BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang1.1.1. Sejarah Selancar Air (Surfing)1
Olahraga selancar air (surfing) adalah salah satu olahraga air yang muncul dan berkembang pertama kali di Amerika, tepatnya di Hawaii. Surfing erat kaitannya dengan tradisi Hawaii yaitu “he’e nalu” yang berarti gelombang yang berpindah. Menurut kepercayaan Hawaii, laut memiliki ombak yang mencerminkan emosi. Awal mulanya, berselancar dijadikan sebuah kompetisi yang mempertaruhkan kekayaan, kehormatan, dan cinta. Namun kondisi tersebut berubah sejak orang kulit putih datang ke Hawaii yang menyebabkan terjadinya pergeseran budaya saat Kapten Cook datang ke Hawaii pada akhir abad 18. Sejak saat itu, surfing menjadi olahraga tanpa unsur spiritual dan tradisi di dalamnya.
George Freeth adalah peselancar pertama yang memanfaatkan surfing sebagai media promosi perusahaan kereta api setempat. Kemudian pada tahun 1915, Duke Kanamoku (salah satu orang yang memiliki peranan penting dalam sejarah surfing) memperkenalkan surfing di Australia.
Pada tahun 1920-an, kemajuan papan selancar mulai terlihat. Hal tersebut membuat olahraga surfing dapat dilakukan oleh banyak orang dan mulai diselenggarakannya kompetisi surfing. Papan selancar terus berkembang terlihat dengan ditemukannya bentuk sirip hiu pada papan selancar dan papan selancar yang semakin ringan pada saat Perang Dunia II. Pada tahun 1950, wetsuit diproduksi di California. Wetsuit menjadi perlengkapan penting karena membuat peselancar lebih bertahan lama di air.
Tidak hanya papan selancar, film bertema surfing pun mulai bermunculan. Dimulai dengan film Gidget and Endless Summer yang sekaligus menjadikan surfing menjadi tren dan hobi di Amerika.
Olahraga surfing menyebar ke segala penjuru dunia pada tahun 1964 termasuk di Benua Asia. Pesatnya persebaran dan perkembangan olahraga ini, peminatnya atau yang lebih dikenal dengan istilah surfer membentuk sebuah asosiasi berskala internasional, yaitu ISA (International Surfing Association) yang berpusat di California. Sampai saat ini asosiasi tersebut memiliki anggota lebih dari 70 negara.
1
Gambar 1.1. Timeline Sejarah Surfing
Sumber : Analisis penulis
Budaya surfing melahirkan gaya hidup yang tercermin dari peselancar-peselancar, seperti produk, musik, fashion, majalah hingga film yang menggambarkan anak pantai yang serba santai. Sosiolog Amerika, pada pertengahan abad 20 mengganggapnya sebagai budaya orang malas. Namun kemudian olahraga ini mulai digemari oleh anak muda Eropa, Amerika, dan Meksiko sehingga olahraga surfing kembali mendunia.2
1.1.2. Perkembangan Surfing di Indonesia3
Surfing pertama di Indonesia diperkenalkan oleh Robert Koke, seorang warga Amerika yang mengelola sebuah hotel kecil di dekat Rock Hotel di Kuta Hard pada tahun 1930. Pada akhir tahun 1960, peselancar dari Australia mulai berdatangan untuk melakukan surfing di Pantai Kuta. Pulau Bali menjadi lokasi surfing pertama di Indonesia. Seiring perkembangannya, fasilitas-fasilitas pendukung seperti pelatihan surfing, shopping centre, dan fasilitas pendukung lainnya turut meramaikan Pantai Kuta dan menjadikan Bali sebagai “markas” atlet surfing seperti Garut Widiarta, Raju Sena, Rizal Tanjung, dan Wayan Betet Merta.
Olahraga surfing semakin popular dengan adanya film Morning on The Earth pada tahun 1972 karya Albert Alby Falzon, seorang warga Australia . Film ini menceritakan kehidupan peselancar yang hidup menyatu dengan alam, sampai dia menemukan ombak pantai yang sempurna di laut Australia, Bali, dan Hawaii.
