• Tidak ada hasil yang ditemukan

46 Media Bina Ilmiah ISSN No

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "46 Media Bina Ilmiah ISSN No"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP ALUN-ALUN UTARA SURAKARTA

BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT

Oleh :

Eliza Ruwaidah

Dosen Yayasan pada Universitas Nusa Tenggara Barat

Intisari: Penelitian ini bertujuan merumuskan konsep alun-alun utara Surakarta berdasarkan persepsi

masyarakat tentang elemen setting yang dianalisis dan diintepretasikan dalam simbol arsitektur. Persepsi

masyarakat dikelompokkan dalam dua tema persepsi yang berbeda yaitu 1). Alun-alun utara sebagai ruang

milik Keraton Surakarta dan, 2). Alun-alun utara sebagai ruang milik Kota Solo. Subjek penelitian ini adalah

masyarakat pengguna kawasan yang diambil sebagai purposive sampling yang terdiri dari 26 orang dibagi

menjadu dua kelompok yaitu 13 orang mewakili kelompok asli dan 13 orang mewakili kelompok

pengunjung dalam spektrum kelompok usia yang berbeda untuk mendapatkan variasi persepsi yang ada.

Metode pengumpulan datanya menggunakan place center map untuk memahami setting dan mental mapping

untuk memahami persepsi masyarakat. Penelitian menggunakan metode deduktif, kualitatif dengan

pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian ini, terdapat tiga kriteria dasar mengenai konsep alun-alun utara

Surakarta yaitu, 1). Alun-alun utara Surakarta memiliki konsep kawasan yang mencakup tiga atau trifungsi

(triple mixed used area), 2). Alun-alun utara memiliki dualisme wajah kawasan yang saling bertentangan

dan, 3). Alun-alun utara merupakan lapangan pusat kota (central square) dengan tingkat kebebasan

(democraticity) rendah karena adanya batasan tertentu (restriction) dari pihak keraton tentang akses dan

penggunaan alun-alun utara di waktu-waktu tertentu.

Kata-kata Kunci: Konsep, Persepsi, Alun-alun

PENDAHULUAN

Kota Surakarta memiliki potensi peninggalan

sejarah yang sangat menonjol berupa artefak

bangunan dan kawasan Keraton yang sangat

mempengaruhi pola perancangan kotanya. Alun-alun

Utara Keraton Surakarta dahulu merupakan kesatuan

dari komplek bangunan keraton dan memiliki makna

simbolis dan sakral dalam bentukan fisik. Sebagai

wadah kegiatan yang bersifat publik, kegiatan

alun-alun masih selalu berkaitan erat dengan Keraton

Surakarta seperti untuk latihan perang prajurit

keraton, kegiatan ’pepe’ masyarakat dalam upaya

meminta keadilan kepada raja, kegiatan ritual

sekaten dan ritual budaya lainnya, rapat koordinasi

raja dengan para bupati di pagelaran, sampai pada

kegiatan rekreasi para putri raja.

Saat ini alun-alun sebagai ruang publik kota

berfungsi

sebagai

wadah

berbagai

kegiatan

masyarakat, baik itu kegiatan ekonomi, sosial dan

budaya. Kegiatan ekonomi mendominasi kawasan

ini. Hal ini merupakan indikasi telah terjadi

pergeseran fungsi yang berdampak pada pergeseran

fisik kawasan alun-alun utara Surakarta. Menurut

Hariyono (2007: 19), aspek sosial (urban) dan fisik

kota (city) merupakan dua hal yang saling

mempengaruhi dan tidak dapat saling mengabaikan.

Ruang kota perlu mendapatkan perhatian dan sense

of belonging dari masyarakatnya, pada pembentukan

fisik

ruang

kota

perlu

proses

yang

tidak

menimbulkan konflik sehingga masyarakat mampu

menumbuhkan perasaan memiliki dan hubungan

yang harmonis dengan ruang kota tersebut.

Kawasan Alun-alun utara Keraton Kasunanan

Surakarta menurut Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota Surakarta seharusnya merupakan kawasan

yang ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya.

Adanya bangunan-bangunan bersejarah, kegiatan

tradisi dan nilai-nilai sejarah religius-kultural telah

menjadikan kawasan keraton sebagai acuan utama

kebudayaan sekaligus sebagai konsep sentral

pengembangan tata ruang kotanya. Dalam studi

pemanfaatan potensi keraton Kasunanan Surakarta

oleh PPPPN-UGM pada Tahun 1989 dinyatakan

bahwa kesentralan Keraton Kasunanan Surakarta

terhadap Kota Surakarta secara keseluruhan bukan

hanya tercermin melalui wadah fisiknya saja tetapi

juga jiwa sosial-budaya, yang berarti memiliki aspek

religiositas, aspek pribadi berjati diri adiluhung yang

berarti

pula

mampu

beradaptasi

terhadap

perkembangan

masyarakat,

hirarkis

sekaligus

manunggal dengan rakyat.

