• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vol. 10 No. 2 Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Vol. 10 No. 2 Tahun 2012"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 10 No. 2 Tahun 2012

MODEL PERAN LEMBAGA RISET DALAM SISTEM INOVASI FRUGAL

SEKTOR PERTANIAN: PENDEKATAN ANALISIS BERPIKIR SISTEM

Mahra Arari Heryanto dan Dika Supyandi

PERSPEKTIF SISTEM INOVASI DALAM KONTEN KEBIJAKAN DAERAH

JAWA TIMUR BIDANG IPTEK DAN INOVASI PERIODE 2000 —2011

Prakoso Bhairawa Putera

TINGKAT KOLABORASI PENELITI PADA PROGRAM INSENTIF “SEMI

TOP-DOWN” KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI,

TAHUN 2008—2010

Setiowiji Handoyo dan Prakoso Bhairawa Putera

PROSES PENGEMBANGAN INOVASI FRUGAL DILIHAT DARI

PERSPEKTIF EKONOMI INSTITUSIONAL BERPARADIGMA

REALISME KRITIS

Dudi Hidayat

FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG INOVASI FRUGAL:

KONDISI DI INDIA DAN PROSPEK DI INDONESIA

Karlina Sari dan Kusnandar

OPEN SOURCE SEBAGAI DRIVER INOVASI FRUGAL

Purnama Alamsyah dan Dini Oktaviyanti

(2)

SUSUNAN REDAKSI

Penanggung Jawab : Kepala Pusat Penelitian Perkembangan Iptek (PAPPIPTEK) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Ketua Dewan Redaksi : Dr. Trina Fizzanty, M.Si Anggota Dewan Redaksi : 1. Dra. Wati Hermawati, MBA.

2. Ir. Mohamad Arifin, MM. 3. Dr. Yan Rianto, M. Eng.

4. Dr. L.T. Handoko.

Peer Reviewer/Mitra Bestari : 1. Prof. Dr. Erman Aminullah (PAPPIPTEK-LIPI) 2. Prof. Dr. Martani Huseini (Universitas Indonesia) 3. Prof. Dr. E. Gumbira Sa'id (Institut Pertanian Bogor) 4. Dr. Meuthia Ganie (Universitas Indonesia)

5. Prof. Dr. Ir. Engkos Koswara Natakusumah M.Sc (P2 Informatika-LIPI) 6. Prof. Dr. Benyamin Lakitan (Kementerian Riset dan Teknologi)

7. Marcelino Pandin, PhD (SBM-Institut Teknologi Bandung) 8. Dr. Siwage Dharma Negera (P2 Ekonomi-LIPI)

Sekretaris Redaksi : 1. Prakoso Bhairawa Putera, S.I.P,. MA 2. Lutfah Ariana, STP, MPP

Tata Usaha : Vetti Rina Prasetyas, SH

REDAKSI WARTA KEBIJAKAN IPTEK & MANAJEMEN LITBANG

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi—LIPI Jln. Jend. Gatot Subroto No. 10, Widya Graha LIPI Lt. 8, Jakarta 12710 Telepon +62(021) 5201602, 5225206, 5251542 ext. 704

Faksimile +62(021) 5201602

Sur-el (Email) : wartakiml@mail.lipi.go.id URL : http://situs.jurnal.lipi.go.id/wartakiml/

Vol. 10 No. 2 / Desember/ 2012 ISSN : 1907-9753

Warta Kebijakan Iptek dan Manajemen Litbang (WKIML) adalah jurnal ilmiah yang dimaksudkan untuk menjadi forum ilmiah tentang teori dan praktik kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan manajemen penelitian dan pengembangan (litbang) maupun manajemen inovasi di Indonesia. WKIML dimaksudkan sebagai wadah pertukaran pikiran peneliti, akademisi dan praktisi kebijakan iptek untuk pembangunan ekonomi. WKIML juga berisi sumbangan ilmiah dalam manajemen litbang dan inovasi untuk daya saing ekonomi. Tulisan bersifat asli berisi analisis empirik atau studi kasus dan tinjauan teoretis. Redaksi juga menerima tinjauan buku baru tentang kebijakan iptek dan manajemen litbang dan inovasi. Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Setiap tulisan yang diterbitkan akan mendapatkan honorarium.

(3)

DAFTAR ISI i

KATA PENGANTAR ii

Model Peran Lembaga Riset Dalam Sistem Inovasi Frugal Sektor Pertanian: Pendekatan Analisis Berpikir Sistem

Mahra Arari Heryanto dan Dika Supyandi

67 — 82

Perspektif Sistem Inovasi Dalam Konten Kebijakan Daerah Jawa Timur Bidang Iptek dan Inovasi Periode 2000 —2011

Prakoso Bhairawa Putera

83 — 98

Tingkat Kolaborasi Peneliti Pada Program Insentif “Semi Top-Down” Kementerian Riset dan Teknologi,Tahun 2008—2010

Setiowiji Handoyo dan Prakoso Bhairawa Putera

99 — 114

Proses Pengembangan Inovasi Frugal Dilihat Dari Perspektif Ekonomi Institusional Berparadigma Realisme Kritis

Dudi Hidayat

115 — 138

Faktor-faktor yang Mendorong Inovasi Frugal: Kondisi di India dan Prospek di Indonesia

Karlina Sari dan Kusnandar

139 — 155

Open Source Sebagai Driver Inovasi Frugal

Purnama Alamsyah dan Dini Oktaviyanti

157 — 166

TENTANG PENULIS 167

INDEKS 169

(4)

WARTA Kebijakan Iptek dan Manajemen

Litbang Vol. 10 No 2 tahun 2012 telah

bertransformasi dengan wajah baru dengan

tema khusus pada edisi ini adalah Inovasi

Frugal di Indonesia. Tema ini diusung dari

hajatan

besar

Pusat

Penelitian

Perkembangan Iptek (PAPPIPTEK) yang

dikenal

dengan

Forum

Tahunan

Pengembangan Iptek Nasional yang bertema

"Inovasi Frugal: Tantangan dan Peluang

Penelitian dan Pengembangan (Litbang)

serta Bisnis di Indonesia".

Transformasi WARTA dapat dilihat dari

makin fokusnya bahasan makalah yang

terseleksi dengan format penulisan yang

mengacu pada jurnal internasional sehingga

lebih informatif dan berisi. Edisi kali ini

telah terseleksi 4 makalah terbaik dari

Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan

dua makalah dari penerimaan reguler. Meski

tak dapat dipungkiri, edisi ini sedikit

memakan waktu lebih lama karena proses

konversi makalah dari prosiding ke dalam

bentuk makalah jurnal harus melalui

beberapa kali revisi.

Makalah pertama yang ditulis oleh

Mahra A. Heryanto dan Dika Supyandi

mengetengahkan Model Peran Lembaga

Riset dalam Sistem Inovasi Frugal di Sektor

Pertanian. Melalui pendekatan system

thinking,

mereka

mengajukan

model

konsepsi adopsi iptek agribisnis yang

menjembatani interaksi antara pelaku

lembaga riset dengan pelaku usahatani

sehingga menghasilkan inovasi frugal di

sektor pertanian.

Makalah menarik lainnya ditulis oleh

Dudi Hidayat, yang mengkritisi proses

pengembangan inovasi frugal melalui

perspektif ekonomi institusional dengan

paradigm realism kritis. Makalah ini

menggarisbawahi beberapa kajian literatur

yang berbicara mengenai inovasi frugal

sebagai sebuah fenomena ekonomi sosial

dan

merupakan

inovasi

khas

yang

menghendaki

ketersediaan

aransemen

institusional dan budaya yang spesifik.

Bahasan inovasi frugal selanjutnya

dipertajam oleh makalah lain yang diangkat

oleh Karlina Sari dan Kusnandar dengan

judul Faktor-faktor yang Mendorong Inovasi

Frugal: Kondisi di India dan Prospek di

Indonesia. Makalah ini cukup menarik dikaji

terutama bagi pembaca dalam memahami

inovasi frugal dilihat dari konteks Indonesia.

Pembelajaran inovasi frugal di India seperti

kemunculan Tata Nano dari perusahaan

lokal menunjukkan pentingnya faktor

entrepreneurship

dalam

mendorong

kemajuan industri otomotif di negara

tersebut.

Makalah lain yang melengkapi bahasan

inovasi frugal bertema Open Source sebagai

Driver Inovasi Frugal oleh Purnama

Alamsyah dan Dini Oktaviyanti. Kajian

mengenai Open Source diangkat dalam

ino-vasi frugal karena dianggap mampu menjadi

solusi paling murah dan efektif dalam proses

transfer teknologi dan pengetahuan terutama

di negara berkembang.

Edisi kali ini, WARTA KIML juga diisi

dengan topik menarik lainnya yang

berbicara mengenai kebijakan iptek dan

manajemen

litbang.

Tulisan

yang

disampaikan Prakoso Bhairawa Putera

mengambil judul Perspektif Sistem Inovasi

dalam Konten Kebijakan Daerah Jawa

Timur Bidang Iptek dan Inovasi (2000–

(5)

(content analysis) untuk mengungkap

relevansi dan signifikansi dari kebijakan

iptek dan inovasi tehadap pengembangan,

difusi, dan pemanfaatan teknologi yang

berlaku di daerah studi kasus. Studi ini juga

mengungkapkan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi implementasi kebijakan

iptek dan inovasi di daerah studi kasus;

yaitu dari sumberdaya dalam pelaksanaan

kebijakan iptek dan inovasi, keberadaan dan

perkembangan kelembagaan, dan bentuk

dukungan kepemimpinan dalam pelaksanaan

kebijakan iptek dan inovasi.