2
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=17072 -- Sabtu, 24 Oktober 2015, 6.55 WIB
3
www.pemburuombak.com/berita/nasional/item/739-proses-perkembangan-surfing-di-indonesia/739-proses-perkembangan-surfing-di-indonesia -- Sabtu, 24 Oktober 2015, 6.50 WIB
Kini tidak hanya Bali yang menjadi lokasi untuk surfing. Beberapa pantai di Indonesia seperti pantai di Mentawai, Pantai Anyer (Jawa Barat) , Pantai Carita, Tanjung Lesung, dan jejeran pantai di Gunungkidul Yogyakarta mulai ramai oleh peselancar-peselancar dari berbagai belahan dunia. Pantai-pantai di Indonesia menjadi tempat berlatih surfing para atlet surfing dunia papan atas karena potensi ombaknya yang konsisten dan keindahan alam yang disajikan.
Gambar 1.2. Peta Surfing Indonesia
Sumber : Analisis penulis
Indonesia memiliki kekayaan pantai dengan kekuatan ombak yang berpotensi untuk olahraga surfing. Peselancar mancanegara datang ke Indonesia untuk berselancar karena menilai ombak di pantai Indonesia dapat dinikmati sepanjang tahun, baik musim kemarau maupun musim penghujan.
1.1.3. Pantai di Gunungkidul Sebagai Lokasi Surfing
Olahraga surfing pertama di Gunungkidul dilakukan di Pantai Krakal oleh peselancar dari Perancis, Mr Paul. Melihat ombak di pantai selatan Gunungkidul sangat berpotensi untuk hobi tersebut, beberapa peselancar dari berbagai daerah mendatangi pantai selatan Gunungkidul untuk surfing. Sampai sekarang, Pantai Krakal dan sekitarnya (Pantai Ngandong, Pantai Sadranan, Pantai Slili, dan Pantai Wediombo) dikunjungi oleh peselancar-peselancar dari berbagai daerah.
Perkembangan surfing di Gunungkidul dimulai sejak berdirinya Happy Surf Jogja pada tahun 2012 dan Wediombo Surf Society (WOSS) pada tahun 2013. Pada mulanya hanya segelintir orang yang melakukan surfing di sana karena olahraga tersebut memang belum popular di kawasan Gunungkidul. Namun, semakin lama olahraga surfing semakin diminati dan semakin banyak orang yang melakukan surfing di jejeran pantai di Gunungkidul. Eko, salah satu anggota dari Wediombo Surf Society mengatakan bahwa pantai-pantai di Gunungkidul memiliki karakter pantai karang, berbeda dengan pantai lainnya yang berkarakter pantai pasir. Karakter pantai karang membuat ombak
galak tetapi konsisten. Kondisi tersebut yang membuat mereka senang berselancar di pantai Gunungkidul.
Pantai Krakal adalah salah satu pantai yang menjadi lokasi surfing. Pantai Krakal memiliki ombak yang galak dan dipenuhi karang. Itulah yang menjadi tantangan tersendiri bagi peselancar karena mereka harus berenang ke tengah untuk menangkap ombak. Bulan Maret – September adalah waktu yang bagus untuk berselancar di sana. Kondisi ombak di Pantai Krakal:
Tipe ombak : reef break Wave quality : 5
Direction of wave : right and left
Difficulty : intermediate dan medium Hazards : reef, sea urchin, jelly fish 4
Gambar 1.3. Surfing di Pantai Krakal
Sumber : www.yogyes.com , diakses pada hari Selasa, 6 Oktober 2015 pukul 09.00 WIB
Potensi pantai di Gunungkidul sebagai lokasi surfing semakin menguat sejak diselenggarakannya kompetisi surfing. Kompetisi yang pertama yaitu Jogja Surfing Competition 2014 yang diadakan pada tanggal 14 September 2014 tahun lalu di Pantai Wediombo. Kompetisi yang kedua adalah Kejuaraan RipCurl Gromsearch yang diadakan pada tanggal 10 Mei 2015. Kejuaraan surfing tersebut diikuti oleh 85 peserta yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Acara tersebut ditujukan untuk anak-anak, dan dibagi dalam 3 kategori (usia 16 tahun, 14 tahun, dan 12 tahun). Dhanny (pihak penyelenggara) mengatakan bahwa Pantai Krakal memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai lokasi surfing. Selain pantainya indah, ombak di pantai ini cukup besar sehingga mendukung untuk olahraga surfing. Dan rencananya Pantai Krakal akan dijadikan lokasi kompetisi surfing tingkat internasional.5
Adanya kegiatan surfing memberikan dampak positf di sekitar pantai. Peselancar-peselancar yang datang turut andil menggerakkan perekonomian
4 www.yogyes.com -- Selasa, 6 Oktober 2015, 09.00 WIB 5
masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar menyediakan akomodasi seperti restoran dan penginapan. Selain itu masyarakat sekitar juga belajar surfing dari peselancar-peselancar yang datang sehingga mulai bermuculan atlet surfing lokal.