Alun-alun utara secara filosofis memiliki

makna yang sangat berbeda dengan alun-alun

selatan. Alun-alun selatan lebih bersifat privat

karena secara fisik tertutup oleh dinding-dinding

masif dan bermakna sebagai tempat kontemplasi raja

dan berhubungan secara spiritual dengan pantai laut

(2)

_____________________________________

http://www.lpsdimataram.com Volume 6, No. 3, Mei 2012

selatan. Secara fungsi alun-alun selatan sering

digunakan sebagai tempat awal pemakaman saat

keluarga keraton sedang berkabung, tempat prajurit

keraton latihan kanuragan dan kandang binatang

piaraan keraton seperti gadjah, badak dan kerbau.

Alun-alun utara lebih bersifat publik karena terbuka

untuk akses masyarakat luas. Dahulu secara fisik

alun-alun utara ini berupa hamparan pasir luas yang

menyatu dengan bangunan keraton. Hamparan pasir

ini memiliki makna simbolis bahwa rakyat yang

akan menghadap raja harus mensucikan diri dengan

mencuci kakinya di pasir alun-alun utara.

Pada penelitian sebelumnya mengenai kawasan

alun-alun utara Keraton Kasunanan Surakarta

(Didik, 2002) didapatkan hasil bahwa telah terjadi

disintegrasi ruang yang diakibatkan oleh faktor

perubahan setting fisik akibat kegiatan ekonomi

yang terjadi di kawasan ini. Kondisi disintegrasi ini

ditegaskan lagi dengan lemahnya linkage visual

ruang alun-alun itu sendiri dengan bagian pinggir

alun-alun. Faktor lain adalah tidak terjaganya image

kawasan sebagai tempat sakral untuk melakukan

kegiatan-kegiatan besar. Yang menarik untuk

ditelaah lebih lanjut adalah bagaimana hal itu bisa

terjadi, separah apakah kondisi yang ada dan apakah

kondisi yang ada sekarang masih mungkin untuk

diperbaiki?

Menurut Bambowo (1987: 98), pandangan

masyarakat

mengenai

ruang

publik

sangat

dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, status

sosial dan perannya dalam masyarakat. Ketiga faktor

ini menunjukkan adanya pelapisan sosial dalam

masyarakat. Kelas dalam masyarakat inilah yang

menimbulkan perbedaan wawasan tentang suatu hal,

termasuk fungsi estetika dan fungsi sosial sebuah

ruang publik kota. Pemahaman akan pandangan

masyarakat pengguna ruang ini akan memberikan

dasar berpikir dan merancang bagi para penentu

kebijakan dan arsitek/ planolog tentang perancangan

ruang kota yang berpihak pada warga/ masyarakat

kota.

Dari uraian tentang latar belakang diatas,

peneliti menfokuskan pada pemahaman konsep

alun-alun

utara

Surakarta

berdasarkan

persepsi

masyarakat pengguna tentang elemen setting yang

diintepretasikan dalam simbol arsitektur. Dengan

memahami persepsi masyarakat pengguna alun-alun

ini diharapkan mampu memahami konsep kawasan

yang terbangun oleh persepsi masyarakat tersebut

dan memprediksikan arah perkembangan kawasan.

Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data

dan gambaran yang jelas tentang konsep kawasan

alun-alun

utara

Surakarta

yang

dibangun

berdasarkan persepsi masyarakat penggunanya

mengenai elemen setting kawasan yang dituangkan

dalam bentuk simbolisasi arsitektur, penelitian ini

bertujuan:

Menjabarkan persepsi masyarakat tentang elemen

setting alun-alun utara Surakarta dan merumuskan

konsep alun-alun utara Surakarta berdasar persepsi

masyarakat yang dituangkan dalam bentuk simbol

arsitektur

ALUN-ALUN UTARA SEBAGAI MILIK KERATON

DAN MILIK KOTA SOLO

Dari hasil penelitian lapangan dihasilkan bahwa

terdapat dua kelompok kategori mengenai persepsi

masyarakat tentang alun-alun utara surakarta yaitu

aggapan bahwa alun-alun utara adalah ruang milik

keraton dan anggapan bahwa alun-alun utara adalah

ruang milik Kota Solo yang menciptakan persepsi

yang berbeda dan seringkali bertolak belakang

walaupun persepsi tersebut dapat muncul secara

bersamaan.

a. Alun-alun Utara sebagai ruang milik

Keraton Surakarta

Alun-alun utara sebagai ruang milik Keraton

Surakarta didasari pada anggapan bahwa alun-alun

utara tidak dapat dipisahkan dari keraton.

Gambar 1. Alun-alun utara sebagai ruang milik

keraton

Sebagai ruang milik Keraton Surakarta batasan

alun-alun sangat jelas terutama dengan adanya

elemen pagar keliling alun-alun yang mempertegas

teritori ruang milik keraton. Selain sebatas lapangan

berpagar saja, alun-alun utara dapat dilihat sebagai

sebuah kawasan yang secara teritori dibatasi oleh

beberapa elemen fisik yang menyimbolkan bahwa

area tersebut adalah milik Keraton Surakarta.