Selanjutnya, makalah lain yang ditulis

oleh Setiowiji Handoyo dan Prakoso

Bhairawa Putera mengkaji lebih dalam

mengenai tingkat kolaborasi peneliti pada

Program Insentif “Semi Top Down” pada

Kementerian Riset dan Teknologi (KRT).

Dengan mengambil latar periode 2008–

2010, penulis berupaya menggambarkan

menggunakan data kuantitatif, dan hasil

disajikan secara deskriptif kuantitatif pula.

Makalah tersebut menguraikan dua hal,

berkaitan dengan peta perkembangan dan

tingkat kolaborasi peneliti kegiatan insentif

KRT.

Akhirnya, tim Redaksi WARTA KIML

tak lupa mengucap terima kasih kepada

segenap kontributor yang telah turut

berpartisipasi dalam menggagas ide dan

kreatifitas berpikir ilmiah dalam bidang

kajian kebijakan iptek dan manajemen

litbang. Kami tetap menunggu limpahan ide

dari berbagai pihak untuk melengkapi sajian

WARTA KIML ke depan. Tetap Berinovasi

dengan Ide Kreatif Anda!

Salam hangat.

(6)

“SEMI TOP-DOWN” KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI,

TAHUN 2008—2010

RESEARCH COLLABORATION FOR SEMI TOP DOWN INCENTIVE

PROGRAM FROM MINISTRY OF RESEARCH AND TECHNOLOGY

FUNDING SCHEME, PERIOD 2008-2010

Setiowiji Handoyo, Prakoso Bhairawa Putera

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi -

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

I N F O A R T I K E L A B S T R A C T

Naskah Masuk : 5/6/2012 Naskah Revisi : 10/7/2012 Naskah Terima : 4/3/2013

Incentive programs the Ministry of Research and Technology (KRT) is a stimulant in order to increase collaborative research in Indonesia. Collaborative research to be a bridge of cooperation between researchers and organizations, both in terms of human resources, equipment, funds, ideas, and so forth, all through the funding support of KRT. In order to reveal the research activities financed from the Incentive Program, the research was conducted. Another objective of this research is to see how the level of collaboration/cooperation on research conducted by the researchers conducting incentive. This research is a descriptive study using quantitative data. Source data from KRT incentive program managers. Analysis was performed on all activities financed incentive incentive program KRT during 2008-2010. The results of this study concluded that from 1226 the activities carried out in the years 2008-2010 incentive program KRT greatest activity conducted applied research on the types of incentives (498 events). Meanwhile, according to the focal plane, most activities are in the areas of food security (386 events) and according to science should be in the field of engineering sciences (553 events). Collaboration of researchers at the activity level incentives earned 20.43% done in collaboration by two or more researchers.

S A R I K A R A N G A N

Program insentif Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) merupakan stimulus dalam rangka peningkatan kolaborasi penelitian di Indonesia. Kolaborasi riset menjadi jembatan kerjasama antar peneliti atau organisasi, baik dalam hal sumber daya manusia, peralatan, dana, gagasan, dan lain sebagainya melalui dukungan pendanaan dari KRT. Guna mengetahui gambaran kegiatan riset-riset yang dibiayai dari Program Insentif maka penelitian ini dilaksanakan. Tujuan lain riset ini adalah untuk melihat bagaimana tingkat kolaborasi/kerjasama riset yang dilakukan oleh para peneliti yang melakukan kegiatan insentif. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan data kuantitatif. Sumber data berasal dari pengelola program insentif KRT. Analisis dilakukan terhadap seluruh kegiatan insentif yang dibiayai oleh program insentif KRT selama tahun 2008—2010. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa dari 1.226 kegiatan yang dilaksanakan pada program insentif KRT tahun 2008-2010 kegiatan terbesar dilakukan pada jenis insentif riset terapan (498 kegiatan). Sedangkan menurut bidang fokus, kegiatan terbanyak berada pada kelompok bidang ketahanan pangan (386 kegiatan) dan menurut bidang ilmu berada pada kelompok bidang ilmu rekayasa (553 kegiatan). Tingkat kolaborasi peneliti pada kegiatan insentif didapatkan 20,43% dilakukan secara berkolaborasi oleh dua orang peneliti atau lebih.

© Warta KIML Vol. 10 N0. 2 Tahun 2012: 99—114

Keywords: Collaboration, KRT Incentive Program, Incentive Type, Focus Areas, Field of science Kata kunci: Kolaborasi, Program Insentif KRT, Jenis Insentif, Bidang Fokus, Bidang ilmu

* Korespondensi Pengarang, Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi– LIPI. Jl Gatot Subroto No. 10, Gedung Widya Graha Lt. 8, Jakarta 12720.

(7)

1. PENDAHULUAN

Kolaborasi menjadi suatu kata yang penting dan meningkat popularitasnya. Adanya kegiatan yang dilakukan secara berkolaborasi, bukannya secara individu, tentunya mempengaruhi proses dan hasil yang dicapai. Kolaborasi dapat diartikan sebagai bekerja secara bersama-sama antara dua atau lebih orang atau organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam konteks riset, kolaborasi diperlukan karena tidak selamanya suatu kegiatan riset dapat dilakukan secara individu sehingga dibutuhkan kerjasama antar peneliti atau organisasi, baik dalam hal sumberdaya personel, peralatan, dana, gagasan, dan lain sebagainya.

Katz dan Martin dalam Sormin (2009) memberikan batasan bahwa seorang peneliti dapat dikatakan atau disebut berkolaborasi (kolaborator) apabila orang tersebut bekerjasama dalam suatu penelitian dan ikut memberikan kontribusi penting berkali-kali, namanya muncul dalam proposal penelitian asli, bertanggung jawab pada satu atau lebih elemen utama penelitian, pelaksanaan eksperimen, analis dan interpretasi data, penulisan laporan hasil penelitian, bertanggung jawab pada tahap-tahap penting penelitian (pencetus ide, hipotesis asli, atau interpretasi teori); dan sebagai pemilik proposal proyek asli atau penyandang dana, meskipun kontribusi utamanya hanya pada manajemen penelitian (misalnya ketua tim) bukan pada penelitiannya.

Pentingnya kolaborasi riset tersebut mendorong berbagai inisiatif untuk mengembangkan kolaborasi diantara individu-individu peneliti agar mereka dapat bersama-sama melakukan kolaborasi riset, seperti adanya pusat riset unggulan yang mengakomodasi kelompok penelitian antar berbagai disiplin ilmu. Berbagai kebijakan pemerintah juga digulirkan dengan tujuan untuk meningkatkan link antara ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) melalui upaya kolaborasi riset di sektor tertentu antara perguruan tinggi/lembaga litbang dengan industri. Kemudian, pemerintah juga sangat mendukung upaya-upaya untuk meningkatkan kerjasama internasional yang

melibatkan para peneliti, dengan keyakinan bahwa kolaborasi riset akan membawa manfaat berupa penghematan biaya, mempercepat pemanfaatan hasil riset, dan lain-lain.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) dengan menggulirkan program insentif sebagai stimulus pendayagunaan sumber daya iptek di instansi pemerintah, perguruan tinggi, industri, dan masyarakat secara lebih terpadu dan terarah ke dalam suatu kegiatan yang sesuai dengan sasaran dan kebijakan di dalam RPJM dan Jakstranas iptek. Lebih lanjut, KRT menggunakan program insentif sebagai instrumen kebijakan untuk memberikan kesempatan dan memotivasi institusi penelitian dan pengembangan (litbang) dan peneliti dalam melakukan penelitian, mengatasi permasalahan

yang secara sistematis menghambat pertumbuhan inovasi, dan mendorong adopsi

hasil inovasi oleh pelaku bisnis/industri/ masyarakat (KRT, 2007).

Instrumen kebijakan KRT tersebut diharapkan dapat mengatasi berbagai kelemahan pembangunan iptek, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009, yaitu kelemahan dari sisi penghasil teknologi (seperti terbatasnya sumber daya iptek, dan belum berkembangnya budaya iptek), kelemahan dari sisi pengguna iptek (seperti rendahnya daya serap iptek pada sektor produksi dan lemahnya sumber daya iptek pada sektor industri), dan kelemahan intermediasi (seperti belum tertatanya infrastruktur iptek dan belum efektifnya sistem komunikasi antara lembaga litbang dan pihak industri yang antara lain berakibat pada minimnya keberadaan industri kecil menengah yang berbasis teknologi).

Adanya program yang dijalankan oleh KRT tersebut pada dasarnya merupakan salah satu bentuk insentif untuk merangsang peningkatan kerjasama/kolaborasi antar berbagai pemangku kepentingan dalam memajukan iptek agar lebih berdaya guna bagi masyarakat. Peranan program insentif KRT dalam mendorong terjadinya

(8)

memanfaatkan instrumen tersebut tentunya sangat menarik untuk dikaji.

