yang mulai luntur dan berkurang (Arifin, 2005). Tingkat pendidikan masyarakat juga mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan karena akibat adanya aktivitas pariwisata di dalam kawasan, ada sebagian masyarakat yang mempunyai tambahan penghasilan sehingga mereka mempunyai kemampuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pada aspek ekonomi, adanya perkembangan aktivitas pariwisata di dalam kawasan mengakibatkan perubahan pada tingkat pendapatan masyarakat yang cukup signifikan. Penelitian ini tidak secara spesifik mengungkapkan pengembangan pariwisata berkelanjutan yang dilakukan oleh pengelola dalam hal 3(tiga) faktor, yaitu penggunaan lahan, penegakan disiplin pengunjung, serta konsep pengembangan kawasan agrowisata yang berkelanjutan.

(9)

Secara makro kegiatan pariwisata di lingkungan objek wisata candi Borobudur memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi, namun secara mikro belum diikuti oleh tingkat kesejahteraan masyarakatnya, namun penelitian ini tidak secara spesifik mengungkapkan pengembangan pariwisata berkelanjutan yang dilakukan oleh pengelola dalam hal penggunaan lahan, penegakan disiplin pengunjung, serta konsep pengembangan kawasan agrowisata yang berkelanjutan (Subari, 2007).

Terdapat hubungan antara pengembangan pariwisata dengan peningkatan kerja dan pendapatan masyarakat, namun penelitian ini tidak secara spesifik mengungkapkan pengembangan pariwisata berkelanjutan yang dilakukan oleh pengelola dalam hal 3(tiga) aspek penggunaan lahan, penegakan disiplin pengunjung, serta konsep pengembangan kawasan agrowisata yang berkelanjutan (Purba, 2006).

Dari uraian diatas, terdapat peluang bagi Taman Wisata Mekarsari untuk membangun dan mengembangkan agrowisata secara berkelanjutan. Untuk melihat peluang tersebut, perlu adanya dorongan yang sangat kuat dari pengelola dengan tidak mengabaikan 3 faktor diantaranya adalah : lingkungan, pemberdayaan masyarakat, peningkatan pendapatan. Penelitian ini akan memformulakan ketiga faktor tersebut menjadi hasil penelitian yang komprehensif. Penelitian yang

(10)

Tabel 1.1 Penelitian Sebelumnya

No. Judul Peneliti Metode Hasil

1. Pengembangan Agrowisata Berkelanjutan Berbasis Komunitas Di Kota Batu, Jawa Timur

Sri Endah Nurhidayati (2012)

kombinasi pendekatan kualitatif dan kualitatif

Faktor yang memengaruhi penerapan prinsip ekonomi CBT adalah struktur perekonomian Kota Batu, dan peran pemerintah. Faktor yang memengaruhi penerapan prinsip sosial adalah status kekhususan Kota Batu, kekayaan sumber daya alam, dan kekuatan budaya setempat. Faktor yang memengaruhi penerapan prinsip budaya adalah berkembangnya budaya multikultur, keterbukaan terhadap informasi, dan etos kerja lokal. Faktor-faktor yang memengaruhi penerapan prinsip lingkungan CBT adalah kondisi lingkungan global dan kearifan lokal komunitas

2. Konsep Pengelolaan Lingkungan Binaan Desa Wisata Bunga Pada Kawasan Ekowisata Oman Sukmana (2006) Menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik analisa data yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif.

Sebesar 86,67% masyarakat Desa Sidomulyo memiliki sikap setuju dan mendukung terhadap pengembangan kawasan Desa Sidomulyo sebagai kawasan desa wisaata bunga;. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan lingkungan Desa Sidomulyo sebagai kawasan desa wisata bunga, meliputi: a) Partisipasi dalam pemanfaatan lahan pertanian, halaman rumah dan areal lainnya sebagai lahan pertanian tanaman bunga hias; b) Penataan sepanjang jalan desa Sidomulyo sebagai areal pemasaran bunga; c) Pembangunan sarana dan prasarana, seperti akses jalan dan pasar bunga; dan d) Pengembangan kawasan/areal wisata bunga, tempat penginapan, dan fasilitas wisata bunga lainnya; Konsep tentang desa wisata bunga diarahkan bahwa Desa Sidomulyo dan Desa Punten, diharapkan menjadi sentra produksi bunga, pasar bunga dan kawasan/lokasi wisata bunga; Pengembangan kawasan desa wisata bunga, diarahkan pada daya tarik wisata yang meliputi: (a) Stand bunga di koridor jalan raya Sidomulyo; (b) Budidaya bunga di kawasan permukiman penduduk; dan (c) Budidaya bunga potong di Sidomulyo dan Gunungsari. Konsep konsep pengelolaan lingkungan binaan desa wisata bunga pada kawasan daerah Ekowisata Kota Batu, khususnya di desa Sidomulyo, menerapkan prinsip partisipasi-kemitraan antara pemerintah dan masyarakat.; Konsep hubungan antara masyarakat Desa Sidomulyo dengan lingkungannya, termasuk ke dalam konsep hubungan dimana individu dapat menggunakan lingkungannya; dan konsep hubungan dimana individu dapat berpartisipasi (ikut serta) dengan lingkungannya. apabila dilihat dari hubungan simbiosis, maka bentuknya termasuk bentuk hubungan simbiosis mutualisme