Elemen-elemen penanda tersebut adalah:

1.

Pagar keliling alun-alun utara

2.

Bunderan Gladag

3.

Gapura

a.

Gapura Pamurakan (orang sering menyebut

Gapura Gladhag) Gapura ini merupakan

entry point utama dari arah utara.

(3)

b. Gapura Batangan merupakan entry point

dari arah Timur.

c.

Gapura Slompretan atau orang sering

mengenalnya sebagai Gapura Klewer,

merupakan entry point dari arah Barat.

4.

Beringin kembar

5.

Masjid Ageng

6.

Pagelaran

7.

Jalan Supit urang

Gambar 2. Elemen penanda batas teritori

Sebelum masuk ke belokan Jalan Supit Urang,

pengunjung disambut oleh pengalaman visual

berupa bangunan milik keraton yaitu Kantor

Boendho Lumaksoe yang berada di kanan jalan

sedangkan disisi kiri jalan adalah tembok tinggi

miliki keraton (tembok njero beteng). Selanjutnya

pengalaman visual pengunjung adalah tembok

keraton di kiri kanan sepanjang Jalan Supit Urang

yang akhirnya mengarah ke alun-alun. Pengalaman

visual sepanjang Jalan Supit Urang memperkuat

persepsi pengunjung tentang kawasan keraton.

Keuntungan dari Jalan Supit Urang ini adalah karena

tidak memungkinkannya dibangun elemen atau

objek bangunan lain disepanjang jalan ini, sehingga

persepsi mengenai keraton dari sisi ini diprediksikan

akan tetap terjaga. Keberadaan jalan ini penting

untuk menjaga persepsi tentang keraton, apalagi

kognisi masyarakat tentang Jalan Supit Urang sangat

kuat. Kognisi yang kuat ini juga karena bentuk fisik

dan sirkulasi jalan yang khas .

Posisi alun-alun menurut anggapan masyarakat,

ada dua yaitu berada di bagian depan dan berada di

bagian belakang keraton. Kedua anggapan ini

menunjukkan bahwa alun-alun adalah ruang milik

keraton karena dianggap sebagai halaman depan

atau halaman belakang keraton.

Keterkaitan Fungsi dengan Keraton

1. Fungsi Wisata

Fungsi wisata sangat kental di kawasan ini

dengan adanya artefak bangunan keraton pada titik

1) sebagai peninggalan bersejarah. Seluruh kegiatan

wisata di kawasan ini berpusat di komplek keraton,

dengan alun-alun dimanfaatkan sebagai halaman

masuk dan tempat parkir bus wisata, tepatnya dijalan

tengah alun-alun di titik (5). Namun keberadaan

fasilitas lain sebagai penunjang kegiatan wisata tidak

sedikit perannya dalam menghidupkan kegiatan

wisata di kawasan ini. Seperti Pasar klewer di titik

(2) dan fasilitas belanja wisata lain seperti di

PGS-BTC, kios kacamata – souvenir dan Pasar

Cinderamata di di titik (3) merupakan fasilitas

belanja wisata yang memiliki magnet bagi

pengunjung. Tak kalah penting adanya Masjid

Ageng di titik (4) sebagai salah satu artefak milik

keraton juga merupakan tujuan wisata sebagian

besar pengunjung sebagai tempat ibadah sekaligus

sebagai tempat istirahat dan membersihkan diri

(Mandi,Cuci,Kakus) bagi pengunjung dari luar kota.

Dari semua fasilitas wisata yang ada, komplek

keraton merupakan pusat kegiatan/ fungsi wisata di

kawasan ini.

Gambar 3. Fungsi wisata

2. Fungsi Budaya

Beberapa elemen di kawasan ini merupakan hal

yang berhubungan dengan pelestarian budaya karena

merupakan bagian yang tidak dapat terpisah dari

budaya Keraton Surakarta. Sebagai pusat budaya

jawa di titik (1) Keraton Surakarta sangat

mempengaruhi budaya

masyarakat sekitarnya.

Masih banyaknya ritual dan mitos yang dilakukan

masyarakat merupakan bukti bahwa Keraton

Surakarta membawa fungsi budaya di kawasan ini.

Pada titik (2) mitos tentang kekuatan dinamisme

yang ada pada pohon beringin merupakan wujud

pengaruh budaya Hindu yang merupakan cikal bakal

kerajaan Jawa.

(4)

_____________________________________

http://www.lpsdimataram.com Volume 6, No. 3, Mei 2012

Gambar 4. Fungsi budaya

Pada titik (3) kios kacamata dan souvenir,

merupakan pusat penjualan dan pembuatan souvenir

yang kebanyakan produknya berupa barang-barang

untuk adat jawa seperti keris, akik, blangkon,

payung dan asesoris adat jawa lainnya. Pada titik (4)

Pasar Klewer merupakan pusat tekstil yang awalnya

berupa batik tulis dan tekstil batik yang merupakan

hasil budaya Jawa yaitu budaya batik keraton.