Berdasarkan Pedoman Insentif KRT Tahun 2007 dan Tahun 2008 disebutkan bahwa terdapat 5 (lima) program insentif yang diluncurkan oleh KRT, yaitu: a) Insentif Riset Dasar; b) Insentif Riset Terapan; c) Insentif Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi; d) Insentif Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek; dan e) Program Riset Unggulan Strategis Nasional. Dari kelima program insentif tersebut, 4 (empat) program insentif bersifat bottom-up (topik dan judul program insentif yang dikompetisikan secara terbuka (competitive basis)), sedangkan sisanya satu program insentif (Program Riset Unggulan Strategis Nasional) bersifat top-down (program insentif yang ditetapkan dari awal oleh KRT (mission-oriented management) tidak ditawarkan untuk dikompetisikan) (KNRT, 2007 dan 2008).

Walaupun bersifat bottom-up, penetapan keputusan kegiatan penelitian pada keempat program insentif KRT (yaitu: Riset Dasar; Riset Terapan; Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi; dan Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek) harus melalui seleksi yang dilakukan oleh tim penilai yang dibentuk KRT, dengan mengikuti aturan yang telah ditentukan, seperti kegiatan program insentif mengacu kepada kegiatan-kegiatan iptek yang dijabarkan dalam Agenda Riset Nasional (ARN) 2006-2009 yang diterbitkan oleh Dewan Riset Nasional (DRN).

Pada tahun 2009, KRT menata ulang pengelolaan Program Insentif dengan menggunakan pendekatan baru, yaitu pola semi top-down, yang pelaksanaan substantifnya dilakukan oleh DRN. Pendekatan semi top-down yang dimaksud adalah sifat kegiatan riset yang dikompetisikan secara terbuka (competitive based) untuk mendukung produk target yang telah ditentukan oleh KRT dan DRN (KNRT dan DRN, 2009). Di sini, DRN terlebih dahulu menyusun dan menetapkan topik-topik yang patut diteliti untuk menghasilkan produk target, yaitu hasil yang ditargetkan sebagai upaya agar setiap penelitian berakhir dalam bentuk suatu

produk berupa barang/jasa/sistem/prosedur. Kemudian, para pelaku riset iptek dipersilahkan memilih judul dari daftar topik kegiatan riset tersebut untuk kemudian mengajukan proposalnya.

Berdasarkan Pedoman Program Insentif KRT dan DRN Tahun 2009, program insentif yang diluncurkan oleh KRT meliputi 4 (empat) Program Insentif, yaitu Insentif Riset Dasar, Insentif Riset Terapan, Insentif Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi, dan Insentif Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek. Namun, kegiatan-kegiatan riset hilir yang terkait dengan Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi dan Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek akan mendapat prioritas untuk dibiayai oleh KRT.

Mengacu pada Pedoman Program Insentif KRT tentang pelaksanaan kegiatan insentif yang dibiayai oleh KRT dari tahun 2007—2009 tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebijakan tentang Program Insentif KRT pada dasarnya diarahkan program insentif yang bersifat semi top-down. Artinya, walaupun pelaksanaan kegiatan insentif dikompetisikan antarpeneliti akan tetapi harus mengacu pada topik-topik kegiatan riset yang telah ditetapkan oleh DRN.

Oleh sebab itu, penelitian ini membatasi pada Program Insentif KRT yang bersifat semi top-down, yang meliputi Insentif Riset Dasar, Insentif Riset Terapan, Insentif Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi, Insentif Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek. Sedangkan program insentif yang bersifat top-down, yaitu Program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) tidak menjadi bahasan da-lam melihat kolaborasi peneliti pada program insentif KRT. Pemilihan kajian pada program insentif yang bersifat semi top-down didasari pada karakteristik program insentif tersebut yang dikompetisikan di antara pelaku iptek, sehingga hal ini dapat lebih menggambarkan terjadinya kolaborasi riset yang secara alamiah (atas dasar kebutuhan dan kemauan masing-masing pelaku iptek), walaupun topik dan judul kegiatan tetap mengacu pada produk target yang telah ditetapkan oleh KRT dan DRN.

(9)

Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kegiatan insentif yang dibiayai melalui Program Insentif KRT. Sebagaimana dijelaskan di atas, program insentif KRT yang bersifat semi top-down yang akan dijadikan obyek dalam tulisan ini. Di samping itu, penelitian ini juga mengulas tingkat kolaborasi peneliti pada program insentif KRT. Tingkat kolaborasi peneliti tersebut dilihat melalui frekuensi jumlah pelaku iptek yang melakukan kegiatan insentif pada program KRT. Kajian tingkat kolaborasi peneliti, dalam hal ini program insentif KRT yang bersifat semi top-down, perlu dilakukan mengingat pentingnya kolaborasi penelitian dalam mendorong peningkatan dan pemanfaatan iptek bagi masyarakat. Sehingga, diketahuinya gambaran tingkat kolaborasi peneliti dapat menjadi salah satu bahan masukan dalam menyusun program insentif KRT ke depan.

2. PENTINGNYA KOLABORASI RISET

Banyaknya penulis yang melakukan kajian tentang kolaborasi menghasilkan berbagai definisi tentang kolaborasi, sesuai dengan konteks yang mereka teliti. Amabile et al. (2001)

mendefinisikan kolaborasi sebagai individu-individu yang berbagi informasi

penting dan bekerja menuju suatu tujuan tertentu. Definisi tersebut mengutip dari Jassawalla dan Sashittal (1998) yang menyatakan bahwa kolaborasi sebagai kehadiran secara bersama-sama dari berbagai kepentingan dan orang-orang yang beragam untuk mencapai tujuan yang sama melalui interaksi, berbagi informasi, dan aktivitas koordinasi. Melin dan Persson (1996) memiliki pemahaman yang sama tentang kolaborasi yang menitikberatkan pentingnya komunikasi sebagai “berbagi kompetensi dan sumber daya". Sedangkan kolaborasi riset, menurut Katz dan Martin (1997), dipandang sebagai bentuk khusus dari kolaborasi yang dilakukan untuk tujuan riset, di mana riset secara implisit dianggap sebagai penelitian ilmiah.

Amabile et al. (2001) menyatakan ada tiga dimensi yang dapat digunakan untuk

menggambarkan kolaborasi riset, yaitu: (1) profesi partisipan, (2) afiliasi antar institusi/ lembaga, dan (3) level organisasi dari kolaborasi. Sonnenwald (2007) kemudian menambahkan dua dimensi lagi, yaitu: (4) disiplin ilmu dan (5) geografis. Melihat dimensi ini maka sebuah kolaborasi riset harus mencakup beberapa peneliti akademik walaupun bukan peneliti juga dapat melakukan kolaborasi.

Sebuah kolaborasi riset dapat terjadi antara individu yang berasal dari lembaga yang sama atau antara individu-individu dari lembaga yang berlainan, bahkan berbeda negara. Kolaborasi juga dapat menghubungkan berbagai disiplin ilmu yang berbeda-beda.

Perkembangan kolaborasi riset yang demikian cepat tersebut menunjukkan pentingnya kolaborasi riset untuk dilakukan, di samping juga adanya permasalahan yang turut menyertainya. Menurut Bukvova (2010), alasan para peneliti untuk melakukan kolaborasi, antara lain:

1. Akses untuk keahlian; 2. Akses untuk sumber daya;

3. Pertukaran ide, khususnya antar disiplin ilmu;

4. Berkumpulnya para ahli untuk memecahkan masalah yang kompleks;

5. Menjaga aktivitas peneliti menjadi lebih fokus;

6. Belajar keterampilan baru; 7. Produktivitas yang lebih tinggi; 8. Kualitas hasil yang lebih tinggi; 9. Akses ke pendanaan;

10. Prestisius; 11. Faktor politik; 12. Faktor personal; dan 13. Hiburan dan kesenangan.

Namun demikian, tidak hanya dampak positif dari adanya kolaborasi riset. Wray (2006) berpendapat bahwa kerjasama penelitian dapat menyebabkan masalah dalam pemberian penghargaan kepada anggota tim yang

(10)

melakukan kolaborasi penelitian, utamanya dalam hal publikasi ilmiah. Pengakuan ilmiah melalui publikasi merupakan penghargaan utama dalam karir seorang peneliti/akademisi (Heinze dan Kuhlmann, 2008). Adanya ketidakpastian tentang publikasi dapat memberikan dampak buruk pada motivasi para peneliti. Selain itu, seringkali tidak jelas siapa yang memiliki tanggung jawab terhadap hasil sebuah kolaborasi riset. Risiko-risiko tersebut tentunya dapat mengakibatkan menurunnya kualitas penelitian yang dihasilkan. Cummings dan Kiesler (2007) melanjutkan hambatan lainnya dalam melakukan koordinasi riset berupa tingginya biaya koordinasi, terutama kolaborasi riset antar lembaga yang lebih besar atau bahkan kolaborasi internasional.