1.1.4. Kebutuhan Akan Surfing Community Centre Sebagai Ruang Komunitas Surfing
Di Yogyakarta terdapat beberapa komunitas surfing seperti Wediombo Surf Society dan Happy Surf Jogja. Kedua komunitas surfing tersebut beranggotakan orang-orang yang memiliki ketertarikan yang sama yaitu surfing. Kegiatan mereka tidak hanya berselancar, tetapi juga berbagi cerita tentang pengalaman surfing, mengadakan acara surfing, dan menjelajah pantai-pantai baru sebagai destinasi berselancar.
Namun sayangnya komunitas tersebut belum memiliki ruang yang menaungi kegiatan mereka secara optimal dan juga belum mendapat dukungan dari Dinas Pariwisata di Gunungkidul. Padahal, seperti yang sudah dijelaskan di atas, pantai-pantai di Gunungkidul memiliki potensi yang besar untuk dijadikan lokasi surfing.
Gambar 1.4. Kegiatan komunitas Happy Surf Jogja
Sumber : dokumentasi Happy Surf Jogja
Gambar 1.5. Kegiatan komunitas Happy Surf Jogja
Sumber : dokumentasi Happy Surf Jogja
Eko, salah satu anggota Wediombo Surf Society mengatakan adanya keinginan dari teman-teman untuk menjadikan salah satu pantai di Gunungkidul sebagai ikon surfing di Yogyakarta melihat potensi ombak yang ada. Selain itu ia juga berharap
surfing di Gunungkidul semakin dikenal oleh masyarakat luas dan mendapat dukungan dari pemerintah.
Melihat potensi tersebut, perlu adanya pusat komunitas yang mampu mewadahi kegiatan komunitas peselancar. Bangunan tersebut selain memiliki fungsi utama mewadahi aktivitas peselancar juga mampu menjadi daya tarik pariwisata di Gunungkidul yang juga akan berdampak pada perekonomian di pesisir pantai.
1.2. Permasalahan 1.2.1. Permasalahan Umum
1. Olah raga surfing belum cukup popular di Yogyakarta, khusunya di pesisir pantai selatan Gunungkidul.
2. Komunitas surfing yang ada di Yogyakarta belum memiliki ruang yang optimal untuk mewadahi aktivitas mereka di luar kegiatan surfing.
1.2.2. Permasalahan Khusus
1. Pantai di Gunungkidul sebagai lokasi surfing belum memiliki fasilitas (ruang) untuk berkumpul, berbagi ilmu, dan belajar tentang surfing sebagai pengembangan masyarakat dan komunitas di bawah satu atap dan mencukupi untuk pengunjung yang banyak.
2. Minimnya fasilitas untuk pengembangan dan promosi surfing di Gunungkidul. Belum adanya galeri sebagai tempat memperkenalkan dan dokumentasi surfing serta belum adanya tempat pembuatan papan selancar sehingga harus mendatangkan dari dearah lain (Bali dan Pacitan).
3. Belum adanya tempat penjualan atau penyewaan papan selancar dan surfing shopping centre, sehingga orang yang ingin belajar surfing belum terfasilitasi. 4. Belum maksimalnya inovasi-inovasi yang dilakukan oleh komunitas surfing
untuk mengembangkan surfing di Gunungkidul. 1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang surfing yang dapat dijadikan sarana pengembangan surfing di Yogyakarta.
2. Sebagai tempat berkumpulnya komunitas surfing yang ada di Yogyakarta serta diselenggarakannya acara-acara bertema surfing.
3. Sebagai pendukung sektor pariwisata yang ada di Gunungkidul (khususnya di pesisir pantai).
1
.3.2. Tujuan Khusus1 Mempelajari dan mendefinisikan fungsi dan ruang untuk komunitas yang spesifik, yaitu komunitas surfing.
2 Mempelajari standar fasilitas galeri sebagai ruang pameran, shopping area, dan penginapan sebagai fasilitas pendukung kegiatan komunitas surfing.