Sedangkan di titik (5) budaya keraton berpengaruh

terhadap kehidupan religi dan budaya di Masjid

Ageng yang terbukti dengan adanya tabuhan

gamelan setiap ritual sekaten.

Beberapa kegiatan di alun-alun utara yang

terkait erat dengan Keraton Surakarta terutama

adalah Sekaten dan beberapa ritual budaya lainnya.

Kegiatan lain yang berhubungan dengan keraton

adalah perdagangan utama yang ada di sekitar

alun-alun (Pasar Klewer dan area perdagangan lain)

menggunakan batik sebagai komoditas utama

dimana batik adalah hasil budaya keraton. Dalam hal

ini keraton memberikan aura kekhasan komoditas

perdagangan yang disekitar alun-alun utara. Inti dari

kegiatan-kegiatan tersebut adalah pelestarian budaya

(konservasi) baik dalam bentuk menjaga keberadaan

artefak komplek keraton, melestarikan ritual budaya

dan melestarikan hasil karya budaya keraton yaitu

batik.

Identitas kawasan terbentuk dari elemen setting

penyusun kawasan dan kegiatan-kegiatan yang ada

didalam kawasan. Dari dua hal itu, identitas yang

berhubungan dengan alun-alun sebagai ruang milik

keraton adalah Kawasan Keraton dan Kawasan

Wisata.

1)

Kawasan Keraton

Simbol-simbol arsitektur yang memperkuat

identitas sebagai kawasan keraton adalah; 1).

Gapura-gapura

(Pamurakan,

Batangan,

Slompretan) sebagai pembatas teritori kawasan)

mengandung makna sebagai titik-titik masuk ke

dalam kawasan keraton., 2). Beringin kembar

sebagai point of interest alun-alun utara yang

memiliki makna filosofis khusus, 3). Bangunan

Pagelaran dan Masjid Ageng sebagai simbol

keberadaan keraton di kawasan alun-alun utara.

2)

Kawasan Wisata

Simbol arsitektur yang memperkuat identitas

kawasan wisata adalah 1). Bangunan Pagelaran

dan Sitinggil sebagai entry point menuju

komplek keraton sebagai artefak objek wisata,

2). Kegiatan ritual budaya sekaten yang identik

dengan alun-alun utara merupakan objek wisata

tahunan, 3). Keberadaan bangunan penunjang

wisata seperti pasar souvenir dan batik.

Suasana kawasan disebutkan rapi dan teratur

karena

masyarakat

melihat

bagian

komplek

Pagelaran dan sepanjang Jalan Supit Urang yang

lengang dan terawat, bagian dalam lapangan

alun-alun yang terlindungi oleh pagar keliling serta

bagian dalam komplek Masjid Ageng yang

terhindar dari hiruk-pikuk kegiatan ekonomi.

b. Alun-alun Utara sebagai ruang milik Kota

Solo

Alun-alun utara sebagai ruang milik Kota

Solo,didasari oleh anggapan bahwa alun-alun

merupakan salah satu ruang terbuka kota yang boleh

diakses oleh masyarakat dan dimanfaatkan untuk

kegiatan-kegiatan yang bersifat umum.

Sebagai ruang terbuka kota, teritori alun-alun

utara adalah sebatas lapangan alun-alun dan

memandang pagar keliling lapangan sebagai alat

pengaman untuk mendapatkan kenyamanan dalam

menggunakan ruang terbuka tersebut karena

alun-alun dikelilingi oleh jalan raya yang cukup padat.

Namun tujuan untuk melindungi alun-alun dari

masuknya PKL sebenarnya merupakan tujuan utama

yang menyebabkan berkurangnya akses ke dalam

alun-alun sehingga fungsinya sebagai ruang terbuka

menjadi berkurang.

(5)

Apabila dilihat sebagai sebuah kawasan , maka

beberapa fasilitas perdagangan yang dibangun

setelah

masa

kerajaan

mendominasi

dan

mempengaruhi kegiatan di kawasan ini. Elemen

penanda

teritori

kawasan

yang

memperkuat

anggapan bahwa alun-alun merupakan ruang terbuka

milik kota adalah:

Gambar 6. Elemen penanda batas teritori

Keterangan :

1.

Pasar Klewer

2.

Patung Slamet Riyadi

3. Beteng Trade Center (BTC)/ Pusat Grosir Solo

(PGS)

4. Kios Kacamata

5. Kantor Polisi

6. Pedagang Kaki Lima (PKL)

Posisi alun-alun utara lebih dekat dengan pusat

pemerintahan kota daripada alun-alun selatan.

Kondisi fisik ruang yang lebih terbuka membuat

alunmudah alun utara lebih akrab dengan

masyarakat dan udah diakses. Anggapan bahwa

posisi alun-alun utara adalah bagian depan

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu; 1). Kegiatan

kawasan lebih ramai dibanding alun-alun selatan, 2).

Sifat ruang salun-alun utara yang lebih terbuka

sehingga lebih mudah diakses dan dikenal oleh

masyarakat dan 3). Kedekatan dengan pusat

pemerintahan Kota Solo membuat alun-alun utara

menjadi bagian depan komplek kawasan keraton

terutama untuk tujuan wisata.