Lebih lanjut, Bukvova (2010) menjelaskan banyak faktor yang mempengaruhi kolaborasi riset, baik faktor internal (yang dapat menjadi acuan para peneliti untuk berpartisipasi dalam sebuah kolaborasi riset) dan faktor eksternal (yang menarik bagi para pengambil keputusan dalam mendorong peningkatan kolaborasi riset). Faktor internal yang mempengaruhi kolaborasi riset menurut beliau berkaitan dengan:

a. kesepakatan atas kualitas hasil kolaborasi; b. penghargaan yang diterima dari

kolaborasi;

c. koordinasi (perhatian yang lebih pada aktivitas koordinasi dapat memprediksi hasil kolaborasi);

d. persiapan proyek (terutama penentuan tujuan untuk mencapai keberhasilan kolaborasi);

e. komunikasi (memainkan peran penting untuk keberhasilan kolaborasi);

f. perhatian antar anggota tim;

g. kesadaran adanya perbedaan (konflik dalam kolaborasi riset disebabkan adanya perbedaan latar belakang dan cara pandang para peneliti sehingga diperlukan langkah-langkah untuk mengatasi perbedaan tersebut);

h. keakraban anggota tim (keakraban anggota tim dapat meningkatkan

produk-tivitas tetapi dalam jangka panjang keakraban memiliki efek negatif pada kinerja tim);

i. kepemimpinan; j. karakteristik personil;

k. penetapan batasan kolaborasi (kompleksnya permasalahan yang dihadapi membuat para peneliti membatasi tujuan kolaborasi riset); dan

l. legitimasi lembaga (besar dan kompleksnya proyek membutuhkan dukungan dari sejumlah pemangku kepentingan).

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kolaborasi riset berkenaan dengan:

a. budaya akademik (baik budaya pada lingkup nasional maupun kelembagaan); b. pendanaan (pendanaan lebih besar

mempengaruhi produktivitas riset dibandingkan kolaborasi riset);

c. jumlah anggota kelompok/tim; d. sumberdaya;

e. dukungan kelembagaan; f. level kelembagaan;

g. keberadaan lembaga riset (afiliasi dengan lembaga riset berdampak positif pada kesediaan individu untuk berkolaborasi); dan

h. kolaborasi secara nasional atau internasional (kolaborasi pada lingkup

nasional dan internasional menghasilkan kualitas output yang sebanding, meskipun kolaborasi internasional berdampak positif pada output di masa depan).

Melihat begitu ‘cairnya’ sumberdaya yang terkait dengan kolaborasi riset maka perdebatan para peneliti dalam memahami kolaborasi adalah “pada level organisasi apa kolaborasi dilakukan?”, apakah kolaborasi semata-mata hanya urusan individu atau pada level yang lebih tinggi di tingkat lembaga/departemen dimana para peneliti berada. Namun, intinya mereka memiliki konsensus tentang pentingnya menumbuhkan kolaborasi riset. Di sini, isunya berkaitan dengan bagaimana mengukur

(11)

perkembangan kolaborasi riset.

Umumnya, untuk mengukur kolaborasi riset didasarkan pada kepengarangan bersama (co-authorship). Publikasi yang dihasilkan oleh suatu penelitian dipandang sebagai bagian penting dari proses penelitian sehingga artikel yang diterbitkan oleh beberapa penulis dipandang sebagai output yang terukur dari kolaborasi riset. Namun demikian, tidak setiap kolaborasi riset akan menghasilkan publikasi dan tidak semua kepengarangan bersama adalah hasil dari sebuah proses kolaborasi riset. Selain itu, tidak semua kolaborasi riset harus muncul sebagai kepengarangan bersama.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian bibliometrik, dengan menggunakan data kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua kegiatan pada program insentif KRT. Program insentif KRT yang dikaji dibatasi pada kegiatan insentif yang bersifat semi top-down (Insentif Riset Dasar, Insentif Riset Terapan, Insentif Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi, Insentif Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek) selama periode tiga tahun (2008—2010).

Sumber data kegiatan insentif KRT berasal

Analisis Pola Kegiatan Insentif Program Insentif KRT:

Tahun Pelaksanaan Nama Peneliti Utama Nama Anggota Tim Judul Penelitian Jenis Insentif Bidang Fokus Bidang Ilmu

Kategori Jenis Insentif:

Riset Dasar, Riset Terapan, Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi, Percepatan Difusi & Pemanfaatan Iptek

Kategori Bidang Fokus/Prioritas:

Ketahanan Pangan, Teknologi Kesehatan & Obat-obatan, Sumber Energi Baru & Terbarukan, Teknologi & Manajemen Trans-portasi, Teknologi Informasi & Komunikasi, Teknologi Pertahanan & Keamanan

Kategori Bidang Ilmu:

Agama, Biologi, Ekonomi, Farmasi, Fisika, Geologi, Kelautan,

Kesehatan, Kimia, Komputer, Komunikasi, Lingkungan, Perikanan, Pertanian, Peternakan, Rekayasa Sosial, dan Teknologi Pangan.

Peta Perkembangan Kegiatan Insentif

Tingkat Kolaborasi Peneliti Kegiatan Insentif Analisis Tingkat

Kolaborasi Peneliti

Metode Subramanyam

(12)

dari pengelola program insentif KRT. Untuk melengkapi kebutuhan data kegiatan insentif tersebut, penelitian ini juga melakukan penelusuran berbagai dokumen pendukung, seperti Peraturan Presiden No.7 Tahun 2005 tentang RPJMN 2004—2009, Kebijakan Strategis Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Jakstranas Iptek) 2004—2009, Agenda Riset Nasional (ARN) 2006—2009, dan Surat Keputusan Menteri (Keputusan Meneg.Ristek No.97/M/Kp/XI/2007, No.194/M/ Kp/X/2008, dan No.110/M/Kp/X/2009) tentang penetapan proposal program insentif yang dibiayai oleh APBN tahun 2008—2010. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi tahun kegiatan insentif dilakukan, nama peneliti utama/koordinator dan anggota tim, judul penelitian, jenis insentif KRT, bidang prioritas/ fokus, dan bidang ilmu yang diteliti.

Penelitian ini, sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, menjawab dua hal, berkaitan dengan peta perkembangan dan tingkat kolaborasi peneliti kegiatan insentif KRT. Untuk menjawab kedua hal tersebut, kerangka analisis yang digunakan dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 1.

Berdasarkan kerangka analisis penelitian, sebagaimana digambarkan di atas, untuk mencapai tujuan penelitian, pertama dilakukan analisis pola kegiatan insentif KRT. Analisis tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi jumlah kegiatan insentif yang dibiayai KRT berdasarkan kriteria jenis insentif, bidang fokus/ prioritas, dan bidang ilmu.

Untuk kriteria jenis insentif, kegiatan insentif KRT dikelompokan dalam 4 (empat) kategori, yaitu Riset Dasar, Riset Terapan, Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi, Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek. Untuk kriteria bidang fokus/prioritas, kegiatan insentif dikelompokan dalam 6 (enam) kategori, yaitu Ketahanan Pangan, Teknologi Kesehatan dan Obat-obatan, Sumber Energi Baru dan Terbarukan, Teknologi dan Manajemen Transportasi, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Teknologi Pertahanan dan Keamanan. Sedangkan kriteria bidang ilmu,

kegiatan insentif dikelompokan dalam 16 kategori, yaitu Agama, Biologi, Ekonomi, Farmasi, Fisika, Geologi, Kelautan, Kesehatan, Kimia, Komputer, Komunikasi, Lingkungan, Perikanan, Pertanian, Peternakan, Rekayasa Sosial, dan Teknologi Pangan.

Ketiga kriteria tersebut (jenis insentif, bidang fokus/prioritas, dan bidang ilmu) dikelompokan menurut tahun pelaksanaan kegiatan insentif KRT (2008—2010). Pengelompokan kegiatan berdasarkan tahun pelaksanaan dilakukan agar dapat diketahui pola pemanfaatan program insentif, sebagai salah satu instrumen kebijakan KRT, berdasarkan target program yang ingin dicapai oleh KRT. Sehingga, pada akhirnya dapat terlihat peta perkembangan kegiatan insentif.

Kemudian, untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua, yaitu tingkat kolaborasi peneliti pada kegiatan insentif KRT, dilakukan analisis dengan metode Subramanyam (1983). Metode tersebut menggunakan rumus sebagai berikut.

Dimana:

C = tingkat kolaborasi peneliti, nilai C berada pada interval nol sampai dengan satu. Nm = total hasil penelitian dari peneliti yang

dilakukan secara berkolaborasi

Ns = total hasil penelitian dari peneliti yang dilakukan secara individual

Nilai C yang didapat berdasarkan Metode Subramayam tersebut mengandung pengertian/ memiliki ketentuan sebagai berikut:

1. Bila nilai C sama dengan nol (C=0) maka dapat dikatakan bahwa kegiatan penelitian seluruhnya dilakukan secara individu (peneliti tunggal) dan atau tidak ada satupun kegiatan penelitian yang dilakukan secara berkolaborasi. Artinya pelaksanaan kegiatan penelitian sama sekali tidak memerlukan bantuan atau pendekatan dari bidang ilmu lain dan masih dapat dilakukan secara individu.

(13)

2. Bila nilai C lebih besar dari 0 dan kurang dari setengah (0 < C < 0,5) maka dapat dikatakan bahwa kegiatan penelitian yang dilakukan secara individu lebih besar dibanding dengan kegiatan penelitian yang dilakukan secara berkolaborasi. Artinya pelaksanaan kegiatan penelitian lebih sedikit yang membutuhkan pendekatan dari bidang ilmu lain.