3 Menjelaskan secara konseptual gagasan desain dan strategi desain pada bangunan terkait.
4 Memaparkan gagasan mengenai tata massa, sirkulasi, aksesibilitas, vegetasi, interior, eksterior, material, dan struktur yang terintegrasi.
1.4. Sasaran
1.
Komunitas surfing yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya. 2. Masyarakat yang ingin mengetahui dan belajar surfing. 3. Pelaku industri surfing.4. Masyarakat luas. 1.5. Lingkup Pembahasan 1.5.1. Lingkup Umum
1. Isu dan permasalahan
2. Deskripsi community, centre, dan community centre 3. Fasilitas yang ada di community centre
4. Teori perencanaan dan perancangan community centre 5. Desain arsitektur yang terintegrasi dengan lingkungan 1.5.2. Lingkup Khusus
1. Studi mengenai surfing 2. Analisis site terpilih 3. Studi kasus
4. Analisis dan pendekatan konsep 5. Konsep perancangan
1.6. Metode Penulisan 1.6.1 Sudi Literatur
Studi literatur yang dilakukan antara lain:
Studi mengenai Surfing Community Centre melalui studi pustaka, browsing internet, dan meminta data kepada beberapa pihak yang terkait.
Studi mengenai wilayah Gunungkidul, Yogyakarta melalui studi pustaka, browsing internet, dan meminta data kepada beberapa pihak yang terkait.
1.6.2 Observasi
Observasi yang dilakukan antara lain:
Observasi kegiatan surfing community di Yogyakarta, Happy Surf Jogja dan Wediombo Surf Society.
Observasi pantai-pantai di Gunungkidul. 1.6.3. Wawancara
Wawancara meliputi:
Wawancara dengan komunitas surfing mengenai kegiatan surfing di pantai Gunungkidul dan fasilitas apa yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan komunitas tersebut.
Wawancara dengan perangkat pemerintahan (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul) mengenai pengembangan pariwisata di pesisir pantai selatan Gunungkidul.
1.6.4. Studi Kasus
Mempelajari beberapa contoh community centre dan tipologi bangunan yang berkaitan dengan surfing.
1.6.5. Analisis dan Pendekatan
Analisis dan Pendekatan dilakukan setelah melakukan studi literatur, observasi, wawancara, dan studi kasus. Analisis yang dilakuakan digunakan untuk menentukan pendekatan dan perumusan konsep.
1.6.6. Perumusan Konsep
Dilakukan setelah semua proses sebelumnya dilakukan. Perumusan konsep berupa teori dan penjelasan konsep dari surfing community centre.
1.7. Sistematika Penulisan 1. Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, permasalahan (umum dan khusus), sasaran, lingkup penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan, keaslian penulisan, dan kerangka berfikir.
2. Bab II Tinjuan Pustaka
Bab ini berisi tinjauan umum tentang community centre (pengertian dan fasilitas-fasilitas yang ada), standar perancangan community centre, dan tinjuan khusus tentang integrasi ruang dalam dan ruang luar.
3. Bab III Tinjauan Khusus
Bab ini berisi tinjauan khusus tentang surfing (pengertian, kegiatannya apa saja, dan peralatan yang digunakan) dan surfing community centre (pengertian dan fasilitas apa saja yang ada).
4. Bab IV Analisis Pendekatan Konsep Perancangan
Berisi berbagai alternatif konsep perancangan desain yang akan menjadi pertimbangan pada desain akhir.
5. Bab V Konsep Perancangan
Berisi tentang konsep dan arah perancangan desain, serta menghasilkan konsep skematik yang menjadi dasar perancangan.
1.8. Keaslian Penulisan
Dalam penulisan ini terdapat referensi atau acuan sebagai bahan pembelajaran, yaitu: Pusat Komunitas Komik Indonesia Di Yogyakarta dengan Penekanan
Fleksibilitas Ruang (S 3511) Oleh : Fajar Agus Setiawan
Study Center di Universitas Gadjah Mada dengan Pendekatan Integrasi
Ruang Luar dan Dalam (S 3496) Oleh : Ni Putu Widya Oktavyani
Youth Community Center di Yogyakarta dengan Penekanan Ruang Pemicu
Interaksi Sosial (S 3403) Oleh : Herdito Prasetyaji
1.9. Kerangka Berfikir
Bagan 1.1. Kerangka Berpikir Surfing Community Centre