Keterkaitan Fungsi dengan Kota Solo

1. Fungsi ekonomi – perdagangan

Kegiatan perdagangan di kawasan ini berawal

dari kegiatan perdagangan di Pasar Klewer di titik

(1). Namun sebenarnya kegiatan perdagangan ini

tidak lepas dari tradisi dan budaya Jawa yang berasal

dari keraton, karena barang perdagangan inti adalah

kerajinan batik baik dalam bentuk tekstil, batik tulis

maupun konveksi (pakaian jadi) dan kerajinan

barang Jawa seperti blangkon, keris, sanggul dan

selop. Pengunjung yang datang untuk kegiatan

perdagangan di kawasan ini berasal dari dalam dan

luar kota. Pengunjung yang datang dari luar kota

biasanya bertujuan untuk ’kulakan’ atau mengirim

barang dagangan ke Pasar Klewer. Perdagangan di

kawasan ini sudah bertaraf nasional bahkan sebagian

barang dikirim keluar negeri.

Gambar 7. Posisi alun-alun terhadap kota

Sedangkan titik lain area perdagangan seperti di

depan Masjid Ageng, Pasar Cinderamata PGS, BTC

dan kios kacamata memiliki kaitan dengan Pasar

Klewer. Pada gambar dibahwa ini menunjukkan titik

(2) dan (4) berhubungan dengan Pasar Klewer

karena barang dagangan berasal dari Pasar Klewer

atau serupa. Terdapat pula dagangan yang

mendukung kegiatan perdagangan di Pasar Klewer

seperti manekin, plastik, pengepakan, karung plastik

dan penjual makanan.

Gambar 8. Fungsi perdagangan

Pada titik (3) barang dagangan juga mirip

dengan yang di Pasar Klewer. Sedangkan pada titik

(4) walaupun dagangan kacamata tidak berhubungan

(6)

_____________________________________

http://www.lpsdimataram.com Volume 6, No. 3, Mei 2012

langsung dengn Pasar Kliwon, tapi souvenir etnik

adat jawa ang diproduksi di area itu juga

berhubungan dengan Pasar Klewer. Dapat dilihat

dari uraian diatas bagaimana pola hubungan yang

terjadi akibat kegiatan perdagangan di kawasan ini

selalu berawal atau berkaitan dengan Pasar Klewer.

2. Fungsi Sosial

Sebagai pusat pemerintahan tradisional di masa

lalu, keraton masih memiliki sisa-sisa kejayaan dan

pengaruh sosial terhadap masyarakat sekitarnya. Hal

ini jelas terlihat bahwa bagian dari komplek keraton

seperti alun-alun (titik 2) dan Masjid Ageng (titik 3)

merupakan ruang yang dipergunakan sebagai wadah

kegiatan sosial yang cukup banyak seperti olahraga,

silaturahmi, panggung gembira, sekaten, ritual

budaya dan agama.

Sedangkan di titik (4) adalah area yang

dipergunakan PKL untuk mendirikan kios dagangan,

walaupun dilihat dari sudut pandang keindahan

dianggap

sebagai

sumber

kesumpekan

dan

keruwetan kawasan ini, namun dari sisi sosial pihak

keraton mengijinkan mereka berdagang dengan

pertimbangan kemanusiaan. Pada beberapa kegiatan,

pihak keraton melarang mereka berdagang dengan

alasan demi kesopanan dan kelayakan.

Gambar 9. Fungsi sosial

Kegiatan yang mencerminkan bahwa alun-alun

utara adalah ruang milik kota (ruang terbuka kota)

adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial –

ekonomi seperti perdagangan, olahraga, kegiatan

agama di Masjid Ageng dan event-event umum yang

menggunakan

fasilitas

alun-alun

utara

dan

Pagelaran. Kegiatan yang terjadi di kawasan yang

dianggap sebagai ruang milik kota adalah kegiatan

pengembangan

yang

bersifat

aktif,

tumbuh,

mengikuti perkembangan jaman dan dinamis.

Identitas yang terbentuk dari anggapan sebagai

ruang milik kota adalah identitas kawasan

perdagangan dan olahraga.

a)

Kawasan perdagangan

Simbol arsitektur yang membentuk identitas

kawasan perdagangan adalah; 1). Pasar Klewer,

2). PGS, 3). BTC, 4). Kios kacamata, 5). Pasar

cinderaata, 6). PKL dan 7). Terminal bayangan.

Seluruh simbol arsitektur tersebut mencerminkan

kegiatan perdagangan dan fasilitas perbelanjaan

grosir dan eceran.

b)

Kawasan olahraga

Simbol arsitektur yang membentuk identitas

kawasan perdagangan adalah; 1). Lapangan

alun-alun itu sendiri dan, 2). Trotoar yang lebih

digunakan sebagai jogging track karena berada

didalam pagar keliling.