3. Bila nilai C sama dengan setengah (C = 0,5) maka dapat dikatakan bahwa kegiatan penelitian yang dilakukan secara individu sama banyaknya dengan kegiatan penelitian yang dilakukan secara berkolaborasi. Artinya pelaksanaan kegiatan penelitian sama-sama memerlukan bantuan dari bidang ilmu lain. 4. Bila nilai C lebih besar dari setengah dan

kurang dari satu (0,5 < C < 1) maka dapat dikatakan bahwa kegiatan penelitian yang dilakukan secara individu lebih sedikit jika dibanding kegiatan penelitian yang dilakukan secara berkolaborasi. Artinya pelaksanaan kegiatan penelitian memang sangat membutuhkan bantuan dari bidang ilmu lain.

5. Bila nilai C sama dengan satu (C=1) maka dapat dikatakan bahwa kegiatan penelitian seluruhnya dilakukan secara berkolaborasi. Artinya pelaksanaan kegiatan penelitian memang sepenuhnya sangat membutuhkan bantuan dari bidang ilmu lain.

Dengan diketahuinya nilai C yang didapatkan dari rumus di atas maka dapat ditentukan tingkat kolaborasi peneliti kegiatan insentif pada Program Insentif KRT tahun 2008—2010.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Program insentif KRT selama periode tiga tahun (2008—2010) telah membiayai tidak kurang dari 1.226 kegiatan. Tersedianya data jenis insentif, bidang fokus, dan bidang ilmu pada kegiatan insentif selama tiga tahun tersebut maka untuk melihat pola perkembangan kegiatan insentif KRT 2008—2010 maka penelitian ini menggunakan keseluruhan data populasi yang ada (berjumlah 1.226 kegiatan).

Di samping itu, terbatasnya data nama peneliti utama dan anggota tim mengakibatkan tidak semua kegiatan insentif KRT tahun 2008—2010 yang berjumlah 1.226 kegiatan dapat digunakan untuk keperluan analisis tingkat kolaborasi peneliti. Berdasarkan penelusuran data ditemukan bahwa ada sejumlah 247 kegiatan insentif yang tidak mencantumkan nama peneliti utama/koordinator dan anggota tim, sehingga diputuskan untuk tidak dilakukan pengolahan data lebih lanjut terhadap 247 kegiatan tersebut. Jadi, hanya data kegiatan insentif yang mencantumkan nama peneliti utama dan atau anggota tim saja yang dilakukan pengolahan data lebih lanjut (berjumlah 979 kegiatan).

4.1 Perkembangan Kegiatan Insentif KRT tahun 2008—2010

Dalam melihat perkembangan kegiatan insentif, kegiatan yang dilakukan selama tiga tahun dikelompokkan menurut jenis insentif, bidang fokus, dan bidang ilmu sebagai berikut: a. Jumlah kegiatan menurut jenis insentif

Menurut kategori jenis insentif, jumlah terbanyak kegiatan yang dilaksanakan berada pada kelompok insentif riset terapan dengan jumlah 498 kegiatan, kemudian diikuti dengan jenis insentif riset dasar sebesar 367 kegiatan. Sedangkan lainnya, yaitu insentif peningkatan kapasitas iptek sistem produksi dan percepatan difusi dan pemanfaatan iptek berkontribusi dalam kegiatan insentif dengan jumlah masing-masing sebesar 225 dan 136 kegiatan. Gambaran dari masing-masing kegiatan insentif ditunjukkan pada Gambar 2.

Pada jenis insentif riset dasar cenderung mengalami penurunan selama periode analisis. Pada kelompok ini, terjadi penurunan hingga 70% lebih dari tahun 2008 ke tahun 2010. Sedangkan pola berbeda ditunjukkan pada jenis insentif peningkatan kapasitas iptek sistem produksi yang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Rata-rata persentase

(14)

peningkatan jumlah kegiatan pada jenis insentif ini adalah 48,6% per tahun.

Penurunan tajam jumlah kegiatan pada jenis insentif riset terapan terjadi dari tahun 2008 ke tahun 2009 dengan persentase penurunan sebesar 90%, walaupun pada tahun berikutnya sempat mengalami peningkatan kembali sebesar 15%. Sedangkan pada jenis insentif Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek, jumlah kegiatan cukup stagnan dan bahkan mengalami penurunan dari tahun 2009 ke tahun 2010 dengan persentase sebesar 17%.

Besarnya penurunan kegiatan pada jenis insentif riset dasar dan terapan tersebut sejalan dengan kebijakan yang dijalankan oleh KRT dalam pencapaian rencana pembangunan iptek, yang diaktualisasikan dalam pelaksanaan kegiatan pada program insentif (KRT, 2009). Sesuai dengan target capaian KRT, kegiatan-kegiatan riset hilir yang terkait dengan Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi, serta Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek akan mendapat prioritas dibandingkan riset hulu (riset dasar dan terapan).

b. Jumlah kegiatan menurut bidang fokus/ prioritas

Informasi lain berkenaan dengan kegiatan insentif KRT adalah jumlah kegiatan insentif menurut bidang fokus. Bidang fokus

terbanyak dalam jumlah kegiatan adalah Ketahanan Pangan dengan jumlah sebesar 386 kegiatan. Bidang lainnya yang juga cukup menonjol dalam kegiatan insentif adalah bidang fokus teknologi kesehatan dan obat-obatan; dan sumber energi baru dan terbarukan. Kedua bidang tersebut berkontribusi dalam kegiatan insentif masing -masing sebesar 283 dan 201 kegiatan. Gambaran dari masing-masing bidang fokus menurut tahun dilaksanakannya kegaitan insenti dapat ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa hampir semua bidang fokus mengalami penurunan dalam jumlah kegiatan yang dilakukan dari tahun ke tahun. Penurunan tajam terjadi pada bidang ketahanan pangan. Walaupun pada tahun 2008 bidang ketahanan pangan memiliki jumlah kegiatan terbanyak jika dibandingkan dengan bidang fokus lainnya akan tetapi jumlah kegiatan insentif pada bidang fokus ini mengalami penurunan dari tahun ke tahun dengan persentase penurunan rata-rata per tahun lebih dari 50%.

Bidang fokus lainnya yang juga mengalami penurunan dalam jumlah kegiatan insentif terjadi pada bidang sumber energi baru dan terbarukan, teknologi informasi dan komunikasi, dan teknologi dan manajemen transportasi, dengan rata-rata persentase penurunan cukup beragam mulai dari 15%

(15)

Gambar 3. Jumlah Kegiatan Pada Program Insentif KRT Menurut Bidang Fokus, Tahun 2008—2010

sampai 46% per tahun.

Hal berbeda ditunjukkan pada bidang fokus teknologi kesehatan dan obata-obatan serta teknologi pertahanan dan keamanan. Pada bidang fokus teknologi kesehatan dan obat-obatan, walapun jumlah kegiatan sempat mengalami penurunan pada tahun 2009 tetapi pada tahun berikutnya mengalami peningkatan sebesar 24% hingga mencapai 99 kegiatan.

Bidang fokus teknologi pertahanan dan keamanan juga menarik untuk dikaji. Bidang ini merupakan satu-satunya bidang fokus yang secara konsisten mengalami peningkatan jumlah kegiatan insentif selama tiga tahun berturut-turut dari 28 kegiatan pada tahun 2008, kemudian meningkat 22% di tahun 2009 menjadi 36 kegiatan, dan selanjutnya kembali mengalami peningkatan 36% hingga mencapai 56 kegiatan pada tahun 2010.

c. Jumlah kegiatan menurut bidang ilmu Berdasarkan bidang ilmu, kegiatan insentif KRT didominasi oleh bidang rekayasa dengan jumlah kegiatan sebesar 553 kegiatan atau berkontribusi sebesar 45% terhadap total kegiatan insentif KRT selama tiga tahun yang berjumlah 1.226 kegiatan. Adapun kontribusi dari masing-masing bidang ilmu dapat ditunjukan pada Gambar 4.

Gambar 4 di atas juga menunjukan terdapat dua bidang ilmu yang memiliki kontribusi lebih dari 10% terhadap total kegiatan insentif. Bidang ilmu tersebut adalah pertanian dan kesehatan, yang masing-masing memiliki kontribusi sebesar 13,8% dan 10,3% terhadap total kegiatan insentif selama tiga tahun pelaksanaan (2008— 2010).

Besarnya kontribusi kedua bidang ilmu tersebut sejalan dengan banyaknya kegiatan pada bidang fokus ketahanan pangan dan teknologi kesehatan dan obat-obatan. Sehingga, hal ini dapat mengindikasikan bahwa kedua bidang fokus tersebut (ketahanan pangan dan teknologi kesehatan dan obat-obatan) dicirikan dengan penggunaan/pemanfaatan dari kedua bidang ilmu, yaitu pertanian dan kesehatan.