(11)

Lanjutan Tabel 1.1

No. Judul Peneliti Metode Hasil

3 Pengembangan Agrowisata Berwawasan

Lingkungan (Studi Kasus Desa Wisata Tingkir, Salatiga) Bambang Pamulardi (2006) Penelitian deskriptif. Dalam merumuskan konsep pembangunan agrowisata berwawasan lingkungan dikaji berdasarkan the seven steps of planning

Hasil penelitian menunjukkan: 1) Kelurahan Tingkir Lor memiliki potensi untuk dibangun dan dikembangkan sebagai lokasi agrowisata berwawasan lingkungan, sekaligus mengembangkan Desa Wisata Tingkir yang pada saat ini masih belum dapat disebut sebagai tempat tujuan wisata. 2) Masyarakat mendukung pembangunan obyek wisata di Desa Wisata Tingkir dengan konsep agrowisata berwawasan lingkungan. 3) Berdasarkan pendekatan the seven steps of planning, maka konsep pembangunan agrowisata berwawasan lingkungan di Desa Wisata Tingkir adalah dengan mengembangkan budidaya agro sebagai obyek (atraksi) wisata melibatkan masyarakat.

4 “Pengaruh Kegiatan Pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat di Kawasan Bukit Cinta Rawa Pening Kabupaten Semarang” Arifin (2005) analisis kualitatif (melakukan analisis secara deskriptif, menggunakan metode komparatif dan pembobotan) dan pendekatan secara kualitatif, pada studi ini juga

menggunakan pendekatan kualitatif (menggunakan teknik

The Employment and population Multiplier Konsep dan Average Propensity to Consume

Dengan adanya aktivitas pariwisata di dalam kawasan pariwisata akan merubah perilaku sosial seperti sistem kemasyarakatan (kegotongroyongan dan kekeluargaan serta kebersamaan yang mulai luntur dan berkurang), tingkat pendidikan masyarakat juga mengalami perkembangan, hal ini disebabkan karena akibat adanya aktivitas pariwisata di dalam kawasan, ada sebagian masyarakat yang mempunyai tambahan penghasilan sehingga mereka mempunyai kemampuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tingggi. Pada aspek ekonomi, adanya perkembangan aktivitas pariwisata di dalam kawasan mengakibatkan perubahan pada tingkat pendapatan masyarakat yang cukup signifikan

(12)

Lanjutan Tabel 1.1

No. Judul Peneliti Metode Hasil

6. “Pengaruh Pemanfaatan Lingkungan Objek Wisata Candi Borobudur terhadap Ekonomi Masyarakat di Sekitarnya” Subari (2007)

analisis kualitatif dan kualitatif

Secara makro kegiatan pariwisata di lingkungan objek wisata candi Borobudur memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi, namun secara mikro belum diikuti oleh tingkat kesejahteraan masyarakatnya

7. “Pengembangan Pariwisata Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pengembangan Wilayah Kabupaten Karo” Bantuan Purba (2006)

analisis kualitatif dan kualitatif

Terdapat hubungan antara pengembangan pariwisata dengan peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat di Kabupaten Karo

Referensi

Dokumen terkait

Abdjad Agung Artanto, 2016, Analisis Hubungan antara Tingkat Kemudahan Pelaksanaan dan Hambatan dalam Penerapan Kriteria Green Construction di Surakarta, Skripsi, Program Studi

Pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa Marketing Capability tidak hanya memiliki pengaruh yang pada Customer Engagement dan Perceived Value namun berpengaruh

akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat (Nursalam, 2009). Supaya pelayanan keperawatan berkualitas maka perawat diharapkan bisa menerapkan

Proses pembukaan casting chamber menggunakan release valve telah meng- hasilkan gaya yang dapat memadatkan material propelan di dalam tabung cetakan yang tentunya

Menurut pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diare adalah gejala kelainan sistem pencernaan, absorbsi, maupun fungsi sekresi dimana pasien mengalami kehilangan

dengan jalan musyawarah. 17 Baik menggunakan jalan musyawarah ataupun tidak, dalam pembagian harta haruslah dilakukan secara benar. Benar menurut Agama, negara, dan

Dari hasil penelitian tersebut, para pengunjung menginginkan suatu media yang bisa memberikan informasi tentang denah lokasi, agenda, sejarah lokasi dari tempat-tempat olah raga

Tidak sesuai untuk penggunaan: Material ini tidak diperuntukkan untuk digunakan dalam produk yang kontak dalam jangka waktu lama dengan selaput lendir, cairan tubuh atau