Alun-alun utara sebagai ruang milik kota yang

dibentuk oleh elemen penanda baru, kegiatan

pengembangan dan ruang terbuka dengan posisi

yang berdekatan dengan pusat pemerintahan,

suasana yang ditangkap tentang kawasan ini adalah

sumpek dan semrawut.

KONSEP ALUN-ALUN UTARA SURAKARTA

a. Kawasan publik trifungsi (triple mixed used

area)

Dari pembahasan sebelumnya, dapat dinyatakan

bahwa area alun-alun utara dapat dilihat sebagai dua

anggapan yaitu:

1. Alun-alun utara sebagai sebuah kawasan

Pada wujud ini, alun-alun utara sebagai sebuah

kawasan terpadu yang terdiri dari beberapa fasilitas

dengan fungsi yang beragam yaitu; 1). Sebagai

ruang sosial (kegiatan keagamaan, olahraga,

event-event umum), 2). Sebagai ruang penampung

kegiatan perdagangan (sekaten sering dianggap

sebagai sebuah kegiatan perdagangan temporer

juga), 3). Sebagai ruang penampung kegiatan wisata

(baik wisata keraton maupun wisata belanja), 4).

Sebagai

ruang

penampung

kegiatan

budaya

(pelestarian, ritual dan ibadah).

Gambar 10. Kawasan trifungsi dengan pembagian

zonasi

Fungsi ekonomi

Fungsi budaya

(7)

2. Alun-alun utara sebagai sebuah ruang (sebatas

lapangan)

Pada wujud ini, alun-alun utara sebagai ruang

terbuka memiliki fungsi yang beragam yaitu: 1).

Sebagai halaman Keraton Surakarta, 2). Sebagai

area ritual budaya sekaten, 3). Sebagai lapangan

parkir kegiatan wisata, 4). Sebagai lapangan olaraga.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa

alun-alun memiliki konsep kawasan publik kota

yang memiliki tiga fungsi campuran yaitu fungsi

sosial, fungsi ekonomi, dan fungsi budaya.

Komponen yang ada pada kawasan alun-alun utara

masih sama seperti yang tertuang dalam konsep

catur tunggal, namun sedikit perbedaan pada

komponen pasar yang tumbuh menyebar melingkupi

area lapangan alun-alun utara itu sendiri sehingga

terdapat perubahan komposisi.

Gambar 11. Ruang trifungsi dengan sistem

shifting

b. Dualisme wajah kawasan

Kawasan alun-alun utara ini menjadi unik dan

berbeda dengan kawasan lainnya karena ada dua

pihak yang berwenang mengatur di kawasan ini

yaitu pihak pemerintah Kota Solo dan pihak Keraton

Surakarta.

Hal

ini

mengakibatkan

beberapa

kebijakan, anggapan masyarakat dan kegiatan yang

muncul karenanya terhadap kawasan dapat berbeda

dan berjalan bersamaan. Sehingga dapat dinyatakan

bahwa kawasan alun-alun utara memiliki dualisme

wajah

kawasan dengan

beberapa

hal

yang

mendukung pernyataan ini yaitu:

1.

Kawasan sebagai ruang terbuka kota dan

sebagai

halaman

keraton

diterima

oleh

masyarakat secara bersamaan.

Masyarakat menganggap alun-alun utara adalah

ruang publik kota (terutama pada lapangan

alun-alun dianggap sebagai ruang terbuka kota)

sehingga mereka berhak mengakses dengan

bebas ke dalam area ini. Namun disisi lain

masyarakat juga menganggap bahwa alun-alun

utara sebagai satu kesatuan dengan komplek

keraton sehingga ada beberapa hal yang

masyarakat harus patuhi kebijakan pihak

keraton misalnya; tidak sembarang orang boleh

masuk ke area beringin kembar, tidak semua

kegiatan publik dapat dilaksanakan di alun-alun

ini, semua harus atas ijin keraton dan pihak

pemerintah

kota

pun

harus

mendapat

persetujuan keraton dalam melakukan penataan

kawasan kota ini sepanjang berhubungan

langsung dengan area keraton seperti lapangan

alun-alun utara.

2.

Kegiatan

konservasi

dan

pengembangan

berjalan bersamaan

Kegiatan kawasan yang telah dijelaskan yang

meliputi tiga fungsi campuran, ketiga-tiganya

mengandung muatan kegiatan konservasi dan

pengembangan. Uraian tentang hal ini dapat

dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 1. Tiga fungsi dalam dualisme sifat kegiatan

Fungsi

Kegiatan

Konservasi

Pengembangan

Sosial

Pelestarian

nilai-nilai Jawa

dan kebijakan

sosial keraton

Penerimaan pihak

keraton terhadap

kegiatan sosial

Ekonomi

Pelestarian batik

dan souvenir

kebudayaan

Jawa

Perdagangan batik

dan souvenir

kebudayaan Jawa

Budaya

Ritual Budaya

Peninggalan

Budaya

Wisata budaya

3.

Adanya elemen-elemen penanda kawasan yang

berbeda yaitu elemen lama (dibuat oleh pihak

keraton) dan elemen baru (dibuat oleh pihak

peerintah Kota) yang saling berdampingan

posisi dan membentuk komposisi ruang

kawasan baru.