4.2 Tingkat Kolaborasi Peneliti Kegiatan Insentif KRT tahun 2008—2010

Analisis tingkat kolaborasi peneliti pada kegiatan insentif dilakukan dengan melihat terlebih dahulu pola kolaborasi kegiatan insentif. Pola tersebut menggambarkan apakah kegiatan yang hanya dilakukan secara individu peneliti atau melakukan kolaborasi dengan dua atau lebih dengan peneliti lain. Sedangkan analisis tingkat kolaborasi riset dilakukan untuk melihat seberapa besar suatu kegiatan insentif dilakukan secara berkolaborasi (dilakukan oleh

(16)

0 100 200 300 400 500 600 Agama Kelautan Komunikasi Komputer Lingkungan Geologi Sosial Fisika Ekonomi Peternakan Biologi Farmasi Teknologi Pangan Perikanan Kimia Kesehatan Pertanian Rekayasa Jumlah Kegiatan B ida ng K e ilm ua n 2008 2009 2010

Gambar 4. Jumlah Kegiatan Pada Program Insentif KRT Menurut Bidang Ilmu, Tahun 2008—2010

dua atau lebih peneliti dalam satu kegiatan). Untuk lebih jelasnya, analisis pola dan tingkat kolaborasi riset dapat diuraikan sebagai berikut. a. Pola Kolaborasi Peneliti

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, terbatasnya data kegiatan insentif, yang berkaitan dengan nama peneliti utama dan anggota tim mengakibatkan hanya 979 kegiatan selama tiga tahun yang bisa diolah lebih lanjut. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan hasil bahwa sebagian besar kegiatan insentif (79,57%) dilakukan secara individu/tidak melakukan kolaborasi dengan peneliti lainnya, sedangkan sisanya (sebesar 20,43%) kegiatan dilakukan secara berkolaborasi oleh dua orang peneliti atau lebih.

Besarnya kegiatan insentif KRT yang hanya dilakukan secara individu peneliti tentunya menjadi pertanyaan mengingat kolaborasi kegiatan merupakan salah satu aspek penting penilaian suatu kegiatan insentif untuk dibiayai melalui program insentif KRT, walaupun tidak diwajibkan.

Dalam Buku Pedoman Program Insentif KRT disebutkan bahwa karakteristik program insentif adalah menggalang sumber daya iptek di instansi pemerintah, perguruan tinggi, industri, dan masyarakat secara lebih terarah sesuai dengan sasaran dan kebijakan di dalam RPJM dan Jakstranas Iptek, Buku Putih Prioritas Bidang Iptek, serta Agenda Riset Nasional (KRT, 2007).

Dengan melihat target program insentif KRT tersebut maka dapat dikatakan bahwa perlu adanya penyempurnaan mekanisme persyaratan pengajuan proposal kegiatan insentif dimana kolaborasi riset dapat menjadi syarat mutlak suatu proposal untuk dibiayai KRT. Hal demikian diperlukan mengingat banyak manfaat yang didapat dengan adanya kolaborasi penelitian, seperti dapat menyatukan sumberdaya, keahlian, dan kualitas hasil yang lebih tinggi (Bukvova, 2010). Kolaborasi dapat dianggap sebagai salah satu solusi dalam mengatasi keterbatasan sumberdaya ‘menyelimuti’ perkembangan dan pemanfaatan kegiatan penelitian di Indonesia.

(17)

Berdasarkan pengolahan data ditemukan bahwa terdapat 20,43% kegiatan insentif yang dilakukan secara berkolaborasi (melibatkan dua orang peneliti atau lebih). Besarnya manfaat yang didapat dari adanya kolaborasi peneliti maka dalam uraian selanjutnya dari tulisan ini hanya menyoroti kegiatan insentif KRT tahun 2008—2010 yang dilakukan secara berkolaborasi. Hal ini menjadi penting karena dengan mengetahui pola kolaborasi kegiatan insentif tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan pengembangan dan pemanfaatan iptek ke depannya.

Gambar 5 menjelaskan pola kolaborasi peneliti yang dilakukan oleh dua orang peneliti atau lebih. Terlihat bahwa pola kolaborasi peneliti menyebar dari hanya dua orang peneliti hingga mencapai sepuluh orang peneliti yang melakukan kolaborasi riset dalam kegiatan yang dibiayai oleh KRT selama periode 2008—2010.

Jika melihat Gambar 5, persentase jumlah peneliti yang berkolaborasi dengan jumlah besar adalah kegiatan insentif yang dilakukan oleh tiga peneliti (53%), kemudian kolaborasi empat peneliti (17%),

dan selanjutnya kolaborasi enam peneliti (10%).

Gambar tersebut juga menunjukan terdapat kegiatan insentif yang dikerjakan oleh lebih dari enam orang peneliti, bahkan ada tiga kegiatan insentif yang dilakukan secara berkolaborasi dengan melibatkan 10 (sepuluh) orang peneliti. Ketiga kegiatan tersebut termasuk dalam jenis insentif riset terapan dengan disiplin ilmu yang diterapkan adalah bidang ilmu rekayasa. Adapun bidang fokus yang menjadi objek kajian dalam ketiga kegiatan tersebut masing-masing terdapat pada Sumber Energi Baru dan Terbarukan; Teknologi dan Manajemen Transportasi; dan Teknologi Informasi dan Komunikasi.

b. Tingkat kolaborasi peneliti berdasarkan bidang fokus dan bidang ilmu

Bagian berikut ini menjelaskan tingkat kolaborasi dua orang peneliti atau lebih menurut bidang fokus dan dan bidang ilmu. Seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya, pola kolaborasi peneliti menurut kriteria bidang fokus dan bidang ilmu juga memiliki kecenderungan yang sama dimana jumlah

Gambar 5. Pola Kegiatan Pada Program Insentif KRT Menurut Jumlah Keanggotaan Peneliti yang

(18)

keanggotaan dalam satu kegiatan insentif pada kedua kriteria tersebut didominasi oleh tiga orang peneliti, yaitu sebesar 52,5% terhadap total kegiatan insentif yang dilakukan secara berkolaborasi. Kolaborasi peneliti juga banyak dilakukan dengan jumlah keanggotaan tim sebanyak empat dan enam orang peneliti, dimana masing-masing memiliki kontribusi sebesar 17% dan 10% terhadap total kegiatan insentif.

Deskripsi lebih detail tingkat kolaborasi peneliti menurut kedua kriteria, sebagaimana disebutkan di atas, dapat ditunjukkan pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Menurut Gambar 6, bidang fokus ketahanan pangan merupakan bidang fokus dengan jumlah kegiatan terbesar yang melakukan kolaborasi jika dibandingkan dengan bidang fokus lainnya. Bidang fokus ini memiliki persentase 36% terhadap total kegiatan insentif yang dilakukan secara berkolaborasi. Sedangkan kelompok insentif lainnya memiliki nilai yang lebih kecil dalam melakukan kolaborasi penelitian. Bahkan, kegiatan pada bidang fokus teknologi dan manajemen transportasi; dan teknologi pertahanan dan keamanan yang dilakukan secara berkolaborasi hanya sekitar lima persen.

Besarnya persentase kegiatan insentif yang dilakukan secara berkolaborasi pada bidang fokus ketahanan pangan dikarenakan kegiatan yang dilakukan memiliki permasalahan yang kompleks sehingga memerlukan kolaborasi dengan peneliti lainnya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa kolaborasi perlu dilakukan dalam melakukan suatu kegiatan. Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan Rufaidah (2008) yang melakukan kajian di bidang pertanian, dimana disimpulkan bahwa tingkat kolaborasi peneliti dalam jurnal litbang pertanian tergolong produktif, yaitu 63,78%. Besarnya tingkat kolaborasi tersebut menunjukkan bahwa jaringan komunikasi antarpeneliti melalui jurnal litbang pertanian tergolong tinggi. Studi Winarko dan Sormin (2010) tentang telaah bibliometrik komoditas pada juga menunjukan besarnya kolaborasi penelitian padi yang diaktualisasi dalam penulisan jurnal bersama. Mereka menyimpulkan hanya 31,84% artikel komoditas padi yang ditulis secara individu, sedangkan hampir 70% artikel merupakan hasil kolaborasi dua hingga sepuluh orang peneliti.

Gambar 6 tersebut juga menunjukan tingkat kolaborasi bidang fokus Sumber Energi Baru

(19)

dan Terbarukan dilakukan secara konsistensi, yang ditandai dengan jumlah kegiatan insentif yang terdapat pada masing-masing keanggotaan kolaborasi, mulai dari kolaborasi yang dilakukan oleh dua orang peneliti hingga sepuluh orang peneliti. Hal yang berbeda ditunjukan bidang fokus Teknologi Informasi dan Komunikasi; dan Teknologi dan Manajemen Transportasi. Kegiatan yang dilakukan secara berkolaborasi pada kedua bidang ini masih terbatas. Akan tetapi, kedua bidang ini meliki satu kegiatan insentif yang dilakukan secara berkolaborasi dengan melibatkan sepuluh orang peneliti, sama halnya yang terdapat pada bidang fokus sumber energi baru dan terbarukan. Besarnya jumlah tim yang terlibat melakukan kolaborasi peneliti tentunya perlu dikaji lebih lanjut tujuan mereka melakukan kolaborasi dalam jumlah besar, apakah karena faktor kompleksnya masalah yang ingin dipecahkan, untuk meningkatkan kualitas hasil yang lebih tinggi, atau faktor lainnya, sebagaimana

disebutkan oleh Bukvova (2010) argumentasi kolaborasi penelitian perlu dilakukan. Hal ini penting dilakukan mengingat besarnya jumlah tim yang melakukan kolaborasi juga dapat

menimbulkan permasalahan dalam hal koordinasi dan bagaimana pembagian penghargaan diberikan kepada anggota tim yang melakukan kolaborasi (Curmings dan Kiesler, 2007; Wray, 2006).

Gambar 7 menjelaskan tingkat kolaborasi

penelitian menurut bidang ilmu. Sebagaimana ditunjukan pada Gambar 7,

terlihat bahwa terdapat empat bidang ilmu yang memiliki jumlah kegiatan terbanyak yang dilakukan secara berkolaborasi. Keempat bidang ilmu tersebut adalah bidang rekayasa (32,5%), kesehatan (16%), pertanian (14,5%), dan kimia (10,5%).

Gambar 7 menunjukan bahwa dari 18 bidang ilmu yang terdapat dalam program insentif KRT, bidang ilmu rekayasa merupakan satu-satunya bidang ilmu yang memiliki jumlah anggota yang berkolaborasi cukup besar. Bahkan, penjelasan pada bagian sebelumnya menunjukan bawha pada bidang rekayasa terdapat kolaborasi peneliti dengan jumlah anggota tim hingga 10 (sepuluh) orang. Besarnya kolaborasi ini tentunya membutuhkan koordinasi dan pembagian peran yang jelas dari masing-masing anggota tim agar tujuan kegiatan dapat sesuai dengan target capaian yang dinginkan. Adapun tingkat kolaborasi kegiatan insentif pada

Bidang ilmu lainnya 12,5% Farmasi 6,0% Perikanan 8,0% Kimia 10,5% Pertanian 14,5% Kesehatan 16,0% Rekayasa 32,5%

(20)

bidang rekayasa ditunjukan pada Gambar 8. Jika dirinci, pada Gambar 8 terlihat bahwa bidang rekayasa memiliki kolaborasi kegiatan insentif yang cukup menyebar. Kolaborasi terbesar bidang ilmu rekayasa terdapat pada keanggotaan tim yang berjumlah tiga orang dengan jumlah kegiatan sebanyak 31 kegiatan atau hampir setengah dari total kegiatan pada bidang ilmu rekayasa. Kolaborasi yang cukup besar lainnya terdapat pada jumlah anggota enam orang, dengan persentase 15,4%. Di samping itu, kolaborasi dengan jumlah anggota tim sebanyak dua dan empat orang juga memiliki kontribusi yang besar dalam kegiatan di bidang rekayasa, dimana masing-masing memiliki jumlah kegiatan sebesar tujuah kegiatan (10,8%).

Besarnya tingkat kolaborasi kegiatan pada bidang rekayasa dibandingkan dengan bidang lainnya merupakan sesuatu hal yang wajar, mengingat bidang ini memerlukan berbagai disiplin ilmu dan teknik untuk melakukan suatu pelaksanaan kegiatan. Hal ini sejalan dengan definisi yang terdapat dalam wikipedia (2012), yang disebutkan bahwa bidang rekayasa merupakan sebuah proses yang berorientasi pada tujuan dari suatu perancangan dan pembuatan peralatan

serta sistem, untuk mengeksploitasi fenomena alam dalam konteks praktis bagi manusia, seringkali (tetapi tidak selalu) menggunakan hasil-hasil dan teknik-teknik dari ilmu.

5. PENUTUP

Perkembangan kegiatan insentif KRT tahun 2008—2010 menunjukan bahwa jumlah kegiatan menurut jenis insentif terbanyak dilaksanakan pada kelompok insentif riset terapan dengan jumlah 498 kegiatan (berkontribusi sebesar 41%). Menurut bidang fokus/prioritas, jumlah kegiatan insentif terbesar adalah Ketahanan Pangan dengan jumlah 386 kegiatan (berkontribusi sebesar 31%). Sedangkan menurut bidang ilmu, kegiatan insentif KRT didominasi oleh bidang rekayasa dengan jumlah kegiatan sebesar 553 kegiatan (berkontribusi sebesar 45%).

Tingkat kolaborasi peneliti pada kegiatan insentif didapatkan hasil sekitar 20,43% kegiatan dilakukan secara berkolaborasi oleh dua orang peneliti atau lebih. Dari jumlah peneliti yang berkolaborasi tersebut, persentase jumlah peneliti yang berkolaborasi dengan jumlah besar adalah kegiatan insentif yang dilakukan secara berkolaborasi oleh tiga peneliti (53%), kemudian kolaborasi empat peneliti

(21)

(17%), dan selanjutnya kolaborasi enam peneliti (10%). Dari analisis data juga terungkap terdapat kegiatan insentif yang dikerjakan oleh lebih dari enam orang peneliti, bahkan ada tiga kegiatan insentif yang dilakukan secara berkolaborasi dengan melibatkan 10 (sepuluh) orang peneliti.

Kolaborasi yang dilakukan dengan melibatkan tim lebih dari enam orang, bahkan mencapai 10 (sepuluh) orang tentunya menarik untuk dikaji lebih lanjut, berkaitan dengan bagaimana mekanisme koordinasi di antara anggota tim dalam memecahkan suatu permasalahan, bagaimana pertukaran ide/ gagasan, keahlian, ketrampilan di antara mereka dapat terjadi, dan bagaimana mekanisme reward and punishment dapat diterapkan sehingga masing-masing anggota merasa nyaman untuk melakukan kolaborasi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini masih terbatas pada kegiatan riset yang dilakukan dan belum menyentuh aspek output apa yang dihasilkan dari adanya kolaborasi riset tersebut. Untuk itu, penelusuran lebih lanjut mengenai data output hasil kegiatan riset perlu dilakukan agar pemahaman tentang kolaborasi riset melalui publikasi ilmiah, paten, produk barang/jasa, dan lain-lain dapat lebih komprehensif dan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi kebijakan insentif KRT ke depan.

DAFTAR PUSTAKA

Amabile, T.M, et al. (2001). Academic-practitioner collaboration in management research: A case of cross-profession collaboration. The Academy of

Management Journal, Vol.44 (2), hal.418-431.

Bukvova, Helena. (2010). Studying Research Collaboration: A Literature Review. Sprouts:

Working Papers on Information Systems, 10(3).

Cummings, J.N., & Kiesler, Sara. (2007). Coordination costs and project outcomes in multi -university collaborations. Research Policy,

Vol.36 (10): 1620-1634.

Dewan Riset Nasional. (2006). Agenda Riset

Nasion-al (ARN) 2006—2009. Jakarta.

Hartinah, Sri. (2005). Profil Kajian Bidang pangan dan Gizi Indonesia Pada Publikasi Indonesia dan Internasional. Jurnal Widya Riset, Vol.8 No.1.

Heinze, Thomas., & Kuhlmann, Stefan. (2008). Across institutional boundaries? – research collaboration in german public sector nanoscience. Research Policy, Vol.37 (5): 888-899.

Jassawalla, A.R., & Sashittal, H.C. (1998). An examination of collaboration in high technology new product development processes. Journal of

Product Innovation Management, Vol.15 (3): 237

-254.

Katz, J.S., & Martin, B.R. (1997). What is Research Collaboration?. Research Policy, 26: 1-18. Kementerian Negara Riset dan Teknologi dan Dewan

Riset Nasional. (2009). Pedoman Program

Insentif. Edisi 4. Jakarta.

Kementerian Negara Riset dan Teknologi. (2008).

Pedoman Program Insentif. Edisi 3. Jakarta.

Kementerian Negara Riset dan Teknologi. (2007).

Pedoman Program Insentif. Edisi 2. Jakarta.

Keputusan Meneg.Ristek No.110/M/Kp/X/2009 tentang penetapan proposal program insentif yang dibiayai oleh APBN tahun 2010.

Keputusan Meneg.Ristek No.194/M/Kp/X/2008 tentang penetapan proposal program insentif yang dibiayai oleh APBN tahun 2009.

Keputusan Meneg.Ristek No.97/M/Kp/XI/2007 tentang penetapan proposal program insentif yang dibiayai oleh APBN tahun 2008.

Melin, G., & O Persson. (1996). Studying research

collaboration using coauthorships.

Scientometrics, Vol.36 (3); 363-377.

Peraturan Presiden No.7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004—2009.

Sonnenwald, D.H. (2007). Scientific collaboration.

Annual Review of Information Science and Technology, Vol.41: 643-681.

Sormin, Remi. (2009). Kajian Korelasi antara Kolaborasi Peneliti dan Produktivitas Peneliti Lingkup Badan Litbang Pertanian. Jurnal

Perpustakaan Pertanian Vol. 18, Nomor 1.

Sumbramanyam, K. (1983). Bibliometrics Studies of Research Collaboration: a Review. Journal of

Information Science, 6(1): 34.

Wikipedia. (2012). Teknologi. Diakses dari http://

id.wikipedia.org/wiki/

Teknologi#Ilmu.2C_rekayasa.2C_dan_teknologi

pada tanggal 2 Agustus 2012.

Wray, K.B. (2006). Scientific authorship in the age of collaborative research. Studies In History and

Philosophy of Science Part A, Vol.37 Issue 3:

(22)

Dika Supyandi

Lahir di Bandung, 7 Desember 1974. Menyelesaikan pendidikan sarjana dari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Padjadjaran. Memperoleh gelar Master dari Magister Teknik dan Manajemen Industri Institut Teknologi Bandung, dan Master of Development Practice dari The University of Queensland, Australia. Saat ini, penulis adalah anggota Laboratorium Sosiologi dan Penyuluhan Pertanian Program Studi Agribisnis Universitas Padjadjaran. Minat kajian penulis adalah Pengembangan Masyarakat Pedesaan dan Sistem Inovasi Pertanian. Penulis telah menulis sejumlah laporan penelitian, naskah konferensi dan artikel jurnal pada bidang pengembangan masyarakat, sistem inovasi, kajian manusia dan lingkungan, dan agribisnis.