4.

Posisi alun-alun utara terhadap keraton yaitu

sebagai halaman depan dan halaman belakang

sebagai posisi yang bertentangan namun

masing-masing anggapan memiliki alasan logis

yaitu; 1). Yang menyatakan bagian belakang

memahami bahwa keraton (dalem Prabasuyasa)

menghadap ke selatan sehingga utara adalah

bagian belakang dan, 2). Yang menyatakan

bagian depan menganggap bahwa alun-alun

utara lebih besar, lebih terbuka dan lebih ramai.

Bagian depan keraton juga dinyatakan dengan

alasan adanya Gapura pamurakan dan Bunderan

Gladag.

5.

Suasana rapi dan suasana tidak rapi (saling

bertentangan) dapat dipahami dan ditangkap

secara bersamaan oleh masyarakat

Fungsi sosial

Fungsi

ekonomi

(8)

_____________________________________

http://www.lpsdimataram.com Volume 6, No. 3, Mei 2012

c. Alun-alun utara sebagai lapangan pusat

kota (central square) dengan tingkat

kebebasan rendah (democraticity) akibat

adanya batasan dari pihak keraton.

Menurut Stephen Carr (1992), tipologi ruang

publik alun-alun utara Surakarta termasuk tipe ruang

publik lapangan pusat kota (central square) karena

alun-alun utara Surakarta sebagai bagian dari

pengembangan sejarah yang berlokasi di pusat kota

dan mampu mempengaruhi tatanan dan perancangan

kota pada area sekitarnya. Dalam uraiannya

dinyatakan bahwa alun-alun utara sebagai sebuah

ruang

publik

memiliki

tingkat

kebebasan

(democraticity) yang rendah akibat adanya

batasan-batasan tertentu yang dibuat oleh pihak keraton.

Batasan-batasan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.

Adanya pagar keliling memberikan batasan

yang jelas tentang teritori ruang alun-alun utara.

Beberapa ruang terbuka kota juga memiliki

pagar keliling, namun perbedaannya adalah

bahwa pagar keliling di alun-alun utara

memiliki makna teritori oleh pihak keraton.

2.

Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di

kawasan ini harus atas persetujuan keraton

karena beberapa area merupakan lahan milik

keraton sehingga walaupun terlihat kawasan ini

adalah kawasan kota namun sebenarnya

sebagian besar adalah ruang privat keraton.

Namun

karena

keraton

adalah

pusat

pemerintahan masa lalu maka masyarakat

diperbolehkan menggunakan area ini sebagai

ruang publik dengan batasan jenis kegiatan

yang dilakukan tidak boleh melanggar atau

bertentangan dengan budaya Jawa (keraton).

3.

Pihak yang melakukan kegiatan perdagangan

dikelola oleh pemerintah namun atas ijin

keraton sehingga kepatuhan mereka terhadap

kebijakan keraton merupakan syarat utama

diperolehkannya berdagang di area ini terutama

yang berada di Pasar cinderamata, kios

kacamata dan PKL.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai ‘Konsep

kawasan alun-alun utara Surakarta berdasarkan

persepsi masyarakat’ dapat dirumuskan kesimpulan

sebagai berikut:

1.

Persepsi masyarakat tentang elemen setting

dikategorikan dalam dua kelompok yaitu; 1).

Alun-alun

sebagai

ruang

milik

Keraton

Surakarta dan, 2). Alun-alun sebagai ruang

milik kota Surakarta. Dari kedua kategori

tersebut elemen setting alun-alun utara dilihat

melalui aspek ruang, fungsi dan citra. Simbol

arsitektur dari persepsi masyarakat pengguna

tentang elemen setting kawasan meliputi dua

kategori elemen yaitu elemen fixed dan non

fixed diklasifikasikan dalam beberapa kategori

simbol arsitektur.

2.

Konsep yang terbangun atas dasar persepsi

masyarakat tentang Alun-alun utara Surakarta

adalah:

a)

Alun-alun utara Surakarta adalah kawasan

dengan trifungsi (triple mixed used area)

yang meliputi fungsi sosial, fungsi ekonomi

dan fungsi budaya yang saling berkaitan.

Ketiga fungsi ini dapat dilihat dari dua

sudut pandang yaitu:

1)

Alun-alun sebagai sebuah kawasan

trifungsi dengan sistem pembagian

zonasi yang saling bersinggungan.

2)

Alun-alun

sebagai

sebuah

ruang

trifungsi dengan sistem shifting atau

pergantian waktu penggunaan ruang.

b)

Alun-alun

utara

Surakarta

memiliki

dualisme wajah kawasan yang saling

bertentangan yang dapat diterima oleh

masyarakat secara bersamaan. Dualisme ini

meliputi; 1). Kawasan sebagai ruang

terbuka kota dan sebagai halaman keraton

diterima oleh masyarakat secara bersamaan,

2). Kegiatan konservasi dan pengembangan

berjalan bersamaan, 3). Adanya

elemen-elemen penanda kawasan yang berbeda

yaitu elemen lama (dibuat oleh pihak

keraton) dan elemen baru (dibuat oleh

pihak

peerintah

Kota)

yang

saling

berdampingan

posisi

dan

membentuk

komposisi ruang kawasan baru, 4). Posisi

alun-alun utara terhadap keraton yaitu

sebagai halaman depan dan halaman

belakang sebagai posisi yang bertentangan

dan, 5). Suasana rapi dan suasana tidak rapi

dapat dipahami dan ditangkap secara

bersamaan

c)

Alun-alun utara sebagai lapangan pusat

kota (central square) dengan tingkat

kebebasan rendah (democraticity) akibat

adanya batasan dari pihak keraton.

Alun-alun utara Surakarta termasuk tipe

ruang publik lapangan pusat kota (central

square) karena alun-alun utara Surakarta

sebagai bagian dari pengembangan sejarah

yang berlokasi di pusat kota dan mampu

mempengaruhi tatanan dan perancangan

kota pada area sekitarnya. Alun-alun utara

sebagai sebuah ruang publik memiliki

tingkat kebebasan (democraticity) yang

rendah akibat adanya batasan-batasan

tertentu yang dibuat oleh pihak keraton

yaitu; 1). Akses yang terbatas dengan

adanya pagar keliling, 2).

Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kawasan

(9)

ini harus atas persetujuan keraton dan, 3).

Pihak

yang

melakukan

kegiatan

perdagangan dikelola oleh pemerintah

namun atas ijin keraton sehingga kepatuhan

mereka

terhadap

kebijakan

keraton

merupakan syarat utama.

DAFTAR PUSTAKA

Bambowo, Laiya, 1983, Solidaritas Keluarga dalam

Salah Satu Desa di Nias Indonesia, Gadjah

Mada Press, Yogyakarta.

Carr Stephen-Mark Francis-Leanne G. Rivlin-

Andrew M. Stone, 1992, Public Space,

Cambride University Press, USA.

Didik Nopianto A. Nugradi dan Eko Budi Santoso,

2002, Disintegrasi Ruang Kawasan

Alun-alun Utara Keraton Surakarta, Pasca

Sarjana universitas Diponegoro, Semarang.

Darmawan, Edy Ir. M.Eng, 2006, Teori dan Kajian

Ruang Publik Kota, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang

Hariyono, Paulus, Drs. MT, 2007, Sosiologi Kota

Untuk Arsitek, Penerbit Bumi Aksara,

Jakarta

Koentjaraningrat, 1984, Kebudayaan Jawa, Balai

Pustaka, Jakarta

Lang Jon, 1994, Urban Design The American

Experience, VNR, New York.

Jenks Charles, Burnt Richard, Broadbent Geoffrey,

1980, Sign, symbol and architecture, john

wiley & Sons, New York

PPPPN-UGM, 1989, Studi Pemanfaatan Potensi

Keraton Kasunanan Surakarta, Ditjen

Pariwisata

Bagian

Proyek

Studi

Pengembangan Wisata.

Qomarun & Budi Prayitno, 2007, Morfologi Kota

Solo

(1500-2000),

Dimensi

Teknik

Arsitektur Vol.35.

Rapoport Amos, 1977, Human Aspect of Urban

Form, Pergamon Press.

Suharnan, 2005, Psikologi Kognitif, Penerbit

Srikandi, Surabaya

Gambar

Gambar  1.  Alun-alun  utara  sebagai  ruang  milik  keraton
Gambar 2. Elemen penanda batas teritori  Sebelum  masuk  ke  belokan  Jalan  Supit  Urang,  pengunjung  disambut  oleh  pengalaman  visual  berupa  bangunan  milik  keraton  yaitu  Kantor  Boendho  Lumaksoe  yang  berada  di  kanan  jalan  sedangkan  disis
Gambar 4. Fungsi budaya
Gambar 6. Elemen penanda batas teritori  Keterangan :
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Type Student Teams Achievement D ivision (Stad) Terhadap Minat Belajar Siswa.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

yang bertanggung jawab tidak hanya bagi individu tapi juga untuk kepentingan masyarakat. Dengan demikian pihak yang berkonflik, masyarakat yang lain maupun tokoh adat

Hasil analisis data secara statistik membuktikan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel Disiplin siswa dan sarana prasarana secara bersama

Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi atau peradangan pada organ paru- paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun parasit di mana pulmonary alveolus (alveoli)

Rumusan masalah dalam penelitian ini ada tiga, yaitu apakah terdapat perbedaan Emotion-Focused Coping dan Problem-Focused Coping pada wanita karir yang menonton drama

Fakultas Sains dan Teknologi melepas 35 Sarjana Teknik baru yang terdiri atas 5 wisudawan/ti dari Program Studi Arsitektur, 19 wisudawan/ti dari Program Studi Teknik Industri,

Menurut American Diabetes Association (ADA) diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi nilai normal

Therefore, in this paper, the researcher describes what are the dominance of Minang Dialects in Kerinci society, what are the factors that influence the dominance of Minang Dialect