Dini Oktaviyanti

Lahir di Tangerang, 19 Oktober 1984 sebagai anak pertama dari 3 bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan Sarjana jurusan Administrasi Negara dan gelar Magister di bidang Administrasi Publik (Spesialisasi Kebijakan Publik) Universitas Padjadjaran pada tahun 2009. Penulis telah menghasilkan beberapa karya tulis ilmiah/hasil penelitian serta jurnal ilmiah di bidang Kebijakan Teknologi dan Kebijakan Publik, termasuk jurnal ilmiah dalam dan luar negeri. Penulis aktif dalam berbagai forum dan kegiatan sosial dan merupakan Duta Anti Narkoba Jawa Barat, ia pernah bekerja sebagai news anchor dan reporter di salah satu televisi lokal di Bandung.

Dudi Hidayat

Lahir di Sumedang, 20 Oktober 1967. Penulis merupakan kandidat Doktor dalam Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik di Universitas Indonesia. Ia memperoleh gelar M.Sc di bidang Fisika Terapan dari Delft institute of Technology (Belanda) dan Bidang

S&T Policy dari Science Policy Research Unit (SPRU) of Sussex University (Inggris). Sejak tahun 1995, penulis bergabung dengan Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PAPPIPTEK) LIPI sebagai peneliti pada bidang pengembangan indikator iptek, analisis kebijakan iptek dalam perspektif sistem. Pada tahun 1999–2001 ia menjadi Manajer Proyek dari Program Pengembangan Teknologi Industri, yang bertujuan memperkuat sistem manajemen LIPI sebagai penyedia riset untuk melayani sektor industri. Penulis pernah juga menjadi Ahli S&T indicators dalam Proyek ASEAN-ROK untuk ASEAN Technology Competitiveness Indicators (2002–2004). Penulis telah menghasilkan sejumlah karya tulis ilmiah/hasil penelitian dan buku tentang Kebijakan Teknologi. Berbagai seminar sebagai pembicara telah dilakukannya, baik di dalam maupun luar negeri.

Karlina Sari

Lahir di Bogor, 26 Juni 1983. Mendapat gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran dan Master of Arts dari Graduate School of International Development, Nagoya University. Saat ini bekerja sebagai peneliti di Pusat Penelitian Perkembangan Iptek (PAPPIPTEK) LIPI. Bidang kajian yang ditekuni adalah bidang kebijakan iptek dalam ekonomi.

Kusnandar

Lahir di Garut, 23 Juli 1979. Penulis menamatkan pendidikan pasca sarjana di Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 2010. Saat ini penulis merupakan peneliti bidang Manajemen Litbang dan Inovasi di Pusat Penelitian Perkembangan Iptek LIPI. Penulis telah menghasilkan beberapa karya tulis ilmiah/ hasil penelitian serta jurnal ilmiah di bidang manajemen iptek dan litbang, dan aktif dalam sejumlah seminar dan forum ilmiah.

(23)

Mahra Arari Heryanto

Lahir di Bandung, 9 Juni 1983. Menempuh pendidikan sarjana dari Jurusan Sosial-Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Meraih gelar Master dari Magister Studi Pembangunan Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) Institut Teknologi Bandung pada tahun 2010. Selain menjadi asisten di Laboratorium Sosiologi dan Penyuluhan Pertanian Program Studi Agribisnis Universitas Padjadjaran, penulis tercatat sebagai peneliti pada Puslitbang Inovasi dan Kelembagaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Padjadjaran yang fokus bersama tim di dalamnya melakukan pengembangan sistem agribisnis inklusif bagi para petani skala usaha kecil. Penulis juga mengembangkan berbagai pemodelan sosial yang terkait dengan sistem agribisnis menggunakan metodologi cara berpikir sistem (system thinking) dan dinamika sistem (system dynamic) yang telah diterapkan oleh penulis pada berbagai lembaga seperti pemerintah daerah, pemerintah pusat, lembaga penelitian dan pengabdian, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga profesional.

Prakoso Bhairawa Putera

Lahir di Tanjung Pandan (Pulau Belitung), 11 Mei 1984. Penulis menamatkan pendidikan Strata 1 (S.IP) pada jurusan Ilmu Administrasi Negara (Kekhususan Kebijakan Publik) Universitas Sriwijaya (Palembang) dan memperoleh gelar M.A dari Universitas Indonesia pada program studi Magister Administrasi dan Kebijakan Publik (2012). Ia meraih Anugerah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi tahun 2009 atas sumbangsih memasyarakatkan iptek melalui tulisan semi ilmiah di berbagai media cetak. Saat ini penulis

tercatat sebagai Peneliti Bidang Kebijakan dan Administrasi pada Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PAPPIPTEKLIPI). Bidang kajian yang banyak dilakukan penulis terutama dalam public policy khususnya terkait dengan iptek, teknologi informasi dan komunikasi, kebaharian, kepariwisataan (kajian destination management system, destination management organization, e-tourism) dan kajian di bidang pemerintahan. Ia aktif menulis untuk sejumlah media cetak nasional dan lokal serta menulis buku dan publikasi jurnal ilmiah nasional/internasional.

Purnama Alamsyah

Lahir di Bandung, pada tanggal 22 Oktober 1983. Penulis adalah kandidat peneliti Bidang Penelitian Sistem Manajemen Iptek pada Pusat Penelitian Perkembangan Iptek. Jenjang pendidikan S1 ditempuh pada Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran. Penulis telah menghasilkan beberapa karya tulis ilmiah/hasil penelitian serta jurnal ilmiah di bidang manajemen iptek dan litbang, dan aktif dalam sejumlah seminar dan forum ilmiah.

Setiowiji Handoyo

Lahir di Jakarta, 28 Juli 1977. Penulis adalah Peneliti pada Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PAPPIPTEKLIPI). Ia menyelesaikan pendidikan Strata Satu pada jurusan Ekonomi dan Studi Pembangunan, Unpad di Bandung. Memperoleh gelar M.E pada program studi Perencanaan dan Kebijakan Publik, Universitas Indonesia di Jakarta. Bidang penelitian yang ditekuni penulis selama ini berkaitan dengan kebijakan publik khususnya iptek dan inovasi, baik pada tataran nasional, daerah, maupun sektoral.

(24)

INDEKS

D

Dika Supyandi, 67 Dini Oktaviyanti, 157 Dudi Hidayat, 115

K

Karlina Sari, 139 Kusnandar, 139 M

Mahra Arari Heryanto, 67

P

Prakoso Bhairawa Putera, 83; 99 Purnama Alamsyah, 157 S Setiowiji Handoyo, 99 INDEKS PENGARANG

B

Berpikir Sistem, 67 Bidang Fokus, 99 Bidang Ilmu, 99

D

Driver, 157

E

Entrepreneurship, 139 Ekonomi Institusional, 115

I

Iptek Pertanian, 67 Iptek dan Inovasi, 83

Inovasi Frugal, 115; 139; 157 Industri berbasis teknologi, 139 Industri berbasis inovasi, 139 Investasi, 139

J

Jawa Timur, 83 Jenis Insentif, 99

R

Riset, 67 Riset Terapan, 67

S

Sistem Inovasi, 67; 83 Sistem Agribisnis, 67

K

Konten Kebijakan, 83 Kebijakan Daerah, 83 Kolaborasi, 99

O

Open Source, 157

P

Program Insentif KRT, 99

R

Realisme Kritis, 115

T

Tata Nano, 115 INDEKS SUBYEK

Gambar

Gambar 1. Kerangka Analisis Penelitian
Gambar  3  menunjukkan  bahwa  hampir  semua  bidang  fokus  mengalami  penurunan  dalam  jumlah  kegiatan  yang  dilakukan  dari  tahun ke tahun
Gambar 3. Jumlah Kegiatan Pada Program Insentif KRT Menurut Bidang Fokus, Tahun 2008—2010
Gambar 4. Jumlah Kegiatan Pada Program Insentif KRT Menurut Bidang Ilmu, Tahun 2008—2010
+4

Referensi

Dokumen terkait

Saib Suwilo, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara, yang juga sebagai pembimbing utama, dan banyak memberikan arahan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwadengan adanya aplikasi ini, dapat membantu Pemerintah Kelurahan Nefonaek dalam menyampaikan informasi kepada

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kholilurrohman (2011) tentang penerapan pembelajaran berdasarkan teori APOS (Action, Process, Object,

• jika tidak memenuhi aspek-aspek CDOB dan peraturan perundang-undangan terkait yang menyebabkan kerusakan mutu obat dan/atau bahan obat atau diversi distribusi dari/ke.

Sehubungan dengan keikutsertaan Bapak/Ibu dalam Workshop “Perhitungan Cadangan Teknis Asuransi Umum Sesuai PMK No.53/PMK 010/2012 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) faktor internal dan eksternal yang berhubungan dengan persepsi anggota tentang peran ketua kelompok wanita tani adalah curahan waktu

Model Pembelajaran Langsung dalam Pendidikan Jasmani..

PENGARUH KECERDASAN LOGIS MATEMATIS TERHADAP HASIL BELAJAR AKUNTANSI SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu..